• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV STATUS HUKUM PEMBELI DALAM PERJANJIAN

A. Prestasi, Wanprestasi Dan Akibat Wanprestasi Pada Umumnya

2. Wanprestasi Pada Umumnya

Sementara itu, yang dimaksud dengan wanprestasi (default atau non fulfilment, ataupun yang disebut juga dengan istilah breach of contract)

menurut Munir Fuady adalah “tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh perjanjian terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam perjanjian yang bersangkutan.”97

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena : 96Handri Rahardjo,Op.Cit., hal.45.

a. Kesengajaan b. Kelalaian

c. Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian)

Dalam hukum perjanjian tidak begitu dibedakan apakah suatu perjanjian tidak dilaksanakan karena adanya unsur kesalahan dari para pihak atau tidak. Akibatnya umumnya tetap sama, yakni pemberian ganti rugi dengan perhitungan-perhitungan tertentu. Kecuali tidak dilaksanakan perjanjian tersebut karena alasan-alasan force majeure, yang umumnya memang membebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi (untuk sementara atau selama-lamanya)

Di samping itu, apabila seseorang tidak melaksanakan prestasinya sesuai ketentuan dalam perjanjian, maka pada umumnya (dengan beberapa pengecualian) tidak dengan sendirinya dia telah melakukan wanprestasi. Apabila tidak ditentukan lain dalam perjanjian atau dalam undang-undang, maka wanprestasinya si debitur resmi terjadi setelah debitur dinyatakan lalai oleh kreditur (ingebreakestelling) yakni dengan dikeluarkannya “akta lalai” oleh pihak kreditur (Pasal 1238 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).

Stelsel dengan akta lalai ini adalah khas dari negara-negara yang tunduk kepada Civil Law seperti Perancis, Jerman, Belanda dan karenanya juga Indonesia. Sementara di negara-negara yang berlaku sistem Common

Law, seperti Inggris dan Amerika Serikat, pada prinsipnya tidak memberlakukan stelsel akta lalai ini.

Dalam praktek akta lalai ini sering disebut dengan : a. Somasi (Indonesia)

b. Sommatie(Belanda)

c. Sommation(Inggris)

d. Notice of default(Inggris)

e. Mahnung(Jerman dan Swiss)

f. Einmahnung(Austria)

g. Mise en demeure(Prancis)

Namun demikian, bahkan di negara-negara yang tunduk kepada Civil Law sendiri, akta lalai tidak dipergunakan dalam hal-hal tertentu, yaitu dalam hal-hal sebagai berikut :98

a. Jika dalam persetujuan ditentukan termin waktu b. Debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi c. Debitur keliru memenuhi prestasi

d. Ditentukan dalam undang-undang bahwa wanprestasi terjadi demi hukum (contoh Pasal 1626 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

e. Jika debitur mengakui atau memberitahukan bahwa dia dalam keadaan wanprestasi

Ada berbagai bentuk atau wujud bagi para pihak yang tidak memenuhi prestasinya walaupun sebelumnya sudah setuju untuk dilaksanakannya. Bentuk-bentuk wanprestasi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi b. Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi c. Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi

Dalam hal wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi, dalam ilmu hukum perjanjian dikenal dengan suatu doktrin yang disebut dengan “Doktrin Pemenuhan Prestasi Substansial” (Substansial

Performance). Yang dimaksud dengan “Doktrin Pemenuhan Prestasi

Substansial” adalah suatu prinsip yang mengajarkan bahwa sungguhpun satu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara sempurna, tetapi jika telah melaksanakan prestasinya tersebut secara substansial, maka pihak lain harus juga melaksanakan prestasinya secara sempurna. Apabila suatu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara substansial, maka dia disebut telah tidak melaksanakan perjanjian secara “material”(material breach).

Karena itu, jika telah dilaksanakan substansial performance terhadap perjanjian yang bersangkutan, tidaklah berlaku bagi doktrin exceptio non

pihak tidak melaksanakan prestasinya, maka pihak lain dapat juga tidak melaksanakan prestasinya.99

Misalnya, jika seorang kontraktor mengikat perjanjian untuk mendirikan sebuah bangunan, misalnya dia hanya tinggal memasang kunci bagi bangunan tersebut sementara pekerjaan-pekerjaan lainnya telah selesai dilakukannya, maka dapat dikatakan dia telah melaksanakan perjanjian secara substansial. Sementara kunci yang tidak dipasang pada bangunan tersebut bukan berarti dia tidak melaksanakan kontrak secara “material” (material breach).

Akan tetapi tidak terhadap semua perjanjian dapat diterapkan doktrin pelaksanaan perjanjian secara substansial. Untuk perjanjian jual beli yang berhubungan dengan tanah misalnya, biasanya doktrin pelaksanaan secara substansial tidak dapat diberlakukan.

Untuk perjanjian-perjanjian yang tidak berlaku doktrin pemenuhan prestasi secara subtansial, berlaku doktrin pelaksanaan prestasi secara penuh, atau sering disebut dengan istilah-istilah sebagi berikut strict performance ruleataufull performance ruleatau perfect tender rule.

Jadi berdasarkan doktrin pelaksanaan perjanjian secara penuh ini, misalnya seorang penjual menyerahkan barang dengan tidak sesuai (dari

segala aspek) dengan perjanjian, maka pihak pembeli dapat menolak barang tersebut.100

Sedangkan menurut Handri Rahardjo, wanprestasi yang berarti suatu keadaan yang menunjukkan debitur tidak berprestasi (tidak melaksanakan kewajibannya) dan dia dapat dipersalahkan. Ada tiga unsur yang menentukan kesalahan, yaitu :101

a. Perbuatan yang dilakukan debitur yang dapat disesalkan kreditur.

Contoh : Hari itu panas, si A mengirim es ke tempat si B, hal ini menyebabkan esnya mencair sebelum sampai tujuan.

b. Debitur dapat menduga akibatnya, dapat dibagi menjadi 2, yaitu : 1) Obyektif sebagai manusia normal

2) Subyektif sebagai seorang ahli c. Debitur dalam keadaan cakap berbuat

Kapan seseorang debitur dapat dikatakan wanprestasi penentuannya sangat berkaitan dengan macam prestasinya yaitu:

a. Berbuat sesuatu (pasal 1241 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Contoh : si A wajib memperbaiki barang yang rusak tapi si A tersebut tidak berbuat sesuatu atau terlambat memenuhi sesuatu yang menyebabkan tidak berguna atau bisa juga si A keliru (tidak pantas) dalam memenuhi perjanjian.

100Ibid.hal.89. 101Ibid., hal.90.

b. Tidak berbuat sesuatu (pasal 1240 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Contoh : seorang koki restoran wajib menjaga resep masakan tetapi si koki itu berbuat sesuatu (membocorkan resep masakan tersebut kepada pihak lain)

c. Memberi atau menyerahkan sesuatu

Contoh : si A wajib menyerahkan barang tetapi si A tersebut tidak memberi atau terlambat memenuhi sesuatu yang menyebabkan itu tidak berguna atau bisa juga si A keliru (tidak pantas) memenuhi perjanjian.

Jika dalam perjanjian mencantumkan tenggang waktu pelaksanaan prestasi maka debitur dianggap wanprestasi bila setelah melewati tenggang waktu tersebut debitur belum juga melaksanakan prestasi.

Ada 4 macam bentuk dari wanprestasi, menurut Handri Rahardjo :102 a. Tidak berprestasi sama sekali atau berprestasi tapi tidak bermanfaat lagi

atau tidak dapat diperbaiki. b. Terlambat memenuhi prestasi.

c. Memenuhi prestasi secara tidak baik atau tidak sebagaimana mestinya d. Melakukan sesuatu namun menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Tidak dipenuhinya kewajiban dalam perjanjian karena 2 hal yaitu kesalahan debitur karena disengaja, lalai dan keadaan memaksa.

Dokumen terkait