• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KESENGAJAAN DENGAN PEMIDANAAN

B. Pidana dan Pemidanaan

1. Pengertian Pidana dan Pemidanaan

Di kalangan ahli hukum, istilah “pidana” sering diartikan sama dengan istilah

“hukuman”, demikian pula istilah “pemidanaan” diartikan sama dengan

“penghukuman”. Mengenai istilah “pidana” dan “hukuman”, istilah “pemidanaan”

dan “penghukuman”, menurut pendapat beberapa ahli hukum yang berusaha memisahkan pengertian istilah-istiah tersebut. Moelyatno misalnya mengatakan :

“Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah dihukum berasal dari perkataan wordt gestraft adalah istilah-istilah yang konvensional. Sedangkan istilah pidana untuk menggantikan kata straf dan diancam dengan pidana untuk menggantikan kata wordt gestraft merupakan istilah yang inkonvensional. Dihukum berarti diterapi hukum, baik hukum pidana maupun hukum perdata. Sedangkan hukuman adalah hasil atau akibat dari penerapan hukum tadi yang maknanya lebih luas daripada pidana, sebab mencakup juga keputusan hakim dalam lapangan hukum perdata”.50

Pendapat senada dikemukakan oleh Muladi dan Barda Nawawi Arief, mengatakan bahwa51

“Istilah hukuman merupakan istilah umum dan konvensional yang mempunyai arti lebih luas dari istilah pidana, karena istilah hukuman tidak hanya mencakup bidang hukum saja, tetapi juga istilah sehari-hari misalnya di bidang pendidikan, moral agama dan sebagainya. Sedang istilah pidana merupakan istilah yang lebih khusus, karena terkait erat dengan pengertian atau makna sentral yang menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifat dari pidana itu sendiri”.

:

50 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung : Alumni, 1992), hal. 1.

51 Ibid.

Adapun ciri-ciri atau sifat khas yang menggambarkan pengertian pidana berdasarkan pendapat beberapa ahli sebagaimana dihimpun dan dikutip oleh Muladi dan Barda Nawawi adalah sebagai berikut52

1. Sudarto, mengatakan bahwa : “Yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu”;

:

2. Roelan Saleh, mengatakan bahwa : “Pidana adalah rekasi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu”;

3. Fitzgerald, mengatakan bahwa : “Punishment is the authoritative infliction of suffering for an offence. (Pidana adalah penderitaan dari yang berwenang terhadap sebuah pelanggaran)”;

4. Ted Honderich, mengatakan bahwa : “Punishment is an authority’s infliction of penalty (something involving deprivation or distress) on an offender for an offence. (Pidana adalah hukuman dari pihak yang berwenang (sesuatu yang meliputi pencabutan atau penderitaan) terhadap seorang pelanggar dari sebuah pelanggaran)”;

5. Sir Rupert Cross, mengatakan bahwa : “Punishment means “The infliction of pain by the State on someone who has been convicted of an offence. (Pidana adalah derita yang menyakitkan dari negara terhadap seseorang yang dihukum dari sebuah pelanggaran)”;

6. Burton M. Leiser, mengatakan bahwa :

52 Ibid., hal. 2-4.

“A punishment is a harm inflicted by a person in a position of authority upon another who is judged to have violated a rule or a law. (Pidana adalah sebuah kerugian yang diderita oleh seseorang dalam sebuah kedudukan dari pihak yang berwenang terhadap siapa yang sudah melanggar sebuah aturan hukum)”;

7. H.L.A Hart, mengatakan bahwa :

“Punishment must : a. involve pain or other consequences normally considered unpleasant; b. be for an actual or supposed offender for his offence; c. be for an offence against legal rules; d. be intentionally administered by human beings other than the offender; e. be imposed and administered by an authority constituted by a legal system against with the offence is committed. (Pidana itu harus : a) diberikan sebagai nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan; b) dijatuhkan atas suatu perbuatan atau ditujukan kepada pelaku pelanggaran atas perbuatannya; c) diberikan kepada seseorang yang telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan; d) merupakan kesengajaan administasi oleh masyarakat terhadap pelanggar; e) dijatuhkan oleh lembaga atau instansi yang berwenang)”;

8. Alf Ross, mengatakan bahwa :

“Punishment is that social response which : a. occurs where there is violation of a legal rule; b. is imposed and carried out by authorized persons on behalf of the legal order to which the violated rule belongs; c. involves sufferings or at least other consequences normally considered unpleasant; d. expresses disapproval of the violator. (Pidana adalah tanggung jawab sosial dimana : a) terdapat pelanggaran terhadap aturan hukum; b) dijatuhkan atau dikenakan oleh pihak yang berwenang atas nama perintah hukum terhadap pelanggar hukum; c) merupakan suatu nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan; d) perwujudan pencelaan terhadap pelanggar)”.

Pendapat-pendapat di atas secara tegas memberi gambaran mengenai karakteristik/pengertian pidana pada umumnya, yaitu53

1. “Pidana itu merupakan penderitaan atau nestapa;

:

2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang berwenang;

3. Pidana dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang;

53 Ibid., hal. 4.

4. Pidana itu merupakan pernyataan perbuatan tercela”.

Sementara sehubungan dengan istilah pemidanaan yang diartikan sama dengan istilah penghukuman, dikemukakan oleh Soedarto mengatakan bahwa :

“Penghukuman berasal dari kata dasar hukum sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya (berechten), baik itu mencakup hukum pidana maupun hukum perdata. Sedangkan pemidanaan atau pemberian/penjatuhan pidana oleh hakim, merupakan pengertian penghukuman dalam arti sempit yang mencakup bidang hukum pidana saja; dan maknanya sama dengan sentence atau veroordeling, misalnya dalam pengertian sentence conditionally atau voorwaardelijk veeroordeeld yang sama artinya dengan dihukum bersyarat atau dipidana bersyarat”.

Dalam kesempatan lain, Soedarto juga pernah mengatakan bahwa54

“Pemberian pidana itu mempunyai 2 (dua) arti, yaitu :

:

a. Dalam arti umum ialah yang menyangkut pembentuk undang-undang, ialah yang menetapkan stelsel sanksi hukum pidana (pemberian pidana in abstracto);

b. Dalam arti konkrit, ialah yang menyangkut berbagai badan atau jawatan yang kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum Pidana itu”.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa timbulnya dualisme istilah pidana dan hukuman, pemidanaan dan penghukuman adalah berpangkal dari perbedaan dalam mengartikan kata straf (bahasa Belanda) ke dalam Bahasa Indonesia yang oleh sementara kalangan ahli hukum ada yang disinonimkan dengan istilah pidana dan ada pula yang menggunakan istilah hukuman. Sehubungan dengan

54 Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 42.

dualisme istilah tersebut dikemukakan oleh Sudarto bahwa: “istilah pidana lebih baik daripada hukuman”.55