TESIS
Oleh
T. BASWEDAN
117011130/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
T. BASWEDAN
117011130/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum) (Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum
Nama : T. BASWEDAN
Nim : 117011130
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN AKTA
PENGIKATAN JUAL BELI (PJB) TANAH YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
beli tanah pada prinsipnya sama dengan perjanjian pada umumnya yang tunduk pada syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan juga ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat 1 yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pelaksanaan perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Suatu perjanjian tidak selamanya dapat berjalan sesuai dengan kesepakatan yang diinginkan oleh para pihak.Dalam kondisi-kondisi tertentu dapat ditemukan terjadinya berbagai hal, yang berakibat suatu perjanjian mengalami pembatalan.Dibatalkannya suatu akta pengikatan jual beli yang dibuat secara otentik di hadapan notaris akan membuat konsekuensi yuridis tertentu.
Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai perjanjian dan bahan hukum lainnya dibidang perikatan. Penelitian ini menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai kekuatan hukum akta pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat dihadapan notaris dan faktor-faktor penyebab terjadinya pembatalan akta pengikatan jual beli tanah serta akibat hukum dari pembatalan akta pengikatan jual beli tanah yang dibuat dihadapan notaris.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Perjanjian pengikatan jual beli tanah yang dibuat dihadapan notaris mempunyai kekuatan hukum sebagai suatu akta otentik yang mengikat kedua belah pihak untuk mentaati semua klausul yang terdapat dalam pengikatan tersebut dan juga merupakan alat bukti yang paling sempurna di pengadilan. Faktor-faktor terjadinya pembatalan akta pengikatan jual beli tanah adalah Karena adanya kesepakatan dari para pihak, Karena syarat batal sebagaimana yang tercantum dalam klausul pengikatan jual beli telah terpenuhi, serta pembatalan oleh pengadilan atas tuntutan dari salah satu pihak yang biasanya salah satu pihak wanprestasi dan unsur perbuatan melawan hukum. Akibat hukum dari pembatalan pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris tersebut adalah ganti kerugian, pembatalan perjanjian, dan pembatalan disertai ganti kerugian. Tuntutan hukum dapat dilakukan ke pengadilan (litigasi) setelah sebelumnya didahului dengan peringatan (somatie) yang disampaikan oleh pihak yang merasa dirugikan kepada pihak yang membatalkan atau pihak yang telah melakukan wanprestasi/cidera janji dalam pengikatan jual beli tersebut.
Hendaknya para pihak dalam membuat akta pengikatan jual beli dihadapan notaris, benar-benar memahami klausul yang diperjanjikan, sehingga semua isi perjanjian pengikatan jual beli tersebut benar-benar dapat dipenuhi oleh kedua belah pihak, sehingga dapat ditingkatkan ke perjanjian pokoknya yaitu akta jual beli dihadapan PPAT sebagaimana maksud dan keinginan dari kedua belah pihak. Apabila terjadi sengketa diantara para pihak hendaknya diutamakan penyelesaiannya dengan cara musyawarah mufakat, bila perlu dengan meminta bantuan notaris yang bersangkutan untuk menjadi mediator penyelesaian sengketa tersebut. Penyelesaian melalui jalur pengadilan (litigasi) hendaknya ditempatkan sebagai sarana terakhir (ultimum remedium), bila semua upaya hukum damai telah digunakan.
Official. In principle, the land trade agreement is the same as the agreement in general which complies with the requirements of the validity of an agreement as stated in Article 1320 of the Indonesian Civil Codes and Article 1338 Paragraph (1) stating that all agreement which are legally made are used as the law for those who made them, and Article 1338 Paragraph (2) of the Indonesian Civil Codes states that the implementation of the agreement must be based on good will. An agreement cannot always last as what has been agreed by the parties involved. In certain conditions, many things can happen that can result in the cancellation of the agreement. The cancellation of a trading deed authentically made before a public notary will result in a certain juridial consequence.
This descriptive analytical normative juridical study was to study the provisions of the existing legislation about agreement and the other legal materials related to agreement. This study described and at the same time analyzed the problems about the legal power of trading deed of the right to land made before a public notary and the factors causing the incident of the cancellation of land trading deed and the legal consequence of the cancellation of land trading deed made before a public notary.
The result of this study showed that the land trading deed made before a public notary had a legal power as an authentic deed bound both parties to comply With all of the clauses written in the agreement and this canalso play its role as the most perfect evidence in the court of law. The factors causing the cancellation of the land trading deed was the agreement of the parties because the requirements of cancellation by the court of law for the claim of one of the parties that usually one of the parties did not keep his/her promise and there was an element of an action againts the law. The legal consequences of the land trading deed made before a public notary was compensation, cancelaltion of agreement, and cancellation with compensation. The sue could be done at the court of law (litigation) after the warning (somatie) was sent to by the injured party to the party that cancelled the agreement or the party who breeched the agreement agreed in the land trading deed.
The parties who made the land trading deed before a public notary should have understood all of the clauses promised that all of the content of land trading deed can be really met by both parties then it can be made as the main agreement in the form of trading deed before the Land Certificate Issuing Official as meant and wanted by both parties. In case, there is a dispute between both parties, the settlement should be mainly by concensus, when necessasry, the public notary concerned can be asked to be the mediator to settle the dispute. The settlement through litigation should be the final way to do (ultimum remedium) after all of the legal remedies done failed.
hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
dengan judul “KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI (PJB) TANAH YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang
mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormatBapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum, dan Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk
kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada
tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.
Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan
baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti
untuk dapat menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan Sekaligus sebagai
dosen pembimbing utama yang memberikan masukan dan kritikan serta
dorongan kepada penulis, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan
yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum,selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Sumatera Utara dan juga
selaku penguji dalam penelitian tesis ini, yang telah membimbing dan membina
penulis dalam penyelesaian studi selama menuntut ilmu pengetahuan di Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Dosen serta segenap civitas akademis Program Studi
7. Teman-teman mahasiswa MKn Reguler Khusus 2011 dan kawan-kawan di
Kantor Notaris yang sudah banyak bekerja sama untuk penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
8. Seluruh staf pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara.
9. Dan semua pihak yang telah membantu penulisan yang tidak dapat disebut satu
persatu.
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu
dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah kepada
kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jaug dari
sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat
memberikan manfaat kepada semua pihak.
Medan, Oktober 2013 Penulis
1. Nama : T. Baswedan
2. Tempat, Tanggal Lahir : Bl. Manggeng, 18 Juli 1976
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Status : Kawin
5. Agama : Islam
II. KELUARGA
1. Nama Ayah : Drs. T. BurhanSaby
2. Nama Ibu : Cut Nyak Jeut
3. Nama Adik : Cut Yusliana
4. Nama Istri : Cut Winanda
III. PENDIDIKAN
1. MIN : Teupin Batee Tahun 1989
2. SMP : Negeri IDI Aceh Timur Tahun 1992
3. SMA : Negeri IDI Aceh Timur Tahun 1995
4. Perguruan Tinggi (S1) : Universitas Abulyatama Banda Aceh Tahun 2001
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR SINGKATAN... ix
DAFTAR ISTILAH ASING... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Keaslian Penelitian... 10
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 11
1. Kerangka Teori... 11
2. Konsepsi ... 26
G. Metode Penelitian... 28
1. Sifat dan Jenis Penelitian... 28
2. Sumber Data ... 29
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 30
4. Analisis Data ... 30
BAB II KEKUATAN HUKUM AKTA PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH YANG DILAKUKAN DIHADAPAN NOTARIS ... 32
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEMBATALAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI
TANAH YANG DILAKUKAN DIHADAPAN NOTARIS ... 59
A. Pengertian dan Analisa Akta Pengikatan Jual Beli ... 59
B. Tinjauan Yuridis Kuasa Mutlak Pada Praktek Pelaksanaan Pengikatan Jual Beli Tanah Sesuai Peraturan Perundang-Undangan ... 70
C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli Tanah Yang Dilakukan Dihadapan Notaris ... 80
BAB IV AKIBAT HUKUM DARI PEMBATALAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DIHADAPAN NOTARIS ... 93
A. Pengikatan Jual Beli Tanah Tidak Mengakibatkan Hak Atas Tanah Beralih ... 93
B. Kasus Sengketa Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1527/K/Pdt/2007... 104
C. Akibat Hukum Dari Kelalaian Atau Keterlambatan Pemenuhan Kewajiban Dalam Suatu Praktek Pelaksanaan Pengikatan Jual Beli Tanah ... 110
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 123
A. Kesimpulan ... 123
B. Saran... 124
BPHTB : Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
BRR : Badan Rehabilitas dan Rekonstruksi
IPPAT : Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
KUH Per : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
NAD : Nanggroe Aceh Darussalam
PBB : Pajak Bumi Dan Bangunan
PJB : Pengikatan Jual Beli
PPAT : Pejabat PembuatAkta Tanah
PT GMTD : PT Goa Makassar Tourisme Development, Tbk
PPh : Pajak Penghasilan
PPn : Pajak Penjualan
SHM : Sertipikat Hak Milik
Compensatory justice : Keadilan kompensatoris, dimana hak-hak dan
Keuntungan dibagikan kepada pihak lain berdasarkan besar kerugian yang dideritanya.
Daden van beheer : Perbuatan kepengurusan
Developer : Orang yang melakukan pembangunan
Distributive justice : Keadilan distributif, yang mempunyai pengertian
dimana semua hak-hak dan keuntungan harus dibagi secara adil.
Essensialia : Unsur perjanjian yang selalu harus ada didalam
suatu perjanjian, unsur mutlak,
Good faith : Itikad baik
In nominaat : Perjanjian tak bernama
Joint venture : Usaha patungan
Juridische levering : Penyerahan suatu benda secara hukum
Naturalia : Unsur perjanjian yang oleh Undang-undang
diatur, tetapi oleh para pihak dapat disingkirkan
atau diganti
Nominaat : Perjanjian bernama
Open system : Sistem terbuka
keuntungan dibagi berdasarkan andil atau jasa-jasanya.
Recht personality : Kepribadian hukum
Regelend/ aanvullend recht : Hukum yang menambahkan/mengatur
Rechtshandeling : Perbuatan hukum
Repudiation : Penghentian perjanjian secara sepihak
Riil : Nyata
Self imposed obligation : Melaksanakan kewajiban sendiri
Somatie : Peringatan kepada pihak yang lalai melakukan kewajibannya
Trust : Kepercayaan
Uitings theorie : Teori ucapan
Vertegenwoordiging : Mewakilkan atau perwakilan
Vetrouwenstheorie : Teori kepercayaan
Verzend theorie : Teori pengiriman
Vernemingstheorie : Teori pengetahuan
volmacht : Kuasa
Vrijwaren : Pemberian jaminan
beli tanah pada prinsipnya sama dengan perjanjian pada umumnya yang tunduk pada syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan juga ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat 1 yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pelaksanaan perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Suatu perjanjian tidak selamanya dapat berjalan sesuai dengan kesepakatan yang diinginkan oleh para pihak.Dalam kondisi-kondisi tertentu dapat ditemukan terjadinya berbagai hal, yang berakibat suatu perjanjian mengalami pembatalan.Dibatalkannya suatu akta pengikatan jual beli yang dibuat secara otentik di hadapan notaris akan membuat konsekuensi yuridis tertentu.
Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai perjanjian dan bahan hukum lainnya dibidang perikatan. Penelitian ini menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai kekuatan hukum akta pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat dihadapan notaris dan faktor-faktor penyebab terjadinya pembatalan akta pengikatan jual beli tanah serta akibat hukum dari pembatalan akta pengikatan jual beli tanah yang dibuat dihadapan notaris.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Perjanjian pengikatan jual beli tanah yang dibuat dihadapan notaris mempunyai kekuatan hukum sebagai suatu akta otentik yang mengikat kedua belah pihak untuk mentaati semua klausul yang terdapat dalam pengikatan tersebut dan juga merupakan alat bukti yang paling sempurna di pengadilan. Faktor-faktor terjadinya pembatalan akta pengikatan jual beli tanah adalah Karena adanya kesepakatan dari para pihak, Karena syarat batal sebagaimana yang tercantum dalam klausul pengikatan jual beli telah terpenuhi, serta pembatalan oleh pengadilan atas tuntutan dari salah satu pihak yang biasanya salah satu pihak wanprestasi dan unsur perbuatan melawan hukum. Akibat hukum dari pembatalan pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris tersebut adalah ganti kerugian, pembatalan perjanjian, dan pembatalan disertai ganti kerugian. Tuntutan hukum dapat dilakukan ke pengadilan (litigasi) setelah sebelumnya didahului dengan peringatan (somatie) yang disampaikan oleh pihak yang merasa dirugikan kepada pihak yang membatalkan atau pihak yang telah melakukan wanprestasi/cidera janji dalam pengikatan jual beli tersebut.
Hendaknya para pihak dalam membuat akta pengikatan jual beli dihadapan notaris, benar-benar memahami klausul yang diperjanjikan, sehingga semua isi perjanjian pengikatan jual beli tersebut benar-benar dapat dipenuhi oleh kedua belah pihak, sehingga dapat ditingkatkan ke perjanjian pokoknya yaitu akta jual beli dihadapan PPAT sebagaimana maksud dan keinginan dari kedua belah pihak. Apabila terjadi sengketa diantara para pihak hendaknya diutamakan penyelesaiannya dengan cara musyawarah mufakat, bila perlu dengan meminta bantuan notaris yang bersangkutan untuk menjadi mediator penyelesaian sengketa tersebut. Penyelesaian melalui jalur pengadilan (litigasi) hendaknya ditempatkan sebagai sarana terakhir (ultimum remedium), bila semua upaya hukum damai telah digunakan.
Official. In principle, the land trade agreement is the same as the agreement in general which complies with the requirements of the validity of an agreement as stated in Article 1320 of the Indonesian Civil Codes and Article 1338 Paragraph (1) stating that all agreement which are legally made are used as the law for those who made them, and Article 1338 Paragraph (2) of the Indonesian Civil Codes states that the implementation of the agreement must be based on good will. An agreement cannot always last as what has been agreed by the parties involved. In certain conditions, many things can happen that can result in the cancellation of the agreement. The cancellation of a trading deed authentically made before a public notary will result in a certain juridial consequence.
This descriptive analytical normative juridical study was to study the provisions of the existing legislation about agreement and the other legal materials related to agreement. This study described and at the same time analyzed the problems about the legal power of trading deed of the right to land made before a public notary and the factors causing the incident of the cancellation of land trading deed and the legal consequence of the cancellation of land trading deed made before a public notary.
The result of this study showed that the land trading deed made before a public notary had a legal power as an authentic deed bound both parties to comply With all of the clauses written in the agreement and this canalso play its role as the most perfect evidence in the court of law. The factors causing the cancellation of the land trading deed was the agreement of the parties because the requirements of cancellation by the court of law for the claim of one of the parties that usually one of the parties did not keep his/her promise and there was an element of an action againts the law. The legal consequences of the land trading deed made before a public notary was compensation, cancelaltion of agreement, and cancellation with compensation. The sue could be done at the court of law (litigation) after the warning (somatie) was sent to by the injured party to the party that cancelled the agreement or the party who breeched the agreement agreed in the land trading deed.
The parties who made the land trading deed before a public notary should have understood all of the clauses promised that all of the content of land trading deed can be really met by both parties then it can be made as the main agreement in the form of trading deed before the Land Certificate Issuing Official as meant and wanted by both parties. In case, there is a dispute between both parties, the settlement should be mainly by concensus, when necessasry, the public notary concerned can be asked to be the mediator to settle the dispute. The settlement through litigation should be the final way to do (ultimum remedium) after all of the legal remedies done failed.
BAB II
KEKUATAN HUKUM AKTA PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH YANG DILAKUKAN DIHADAPAN NOTARIS
A. Pengertian dan Fungsi PerjanjianPengikatan Jual Beli Yang Dibuat Dihadapan Notaris
Perjanjian pengikatan jual beli sebenarnya tidak ada perbedaan dengan
perjanjian pada umumnya. Hanya saja perjanjian pengikatan jual beli merupakan
perjanjian yang lahir akibat adanya sifat terbuka dari Buku III Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata), yang memberikan kebebasan yang seluas-luasnya
kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan
berbentuk apa saja, asalkan tidak melanggar peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum dan kesusilaan.
Perjanjian pengikatan jual beli lahir sebagai akibat terhambatnya atau
terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang
berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya agak menghambat
penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah. Persyaratan tersebut ada yang
lahir dari peraturan perundang-undangan yang ada dan ada pula yang timbul sebagai
kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah. Persyaratan
yang timbul dari undang-undang misalnya jual beli harus telah lunas baru Akta Jual
Beli (AJB) dapat ditandatangani. Pada umumnya persyaratan yang sering timbul
adalah persyaratan yang lahir kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli,
sertipikat hak atas tanah yang akan dibelinya sedangkan hak atas tanah yang akan
dijual belum mempunyai sertipikat, dan di sisi lain misalnya, pihak pembeli belum
mampu untuk membayar semua harga hak atas tanah secara lunas, sehingga baru
dibayar setengah dari harga yang disepakati.
Dengan keadaan di atas tentunya akan menghambat untuk pembuatan akta
jual belinya, karena pejabat pembuat akta tanah akan menolak untuk membuat akta
jual belinya karena belum selesainya semua persyaratan tersebut. Untuk tetap dapat
melakukan jual beli maka para pihak sepakat bahwa jual beli akan dilakukan setelah
sertipikat selesai di urus, atau setelah harga dibayar lunas dan sebagainya. Untuk
menjaga agar kesepakatan itu tetap terlaksana dengan baik sementara persyaratan
yang diminta bisa tetap dapat di urus, maka biasanya pihak yang akan melakukan jual
beli menuangkan kesepakatan awal tersebut dalam bentuk perjanjian yang kemudian
dikenal dengan nama perjanjian pengikatan jual beli. Dalam prakteknya, perjanjian
pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris lazim disebut dengan akta
pengikatan jual beli (PJB),
Pengertian perjanjian pengikatan jual beli dapat kita lihat dengan cara
memisahkan kata dari Perjanjian pengikatan jual beli menjadi perjanjian dan
pengikatan jual beli. Perjanjian pengertiannya dapat dilihat pada sub bab sebelumnya,
sedangkanPerjanjian Pengikatan Jual Beli menurut R Subekti pengertiannya adalah
perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli
dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk untuk
proses, belum terjadinya pelunasan harga. Sedang menurut Herlien Budiono,
perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai
perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas.28
Dari pengertian yang diterangkan di atas dapat dikatakan bahwa pengertian
perjanjian pengikatan jual beli merupakan suatu perikatan bersyarat atau perjanjian
pendahuluan yang dibuat sebelum dilaksanakannya perjanjian utama atau perjanjian
pokoknya.
Sebagaimana telah diterangkan tentang pengertiannya, maka kedudukan
perjanjian pengikatan jual beli yang sebagai perjanjian pendahuluan maka perjanjian
pengikatan jual beli berfungsi untuk mempersiapkan atau bahkan memperkuat
perjanjian utama / pokok yang akan dilakukan, karena perjanjian pengikatan jual beli
merupakan awal dari lahirnya perjanjian pokoknya yaitu Perjanjian Jual-Beli. Hal
yang sama juga diungkapkan oleh Herlien Budiono yang menyatakan perjanjian
bantuan berfungsi dan mempunyai tujuan untuk mempersiapkan, menegaskan,
memperkuat, mengatur, mengubah atau menyelesaikan suatu hubungan hukum.
Dengan demikian jelas bahwa perjanjian pengikatan jual beli berfungsi
sebagai perjanjian awal atau perjanjian pendahuluan yang memberikan penegasan
untuk melakukan perjanjianpokoknya, serta menyelesaikan suatu hubungan hukum
apabila hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian pengikatan jual beli telah
dilaksanakan seutuhnya.
Isi dari perjanjian pengikatan jual beli yang merupakan perjanjian
pendahuluan untuk lahirnya perjanjian pokok/ utama biasanya adalah berupa
janji-janji dari para pihak yang mengandung ketentuan tentang syarat-syarat yang
disepakati untuk sahnya melakukan perjanjian pokoknya. Misalnya dalam perjanjian
pengikatan jual beli hak atas tanah, dalam klausul perjanjiannya biasanya berisi
janji-janji baik dari pihak penjual hak atas tanah maupun pihak pembelinya tentang
pemenuhan terhadap syarat-syarat agar perjanjian pokoknya yaitu perjanjian jual beli
dan akta jual beli tersebut dapat ditanda tangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT), seperti janji untuk melakukan pengurusan sertipikat tanah sebelum
jual beli dilakukan sebagaimana diminta pihak pembeli, atau janji untuk segera
melakukan pembayaran oleh pembeli sebagai syarat dari penjual sebagai akta jual
beli dapat ditandatangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Selain janji-janji biasanya dalam perjanjian pengikatan jual beli juga
dicantumkan tentang hak memberikan kuasa kepada pihak pembeli.Hal ini terjadi
apabila pihak penjual berhalangan untuk hadir dalam melakukan penandatanganan
akta jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), baik karena lokasi
yang jauh, atau karena ada halangan dan sebagainya.Dan pemberian kuasa tersebut
biasanya baru berlaku setelah semua syarat untuk melakukan jual beli hak atas tanah
di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah terpenuhi.29
29Kamaluddin Patradi,Pemberian Kuasa Dalam Praktek Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak
Sebagai perjanjian yang lahir karena kebutuhan dan tidak diatur secara tegas
dalam bentuk peraturan perundang-undangan maka perjanjian pengikatan jual beli
tidak mempunyai bentuk tertentu.Hal ini sesuai juga dengan pendapat dari Herlien
Budiono, perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi
sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas.
Akta perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris adalah
suatu perjanjian pengikatan jual beli atas objek tanah yang dibuat antara calon penjual
dan calon pembeli yang dibuat sebelum ditandatanganinya Akta Jual Beli
(AJB).Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah yang bersertipikat hak milik dapat
dilaksanakan dihadapan notaris sedangkan pembuatan akta jual beli wajib
dilaksanakan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).Karena objek yang
diperjualbelikan yakni tanah merupakan benda yang tidak bergerak yang pengalihan
haknya melalui suatu perbuatan hukum jual beli harus dibuat melalui suatu akta
PPAT maka sebelum dibuat, akta jual beli tersebut pada umumnya perlu dilakukan
pemenuhan sejumlah persyaratan baik oleh penjual maupun oleh pembeli.30
Pemenuhan persyaratan dari pihak penjual pada umumnya berhubungan dengan
surat-surat sebagai tanda bukti hak milik atas tanah tersebut maupun surat keterangan
hak waris yang masih dalam pengurusan apabila tanah yang akan dijual tersebut
merupakan harta warisan.31
30
Aditya Sudarnanto, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Antara Kewenangan Dan Kewajiban, Pelita Ilmu, Semarang, 2009, hal.21.
Pelaksanaan jual beli dihadapan PPAT baru dapat dilaksanakan apabila pihak
penjual telah melengkapi semua dokumen yang berhubungan dengan tanah tersebut
untuk dapat dilangsungkannya perbuatan hukum jual beli.Akta perjanjian pengikatan
jual beli dihadapan notaris dilakukan sebelum akta jual beli disebabkan karena
adanya hambatan dari pihak pembeli.Pada umumnya hambatan dari pembeli untuk
terlaksanakannya akta jual beli tanpa harus melalui akta perjanjian pengikatan jual
beli terlebih dahulu adalah kemampuan beli dari si pembeli tidak mencukupi untuk
membeli secara tunai tanah tersebut. Oleh karena kemampuan/ daya beli dari si
pembeli tidak mencukupi untuk melakukan pembelian secara tunai maka
dilaksanakanlah perjanjian pengikatan jual beli dihadapan notaris dimana didalam
perjanjian pengikatan jual beli tersebut disepakati dilaksanakan pembelian tanah
tersebut dengan cara mencicil / mengangsur dalam jangka waktu tertentu (mingguan,
bulanan) hingga harga penjualan tanah tersebut lunas dibayar oleh pembeli. Pada saat
terjadinya pelunasan pembayaran harta tanah tersebut oleh pembeli maka pada saat
itu dibuatlah akta jual beli dihadapan PPAT untuk dapat didaftarkan perubahan data
kepemilikan haknya dikantor pertanahan tempat dimana tanah itu berada.Dengan
demikian dapat dikatakan perjanjian pengikatan jual beli dapat pula terjadi berhubung
karena pembelian atas tanah tersebut dilakukan berdasarkan angsuran/ cicilan yang
telah disepakati oleh para pihak baik penjual maupun pembeli.32
Calon pembeli pada umumnya perlu melakukan cek bersih ke kantor
pertanahan dimana tanah tersebut berada, sementara calon penjual perlu meminta
uang muka (DP) sebagai tanda keseriusan pembelian tanah tersebut dari calon
pembeli. Dalam rangka pemeriksaan ke kantor pertanahan dan pembayaran uang
muka tersebut maka diperlukan adanya perjanjian pengikatan jual beli sebagai ikatan
awal keseriusan para pihak untuk melakukan transaksi jual beli atas tanah tersebut.33
Dalam perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris pada
umumnya calon pembeli telah melakukan pembayaran awal (uang muka), sehingga
jika calon pembeli membatalkan transaksi jual beli maka ia akan kehilangan uang
muka yang telah dibayarnya tersebut. Dengan begitu perjanjian pengikatan jual beli
mengikat para pihak baik penjual maupun pembeli untuk dengan serius melakukan
transaksi jual beli tanah yang nantinya ditandai dengan penandatanganan akta jual
beli dihadapan PPAT, dimana pembeli sudah harus melunasi harga jual dari tanah
tersebut dan membayar bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sedangkan
penjual telah menyerahkan tanah tersebut dan membayar Pajak Penghasilan (PPh)
sebelum ditantanganinya akta jual beli dihadapan PPAT tersebut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan perjanjian
pengikatan jual beli antara lain :
1. Uraian obyek tanah dan bangunan harus jelas, antara lain ukuran luas tanah
dan bangunan (jika perlu disertai peta bidang tanah dan arsitektur bangunan),
33Darwanto Gadiman,Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pengikatan
sertipikat dan pemegang haknya, dan perizinan-perizinan yang melekat pada
obyek tanah dan bangunan tersebut.
2. Harga tanah per-meter dan harga total keseluruhan serta cara pembayarannya.
Pembayaran harga tanah dapat juga ditentukan secara bertahap yang
pelunasannya dilakukan pada saat penandatanganan AJB.
3. Syarat batal tertentu, misalnya jika ternyata pembangunan rumahnya tidak
sesuai dalam jangka waktu yang telah dijanjikan developer, maka calon
pembeli berhak membatalkannya dan menerima kembali uang muka. Atau
jika pembangunan itu selesai sesuai waktunya tapi calon pembeli
membatalkannya secara sepihak, maka calon pembeli akan kehilangan uang
mukanya.
4. Penegasan pembayaran pajak yang menjadi kewajiban masing-masing pihak
dan biaya-biaya lainnya yang diperlukan, misalnya biaya pengukuran tanah
dan biaya Notaris / PPAT.
5. Jika perlu dapat dimasukkan klausul pernyataan dan jaminan dari calon
penjual, yaitu bahwa tanah yang akan dijual tersebut tidak sedang berada
dalam jaminan hutang pihak ketiga atau terlibat dalam sengketa hukum. Jika
ternyata pernyataan dan jaminan calon penjual itu tidak benar, maka calon
penjual akan membebaskan calon pembeli dari tuntutan pihak lain manapun.34
34Dony HadiRusdianto,Beberapa Catatan Penting Tentang Pengikatan Jual-Beli Hak Atas
B. Faktor-faktor yang Mewajibkan Dilaksanakannya Terlebih Dahulu Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Perjanjian PengikatanJual Beli (PJB)adalah perjanjian bantuan yang berfungsi
sebagai perjanjian pendahuluan dan bentuknya bebas. Pada umumnya suatu
perjanjian pengikatan jual beli mengandung janji-janji yang harus dipenuhi terlebih
dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak sebelum dilakukannya perjanjian pokok
yang merupakan tujuan akhir dari para pihak.
Sebagaimana diketahui untuk terjadinya jual beli tanah hak dihadapan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus telah dilunasi harganya. Mungkin pula adanya
keadaan dimana penjual yang sertipikat tanah haknya sedang dalam balik nama pada
kantor Badan Pertanahan Nasional, akan tetapi penjual bermaksud untuk menjual hak
tersebut. Guna mengatasi hal itu maka dibuatlah perjanjian pengikatan jual beli.
Sebagai suatu perjanjian pendahuluan untuk sementara menantikan dipenuhinya
syarat untuk perjanjian pokoknya yaitu jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) yang berwenang membuatnya.
Oleh karena perjanjian pengikatan jual beli ini merupakan perjanjian
pendahuluan, maka biasanya di dalam perjanjian tersebut memuat janji-janji yang
mengandung ketentuan-ketentuan mana kala syarat-syarat untuk jual beli di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah terpenuhi. Tentu saja para pihak setelah
syarat untuk jual beli telah dipenuhi dapat datang lagi untuk melaksanakan jual beli
Akan tetapi adakalanya bahwa calon penjual berhalangan untuk datang
kembali, dan pembeli untuk pelaksanaan penandatangan akta jual belinya bertindak
sendiri baik mewakili penjual maupun dirinya sendiri selaku pembeli. Maka dalam
hal ini diperlukan kuasa, selain kuasa tersebut biasanya penjual memberikan secara
umum hak-hak kepengurusan (daden van beheer) atas tanah hak tersebut selama
belum dilakukan jual beli dihadapan pejabat yang dimaksud. Hal ini diperlukan
mengingat, bahwa adanya kemungkinan penjual tidak berada ditempat untuk
melakukan tindakan hukum yang masih merupakan kewajibannya tersebut.
Untuk mengantisipasi keadaan itu maka notaris di dalam akta perjanjian
pengikatan jual beli tersebut selalu mencantumkan kuasa-kuasa (blanco volmacht) di
dalam aktanya dengan maksud agar pembeli tidak dirugikan haknya mengingat telah
dipenuhi semua persyaratan untuk jual beli dihadapan pejabat yang berwenang
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Dalam hal apabila seseorang ingin menjual sebidang tanah dan pihak yang
satu lagi berkeinginan untuk membelinya maka mereka akan datang ke hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk dimintakan pembuatan akta jual beli atas tanah
tersebut. Namun karena suatu sebab tertentu jual beli tersebut tidak dapat
dilaksanakan, misalnya karena jual beli tersebut tidak lunas. Namun seandainya para
pihak tersebut tetap berkeinginan untuk dimintakan pembuatan akta jual beli, untuk
mengantisipasi hal itu PPAT yang juga berprofesi sebagai seorang Notaris akan
menyarankan kepada para pihak untuk membuat akta persetujuan jual beli. Tujuan
penjual dapat memperoleh sebagian atau seluruhnya dari harga jual beli tersebut dan
pihak pembeli dapat memperoleh hak atas tanah tersebut walaupun secara riil belum
terjadi.35
Sebab-sebab para pihak mengadakan persetujuan jual beli ini adalah antara
lain :
1. Apabila sertipikat tanah tersebut masih dalam proses pendaftaran di Kantor
Badan Pertanahan nasional.
2. Apabila transaksi jual beli dibayar secara bertahap atau secara mencicil.
3. Apabila objek sedang ditempati atau sedang disewa oleh pihak lain sedangkan
pihak pembeli menginginkan objek yang dibelinya dalam keadaan kosong.
4. Apabila objek sedang terikat Hak Tanggungan dan harus terlebih dahulu
dilakukan proses roya.
Ditambahkan lagi bahwa hal yang tak kalah penting dan sering terjadi adalah
dalam hal pembayaran pajak. Kalau sekiranya pihak-pihak ingin menunda
pembayaran pajak terhadap suatu transaksi jual beli baik itu Pajak Penghasilan (PPh)
maupun Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) maka mereka
biasanya melakukan transaksi dengan memakai akta perikatan/perjanjian jual beli.
Akan tetapi menurut keterangan dari Notaris Darmawan, SH.,
M.Kn,dibuatnya pengikatan jual beli ini dalam praktek dilapangan disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain yaitu karena jual beli belum lunas serta sertipikat induk
belum di pecah dan sertipikat belum dilakukan pengecekan di Kantor Pertanahan.36
Kemungkinan lain yang menyebabkan dilakukannya atau dilaksanakannya
pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beliadalah kalau sertipikat atas tanah
tersebut masih atas nama pewaris atau pemilik awal, sedangkan para ahli waris akan
menjual cepat tanah tersebut karena membutuhkan uang. Untuk itu agar mereka
mendapatkan uang dalam jangka waktu yang cepat maka mereka melakukan transaksi
dengan membuat akta perikatan/perjanjian jual beli dihadapan notaris.
Faktor utama yang menyebabkan orang melakukan perjanjian pengikatanjual
beli adalah karena jual beli itu belum lunas (secara cicilan) dan untuk menunda
kewajiban membayar pajak, karena dengan melakukan transaksi perjanjian jual beli,
pajak tidak akan timbul karena tidak ada pendaftaran peralihan hak sebagaimana yang
diwajibkan di dalam peraturan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dengan kata
lain dapat dikatakan hal itu untuk sementara menunda pelaksanaan pembayaran
pajak.
Dapat pula ditambahkan bahwa selain faktor-faktor tersebut diatas, adapun
yang menyebabkan orang melakukan perjanjian perikatan jual beli adalah karena
untuk melaksanakan jual beli langsung dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka
kewajiban pembayaran pajak baik PPh maupun BPHTB harus telah dipenuhi,
sedangkan untuk pembayaran pajak-pajak tersebut terutama BPHTB harus terlebih
36Wawancara dengan Notaris/PPAT, Darmawan, SH., MKn., pada tanggal 28 Juli 2013,
dahulu dilaksanakan verifikasi di Kantor Dinas Pendapatan Daerah apakah ada atau
tidak tunggakan pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) atas obyek yang akan
dijual belikan tersebut. Apabila ada, maka seluruh tunggakan PBB tersebut harus
dilunasi terlebih dahulu, baru kemudian dibayarkan pajak-pajak jual beli tersebut
yaitu PPh dan BPHTB. Di dalam akte pengikatan jual beli harus tegas diperjanjikan
atas beban siapa pajak terhutang atas tanah tersebut dibayar.
Dan untuk mengetahui hasil verifikasi dari Kantor Dinas Pendapatan Daerah
tersebut memerlukan waktu beberapa hari lamanya. Sedangkan baik pihak penjual
maupun pihak pembeli ingin agar transaksi jual beli yang mereka lakukan cepat
selesai dengan berbagai macam alasan.
Dalam hal tindakan yang harus diambil notaris berupa pembuatan akta
perjanjian pengikatan jual beli, harus memperhatikan antara hak dan kewajiban antara
kedua belah pihak (calon pembeli dan calon penjual), peraturan perundang-undangan
yang berlaku, serta memenuhi syarat-syarat dan pertimbangan-pertimbangan lain.
Dengan telah selesainya para pihak membuat akta perikatan/perjanjian jual
beli dihadapan notaris, seorang notaris disamping sebagai pejabat umum juga
berfungsi sebagai penasehat hukum bagi pihak-pihak yang datang menghadap
kepadanya, sepanjang hal itu berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Maka sebagai
penasehat hukum notaris dapat memberikan alternatif-alternatif tindakan yang dapat
1. Agar segera melunasi pembayarannya atau melunasi utangnya yang nantinya
diperhitungkan sebagai harga jual tanah tersebut. Setelah sertipikat diperoleh,
keduanya datang menghadap kepada PPAT untuk melakukan transaksi jual beli.
2. Agar menunggu sertipikat keluar atas nama pihak penjual kemudian keduanya
menghadap ke PPAT untuk melakukan transaksi jual beli.
Peranan notaris dalam pembuatan akta pengikatan jual beli yang dimaksudkan di
atas sangat besar sekali, karena notaris harus mengakomodir kepentingan
pihak-pihak, sehingga ada kepastian secara hukum khususnya bagi pihak pembeli
sampai dengan terealisasinya jual beli secara defenitif dihadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT).37
C. Kekuatan Hukum Dari Akta Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Dibuat Dihadapan Notaris
Pada prakteknya pemakaian Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai
perjanjian pendahuluan sudah sering digunakan untuk membantu dalam melakukan
perjanjian jual-beli hak atas tanah, namun terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli
sendiri dalam penerapannya hanya memakai asas umum perjanjian yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau dengan kata lain belum ada diatur secara
khusus dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak atas tanah.
Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, bahwa Pengikatan Jual Beli (PJB)
merupakan sebuah terobosan hukum yang banyak dipakai oleh para pihak yang
37Wawancara dengan Notaris/PPAT Azhar Ibrahim, SH., pada tanggal 7 Agustus 2013,
akanmelakukan jual-beli hak atas tanah. Pengikatan Jual Beli (PJB) dipakai untuk
memudahkan para pihak yang akan melakukan jual-beli hak atas tanah, karena jika
mengikuti semua aturan yang diterapkan dalam melakukan jual-beli hak atas tanah,
maka tidak semua dapat memenuhinya dalam sekali waktu, maksudnya tidak semua
pihak mampu untuk langsung membayar semua persyaratan tentang jual-beli hak atas
tanah dalam sekali waktu seperti membayar harga jual beli hak atas tanah yang dalam
sekali waktu, seperti membayar harga jual beli hak atas tanah yang disepakati yang
diikuti dengan pembayaran terhadap Pajak Penjual (SPP) dan Pajak Pembeli yaitu
Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) serta kewajiban lain terkait dengan
pembuatan dan pengurusan Akta Jual Beli (AJB) serta perpindahan hak lainnya yaitu
pendaftaran tanah (balik nama).
Dalam Peraturan tentang hak atas tanah, diantaranya adalah Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Menteri
Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan lain-lain, diatur secara tegas terhadap setiap
perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah, maksudnya setiap orang
yang akan melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah wajib
tunduk kepada semua peraturan yang berkaitan dengan hak atas tanah.
Misalnya dalam hal jual beli hak atas tanah, dimana dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah dan Peraturan
(PPAT), diatur bahwa dalam melakukan jual-beli hak atas tanah harus dilakukan
dihadapan pejabat yang berwenang, dalam hal tanah adalah Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT), yang daerah kerjanya meliputi daerah tempat tanah yang
diperjual-belikan itu berada.
Selain itu terhadap akta pemindahan haknya (akta jual belinya) juga dibuat
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan akta jual beli tersebut merupakan akta
otentik, dimana bentuk dan isinya telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sebelum melakukan jual-beli dihadapan pejabat yang berwenang, dalam hal
tanah adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan dibuatkan akta jual belinya,
para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah harus memenuhi semua
persyaratan yang diatur dalam pelaksanaan jual beli tanah. Misalnya Persyaratan
tentang objek jual belinya, seperti hak atas tanah yang akan diperjualbelikan
merupakan hak atas tanah yang sah dimiliki oleh penjual yang dibuktikan dengan
adanya sertipikat tanah atau tanda bukti sah lainnya tentang hak tersebut, dan tanah
yang diperjualbelikan tidak berada dalam sengketa dengan pihak lain dan sebagainya.
Persyaratan lainnya misalnya jual-beli yang telah disepakati dan akan
dibuatkan aktanya telah dibayar secara lunas terhadap harga atas tanahnya beserta
dari penjual(SSP) dan pajak pembeli yaitu (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan /BPHTB) telah dilunasi oleh pihak yang akan melakukan jual-beli.38
Setelah semua persyaratan jual beli hak atas tanah tersebut dilengkapi atau
terpenuhi oleh para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah, barulah para
pihak yang akan melakukan jual beli tanah tersebut dapat melakukan jual-beli hak
atas tanah dan pembuatan akta jual-beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) serta selanjutnya melakukan pendaftaran tanah untuk pemindahan haknya.
Sedangkan apabila salah satu persyaratan-persyaratan tersebut belum dipenuhi
maka pembuatan dan penandatanganan terhadap akta jual-beli hak atas tanah yang
dilakukan oleh para pihak sebagaimana dimaksud belum bisa dilakukan dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang
bersangkutan juga akan menolak untuk membuat akta jual belinya sebagai akibat
belum terpenuhinya semua syarat tentang pembuatan Akta Jual Beli (AJB), yang
dengan sendirinya jual-beli hak atas tanah belum bisa dilakukan.
Tertundanya jual beli hak atas tanah dengan sendirinya tentunya sangat tidak
menguntungkan atau bahkan bisa merugikan terhadap para pihak yang melakukan
jual beli hak atas tanah.Karena dengan tertundanya jual beli hak atas tanah tersebut
pihak penjual di satu sisi harus menunda dulu penjualan tanahnya, agar semua
persyaratan tersebut dapat terpenuhi, yang dengan sendirinya juga tertunda
keinginannya untuk mendapatkan uang dari hasil penjualan hak atas tanahnya
38Harijanto Ramdan, Kewajiban-Kewajiban Dalam Pelaksanaan Jual Beli Tanah
tersebut. Sedangkan bagi pihak pembeli dengan tertundanya jual beli hak atas tanah
pihak pembeli juga tertunda keinginannya untuk mendapatkan hak atas tanah yang
akan dibelinya.39
Keadaan ini tentunya akan merugikan para pihak yang akan melakukan jual
beli atas tanah karena dengan keadaan sebagaimana yang diterangkan di atas maka
kepentingan berbagai pihak terutama yang akan melakukan jual beli hak atas tanah
akan terganggu, karena tidak terpenuhinya keinginan mereka akibat adanya beberapa
persyaratan yang diharuskan tentang jual beli hak atas tanah belum terpenuhinya.
Untuk mengatasi hal sebagaimana diterangkan di atas tersebut, dan guna
kelancaran tertib administrasi dalam bidang pertanahan maka dibuatlah sebuah
terobosan dalam bentuk sebuah perjanjian pendahuluan yaitu akta Pengikatan Jual
Beli (PJB), dimana isinya sebenarnya sudah mengatur tentang pelaksanaan jual beli
atas tanah namun secara formal, namun formatnya baru sebatas pengikatan jual beli
yaitu suatu bentuk perjanjian yang merupakan atau dapat dikatakan sebagai perjanjian
pendahuluan sebelum dilakukannya perjanjian jual beli hak atas tanah yang
sebenarnya diatur dalam perundang-undangan yang dinamakan Akta Pengikatan Jual
Beli.40
Untuk mengetahui makna dan pengertian tentang Akta Pengikatan Jual Beli,
maka kita harus dibagi menjadi beberapa kata yang berbeda yaitu Akta dan
Pengikatan Jual Beli. Istilah atau perkataan akta dalam Bahasa Belanda disebut
39Wawancara dengan Notaris/PPAT, Cut Ida Chairani, S.H., MKn., Notaris di Aceh Barat
“Acte/Akta” dan dalam Bahasa Inggris disebut “Act/deed”, pada umumnya
mempunyai dua yaitu :
a. Perbuatan (handeling)/ perbuatan hukum(rechtshandeling); itulah pengertian
yang luas ; dan
b. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai / digunakan sebagai bukti perbuatan
hukum tersebut yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian
sesuatu.
R. Subekti dan Tjitrosoedibio mengatakan bahwa kata “acta” merupakan
bentuk jamak dari kata “actum” yang berasal dari bahasa latin dan berarti
perbuatan-perbuatan.
A.Pittlo mengartikan akta adalah surat yang ditandatangani, diperbuat untuk
dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa
surat itu dibuat.Sudikno Mertokusumo mengatakan akta adalah surat yang diberi
tandatangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak
atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.
Sedangkan disisi lain R. Subekti Pengikatan Jual Beli pengertiannya adalah
perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli
dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut antara
lain adalah sertipikat belum ada karena masih dalam proses, belum terjadinya
adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai pengikatan pendahuluan yang
bentuknya bebas.41
Dari semua pengertian yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian Akta Pengikatan Jual Beli menurut pendapat peneliti adalah surat
yang ditandatangani antara penjual dan pembeli dalam jual-beli hak atas tanah
sebelum dilaksanakannya jual beli yang sebenarnya dikarenakan adanya unsur-unsur
yang harus dipenuhi untuk jual beli yang berfungsi sebagai Perikatan bersyarat yang
bentuknya bebas.
Sebagai perjanjian yang tidak diatur secara tegas atau khusus oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka perlu kita ketahui tentang kedudukan dan
kekuatan dari Pengikatan Jual Beli itu sendiri.Berbicara tentang kekuatan hukum
yang dimiliki oleh Pengikatan Jual-Beli, maka kita hars mengkaji tentang Perjanjian
Pengikatan Jual-Beli secara lebih mendalam.
Seperti telah diterangkan sebelum bahwa Pengikatan Jual Beli (PJB)
merupakan sebuah penemuan hukum yang dilakukan oleh kalangan Notaris untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan jual-beli hak atas tanah
sebagaimana telah diterangkan sebelumnya.42
Menurut Sudikno Mertokusomo, yang disampaikan pada Konperda IPPAT
(Konperensi Daerah Ikatan PPAT) Jawa Tengah pada tanggal 15 Februari 2004,
disamping hakim yang menemukan hukum adalah Notaris. Notaris memang bukan
41Herlien Budiono, artikel“Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Mutlak” Majalah Renvoi, edisi Tahun I, No. 10, Bulan Maret 2004, hal. 5
hakim yang harus memeriksa dan mengadili perkara, namun Notaris mempunyai
wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
penerapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh yang
bersangkutan. Notaris menghadapi masalah hukum Konkrit yang diajukan oleh klien
yang minta dibuatkan akta.Masalah hukum Konkrit atau peristiwa yang diajukan oleh
hakim merupakan peristiwa Konkrit yang masih harus dipecahkan atau dirumuskan
menjadi peristiwa hukum yang merupakan tugas Notaris disinilah Notaris melakukan
penemuan hukum.43
Berdasarkan pendapatan yang dikemukakan Sudikno Mertokusomo tersebut
terlihat bahwa penemuan hukum yang dilakukan dan diterapkan oleh Notaris yang
dalam hal ini yaitu tentang pemakaian akta Pengikatan Jual Beli (PJB) dalam
membantu pelaksanaan jual beli atas tanah atau sebagai perikatan bersyarat atau
perjanjian pendahuluan sebelum pembuatan Akta Jual Beli bukanlah sesuatu hal yang
melanggar ketentuan dan norma hukum yang ada, sehingga Pengikatan Jual Beli
(PJB) sah-sah saja untuk diterapkan dan dipakai. Karena menurut Guru Besar
Universitas Gajah Mada Yogyakarta tersebut yaitu Sudikno Mertokusomo, penemuan
hukum bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah hukum Konkrit.
Dengan demikian penemuan hukum yang dilakukan oleh Notaris yaitu
Pengikatan Jual Beli (PJB) dimana penemuan tersebut adalah untuk memecahkan
rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pihak sebelum melakukan
beli sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak atas
tanah, dimana semua persyaratan tersebut tidak selamanya dapat dipenuhi dalam
sekali waktu oleh para pihak yang akan melakukan jual-beli hak atas tanah, adalah
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Posisi Pengikatan Jual Beli (PJB) yang merupakan sebuah penemuan hukum
dengan sendirinya tidak diatur atau belum diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang ada terutama peraturan perundang-perundang-undangan yang menyangkut
tentang hak atas tanah, sedangkan kita tahu bahwa semua perbuatan hukum yang
dilakukan menyangkut tanah harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang
menyangkut tentang hak atas tanah.Dengan keadaan tersebut maka dikatakan
pengikatan jual beli dapat berlaku dalam dua kedudukan tergantung bagaimana
perjanjian Pengikatan Jual Beli (PJB) itu dibuat.
Pengertian dari akta otentik diterangkan dalam Pasal 1868 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :”Suatu Akta Otentik ialah suatu akta yang di
dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang di buat oleh atau dihadapan
pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”.
Berdasarkan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut di
atas dapatlah dilihat bahwa untuk akta otentik bentuk dari aktanya ditentukan oleh
Undang-undang dan harus dibuat oleh atau dihadapan Pegawai yang berwenang.
Pegawai yang berwenang yang dimaksud disini antara lain adalah Notaris, hal ini
didasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
berwenang untuk membuat akta otentik dan berwenang lainnya sebagai dimaksud
dalam Undang-undang ini.
Jadi sesuai yang aturan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata ditetapkan atau dapat dikatakan bahwa syarat untuk akta otentik adalah
sebagai berikut :
a. Akta itu harus dibuat “oleh” (door) atau “dihadapan” (ten overstaan)seorang
pejabat umum;
b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-undang;
c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa aka itu dibuat, harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta itu.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa pada Pengikatan Jual Beli (PJB), yang
dibuat dihadapan atau oleh Notaris maka akta perjanjian Pengikatan Jual Beli (PJB)
menjadi sebuah akta yang otentik. Karena telah dibuat dihadapan atau oleh pejabat
yang berwenang (salah satunya Notaris) sehingga telah memenuhi ketentuan atau
syarat tentang akta otentik yaitu harus dibuat “oleh” (door) atau “dihadapan” (ten
overstaan)seorang pejabat umum.
Pengikatan jual beli tidak dibuat dihadapan pejabat umum maka Pengikatan
Jual Beli (PJB) menjadi akta di bawah tangan, dan untuk Akta dibawah tangan lebih
Sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang ditanda tangani di
bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan
lain-lain, tulisan yang dibuat tanpa perantara seorang pegawai umum.44
Dengan penandatanganan sepucuk tulisan di bawah tangan dipersamakan
suatu cap jempol, dibubuhi dengan suatu pernyataan yang tertinggal dari seorang
Notaris atau pegawai lain yang ditunjuk oleh Undang-Undang dari mana ternyata
bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang ini telah
diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah diperjelaskan kepada orang itu,
dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan dihadapan pegawai tadi.
Pegawai ini harus membukukan tulisan tersebut.Dengan Undang-undang dapat
diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud.
Maksud dari pasal di atas adalah mengatur mengenai akta dibawah tangan
yang baru mempunyai ketentuan pembuktian kepada Pihak Ketiga apabila setelah
dibuat pernyataan di depan Notaris, caranya adalah dengan menandatangani akta
tersebut dihadapan Notaris atau pejabat yang ditunjuk untuk pengesahan tanda tangan
(seperti Pejabat Konsuler, Kedutaan, Kepala Daerah mulai dari tingkat Bupati ke
atas) dengan menjelaskan isinya terlebih dahulu kepada Para Pihak baru kemudian
dilakukan penandatanganan dihadapan Notaris atau Pejabat Umum yang berwenang.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa untuk Pengikatan Jual Beli (PJB) yang
tidak dibuat dihadapan pejabat umum atau akta dibawah tangan baru mempunyai
kekuatan terhadap pihak ketiga antara lain apabila dibubuhi suatu pernyataan yang
bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh
Undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1874 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
Pernyataan tertanggal ini lebih lazimnya disebut Legalisasi dan Waarmerking
yaitu :
a. Legalisasi adalah pengesahan yang dilakukan oleh Notaris terhadap akta di
bawah tangan yang memberikan kepastian tentang :
1) Tanggal penandatanganan
2) Kebenaran dari orang atau pihak-pihak yang menandatangani
3) Isi akta yang telah diketahui oleh para pihak
b. Waarmerking
Mengenai Waarmerkingdiatur dalam Pasal 1880 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang berbunyi : “Akta-akta di bawah tangan, sekedar tidak dibubuhi suatu
pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat kedua dari Pasal 1874 dan dalam
Pasal 1874a, tidak mempunyai kekuatan terhadap orang-orang pihak ketiga,
mengenal tanggalnya selainnya sejak hari dibubuhkannya pernyataan oleh
seorang Notaris atau pegawai lain yang ditunjuk oleh Undang-undang dan
dibukukannya dalam menurut Aturan-aturan yang diadakan oleh Undang-undang;
atau sejak hari dibuktikannya tentang adanya akta di bawah tangan dari
akta-akta yang dibuat oleh Pegawai Umum, atau pula sejak hari diakuinya akta-akta-akta-akta di
bawah tangan itu secara tertulis oleh orang-orang Pihak Ketiga terhadap siapa
Waarmerking hanya memberi pembuktian kepada Pihak Ketiga mengenai
kebenaran tanggal surat tapi tidak memberikan pembuktian mengenai tanda
tangan para pihak dalam akta.
Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
menyebutkan notaris berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan
kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus atau
disebut juga legalisasi. Sedangkan warmerking disebut dalam UUJN adalah
membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
Akan tetapi untuk perjanjian pengikatan jual-beli dalam prakteknya tidak
diperlukan pengesahan sebagaimana diterangkan di atas, karena perjanjian pengikatan
jual-beli biasanya dibuat di hadapan Notaris yang merupakan Pejabat Umum,
sehingga akta yang dibuat terhadap pengikatan jual beli tersebut telah menjadi akta
otentik sehingga pembuktiannya sangat kuat.
Berdasarkan semua keterangan yang telah dikemukakan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kekuatan hukum dari akta perjanjian pengikatan jual beli hak atas
tanah yang dibuat oleh Notaris dalam pelaksanaan pembuatan Akta Jual Belinya
adalah sangat kuat. Hal ini karena Pengikatan Jual Beli (PJB) yang dibuat dihadapan
notaris, maka aktanya telah menjadi akta notaril sehingga merupakan akta otentik,
sedangkan untuk yang dibuat tidak dihadapan notaris maka menjadi akta dibawah
tangan yang pembuktiannya berada dibawah akta otentik, walaupun dalam Pasal 1875
tangan dapat mempunyai pembuktian yang sempurna seperti akta otentik apabila
tanda tangan dalam akta tersebut diakui oleh para pihak yang menanda tanganinya.
Namun ketentuan dalam Pasal 1875 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
menunjuk kembali 1871 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan
bahwa akta dibawah tangan dapatlah menjadi seperti akta otentik namun tidak
memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didalamnya, karena akan
dianggap sebagai penuturan belaka selain sekedar apa yang dituturkan itu ada
hubungan langsung dengan pokok isi akta.
Jadi ketentuan hukum yang ada di perjanjian pengikatan jual-beli hanyalah
tergantung dimana perjanjian pengikatan jual-beli dibuat, jika bukan dihadapan
pejabat umum (notaris) maka menjadi akta dibawah tangan sedangkan jika dibuat
oleh atau dihadapan pejabat umum maka akta tersebut menjadi akta notariil yang
bersifat akta otentik.45
BAB III
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEMBATALAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI TANAH YANG
DILAKUKAN DIHADAPAN NOTARIS
A. Pengertian dan Analisa Akta Pengikatan Jual Beli
Akta pengikatan jual beli merupakan perjanjian bantuan yang berfungsi
sebagai perjanjian pendahuluan dan bentuknya bebas.Hal ini dapat diartikan bahwa
pengikatan jual beli merupakan permulaan atau perjanjian obligatoir atau
pelengkap.Namun perjanjian obligatoir lebih dahulu lahir sebelum perjanjian
pokoknya ada, hal ini tidak sebagaimana perjanjian pembebanan hak tanggungan,
gadai atau fidusia yang lahir setelah didahului dengan perjanjian utang piutang
terlebih dahulu. Oleh karena perjanjian pengikatan jual beli merupakan perjanjian
pendahuluan, maka biasanya dalam perjanjian tersebut memuat janji-janji dari para
pihak yang mengandung ketentuan-ketentuan manakala syarat-syarat untuk jual beli
yang sebenarnya terpenuhi. Tentu saja para pihak setelah syarat untuk jual beli telah
terpenuhi dapat bertemu kembali (untuk kewajiban jual beli dihadapan pejabat umum
yang berwenang untuk melaksanakan jual beli).
Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli tanah dapat dikatakan sebagai suatu
perjanjian dengan mana kedua belah pihak saling mengikatkan diri untuk melakukan
jual beli, apabila hal-hal yang belum dapat dipenuhi pada saat perjanjian pengikatan
jual beli tersebut dilakukan, biasanya menyangkut harga yang belum lunas atau
Pengikatan jual beli tanah menurut peneliti dapat digolongkan kedalam
perikatan bersyarat.Karena pada pengikatan jual beli ini tidak lantas menyebabkan
beralihnya hak milik dari tangan penjual ke tangan pembeli sebelum dilakukan
penyerahan (levering). Hal ini dapat dilihat berdasarkan ketentuan pasal 1253
KUHPerdata yang menyebutkan : “perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada
suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik
secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu menurut
terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.
Hal ini memiliki perbedaan dengan jual beli sebagaimana dimaksud dalam
KUH Perdata yang diatur dalam Buku III Bab ke-5 (Pasal 1457-1540).Jual beli yang
dalam bahasa Belanda disebut “koop en verkoop” ialah suatu persetujuan/ perjanjian
(overeenkomst) dengan mana pihak yang satu penjual mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu benda (zaak), sedangkan pihak lainnya pembeli untuk membayar
harga yang telah dijanjikan (Pasal 1457). Ketentuan umum (sifat) dan harta serta
kewajiban para pihak: penjual dan pihak pembeli, segera setelah mereka sepakat
tentang benda dan harga yang bersangkutan walaupun baik benda maupun harganya
belum diserahkan dan dibayar.
Beralihnya hak milik atas benda yang dijual hanya terjadi jika telah dilakukan
penyerahan (levering).Penyerahan dalam jual beli itu ialah suatu pemindahan barang
yang telah dijual ke dalam kekuasaan (macht) dan kepunyaan (bezit) pembeli.Jika
benda yang dijual itu berupa suatu barang tertentu, apabila para pihak tidak
tanggungan pembeli, walaupun penyerahannya belum dilakukan, dan penjual dapat
berhak untuk menuntut harganya.Demikian bunyi Pasal 1460 KUH Perdata.
Tentang kewajiban (utama) dari penjual terhadap pembeli, yaitu :
1. Menyerahkan barang / benda yang bersangkutan
2. Menanggung / menjamin (vrijwaren)
3. Penguasaan benda yang dijual itu secara aman dan tenteram (rustig en
vreedzaam)
4. Cacad-cacad yang tersembunyi (verborgen gebreken) dari benda yang
bersangkutan atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan
pembatalan jual beli itu.
Pembeli mempunyai kewajiban utama untuk membayar harga dari apa yang
dibelinya itu, pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut persetujuan/
perjanjian yang bersangkutan dengan aturan tambahan bahwa jika para pihak tidak
menentukannya, pembayaran itu harus dilakukan di tempat pada waktu penyerahan
benda itu.
Jika pembeli tidak membayar harga benda yang dibelinya itu, maka penjual
dapat menuntut dibatalkannya jual beli yang bersangkutan, mengenai jual beli
barang-barang dagangan dan barang-barang perabot rumah tangga (waren en
meubelen) terdapat kekecualian, yaitu bahwa demi kepentingan penjual jual beli itu
batal dengan sendirinya jika barang itu tidak diambil pada waktu yang telah
Pengikatan jual beli dapat digolongkan ke dalam perikatan bersyarat. Hal ini
dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 1253 KUH Perdata yang menyebutkan :
Perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang masih
akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan
hingga terjadi peristiwa semacam itu menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa
tersebut. Perikatan bersyarat kebalikannya adalah perikatan murni yaitu perikatan
yang tidak mengandung suatu syarat.
Syarat syarat harus tegas dicantumkan dalam perikatan. Undang-undang
menentukan syarat-syarat yang tidak boleh dicantumkan dalam suatu perikatan, yaitu:
1. Bertujuan melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan
2. Bertentangan dengan kesusilaan
3. Dilarang undang-undang
4. Pelaksanaan tergantung dari kemauan orang terikat
Salah satu syarat yang penting di dalam perjanjian timbal-balik adalah
dicantumkannya Pasal 1266 yaitu yang berbunyi