• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Yuridis Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli (PJB) Tanah Yang Dibuat Dihadapan Notaris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Yuridis Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli (PJB) Tanah Yang Dibuat Dihadapan Notaris"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

T. BASWEDAN

117011130/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

T. BASWEDAN

117011130/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum) (Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum

(5)

Nama : T. BASWEDAN

Nim : 117011130

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN AKTA

PENGIKATAN JUAL BELI (PJB) TANAH YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

beli tanah pada prinsipnya sama dengan perjanjian pada umumnya yang tunduk pada syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan juga ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat 1 yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pelaksanaan perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Suatu perjanjian tidak selamanya dapat berjalan sesuai dengan kesepakatan yang diinginkan oleh para pihak.Dalam kondisi-kondisi tertentu dapat ditemukan terjadinya berbagai hal, yang berakibat suatu perjanjian mengalami pembatalan.Dibatalkannya suatu akta pengikatan jual beli yang dibuat secara otentik di hadapan notaris akan membuat konsekuensi yuridis tertentu.

Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai perjanjian dan bahan hukum lainnya dibidang perikatan. Penelitian ini menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai kekuatan hukum akta pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat dihadapan notaris dan faktor-faktor penyebab terjadinya pembatalan akta pengikatan jual beli tanah serta akibat hukum dari pembatalan akta pengikatan jual beli tanah yang dibuat dihadapan notaris.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa Perjanjian pengikatan jual beli tanah yang dibuat dihadapan notaris mempunyai kekuatan hukum sebagai suatu akta otentik yang mengikat kedua belah pihak untuk mentaati semua klausul yang terdapat dalam pengikatan tersebut dan juga merupakan alat bukti yang paling sempurna di pengadilan. Faktor-faktor terjadinya pembatalan akta pengikatan jual beli tanah adalah Karena adanya kesepakatan dari para pihak, Karena syarat batal sebagaimana yang tercantum dalam klausul pengikatan jual beli telah terpenuhi, serta pembatalan oleh pengadilan atas tuntutan dari salah satu pihak yang biasanya salah satu pihak wanprestasi dan unsur perbuatan melawan hukum. Akibat hukum dari pembatalan pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris tersebut adalah ganti kerugian, pembatalan perjanjian, dan pembatalan disertai ganti kerugian. Tuntutan hukum dapat dilakukan ke pengadilan (litigasi) setelah sebelumnya didahului dengan peringatan (somatie) yang disampaikan oleh pihak yang merasa dirugikan kepada pihak yang membatalkan atau pihak yang telah melakukan wanprestasi/cidera janji dalam pengikatan jual beli tersebut.

Hendaknya para pihak dalam membuat akta pengikatan jual beli dihadapan notaris, benar-benar memahami klausul yang diperjanjikan, sehingga semua isi perjanjian pengikatan jual beli tersebut benar-benar dapat dipenuhi oleh kedua belah pihak, sehingga dapat ditingkatkan ke perjanjian pokoknya yaitu akta jual beli dihadapan PPAT sebagaimana maksud dan keinginan dari kedua belah pihak. Apabila terjadi sengketa diantara para pihak hendaknya diutamakan penyelesaiannya dengan cara musyawarah mufakat, bila perlu dengan meminta bantuan notaris yang bersangkutan untuk menjadi mediator penyelesaian sengketa tersebut. Penyelesaian melalui jalur pengadilan (litigasi) hendaknya ditempatkan sebagai sarana terakhir (ultimum remedium), bila semua upaya hukum damai telah digunakan.

(7)

Official. In principle, the land trade agreement is the same as the agreement in general which complies with the requirements of the validity of an agreement as stated in Article 1320 of the Indonesian Civil Codes and Article 1338 Paragraph (1) stating that all agreement which are legally made are used as the law for those who made them, and Article 1338 Paragraph (2) of the Indonesian Civil Codes states that the implementation of the agreement must be based on good will. An agreement cannot always last as what has been agreed by the parties involved. In certain conditions, many things can happen that can result in the cancellation of the agreement. The cancellation of a trading deed authentically made before a public notary will result in a certain juridial consequence.

This descriptive analytical normative juridical study was to study the provisions of the existing legislation about agreement and the other legal materials related to agreement. This study described and at the same time analyzed the problems about the legal power of trading deed of the right to land made before a public notary and the factors causing the incident of the cancellation of land trading deed and the legal consequence of the cancellation of land trading deed made before a public notary.

The result of this study showed that the land trading deed made before a public notary had a legal power as an authentic deed bound both parties to comply With all of the clauses written in the agreement and this canalso play its role as the most perfect evidence in the court of law. The factors causing the cancellation of the land trading deed was the agreement of the parties because the requirements of cancellation by the court of law for the claim of one of the parties that usually one of the parties did not keep his/her promise and there was an element of an action againts the law. The legal consequences of the land trading deed made before a public notary was compensation, cancelaltion of agreement, and cancellation with compensation. The sue could be done at the court of law (litigation) after the warning (somatie) was sent to by the injured party to the party that cancelled the agreement or the party who breeched the agreement agreed in the land trading deed.

The parties who made the land trading deed before a public notary should have understood all of the clauses promised that all of the content of land trading deed can be really met by both parties then it can be made as the main agreement in the form of trading deed before the Land Certificate Issuing Official as meant and wanted by both parties. In case, there is a dispute between both parties, the settlement should be mainly by concensus, when necessasry, the public notary concerned can be asked to be the mediator to settle the dispute. The settlement through litigation should be the final way to do (ultimum remedium) after all of the legal remedies done failed.

(8)

hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

dengan judul “KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI (PJB) TANAH YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk

memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan

dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang

mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormatBapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum, dan Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk

kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada

tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan

baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak.

Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

(9)

Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti

untuk dapat menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan Sekaligus sebagai

dosen pembimbing utama yang memberikan masukan dan kritikan serta

dorongan kepada penulis, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan

yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum,selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Sumatera Utara dan juga

selaku penguji dalam penelitian tesis ini, yang telah membimbing dan membina

penulis dalam penyelesaian studi selama menuntut ilmu pengetahuan di Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Dosen serta segenap civitas akademis Program Studi

(10)

7. Teman-teman mahasiswa MKn Reguler Khusus 2011 dan kawan-kawan di

Kantor Notaris yang sudah banyak bekerja sama untuk penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

8. Seluruh staf pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara.

9. Dan semua pihak yang telah membantu penulisan yang tidak dapat disebut satu

persatu.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu

dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah kepada

kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jaug dari

sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat

memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Oktober 2013 Penulis

(11)

1. Nama : T. Baswedan

2. Tempat, Tanggal Lahir : Bl. Manggeng, 18 Juli 1976

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Status : Kawin

5. Agama : Islam

II. KELUARGA

1. Nama Ayah : Drs. T. BurhanSaby

2. Nama Ibu : Cut Nyak Jeut

3. Nama Adik : Cut Yusliana

4. Nama Istri : Cut Winanda

III. PENDIDIKAN

1. MIN : Teupin Batee Tahun 1989

2. SMP : Negeri IDI Aceh Timur Tahun 1992

3. SMA : Negeri IDI Aceh Timur Tahun 1995

4. Perguruan Tinggi (S1) : Universitas Abulyatama Banda Aceh Tahun 2001

(12)

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR SINGKATAN... ix

DAFTAR ISTILAH ASING... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 11

1. Kerangka Teori... 11

2. Konsepsi ... 26

G. Metode Penelitian... 28

1. Sifat dan Jenis Penelitian... 28

2. Sumber Data ... 29

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 30

4. Analisis Data ... 30

BAB II KEKUATAN HUKUM AKTA PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH YANG DILAKUKAN DIHADAPAN NOTARIS ... 32

(13)

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEMBATALAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI

TANAH YANG DILAKUKAN DIHADAPAN NOTARIS ... 59

A. Pengertian dan Analisa Akta Pengikatan Jual Beli ... 59

B. Tinjauan Yuridis Kuasa Mutlak Pada Praktek Pelaksanaan Pengikatan Jual Beli Tanah Sesuai Peraturan Perundang-Undangan ... 70

C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli Tanah Yang Dilakukan Dihadapan Notaris ... 80

BAB IV AKIBAT HUKUM DARI PEMBATALAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DIHADAPAN NOTARIS ... 93

A. Pengikatan Jual Beli Tanah Tidak Mengakibatkan Hak Atas Tanah Beralih ... 93

B. Kasus Sengketa Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1527/K/Pdt/2007... 104

C. Akibat Hukum Dari Kelalaian Atau Keterlambatan Pemenuhan Kewajiban Dalam Suatu Praktek Pelaksanaan Pengikatan Jual Beli Tanah ... 110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 123

A. Kesimpulan ... 123

B. Saran... 124

(14)

BPHTB : Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

BRR : Badan Rehabilitas dan Rekonstruksi

IPPAT : Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

KUH Per : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

NAD : Nanggroe Aceh Darussalam

PBB : Pajak Bumi Dan Bangunan

PJB : Pengikatan Jual Beli

PPAT : Pejabat PembuatAkta Tanah

PT GMTD : PT Goa Makassar Tourisme Development, Tbk

PPh : Pajak Penghasilan

PPn : Pajak Penjualan

SHM : Sertipikat Hak Milik

(15)

Compensatory justice : Keadilan kompensatoris, dimana hak-hak dan

Keuntungan dibagikan kepada pihak lain berdasarkan besar kerugian yang dideritanya.

Daden van beheer : Perbuatan kepengurusan

Developer : Orang yang melakukan pembangunan

Distributive justice : Keadilan distributif, yang mempunyai pengertian

dimana semua hak-hak dan keuntungan harus dibagi secara adil.

Essensialia : Unsur perjanjian yang selalu harus ada didalam

suatu perjanjian, unsur mutlak,

Good faith : Itikad baik

In nominaat : Perjanjian tak bernama

Joint venture : Usaha patungan

Juridische levering : Penyerahan suatu benda secara hukum

Naturalia : Unsur perjanjian yang oleh Undang-undang

diatur, tetapi oleh para pihak dapat disingkirkan

atau diganti

Nominaat : Perjanjian bernama

Open system : Sistem terbuka

(16)

keuntungan dibagi berdasarkan andil atau jasa-jasanya.

Recht personality : Kepribadian hukum

Regelend/ aanvullend recht : Hukum yang menambahkan/mengatur

Rechtshandeling : Perbuatan hukum

Repudiation : Penghentian perjanjian secara sepihak

Riil : Nyata

Self imposed obligation : Melaksanakan kewajiban sendiri

Somatie : Peringatan kepada pihak yang lalai melakukan kewajibannya

Trust : Kepercayaan

Uitings theorie : Teori ucapan

Vertegenwoordiging : Mewakilkan atau perwakilan

Vetrouwenstheorie : Teori kepercayaan

Verzend theorie : Teori pengiriman

Vernemingstheorie : Teori pengetahuan

volmacht : Kuasa

Vrijwaren : Pemberian jaminan

(17)

beli tanah pada prinsipnya sama dengan perjanjian pada umumnya yang tunduk pada syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan juga ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat 1 yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pelaksanaan perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Suatu perjanjian tidak selamanya dapat berjalan sesuai dengan kesepakatan yang diinginkan oleh para pihak.Dalam kondisi-kondisi tertentu dapat ditemukan terjadinya berbagai hal, yang berakibat suatu perjanjian mengalami pembatalan.Dibatalkannya suatu akta pengikatan jual beli yang dibuat secara otentik di hadapan notaris akan membuat konsekuensi yuridis tertentu.

Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai perjanjian dan bahan hukum lainnya dibidang perikatan. Penelitian ini menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai kekuatan hukum akta pengikatan jual beli hak atas tanah yang dibuat dihadapan notaris dan faktor-faktor penyebab terjadinya pembatalan akta pengikatan jual beli tanah serta akibat hukum dari pembatalan akta pengikatan jual beli tanah yang dibuat dihadapan notaris.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa Perjanjian pengikatan jual beli tanah yang dibuat dihadapan notaris mempunyai kekuatan hukum sebagai suatu akta otentik yang mengikat kedua belah pihak untuk mentaati semua klausul yang terdapat dalam pengikatan tersebut dan juga merupakan alat bukti yang paling sempurna di pengadilan. Faktor-faktor terjadinya pembatalan akta pengikatan jual beli tanah adalah Karena adanya kesepakatan dari para pihak, Karena syarat batal sebagaimana yang tercantum dalam klausul pengikatan jual beli telah terpenuhi, serta pembatalan oleh pengadilan atas tuntutan dari salah satu pihak yang biasanya salah satu pihak wanprestasi dan unsur perbuatan melawan hukum. Akibat hukum dari pembatalan pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris tersebut adalah ganti kerugian, pembatalan perjanjian, dan pembatalan disertai ganti kerugian. Tuntutan hukum dapat dilakukan ke pengadilan (litigasi) setelah sebelumnya didahului dengan peringatan (somatie) yang disampaikan oleh pihak yang merasa dirugikan kepada pihak yang membatalkan atau pihak yang telah melakukan wanprestasi/cidera janji dalam pengikatan jual beli tersebut.

Hendaknya para pihak dalam membuat akta pengikatan jual beli dihadapan notaris, benar-benar memahami klausul yang diperjanjikan, sehingga semua isi perjanjian pengikatan jual beli tersebut benar-benar dapat dipenuhi oleh kedua belah pihak, sehingga dapat ditingkatkan ke perjanjian pokoknya yaitu akta jual beli dihadapan PPAT sebagaimana maksud dan keinginan dari kedua belah pihak. Apabila terjadi sengketa diantara para pihak hendaknya diutamakan penyelesaiannya dengan cara musyawarah mufakat, bila perlu dengan meminta bantuan notaris yang bersangkutan untuk menjadi mediator penyelesaian sengketa tersebut. Penyelesaian melalui jalur pengadilan (litigasi) hendaknya ditempatkan sebagai sarana terakhir (ultimum remedium), bila semua upaya hukum damai telah digunakan.

(18)

Official. In principle, the land trade agreement is the same as the agreement in general which complies with the requirements of the validity of an agreement as stated in Article 1320 of the Indonesian Civil Codes and Article 1338 Paragraph (1) stating that all agreement which are legally made are used as the law for those who made them, and Article 1338 Paragraph (2) of the Indonesian Civil Codes states that the implementation of the agreement must be based on good will. An agreement cannot always last as what has been agreed by the parties involved. In certain conditions, many things can happen that can result in the cancellation of the agreement. The cancellation of a trading deed authentically made before a public notary will result in a certain juridial consequence.

This descriptive analytical normative juridical study was to study the provisions of the existing legislation about agreement and the other legal materials related to agreement. This study described and at the same time analyzed the problems about the legal power of trading deed of the right to land made before a public notary and the factors causing the incident of the cancellation of land trading deed and the legal consequence of the cancellation of land trading deed made before a public notary.

The result of this study showed that the land trading deed made before a public notary had a legal power as an authentic deed bound both parties to comply With all of the clauses written in the agreement and this canalso play its role as the most perfect evidence in the court of law. The factors causing the cancellation of the land trading deed was the agreement of the parties because the requirements of cancellation by the court of law for the claim of one of the parties that usually one of the parties did not keep his/her promise and there was an element of an action againts the law. The legal consequences of the land trading deed made before a public notary was compensation, cancelaltion of agreement, and cancellation with compensation. The sue could be done at the court of law (litigation) after the warning (somatie) was sent to by the injured party to the party that cancelled the agreement or the party who breeched the agreement agreed in the land trading deed.

The parties who made the land trading deed before a public notary should have understood all of the clauses promised that all of the content of land trading deed can be really met by both parties then it can be made as the main agreement in the form of trading deed before the Land Certificate Issuing Official as meant and wanted by both parties. In case, there is a dispute between both parties, the settlement should be mainly by concensus, when necessasry, the public notary concerned can be asked to be the mediator to settle the dispute. The settlement through litigation should be the final way to do (ultimum remedium) after all of the legal remedies done failed.

(19)

BAB II

KEKUATAN HUKUM AKTA PENGIKATAN JUAL BELI HAK ATAS TANAH YANG DILAKUKAN DIHADAPAN NOTARIS

A. Pengertian dan Fungsi PerjanjianPengikatan Jual Beli Yang Dibuat Dihadapan Notaris

Perjanjian pengikatan jual beli sebenarnya tidak ada perbedaan dengan

perjanjian pada umumnya. Hanya saja perjanjian pengikatan jual beli merupakan

perjanjian yang lahir akibat adanya sifat terbuka dari Buku III Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUH Perdata), yang memberikan kebebasan yang seluas-luasnya

kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan

berbentuk apa saja, asalkan tidak melanggar peraturan perundang-undangan,

ketertiban umum dan kesusilaan.

Perjanjian pengikatan jual beli lahir sebagai akibat terhambatnya atau

terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang

berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya agak menghambat

penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah. Persyaratan tersebut ada yang

lahir dari peraturan perundang-undangan yang ada dan ada pula yang timbul sebagai

kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah. Persyaratan

yang timbul dari undang-undang misalnya jual beli harus telah lunas baru Akta Jual

Beli (AJB) dapat ditandatangani. Pada umumnya persyaratan yang sering timbul

adalah persyaratan yang lahir kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli,

(20)

sertipikat hak atas tanah yang akan dibelinya sedangkan hak atas tanah yang akan

dijual belum mempunyai sertipikat, dan di sisi lain misalnya, pihak pembeli belum

mampu untuk membayar semua harga hak atas tanah secara lunas, sehingga baru

dibayar setengah dari harga yang disepakati.

Dengan keadaan di atas tentunya akan menghambat untuk pembuatan akta

jual belinya, karena pejabat pembuat akta tanah akan menolak untuk membuat akta

jual belinya karena belum selesainya semua persyaratan tersebut. Untuk tetap dapat

melakukan jual beli maka para pihak sepakat bahwa jual beli akan dilakukan setelah

sertipikat selesai di urus, atau setelah harga dibayar lunas dan sebagainya. Untuk

menjaga agar kesepakatan itu tetap terlaksana dengan baik sementara persyaratan

yang diminta bisa tetap dapat di urus, maka biasanya pihak yang akan melakukan jual

beli menuangkan kesepakatan awal tersebut dalam bentuk perjanjian yang kemudian

dikenal dengan nama perjanjian pengikatan jual beli. Dalam prakteknya, perjanjian

pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris lazim disebut dengan akta

pengikatan jual beli (PJB),

Pengertian perjanjian pengikatan jual beli dapat kita lihat dengan cara

memisahkan kata dari Perjanjian pengikatan jual beli menjadi perjanjian dan

pengikatan jual beli. Perjanjian pengertiannya dapat dilihat pada sub bab sebelumnya,

sedangkanPerjanjian Pengikatan Jual Beli menurut R Subekti pengertiannya adalah

perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli

dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk untuk

(21)

proses, belum terjadinya pelunasan harga. Sedang menurut Herlien Budiono,

perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai

perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas.28

Dari pengertian yang diterangkan di atas dapat dikatakan bahwa pengertian

perjanjian pengikatan jual beli merupakan suatu perikatan bersyarat atau perjanjian

pendahuluan yang dibuat sebelum dilaksanakannya perjanjian utama atau perjanjian

pokoknya.

Sebagaimana telah diterangkan tentang pengertiannya, maka kedudukan

perjanjian pengikatan jual beli yang sebagai perjanjian pendahuluan maka perjanjian

pengikatan jual beli berfungsi untuk mempersiapkan atau bahkan memperkuat

perjanjian utama / pokok yang akan dilakukan, karena perjanjian pengikatan jual beli

merupakan awal dari lahirnya perjanjian pokoknya yaitu Perjanjian Jual-Beli. Hal

yang sama juga diungkapkan oleh Herlien Budiono yang menyatakan perjanjian

bantuan berfungsi dan mempunyai tujuan untuk mempersiapkan, menegaskan,

memperkuat, mengatur, mengubah atau menyelesaikan suatu hubungan hukum.

Dengan demikian jelas bahwa perjanjian pengikatan jual beli berfungsi

sebagai perjanjian awal atau perjanjian pendahuluan yang memberikan penegasan

untuk melakukan perjanjianpokoknya, serta menyelesaikan suatu hubungan hukum

apabila hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian pengikatan jual beli telah

dilaksanakan seutuhnya.

(22)

Isi dari perjanjian pengikatan jual beli yang merupakan perjanjian

pendahuluan untuk lahirnya perjanjian pokok/ utama biasanya adalah berupa

janji-janji dari para pihak yang mengandung ketentuan tentang syarat-syarat yang

disepakati untuk sahnya melakukan perjanjian pokoknya. Misalnya dalam perjanjian

pengikatan jual beli hak atas tanah, dalam klausul perjanjiannya biasanya berisi

janji-janji baik dari pihak penjual hak atas tanah maupun pihak pembelinya tentang

pemenuhan terhadap syarat-syarat agar perjanjian pokoknya yaitu perjanjian jual beli

dan akta jual beli tersebut dapat ditanda tangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT), seperti janji untuk melakukan pengurusan sertipikat tanah sebelum

jual beli dilakukan sebagaimana diminta pihak pembeli, atau janji untuk segera

melakukan pembayaran oleh pembeli sebagai syarat dari penjual sebagai akta jual

beli dapat ditandatangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Selain janji-janji biasanya dalam perjanjian pengikatan jual beli juga

dicantumkan tentang hak memberikan kuasa kepada pihak pembeli.Hal ini terjadi

apabila pihak penjual berhalangan untuk hadir dalam melakukan penandatanganan

akta jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), baik karena lokasi

yang jauh, atau karena ada halangan dan sebagainya.Dan pemberian kuasa tersebut

biasanya baru berlaku setelah semua syarat untuk melakukan jual beli hak atas tanah

di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah terpenuhi.29

29Kamaluddin Patradi,Pemberian Kuasa Dalam Praktek Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak

(23)

Sebagai perjanjian yang lahir karena kebutuhan dan tidak diatur secara tegas

dalam bentuk peraturan perundang-undangan maka perjanjian pengikatan jual beli

tidak mempunyai bentuk tertentu.Hal ini sesuai juga dengan pendapat dari Herlien

Budiono, perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi

sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas.

Akta perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris adalah

suatu perjanjian pengikatan jual beli atas objek tanah yang dibuat antara calon penjual

dan calon pembeli yang dibuat sebelum ditandatanganinya Akta Jual Beli

(AJB).Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah yang bersertipikat hak milik dapat

dilaksanakan dihadapan notaris sedangkan pembuatan akta jual beli wajib

dilaksanakan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).Karena objek yang

diperjualbelikan yakni tanah merupakan benda yang tidak bergerak yang pengalihan

haknya melalui suatu perbuatan hukum jual beli harus dibuat melalui suatu akta

PPAT maka sebelum dibuat, akta jual beli tersebut pada umumnya perlu dilakukan

pemenuhan sejumlah persyaratan baik oleh penjual maupun oleh pembeli.30

Pemenuhan persyaratan dari pihak penjual pada umumnya berhubungan dengan

surat-surat sebagai tanda bukti hak milik atas tanah tersebut maupun surat keterangan

hak waris yang masih dalam pengurusan apabila tanah yang akan dijual tersebut

merupakan harta warisan.31

30

Aditya Sudarnanto, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Antara Kewenangan Dan Kewajiban, Pelita Ilmu, Semarang, 2009, hal.21.

(24)

Pelaksanaan jual beli dihadapan PPAT baru dapat dilaksanakan apabila pihak

penjual telah melengkapi semua dokumen yang berhubungan dengan tanah tersebut

untuk dapat dilangsungkannya perbuatan hukum jual beli.Akta perjanjian pengikatan

jual beli dihadapan notaris dilakukan sebelum akta jual beli disebabkan karena

adanya hambatan dari pihak pembeli.Pada umumnya hambatan dari pembeli untuk

terlaksanakannya akta jual beli tanpa harus melalui akta perjanjian pengikatan jual

beli terlebih dahulu adalah kemampuan beli dari si pembeli tidak mencukupi untuk

membeli secara tunai tanah tersebut. Oleh karena kemampuan/ daya beli dari si

pembeli tidak mencukupi untuk melakukan pembelian secara tunai maka

dilaksanakanlah perjanjian pengikatan jual beli dihadapan notaris dimana didalam

perjanjian pengikatan jual beli tersebut disepakati dilaksanakan pembelian tanah

tersebut dengan cara mencicil / mengangsur dalam jangka waktu tertentu (mingguan,

bulanan) hingga harga penjualan tanah tersebut lunas dibayar oleh pembeli. Pada saat

terjadinya pelunasan pembayaran harta tanah tersebut oleh pembeli maka pada saat

itu dibuatlah akta jual beli dihadapan PPAT untuk dapat didaftarkan perubahan data

kepemilikan haknya dikantor pertanahan tempat dimana tanah itu berada.Dengan

demikian dapat dikatakan perjanjian pengikatan jual beli dapat pula terjadi berhubung

karena pembelian atas tanah tersebut dilakukan berdasarkan angsuran/ cicilan yang

telah disepakati oleh para pihak baik penjual maupun pembeli.32

(25)

Calon pembeli pada umumnya perlu melakukan cek bersih ke kantor

pertanahan dimana tanah tersebut berada, sementara calon penjual perlu meminta

uang muka (DP) sebagai tanda keseriusan pembelian tanah tersebut dari calon

pembeli. Dalam rangka pemeriksaan ke kantor pertanahan dan pembayaran uang

muka tersebut maka diperlukan adanya perjanjian pengikatan jual beli sebagai ikatan

awal keseriusan para pihak untuk melakukan transaksi jual beli atas tanah tersebut.33

Dalam perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris pada

umumnya calon pembeli telah melakukan pembayaran awal (uang muka), sehingga

jika calon pembeli membatalkan transaksi jual beli maka ia akan kehilangan uang

muka yang telah dibayarnya tersebut. Dengan begitu perjanjian pengikatan jual beli

mengikat para pihak baik penjual maupun pembeli untuk dengan serius melakukan

transaksi jual beli tanah yang nantinya ditandai dengan penandatanganan akta jual

beli dihadapan PPAT, dimana pembeli sudah harus melunasi harga jual dari tanah

tersebut dan membayar bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sedangkan

penjual telah menyerahkan tanah tersebut dan membayar Pajak Penghasilan (PPh)

sebelum ditantanganinya akta jual beli dihadapan PPAT tersebut.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan perjanjian

pengikatan jual beli antara lain :

1. Uraian obyek tanah dan bangunan harus jelas, antara lain ukuran luas tanah

dan bangunan (jika perlu disertai peta bidang tanah dan arsitektur bangunan),

33Darwanto Gadiman,Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pengikatan

(26)

sertipikat dan pemegang haknya, dan perizinan-perizinan yang melekat pada

obyek tanah dan bangunan tersebut.

2. Harga tanah per-meter dan harga total keseluruhan serta cara pembayarannya.

Pembayaran harga tanah dapat juga ditentukan secara bertahap yang

pelunasannya dilakukan pada saat penandatanganan AJB.

3. Syarat batal tertentu, misalnya jika ternyata pembangunan rumahnya tidak

sesuai dalam jangka waktu yang telah dijanjikan developer, maka calon

pembeli berhak membatalkannya dan menerima kembali uang muka. Atau

jika pembangunan itu selesai sesuai waktunya tapi calon pembeli

membatalkannya secara sepihak, maka calon pembeli akan kehilangan uang

mukanya.

4. Penegasan pembayaran pajak yang menjadi kewajiban masing-masing pihak

dan biaya-biaya lainnya yang diperlukan, misalnya biaya pengukuran tanah

dan biaya Notaris / PPAT.

5. Jika perlu dapat dimasukkan klausul pernyataan dan jaminan dari calon

penjual, yaitu bahwa tanah yang akan dijual tersebut tidak sedang berada

dalam jaminan hutang pihak ketiga atau terlibat dalam sengketa hukum. Jika

ternyata pernyataan dan jaminan calon penjual itu tidak benar, maka calon

penjual akan membebaskan calon pembeli dari tuntutan pihak lain manapun.34

34Dony HadiRusdianto,Beberapa Catatan Penting Tentang Pengikatan Jual-Beli Hak Atas

(27)

B. Faktor-faktor yang Mewajibkan Dilaksanakannya Terlebih Dahulu Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Perjanjian PengikatanJual Beli (PJB)adalah perjanjian bantuan yang berfungsi

sebagai perjanjian pendahuluan dan bentuknya bebas. Pada umumnya suatu

perjanjian pengikatan jual beli mengandung janji-janji yang harus dipenuhi terlebih

dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak sebelum dilakukannya perjanjian pokok

yang merupakan tujuan akhir dari para pihak.

Sebagaimana diketahui untuk terjadinya jual beli tanah hak dihadapan Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus telah dilunasi harganya. Mungkin pula adanya

keadaan dimana penjual yang sertipikat tanah haknya sedang dalam balik nama pada

kantor Badan Pertanahan Nasional, akan tetapi penjual bermaksud untuk menjual hak

tersebut. Guna mengatasi hal itu maka dibuatlah perjanjian pengikatan jual beli.

Sebagai suatu perjanjian pendahuluan untuk sementara menantikan dipenuhinya

syarat untuk perjanjian pokoknya yaitu jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT) yang berwenang membuatnya.

Oleh karena perjanjian pengikatan jual beli ini merupakan perjanjian

pendahuluan, maka biasanya di dalam perjanjian tersebut memuat janji-janji yang

mengandung ketentuan-ketentuan mana kala syarat-syarat untuk jual beli di hadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah terpenuhi. Tentu saja para pihak setelah

syarat untuk jual beli telah dipenuhi dapat datang lagi untuk melaksanakan jual beli

(28)

Akan tetapi adakalanya bahwa calon penjual berhalangan untuk datang

kembali, dan pembeli untuk pelaksanaan penandatangan akta jual belinya bertindak

sendiri baik mewakili penjual maupun dirinya sendiri selaku pembeli. Maka dalam

hal ini diperlukan kuasa, selain kuasa tersebut biasanya penjual memberikan secara

umum hak-hak kepengurusan (daden van beheer) atas tanah hak tersebut selama

belum dilakukan jual beli dihadapan pejabat yang dimaksud. Hal ini diperlukan

mengingat, bahwa adanya kemungkinan penjual tidak berada ditempat untuk

melakukan tindakan hukum yang masih merupakan kewajibannya tersebut.

Untuk mengantisipasi keadaan itu maka notaris di dalam akta perjanjian

pengikatan jual beli tersebut selalu mencantumkan kuasa-kuasa (blanco volmacht) di

dalam aktanya dengan maksud agar pembeli tidak dirugikan haknya mengingat telah

dipenuhi semua persyaratan untuk jual beli dihadapan pejabat yang berwenang

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Dalam hal apabila seseorang ingin menjual sebidang tanah dan pihak yang

satu lagi berkeinginan untuk membelinya maka mereka akan datang ke hadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk dimintakan pembuatan akta jual beli atas tanah

tersebut. Namun karena suatu sebab tertentu jual beli tersebut tidak dapat

dilaksanakan, misalnya karena jual beli tersebut tidak lunas. Namun seandainya para

pihak tersebut tetap berkeinginan untuk dimintakan pembuatan akta jual beli, untuk

mengantisipasi hal itu PPAT yang juga berprofesi sebagai seorang Notaris akan

menyarankan kepada para pihak untuk membuat akta persetujuan jual beli. Tujuan

(29)

penjual dapat memperoleh sebagian atau seluruhnya dari harga jual beli tersebut dan

pihak pembeli dapat memperoleh hak atas tanah tersebut walaupun secara riil belum

terjadi.35

Sebab-sebab para pihak mengadakan persetujuan jual beli ini adalah antara

lain :

1. Apabila sertipikat tanah tersebut masih dalam proses pendaftaran di Kantor

Badan Pertanahan nasional.

2. Apabila transaksi jual beli dibayar secara bertahap atau secara mencicil.

3. Apabila objek sedang ditempati atau sedang disewa oleh pihak lain sedangkan

pihak pembeli menginginkan objek yang dibelinya dalam keadaan kosong.

4. Apabila objek sedang terikat Hak Tanggungan dan harus terlebih dahulu

dilakukan proses roya.

Ditambahkan lagi bahwa hal yang tak kalah penting dan sering terjadi adalah

dalam hal pembayaran pajak. Kalau sekiranya pihak-pihak ingin menunda

pembayaran pajak terhadap suatu transaksi jual beli baik itu Pajak Penghasilan (PPh)

maupun Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) maka mereka

biasanya melakukan transaksi dengan memakai akta perikatan/perjanjian jual beli.

Akan tetapi menurut keterangan dari Notaris Darmawan, SH.,

M.Kn,dibuatnya pengikatan jual beli ini dalam praktek dilapangan disebabkan oleh

(30)

beberapa faktor antara lain yaitu karena jual beli belum lunas serta sertipikat induk

belum di pecah dan sertipikat belum dilakukan pengecekan di Kantor Pertanahan.36

Kemungkinan lain yang menyebabkan dilakukannya atau dilaksanakannya

pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beliadalah kalau sertipikat atas tanah

tersebut masih atas nama pewaris atau pemilik awal, sedangkan para ahli waris akan

menjual cepat tanah tersebut karena membutuhkan uang. Untuk itu agar mereka

mendapatkan uang dalam jangka waktu yang cepat maka mereka melakukan transaksi

dengan membuat akta perikatan/perjanjian jual beli dihadapan notaris.

Faktor utama yang menyebabkan orang melakukan perjanjian pengikatanjual

beli adalah karena jual beli itu belum lunas (secara cicilan) dan untuk menunda

kewajiban membayar pajak, karena dengan melakukan transaksi perjanjian jual beli,

pajak tidak akan timbul karena tidak ada pendaftaran peralihan hak sebagaimana yang

diwajibkan di dalam peraturan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dengan kata

lain dapat dikatakan hal itu untuk sementara menunda pelaksanaan pembayaran

pajak.

Dapat pula ditambahkan bahwa selain faktor-faktor tersebut diatas, adapun

yang menyebabkan orang melakukan perjanjian perikatan jual beli adalah karena

untuk melaksanakan jual beli langsung dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, maka

kewajiban pembayaran pajak baik PPh maupun BPHTB harus telah dipenuhi,

sedangkan untuk pembayaran pajak-pajak tersebut terutama BPHTB harus terlebih

36Wawancara dengan Notaris/PPAT, Darmawan, SH., MKn., pada tanggal 28 Juli 2013,

(31)

dahulu dilaksanakan verifikasi di Kantor Dinas Pendapatan Daerah apakah ada atau

tidak tunggakan pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) atas obyek yang akan

dijual belikan tersebut. Apabila ada, maka seluruh tunggakan PBB tersebut harus

dilunasi terlebih dahulu, baru kemudian dibayarkan pajak-pajak jual beli tersebut

yaitu PPh dan BPHTB. Di dalam akte pengikatan jual beli harus tegas diperjanjikan

atas beban siapa pajak terhutang atas tanah tersebut dibayar.

Dan untuk mengetahui hasil verifikasi dari Kantor Dinas Pendapatan Daerah

tersebut memerlukan waktu beberapa hari lamanya. Sedangkan baik pihak penjual

maupun pihak pembeli ingin agar transaksi jual beli yang mereka lakukan cepat

selesai dengan berbagai macam alasan.

Dalam hal tindakan yang harus diambil notaris berupa pembuatan akta

perjanjian pengikatan jual beli, harus memperhatikan antara hak dan kewajiban antara

kedua belah pihak (calon pembeli dan calon penjual), peraturan perundang-undangan

yang berlaku, serta memenuhi syarat-syarat dan pertimbangan-pertimbangan lain.

Dengan telah selesainya para pihak membuat akta perikatan/perjanjian jual

beli dihadapan notaris, seorang notaris disamping sebagai pejabat umum juga

berfungsi sebagai penasehat hukum bagi pihak-pihak yang datang menghadap

kepadanya, sepanjang hal itu berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Maka sebagai

penasehat hukum notaris dapat memberikan alternatif-alternatif tindakan yang dapat

(32)

1. Agar segera melunasi pembayarannya atau melunasi utangnya yang nantinya

diperhitungkan sebagai harga jual tanah tersebut. Setelah sertipikat diperoleh,

keduanya datang menghadap kepada PPAT untuk melakukan transaksi jual beli.

2. Agar menunggu sertipikat keluar atas nama pihak penjual kemudian keduanya

menghadap ke PPAT untuk melakukan transaksi jual beli.

Peranan notaris dalam pembuatan akta pengikatan jual beli yang dimaksudkan di

atas sangat besar sekali, karena notaris harus mengakomodir kepentingan

pihak-pihak, sehingga ada kepastian secara hukum khususnya bagi pihak pembeli

sampai dengan terealisasinya jual beli secara defenitif dihadapan Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT).37

C. Kekuatan Hukum Dari Akta Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Dibuat Dihadapan Notaris

Pada prakteknya pemakaian Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai

perjanjian pendahuluan sudah sering digunakan untuk membantu dalam melakukan

perjanjian jual-beli hak atas tanah, namun terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli

sendiri dalam penerapannya hanya memakai asas umum perjanjian yang diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau dengan kata lain belum ada diatur secara

khusus dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak atas tanah.

Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, bahwa Pengikatan Jual Beli (PJB)

merupakan sebuah terobosan hukum yang banyak dipakai oleh para pihak yang

37Wawancara dengan Notaris/PPAT Azhar Ibrahim, SH., pada tanggal 7 Agustus 2013,

(33)

akanmelakukan jual-beli hak atas tanah. Pengikatan Jual Beli (PJB) dipakai untuk

memudahkan para pihak yang akan melakukan jual-beli hak atas tanah, karena jika

mengikuti semua aturan yang diterapkan dalam melakukan jual-beli hak atas tanah,

maka tidak semua dapat memenuhinya dalam sekali waktu, maksudnya tidak semua

pihak mampu untuk langsung membayar semua persyaratan tentang jual-beli hak atas

tanah dalam sekali waktu seperti membayar harga jual beli hak atas tanah yang dalam

sekali waktu, seperti membayar harga jual beli hak atas tanah yang disepakati yang

diikuti dengan pembayaran terhadap Pajak Penjual (SPP) dan Pajak Pembeli yaitu

Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) serta kewajiban lain terkait dengan

pembuatan dan pengurusan Akta Jual Beli (AJB) serta perpindahan hak lainnya yaitu

pendaftaran tanah (balik nama).

Dalam Peraturan tentang hak atas tanah, diantaranya adalah Undang-Undang

Pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Menteri

Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan lain-lain, diatur secara tegas terhadap setiap

perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah, maksudnya setiap orang

yang akan melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah wajib

tunduk kepada semua peraturan yang berkaitan dengan hak atas tanah.

Misalnya dalam hal jual beli hak atas tanah, dimana dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah dan Peraturan

(34)

(PPAT), diatur bahwa dalam melakukan jual-beli hak atas tanah harus dilakukan

dihadapan pejabat yang berwenang, dalam hal tanah adalah Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT), yang daerah kerjanya meliputi daerah tempat tanah yang

diperjual-belikan itu berada.

Selain itu terhadap akta pemindahan haknya (akta jual belinya) juga dibuat

oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan akta jual beli tersebut merupakan akta

otentik, dimana bentuk dan isinya telah ditentukan oleh peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Sebelum melakukan jual-beli dihadapan pejabat yang berwenang, dalam hal

tanah adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan dibuatkan akta jual belinya,

para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah harus memenuhi semua

persyaratan yang diatur dalam pelaksanaan jual beli tanah. Misalnya Persyaratan

tentang objek jual belinya, seperti hak atas tanah yang akan diperjualbelikan

merupakan hak atas tanah yang sah dimiliki oleh penjual yang dibuktikan dengan

adanya sertipikat tanah atau tanda bukti sah lainnya tentang hak tersebut, dan tanah

yang diperjualbelikan tidak berada dalam sengketa dengan pihak lain dan sebagainya.

Persyaratan lainnya misalnya jual-beli yang telah disepakati dan akan

dibuatkan aktanya telah dibayar secara lunas terhadap harga atas tanahnya beserta

(35)

dari penjual(SSP) dan pajak pembeli yaitu (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan /BPHTB) telah dilunasi oleh pihak yang akan melakukan jual-beli.38

Setelah semua persyaratan jual beli hak atas tanah tersebut dilengkapi atau

terpenuhi oleh para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah, barulah para

pihak yang akan melakukan jual beli tanah tersebut dapat melakukan jual-beli hak

atas tanah dan pembuatan akta jual-beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) serta selanjutnya melakukan pendaftaran tanah untuk pemindahan haknya.

Sedangkan apabila salah satu persyaratan-persyaratan tersebut belum dipenuhi

maka pembuatan dan penandatanganan terhadap akta jual-beli hak atas tanah yang

dilakukan oleh para pihak sebagaimana dimaksud belum bisa dilakukan dihadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang

bersangkutan juga akan menolak untuk membuat akta jual belinya sebagai akibat

belum terpenuhinya semua syarat tentang pembuatan Akta Jual Beli (AJB), yang

dengan sendirinya jual-beli hak atas tanah belum bisa dilakukan.

Tertundanya jual beli hak atas tanah dengan sendirinya tentunya sangat tidak

menguntungkan atau bahkan bisa merugikan terhadap para pihak yang melakukan

jual beli hak atas tanah.Karena dengan tertundanya jual beli hak atas tanah tersebut

pihak penjual di satu sisi harus menunda dulu penjualan tanahnya, agar semua

persyaratan tersebut dapat terpenuhi, yang dengan sendirinya juga tertunda

keinginannya untuk mendapatkan uang dari hasil penjualan hak atas tanahnya

38Harijanto Ramdan, Kewajiban-Kewajiban Dalam Pelaksanaan Jual Beli Tanah

(36)

tersebut. Sedangkan bagi pihak pembeli dengan tertundanya jual beli hak atas tanah

pihak pembeli juga tertunda keinginannya untuk mendapatkan hak atas tanah yang

akan dibelinya.39

Keadaan ini tentunya akan merugikan para pihak yang akan melakukan jual

beli atas tanah karena dengan keadaan sebagaimana yang diterangkan di atas maka

kepentingan berbagai pihak terutama yang akan melakukan jual beli hak atas tanah

akan terganggu, karena tidak terpenuhinya keinginan mereka akibat adanya beberapa

persyaratan yang diharuskan tentang jual beli hak atas tanah belum terpenuhinya.

Untuk mengatasi hal sebagaimana diterangkan di atas tersebut, dan guna

kelancaran tertib administrasi dalam bidang pertanahan maka dibuatlah sebuah

terobosan dalam bentuk sebuah perjanjian pendahuluan yaitu akta Pengikatan Jual

Beli (PJB), dimana isinya sebenarnya sudah mengatur tentang pelaksanaan jual beli

atas tanah namun secara formal, namun formatnya baru sebatas pengikatan jual beli

yaitu suatu bentuk perjanjian yang merupakan atau dapat dikatakan sebagai perjanjian

pendahuluan sebelum dilakukannya perjanjian jual beli hak atas tanah yang

sebenarnya diatur dalam perundang-undangan yang dinamakan Akta Pengikatan Jual

Beli.40

Untuk mengetahui makna dan pengertian tentang Akta Pengikatan Jual Beli,

maka kita harus dibagi menjadi beberapa kata yang berbeda yaitu Akta dan

Pengikatan Jual Beli. Istilah atau perkataan akta dalam Bahasa Belanda disebut

39Wawancara dengan Notaris/PPAT, Cut Ida Chairani, S.H., MKn., Notaris di Aceh Barat

(37)

Acte/Akta” dan dalam Bahasa Inggris disebut “Act/deed”, pada umumnya

mempunyai dua yaitu :

a. Perbuatan (handeling)/ perbuatan hukum(rechtshandeling); itulah pengertian

yang luas ; dan

b. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai / digunakan sebagai bukti perbuatan

hukum tersebut yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian

sesuatu.

R. Subekti dan Tjitrosoedibio mengatakan bahwa kata “acta” merupakan

bentuk jamak dari kata “actum” yang berasal dari bahasa latin dan berarti

perbuatan-perbuatan.

A.Pittlo mengartikan akta adalah surat yang ditandatangani, diperbuat untuk

dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa

surat itu dibuat.Sudikno Mertokusumo mengatakan akta adalah surat yang diberi

tandatangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak

atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.

Sedangkan disisi lain R. Subekti Pengikatan Jual Beli pengertiannya adalah

perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli

dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut antara

lain adalah sertipikat belum ada karena masih dalam proses, belum terjadinya

(38)

adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai pengikatan pendahuluan yang

bentuknya bebas.41

Dari semua pengertian yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan

bahwa pengertian Akta Pengikatan Jual Beli menurut pendapat peneliti adalah surat

yang ditandatangani antara penjual dan pembeli dalam jual-beli hak atas tanah

sebelum dilaksanakannya jual beli yang sebenarnya dikarenakan adanya unsur-unsur

yang harus dipenuhi untuk jual beli yang berfungsi sebagai Perikatan bersyarat yang

bentuknya bebas.

Sebagai perjanjian yang tidak diatur secara tegas atau khusus oleh peraturan

perundang-undangan yang berlaku, maka perlu kita ketahui tentang kedudukan dan

kekuatan dari Pengikatan Jual Beli itu sendiri.Berbicara tentang kekuatan hukum

yang dimiliki oleh Pengikatan Jual-Beli, maka kita hars mengkaji tentang Perjanjian

Pengikatan Jual-Beli secara lebih mendalam.

Seperti telah diterangkan sebelum bahwa Pengikatan Jual Beli (PJB)

merupakan sebuah penemuan hukum yang dilakukan oleh kalangan Notaris untuk

mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan jual-beli hak atas tanah

sebagaimana telah diterangkan sebelumnya.42

Menurut Sudikno Mertokusomo, yang disampaikan pada Konperda IPPAT

(Konperensi Daerah Ikatan PPAT) Jawa Tengah pada tanggal 15 Februari 2004,

disamping hakim yang menemukan hukum adalah Notaris. Notaris memang bukan

41Herlien Budiono, artikel“Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Mutlak” Majalah Renvoi, edisi Tahun I, No. 10, Bulan Maret 2004, hal. 5

(39)

hakim yang harus memeriksa dan mengadili perkara, namun Notaris mempunyai

wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan

penerapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh yang

bersangkutan. Notaris menghadapi masalah hukum Konkrit yang diajukan oleh klien

yang minta dibuatkan akta.Masalah hukum Konkrit atau peristiwa yang diajukan oleh

hakim merupakan peristiwa Konkrit yang masih harus dipecahkan atau dirumuskan

menjadi peristiwa hukum yang merupakan tugas Notaris disinilah Notaris melakukan

penemuan hukum.43

Berdasarkan pendapatan yang dikemukakan Sudikno Mertokusomo tersebut

terlihat bahwa penemuan hukum yang dilakukan dan diterapkan oleh Notaris yang

dalam hal ini yaitu tentang pemakaian akta Pengikatan Jual Beli (PJB) dalam

membantu pelaksanaan jual beli atas tanah atau sebagai perikatan bersyarat atau

perjanjian pendahuluan sebelum pembuatan Akta Jual Beli bukanlah sesuatu hal yang

melanggar ketentuan dan norma hukum yang ada, sehingga Pengikatan Jual Beli

(PJB) sah-sah saja untuk diterapkan dan dipakai. Karena menurut Guru Besar

Universitas Gajah Mada Yogyakarta tersebut yaitu Sudikno Mertokusomo, penemuan

hukum bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah hukum Konkrit.

Dengan demikian penemuan hukum yang dilakukan oleh Notaris yaitu

Pengikatan Jual Beli (PJB) dimana penemuan tersebut adalah untuk memecahkan

rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pihak sebelum melakukan

(40)

beli sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak atas

tanah, dimana semua persyaratan tersebut tidak selamanya dapat dipenuhi dalam

sekali waktu oleh para pihak yang akan melakukan jual-beli hak atas tanah, adalah

tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Posisi Pengikatan Jual Beli (PJB) yang merupakan sebuah penemuan hukum

dengan sendirinya tidak diatur atau belum diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang ada terutama peraturan perundang-perundang-undangan yang menyangkut

tentang hak atas tanah, sedangkan kita tahu bahwa semua perbuatan hukum yang

dilakukan menyangkut tanah harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang

menyangkut tentang hak atas tanah.Dengan keadaan tersebut maka dikatakan

pengikatan jual beli dapat berlaku dalam dua kedudukan tergantung bagaimana

perjanjian Pengikatan Jual Beli (PJB) itu dibuat.

Pengertian dari akta otentik diterangkan dalam Pasal 1868 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :”Suatu Akta Otentik ialah suatu akta yang di

dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang di buat oleh atau dihadapan

pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”.

Berdasarkan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut di

atas dapatlah dilihat bahwa untuk akta otentik bentuk dari aktanya ditentukan oleh

Undang-undang dan harus dibuat oleh atau dihadapan Pegawai yang berwenang.

Pegawai yang berwenang yang dimaksud disini antara lain adalah Notaris, hal ini

didasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

(41)

berwenang untuk membuat akta otentik dan berwenang lainnya sebagai dimaksud

dalam Undang-undang ini.

Jadi sesuai yang aturan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata ditetapkan atau dapat dikatakan bahwa syarat untuk akta otentik adalah

sebagai berikut :

a. Akta itu harus dibuat “oleh” (door) atau “dihadapan” (ten overstaan)seorang

pejabat umum;

b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-undang;

c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa aka itu dibuat, harus mempunyai

wewenang untuk membuat akta itu.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa pada Pengikatan Jual Beli (PJB), yang

dibuat dihadapan atau oleh Notaris maka akta perjanjian Pengikatan Jual Beli (PJB)

menjadi sebuah akta yang otentik. Karena telah dibuat dihadapan atau oleh pejabat

yang berwenang (salah satunya Notaris) sehingga telah memenuhi ketentuan atau

syarat tentang akta otentik yaitu harus dibuat “oleh” (door) atau “dihadapan” (ten

overstaan)seorang pejabat umum.

Pengikatan jual beli tidak dibuat dihadapan pejabat umum maka Pengikatan

Jual Beli (PJB) menjadi akta di bawah tangan, dan untuk Akta dibawah tangan lebih

(42)

Sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang ditanda tangani di

bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan

lain-lain, tulisan yang dibuat tanpa perantara seorang pegawai umum.44

Dengan penandatanganan sepucuk tulisan di bawah tangan dipersamakan

suatu cap jempol, dibubuhi dengan suatu pernyataan yang tertinggal dari seorang

Notaris atau pegawai lain yang ditunjuk oleh Undang-Undang dari mana ternyata

bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang ini telah

diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah diperjelaskan kepada orang itu,

dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan dihadapan pegawai tadi.

Pegawai ini harus membukukan tulisan tersebut.Dengan Undang-undang dapat

diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud.

Maksud dari pasal di atas adalah mengatur mengenai akta dibawah tangan

yang baru mempunyai ketentuan pembuktian kepada Pihak Ketiga apabila setelah

dibuat pernyataan di depan Notaris, caranya adalah dengan menandatangani akta

tersebut dihadapan Notaris atau pejabat yang ditunjuk untuk pengesahan tanda tangan

(seperti Pejabat Konsuler, Kedutaan, Kepala Daerah mulai dari tingkat Bupati ke

atas) dengan menjelaskan isinya terlebih dahulu kepada Para Pihak baru kemudian

dilakukan penandatanganan dihadapan Notaris atau Pejabat Umum yang berwenang.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa untuk Pengikatan Jual Beli (PJB) yang

tidak dibuat dihadapan pejabat umum atau akta dibawah tangan baru mempunyai

kekuatan terhadap pihak ketiga antara lain apabila dibubuhi suatu pernyataan yang

(43)

bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh

Undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1874 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata.

Pernyataan tertanggal ini lebih lazimnya disebut Legalisasi dan Waarmerking

yaitu :

a. Legalisasi adalah pengesahan yang dilakukan oleh Notaris terhadap akta di

bawah tangan yang memberikan kepastian tentang :

1) Tanggal penandatanganan

2) Kebenaran dari orang atau pihak-pihak yang menandatangani

3) Isi akta yang telah diketahui oleh para pihak

b. Waarmerking

Mengenai Waarmerkingdiatur dalam Pasal 1880 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang berbunyi : “Akta-akta di bawah tangan, sekedar tidak dibubuhi suatu

pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat kedua dari Pasal 1874 dan dalam

Pasal 1874a, tidak mempunyai kekuatan terhadap orang-orang pihak ketiga,

mengenal tanggalnya selainnya sejak hari dibubuhkannya pernyataan oleh

seorang Notaris atau pegawai lain yang ditunjuk oleh Undang-undang dan

dibukukannya dalam menurut Aturan-aturan yang diadakan oleh Undang-undang;

atau sejak hari dibuktikannya tentang adanya akta di bawah tangan dari

akta-akta yang dibuat oleh Pegawai Umum, atau pula sejak hari diakuinya akta-akta-akta-akta di

bawah tangan itu secara tertulis oleh orang-orang Pihak Ketiga terhadap siapa

(44)

Waarmerking hanya memberi pembuktian kepada Pihak Ketiga mengenai

kebenaran tanggal surat tapi tidak memberikan pembuktian mengenai tanda

tangan para pihak dalam akta.

Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

menyebutkan notaris berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan

kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus atau

disebut juga legalisasi. Sedangkan warmerking disebut dalam UUJN adalah

membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

Akan tetapi untuk perjanjian pengikatan jual-beli dalam prakteknya tidak

diperlukan pengesahan sebagaimana diterangkan di atas, karena perjanjian pengikatan

jual-beli biasanya dibuat di hadapan Notaris yang merupakan Pejabat Umum,

sehingga akta yang dibuat terhadap pengikatan jual beli tersebut telah menjadi akta

otentik sehingga pembuktiannya sangat kuat.

Berdasarkan semua keterangan yang telah dikemukakan di atas maka dapat

disimpulkan bahwa kekuatan hukum dari akta perjanjian pengikatan jual beli hak atas

tanah yang dibuat oleh Notaris dalam pelaksanaan pembuatan Akta Jual Belinya

adalah sangat kuat. Hal ini karena Pengikatan Jual Beli (PJB) yang dibuat dihadapan

notaris, maka aktanya telah menjadi akta notaril sehingga merupakan akta otentik,

sedangkan untuk yang dibuat tidak dihadapan notaris maka menjadi akta dibawah

tangan yang pembuktiannya berada dibawah akta otentik, walaupun dalam Pasal 1875

(45)

tangan dapat mempunyai pembuktian yang sempurna seperti akta otentik apabila

tanda tangan dalam akta tersebut diakui oleh para pihak yang menanda tanganinya.

Namun ketentuan dalam Pasal 1875 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

menunjuk kembali 1871 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan

bahwa akta dibawah tangan dapatlah menjadi seperti akta otentik namun tidak

memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didalamnya, karena akan

dianggap sebagai penuturan belaka selain sekedar apa yang dituturkan itu ada

hubungan langsung dengan pokok isi akta.

Jadi ketentuan hukum yang ada di perjanjian pengikatan jual-beli hanyalah

tergantung dimana perjanjian pengikatan jual-beli dibuat, jika bukan dihadapan

pejabat umum (notaris) maka menjadi akta dibawah tangan sedangkan jika dibuat

oleh atau dihadapan pejabat umum maka akta tersebut menjadi akta notariil yang

bersifat akta otentik.45

(46)

BAB III

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEMBATALAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI TANAH YANG

DILAKUKAN DIHADAPAN NOTARIS

A. Pengertian dan Analisa Akta Pengikatan Jual Beli

Akta pengikatan jual beli merupakan perjanjian bantuan yang berfungsi

sebagai perjanjian pendahuluan dan bentuknya bebas.Hal ini dapat diartikan bahwa

pengikatan jual beli merupakan permulaan atau perjanjian obligatoir atau

pelengkap.Namun perjanjian obligatoir lebih dahulu lahir sebelum perjanjian

pokoknya ada, hal ini tidak sebagaimana perjanjian pembebanan hak tanggungan,

gadai atau fidusia yang lahir setelah didahului dengan perjanjian utang piutang

terlebih dahulu. Oleh karena perjanjian pengikatan jual beli merupakan perjanjian

pendahuluan, maka biasanya dalam perjanjian tersebut memuat janji-janji dari para

pihak yang mengandung ketentuan-ketentuan manakala syarat-syarat untuk jual beli

yang sebenarnya terpenuhi. Tentu saja para pihak setelah syarat untuk jual beli telah

terpenuhi dapat bertemu kembali (untuk kewajiban jual beli dihadapan pejabat umum

yang berwenang untuk melaksanakan jual beli).

Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli tanah dapat dikatakan sebagai suatu

perjanjian dengan mana kedua belah pihak saling mengikatkan diri untuk melakukan

jual beli, apabila hal-hal yang belum dapat dipenuhi pada saat perjanjian pengikatan

jual beli tersebut dilakukan, biasanya menyangkut harga yang belum lunas atau

(47)

Pengikatan jual beli tanah menurut peneliti dapat digolongkan kedalam

perikatan bersyarat.Karena pada pengikatan jual beli ini tidak lantas menyebabkan

beralihnya hak milik dari tangan penjual ke tangan pembeli sebelum dilakukan

penyerahan (levering). Hal ini dapat dilihat berdasarkan ketentuan pasal 1253

KUHPerdata yang menyebutkan : “perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada

suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik

secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu menurut

terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.

Hal ini memiliki perbedaan dengan jual beli sebagaimana dimaksud dalam

KUH Perdata yang diatur dalam Buku III Bab ke-5 (Pasal 1457-1540).Jual beli yang

dalam bahasa Belanda disebut “koop en verkoop” ialah suatu persetujuan/ perjanjian

(overeenkomst) dengan mana pihak yang satu penjual mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu benda (zaak), sedangkan pihak lainnya pembeli untuk membayar

harga yang telah dijanjikan (Pasal 1457). Ketentuan umum (sifat) dan harta serta

kewajiban para pihak: penjual dan pihak pembeli, segera setelah mereka sepakat

tentang benda dan harga yang bersangkutan walaupun baik benda maupun harganya

belum diserahkan dan dibayar.

Beralihnya hak milik atas benda yang dijual hanya terjadi jika telah dilakukan

penyerahan (levering).Penyerahan dalam jual beli itu ialah suatu pemindahan barang

yang telah dijual ke dalam kekuasaan (macht) dan kepunyaan (bezit) pembeli.Jika

benda yang dijual itu berupa suatu barang tertentu, apabila para pihak tidak

(48)

tanggungan pembeli, walaupun penyerahannya belum dilakukan, dan penjual dapat

berhak untuk menuntut harganya.Demikian bunyi Pasal 1460 KUH Perdata.

Tentang kewajiban (utama) dari penjual terhadap pembeli, yaitu :

1. Menyerahkan barang / benda yang bersangkutan

2. Menanggung / menjamin (vrijwaren)

3. Penguasaan benda yang dijual itu secara aman dan tenteram (rustig en

vreedzaam)

4. Cacad-cacad yang tersembunyi (verborgen gebreken) dari benda yang

bersangkutan atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan

pembatalan jual beli itu.

Pembeli mempunyai kewajiban utama untuk membayar harga dari apa yang

dibelinya itu, pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut persetujuan/

perjanjian yang bersangkutan dengan aturan tambahan bahwa jika para pihak tidak

menentukannya, pembayaran itu harus dilakukan di tempat pada waktu penyerahan

benda itu.

Jika pembeli tidak membayar harga benda yang dibelinya itu, maka penjual

dapat menuntut dibatalkannya jual beli yang bersangkutan, mengenai jual beli

barang-barang dagangan dan barang-barang perabot rumah tangga (waren en

meubelen) terdapat kekecualian, yaitu bahwa demi kepentingan penjual jual beli itu

batal dengan sendirinya jika barang itu tidak diambil pada waktu yang telah

(49)

Pengikatan jual beli dapat digolongkan ke dalam perikatan bersyarat. Hal ini

dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 1253 KUH Perdata yang menyebutkan :

Perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang masih

akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan

hingga terjadi peristiwa semacam itu menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa

tersebut. Perikatan bersyarat kebalikannya adalah perikatan murni yaitu perikatan

yang tidak mengandung suatu syarat.

Syarat syarat harus tegas dicantumkan dalam perikatan. Undang-undang

menentukan syarat-syarat yang tidak boleh dicantumkan dalam suatu perikatan, yaitu:

1. Bertujuan melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan

2. Bertentangan dengan kesusilaan

3. Dilarang undang-undang

4. Pelaksanaan tergantung dari kemauan orang terikat

Salah satu syarat yang penting di dalam perjanjian timbal-balik adalah

dicantumkannya Pasal 1266 yaitu yang berbunyi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan layanan perpustakaan digital open library dalam memenuhi kebutuhan informasi mahasiswa Telkom University.. Metode penelitian

Hal ini didasarkan atas beberapa faktor antara lain, belum ada database yang siap untuk diakses pemustaka dan belum adanya pelayanan melalui perangkat yang

Pada tahapan sebelumnya, telah dihitung total dari jarak yang telah ditempuh oleh rute pendistribusian baru dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode

Untuk menganalisis kebutuhan tersebut perlu mepertimbangkan hal-hal sebagai berikut : pengetahuan, teknologi, keterampilan, dan sikap yang telah dilakukan oleh staf

Gambar 3 Respon permukaan dan kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal papan partikel 2 jam Hasil analisis keragaman (ANOVA α = 0,05)

Sampel diambil pada bulan agustus karena pada bulan tersebut merupakan musim kemarau, dimana pada musim kemarau kandungan logam berat dalam sedimen umumnya rendah

Dari grafik diatas pengaruh variasi panjang lengan terhadap nilai reduksi gerak translasi pada sistem utama , dapat disimpulkan pengaruh variasi panjang lengan