• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KESENGAJAAN TERHADAP PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS DI JALAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA SESEORANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KESENGAJAAN TERHADAP PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS DI JALAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA SESEORANG"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KESENGAJAAN TERHADAP PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS DI

JALAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA SESEORANG

TESIS

OLEH

M. BUDI HENDRAWAN 107005153/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

HUBUNGAN ANTARA KESENGAJAAN TERHADAP PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS DI

JALAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA SESEORANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH

M. BUDI HENDRAWAN 107005153/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN ANTARA KESENGAJAAN TERHADAP PERTANGGUNG JAWABAN

PIDANA DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS DI JALAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA SESEORANG

Nama Mahasiswa : M. Budi Hendrawan Nomor Pokok : 107005153/HK Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS K e t u a

)

(Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum A n g g o t a

) (Dr. Mahmud Mulyadi, SH., M.Hum A n g g o t a

)

Ketua Program Studi Ilmu Hukum D e k a n

(Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH) (Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum)

Lulus tanggal : 25 Agustus 2014

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 25 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS.

Anggota : 1. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum 2. Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum 3. Dr. Madiasa Ablisar, SH, M.Hum 4. Dr. Marlina, SH, M.Hum

(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN ANTARA KESENGAJAAN TERHADAP PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS DI

JALAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA SESEORANG

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.-

Medan, Januari 2015

Penulis,

M. BUDI HENDRAWAN

(6)

HUBUNGAN ANTARA KESENGAJAAN TERHADAP PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS DI

JALAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA SESEORANG

M. Budi Hendrawan * Alvi Syahrin

)

**

Hasim Purba )

**

Mahmud Mulyadi )

**)

ABSTRAK

Dalam berlalu lintas juga dikenal dengan adanya kesengajaan dan kelalaian.

Kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan atau yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting. Kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila di dalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan. Kaitannya dengan kecelakaan lalu lintas adalah dalam hal pengemudi kendaraan bermotor lalai dalam menjaga keselamatan dirinya dan orang lain.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan kesengajaan dengan pemidanaan, unsur kesengajaan yang dapat diterapkan dalam pemidanaan kecelakaan lalu lintas, dan unsur pemidanaan dalam kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian terhadap unsur kesengajaan.

Jenis penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan yuridis normatif bersifat deskriptif analisis. Metode pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan, penelitian ini mengambil contoh kasus Apriyani Susanti, dimana terhadap kasusnya tersebut telah inkracht dan putusannya didapat

*) Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

**) Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(7)

dari Website Resmi Mahkamah Agung RI. Untuk menganalisa data menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Hubungan kesengajaan dengan pemidanaan dalam hukum pidana sangat berkaitan erat karena setiap kesengajaan akan diberikan sanksi pidana; Unsur kesengajaan yang dapat diterapkan dalam pemidanaan kecelakaan lalu lintas terdapat pada Pasal 311 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan Unsur pemidanaan dalam kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian terhadap unsur kesengajaan dapat dilihat pada Pasal 311 UU No. 22 Tahun 2009 yaitu unsur “dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang”. Cara mengemudi kendaraan bermotornyalah yang harus dibuktikan apakah mengendarai dengan baik atau tidak.

Kata Kunci : - Hubungan antara kesengajaan dengan pertanggungjawaban pidana;

- Kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang;

(8)

THE RELATIONS BETWEEN DELIBERATE OVERSIGHT TO CRIMINAL LIABILITY CASED IN ROAD TRAFFIC ACCIDENTS CAUSED LOSS OF

LIFE

M. Budi Hendrawan * Alvi Syahrin

)

**

Hasim Purba )

**

Mahmud Mulyadi )

**)

ABSTRACT

Traffic is also known with the intent and negligence. Most formulation of a criminal offense, the element of intent or called by opzet is one of the most important elements. Relation to the element of intent, then when in a formulation of criminal acts are acts intentionally or commonly referred to opzettelijk, then this master element intentionally or include all the other elements that are placed behind and had to be proven. Relation to traffic accidents is in terms of motor vehicle driver negligent in maintaining the safety of themselves and others.

This study aims to identify and analyze the relationship with punishment deliberate, intentional element which can be applied in sentencing traffic accidents, and the element of punishment in a traffic accident that resulted in the death of the element of intent.

This type of research is a normative legal research using normative juridical approach is descriptive analysis. Methods of data collection using the method of library research, this study took a sample of cases Apriyani Susanti, against which the case has been inkracht and decision obtained from the official website of the Supreme Court. To analyze the data using qualitative descriptive method.

The results showed that: The relationship of intent with the punishment of the criminal law are closely related because each of intent will be given criminal

*) Student of Master of Law at Faculty of Law in University of North Sumatra.

**) Lecturers of Master of Law at Faculty of Law in University of North Sumatra.

(9)

sanctions; Intentional element which can be applied in a traffic accident punishment contained in Article 311 of Law No. 22 of 2009 on Traffic and Transportation; and the element of punishment in a traffic accident that resulted in the death of the element of intent can be seen in Article 311 of Law No. 22 of 2009 that the element of

"deliberately driving a motor vehicle in a manner or circumstances that endanger the lives or goods". How to drive a vehicle to be proved whether or not riding well.

Key Words : - The relationship between the deliberate oversight criminal responsibility;

- The case of a traffic accident that caused the loss of human life.

(10)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulilah, Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis serta Nabi Muhammad SAW atas doa serta syafaatnya, penulis masih diberikan kesehatan dan kesempatan serta kemudahan dalam mengerjakan tesis ini.

Pada penulisan tesis ini, penulis dengan ketulusan hati, mengucapkan terima kasih sebesaar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Kombes Pol. Nico Afinta Karo-Karo, S.Ik., SH, MH., sebagai Kapolresta Medan yang telah memberikan kesempatan dan Motivasi mengikuti studi Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing II yang telah merevisi dan mencoret-coret tesis saya agar menjadi penelitian yang lebih baik;

(11)

5. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Program Magister (S2) dan Doktor (S3) Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris Program Magister (S2) Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS., sebagai Dosen Pembimbing I yang sangat Penulis hormati karena telah memberikan masukan dan ide-ide serta telah bersabar menghadapi Penulis dalam hal penulisan tesis ini sampai dengan selesai;

8. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing III pada saat penulis menjalani studi pada Program Magister Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan motivasi dan dorongan kepada penulis;

9. Bapak Dr. Madiasa Ablisar, SH, M.Hum., sebagai Dosen Penguji yang memberikan kritik dan rekomendasi yang baik untuk penulisan tesis ini;

10. Bapak Dr. Marlina, SH, M.Hum., sebagai Dosen Penguji yang juga memberikan saran-saran mengenai cara-cara penulisan tesis;

11. Para Dosen dan Tata Usaha Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu selama penulis menjalani studi di Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara;

12. Terima kasih penulis kepada Istri saya Peni Ambardhita, SS, yang telah menjaga dan mendidik anak-anakku Bagas Budisatrio dan Galih Aryobudi

(12)

yang sangat memberikan motivasi kepada penulis dan doanya sehingga dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara;

13. Tidak ketinggalan terima kasih kepada sahabat-sahabatku rekan mahasiswa, sudah membantu selama penyelesaian tesis, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu;

Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Wassalamualaikum wr. wb.

Medan, Januari 2015

Penulis,

M. BUDI HENDRAWAN

(13)

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAERAH SUMATERA UTARA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

. .

N A M A : MUCHAMAD BUDI HENDRAWAN, S.I.K.

TEMPAT/ : BOJONEGORO TGL.LAHIR : 27 Des 1978 PKT/NRP : KOMPOL / 78120957 AGAMA : ISLAM JABATAN : KASATLANTAS POLRESTA MEDAN

POLDA SUMUT

SUKU : JAWA TMT.JAB : 18 Apr 2013

. .

DIKPOL: DIKUM: DIKJUR:

AKPOL 2000 0 SD 1991 LANPA IDIK LAKA

PTIK 2007 0 SMP 1994 KIBI AKPOL

SMA 1997 ASSESSMENT JABATAN

WAKAPOLRES

2014

. .

KECAKAPAN BAHASA PANGKAT TMT PANGKAT

BAHASA ASING IPDA 01-12-2000

INGGRIS-PASIF IPTU 01-01-2004

AKP 01-01-2007

BAHASA DAERAH KOMPOL 01-01-2012

JAWA-AKTIF

. .

RIWAYAT JABATAN:

(14)

01-10-2001 PAMAPTA RES TANAH DATAR 01-06-2002 KANIT LAKA RES TANAH DATAR 01-11-2002 KANIT PATROLI RES TANAH DATAR

01-10-2003 KANIT REG IDENT LANTAS POLRESTA BUKIT TINGGI 01-12-2005 KASAT LANTAS POLRESTA PAYAKUMBUH

01-11-2006 PAMA PTIK (MAHASISWA)

00-12-2007 PAMA POLDA SUMUT (LLSN DIK PTIK ANGK 48 TA 2006-2007) 22-02-2008 KAPOLSEK TANJUNG MORAWA POLRES DELI SERDANG 13-05-2009 KASAT LANTAS POLRES ASAHAN

14-01-2011 KANIT 1 SITURJAWALI SUBDITBINGAKKUM DITLANTAS 07-03-2011 KAPOLSEK PANCUR BATU POLRESTA MEDAN

00-07-2011 KAPOLSEK SUNGGAL POLRESTA MEDAN 12-06-2012 KAPOLSEK MEDAN BARU POLRESTA MEDAN 07-09-2012 PAMEN ROOPS POLDA SUMUT

18-04-2013 KASATLANTAS POLRESTA MEDAN POLDA SUMUT

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN v

ABSTRAK vi

ABSTRACT viii

KATA PENGANTAR ix

DAFTAR RIWAYAT HIDUP xii

DAFTAR ISI xiv

BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 10

C. Tujuan Penelitian 10

D. Manfaat Penelitian 11

E. Keaslian Penelitian 12

F. Kerangka Teori dan Konsep 13

1. Kerangka Teori 13

2. Kerangka Konsep 25

G. Metode Penelitian 27

1. Jenis dan Sifat Penelitian 27

2. Sumber Data 28

3. Teknik Pengumpulan Data 29

4. Analisis Data 30

(16)

BAB II : HUBUNGAN KESENGAJAAN DENGAN PEMIDANAAN

30

A. Pertanggungjawaban Pidana 32

1. Kemampuan Bertanggungjawab 33

2. Kesengajaan 34

3. Kealpaan 37

4. Alasan Penghapusan Pidana 38

B. Pidana dan Pemidanaan 41

1. Pengertian Pidana dan Pemidanaan 41 2. Sistem Pidana dan Pemidanaan 45

3. Tujuan Pemidanaan 58

a. Aliran Klasik 61

b. Aliran Modern 62

c. Aliran Neo-Klasik 64

1) Teori Absolut atau Teori Pembalasan (retributive/vergelding theorie)

65

2) Teori Relatif atau Teori Tujuan (utilitarian/doeltheorien)

68

3) Teori Gabungan (verenigings theorien) 70 C. Hubungan Kesengajaan dengan Pemidanaan 74

BAB III : UNSUR KESENGAJAAN DALAM PEMIDANAAN KECELAKAAN LALU LINTAS

81

A. Jenis-Jenis Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Undang- Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

62

(17)

B. Faktor Penyebab Kecelakaan 87

1. Faktor Manusia 88

a. Pengemudi 88

1) Penglihatan 90

2) Waktu Reaksi 91

b. Pejalan Kaki 92

2. Faktor Kendaraan 93

3. Faktor Jalan & Lingkungan 95 C. Dampak Hukum Kecelakaan Lalu Lintas 96 D. Ketentuan Pidana Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas 100 E. Analisa Hukum Kecelakaan Tugu Tani Dikaitkan

Dengan Unsur Kesengajaan dalam Hukum Pidana

102

BAB IV : UNSUR PEMIDANAAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN TERHADAP UNSUR KESENGAJAAN

116

A. Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pengemudi Lalai Berkendara

116

B. Unsur Kesengajaan Dalam Kecelakaan Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Kematian

125

C. Sanksi Pidana Yang Dapat Diterapkan Terhadap Pengemudi Yang Dengan Sengaja Menyebabkan Kematian Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas

127

D. Perdamaian Pidana Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas

128

(18)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 132

A. Kesimpulan 132

B. Saran 134

DAFTAR PUSTAKA 133

(19)

HUBUNGAN ANTARA KESENGAJAAN TERHADAP PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS DI

JALAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA SESEORANG

M. Budi Hendrawan * Alvi Syahrin

)

**

Hasim Purba )

**

Mahmud Mulyadi )

**)

ABSTRAK

Dalam berlalu lintas juga dikenal dengan adanya kesengajaan dan kelalaian.

Kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan atau yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting. Kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila di dalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan. Kaitannya dengan kecelakaan lalu lintas adalah dalam hal pengemudi kendaraan bermotor lalai dalam menjaga keselamatan dirinya dan orang lain.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan kesengajaan dengan pemidanaan, unsur kesengajaan yang dapat diterapkan dalam pemidanaan kecelakaan lalu lintas, dan unsur pemidanaan dalam kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian terhadap unsur kesengajaan.

Jenis penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan yuridis normatif bersifat deskriptif analisis. Metode pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan, penelitian ini mengambil contoh kasus Apriyani Susanti, dimana terhadap kasusnya tersebut telah inkracht dan putusannya didapat

*) Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

**) Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(20)

dari Website Resmi Mahkamah Agung RI. Untuk menganalisa data menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Hubungan kesengajaan dengan pemidanaan dalam hukum pidana sangat berkaitan erat karena setiap kesengajaan akan diberikan sanksi pidana; Unsur kesengajaan yang dapat diterapkan dalam pemidanaan kecelakaan lalu lintas terdapat pada Pasal 311 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan Unsur pemidanaan dalam kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian terhadap unsur kesengajaan dapat dilihat pada Pasal 311 UU No. 22 Tahun 2009 yaitu unsur “dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang”. Cara mengemudi kendaraan bermotornyalah yang harus dibuktikan apakah mengendarai dengan baik atau tidak.

Kata Kunci : - Hubungan antara kesengajaan dengan pertanggungjawaban pidana;

- Kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang;

(21)

THE RELATIONS BETWEEN DELIBERATE OVERSIGHT TO CRIMINAL LIABILITY CASED IN ROAD TRAFFIC ACCIDENTS CAUSED LOSS OF

LIFE

M. Budi Hendrawan * Alvi Syahrin

)

**

Hasim Purba )

**

Mahmud Mulyadi )

**)

ABSTRACT

Traffic is also known with the intent and negligence. Most formulation of a criminal offense, the element of intent or called by opzet is one of the most important elements. Relation to the element of intent, then when in a formulation of criminal acts are acts intentionally or commonly referred to opzettelijk, then this master element intentionally or include all the other elements that are placed behind and had to be proven. Relation to traffic accidents is in terms of motor vehicle driver negligent in maintaining the safety of themselves and others.

This study aims to identify and analyze the relationship with punishment deliberate, intentional element which can be applied in sentencing traffic accidents, and the element of punishment in a traffic accident that resulted in the death of the element of intent.

This type of research is a normative legal research using normative juridical approach is descriptive analysis. Methods of data collection using the method of library research, this study took a sample of cases Apriyani Susanti, against which the case has been inkracht and decision obtained from the official website of the Supreme Court. To analyze the data using qualitative descriptive method.

The results showed that: The relationship of intent with the punishment of the criminal law are closely related because each of intent will be given criminal

*) Student of Master of Law at Faculty of Law in University of North Sumatra.

**) Lecturers of Master of Law at Faculty of Law in University of North Sumatra.

(22)

sanctions; Intentional element which can be applied in a traffic accident punishment contained in Article 311 of Law No. 22 of 2009 on Traffic and Transportation; and the element of punishment in a traffic accident that resulted in the death of the element of intent can be seen in Article 311 of Law No. 22 of 2009 that the element of

"deliberately driving a motor vehicle in a manner or circumstances that endanger the lives or goods". How to drive a vehicle to be proved whether or not riding well.

Key Words : - The relationship between the deliberate oversight criminal responsibility;

- The case of a traffic accident that caused the loss of human life.

(23)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi menuntut masyarakat modern untuk mempunyai mobilitas yang tinggi. Mobilitas yang tinggi tersebut mendorong terjadi tingginya kepadatan lalu lintas, baik barang maupun manusia di seluruh dunia. Melihat perkembangan yang ada dari kepadatan lalu lintas tersebut, semakin banyak ditemukan fakta yang menunjukkan bahwa jalan raya justru menjadi ladang pembunuhan manusia modern.

Sejak ditemukannya kendaraan bermotor lebih seabad lalu, diperkirakan sekitar 30 juta orang telah terbunuh akibat kecelakaan di jalan.1

Semakin berkembangnya zaman, semakin banyak pula alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan. Hal ini dikarenakan populasi penduduk bertambah kegiatan ekonomi juga semakin kompleks. Dengan tumbuhnya kegiatan perekonomian suatu negara maka pertumbuhan kendaraan juga akan meningkat.

Begitu juga dengan kecelakaan-kecelakaan yang terjadi akan semakin meningkat pula. Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang berskala nasional yang berkembang seirama dengan perkembangan masyarakat. Dalam kota metropolitan seperti Jakarta sangat kompleks permasalahan lalu lintas di dalam masyarakat.2

1 Sutawi, “Membangun Budaya Keselamatan Jalan”, Lomba Karya Tulis Keselamatan dan Pelayanan Transportasi Harhubnas, 2006, hal. 1.

Sehingga menyebabkan tingginya angka kecelakaan di kota-kota besar.

2 Rata-rata penduduk Jakarta melakukan hampir 2 kali perjalanan per hari. Bayangkan betapa padat dan sesaknya jalan-jalan di pusat kota dengan angka perbandingan tersebut. Parahnya lagi,

(24)

Seiring dengan kemajuan yang dialami masyarakat dalam berbagai bidang, bertambahnya peraturan-peraturan hukum. Penambahan peraturan hukum itu tidak dapat dicegah karena masyarakat berharap dengan bertambahnya peraturan tersebut, kehidupan dan keamanan bertambah baik walaupun mungkin jumlah pelanggaran dan kejahatan terhadap peraturan-peraturan itu bertambah.3

Menurut perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization – WHO), pada tahun 2020 penyebab terbesar ketiga kematian adalah kecelakaan di jalan raya, tepat dibawah penyakit jantung dan depresi. WHO mencatat bahwa 1 juta Dinamika kehidupan tidak lekang dari masalah pelanggaran hukum, meskipun tujuan sebenarnya adalah ketertiban hukum. Lalu lintas merupakan salah satu sarana komunikasi masyarakat yang memegang peranan vital dalam memperlancar pembangunan yang dilaksanakan. Masalah lalu lintas merupakan salah satu masalah yang berskala nasional yang berkembang seirama dengan perkembangan masyarakat. Masalah lalu lintas adalah masalah bersama, kehidupan lalu lintas akan menyangkut berbagai aspek kehidupan berlalu lintas. Kecelakaan lalu lintas di jalan raya dapat menimpa siapa saja, baik bagi pejalan kaki, maupun pengemudi kendaraan bermotor. Semua pengguna jalan di jalan raya dapat mengalami kecelakaan dalam berlalu lintas, karena kecelakaan merupakan suatu resiko yang tidak dapat dielakkan oleh semua orang, resiko tidak diharapkan terjadi namun dapat menimpa siapa saja.

kecenderungan yang ada saat ini memperlihatkan bahwa porsi perjalanan dengan kendaraan pribadi terus meningkat, sementara pengguna angkutan umum cenderung menurun. Sumber : Bambang Susantono, 1001 Wajah Transportasi Kita : Jangan Hanya Bisa Mengeluh Macet + Tips Praktis Nyaman dan Aman di Jalan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009), hal. 92.

3 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2005), hal.

1.

(25)

orang di seluruh dunia meninggal setiap tahunnya di jalan raya akibat kecelakaan, dimana 40% (empat puluh persen) di antaranya berusia 25 (dua puluh lima) tahun.

Sementara itu, jutaan orang lainnya mengalami luka parah dan cacat fisik akibat kecelakaan.4

Masalah yang dihadapi dewasa ini adalah masih meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Di Indonesia jumlah kecelakaan lalu lintas tahun 2011 sebanyak 4.744 (empat ribu tujuh ratus empat puluh empat) kecelakaan dibandingkan dengan jumlah kecelakaan pada operasi ketupat tahun 2010 sebanyak 3.633 (tiga ribu enam ratus tiga puluh tiga) kecelakaan. Dari jumlah kecelakaan itu, jumlah korban meninggal dunia menurun dibandingkan dengan tahun 2010. Jumlah korban meninggal dunia tahun 2011 sebanyak 779 (tujuh ratus tujuh puluh sembilan) orang, atau naik 17,53 % (tujuh belas koma lima puluh tiga persen) dibandingkan tahun 2010 sebanyak 1.135 (seribu seratus tiga puluh lima) orang. Jumlah korban luka ringan tahun 2011 sebanyak 3.443 (tiga ribu empat ratus empat puluh tiga) orang atau naik 52,41 % (lima puluh dua koma empat puluh satu persen) dibandingkan tahun 2010 sebanyak 2.259 (dua ribu dua ratus lima puluh sembilan) orang.

5

Meningkatnya jumlah korban dalam suatu kecelakaan merupakan satu hal yang tidak diinginkan oleh berbagai pihak manapun. Mengingat betapa sangat berharganya nyawa seseorang yang sulit diukur dengan sejumlah uang satuan saja.

4 Laylia Nur Afidah dan Destri Susilaningrum, “Pola Tingkat Keparahan Korban Kecelakaan Lalu Lintas Dengan Menggunakan Regresi Logistik Multinomial (Studi Kasus : Kecelakaan Lalu Lintas di Surabaya)”, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Surabaya.

5 Harian Kompas, “Kecelakaan Lalu Lintas Naik 1.111 Kasus”, diterbitkan Kamis, 08 September 2011.

(26)

Orang yang mengakibatkan kecelakaan tersebut harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya dengan harapan pelaku dapat jera dan lebih berhati-hati.6

Sebagai contoh kasus kecelakaan lalu lintas dapat dilihat pada kasus Apriani Susanti, perempuan berusia 29 (dua puluh sembilan) tahun ini menewaskan 9 (sembilan) orang di daerah Tugu Tani, Jakarta. Dalam kasus ini Apriyani yang saat ini sudah diputus melalui Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.

665/Pid.B/2012/PN.JKT.PST., tanggal 29 Agustus 2012, pernah didakwakan dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dengan ancaman 15 (lima belas) tahun penjara. Apriyani juga dijerat dengan Pasal 310 dan Pasal 311 Undang-Undang No.

22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang ancaman hukuman maksimalnya 12 (dua belas) tahun. Untuk kasus penyalahgunaan narkotikanya, Apriyani bersama ketiga temannya dijerat dengan Pasal 112 Jo. Pasal 132 Subsider Pasal 127 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukumannya 4 (empat) tahun, juga telah diputus melalui Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 47/Pid/2013/PT.DKI, tanggal 3 April 2013.

Berhati-hati juga tidaklah cukup menghindari kecelakaan, faktor kondisi sangatlah diutamakan dalam mengendarai kendaraan dan juga kesadaran hukum berlalu lintas harus dipatuhi sebagaimana mestinya.

7

Dari bermacam banyak kejadian kecelakaan dapat diambil garis besar bahwa faktor pengaruh obat-obatan terlarang, kelelahan dan kurang kehati-hatian pengemudi yang memicu kecelakaan. Faktor manusia merupakan penyebab utama

6 Harian Kompas, “Setiap Hari 25 Orang Mati di Jalan”, diterbitkan Rabu, 02 Mei 2007.

7 Harian Tribun, “Jalani Sidang Pertama, Afriyani Takut Dihakimi Masyarakat”, diterbitkan Kamis, 26 April 2012.

(27)

terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Hal tersebut terjadi karena adanya kecerobohan atau kealpaan pengemudi dalam mengemudikan kendaraannya.8

Kecerobohan pengemudi tersebut tidak jarang menimbulkan korban, baik korban menderita luka berat atau korban meninggal dunia bahkan tidak jarang merenggut jiwa pengemudinya sendiri. Beberapa kecelakaan lalu lintas yang terjadi, sebenarnya dapat dihindari bila di antara pengguna jalan bisa berprilaku disiplin, sopan dan saling menghormati.9

Beberapa kecelakaan lalu lintas yang terjadi, sebenarnya dapat dihindari bila di antara pengguna jalan mematuhi peraturan yang diatur di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Pasal 105 dan Pasal 106, menyebutkan bahwa :

Dimana penggunaan jalan tersebut di atur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pasal 105 :

“Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib : a. Berperilaku tertib; dan/atau

b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan”.

Pasal 106 :

(1) “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi;

(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda;

8 Marye Agung Kusmagi, Selamat Berkendara di Jalan Raya, Cetakan I, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2010), hal. 11-13.

9 JB. Suharjo B. Cahyono (Editor), Gaya Hidup dan Penyakit Modern, Cetakan V, (Yogyakarta : Kanisius, 2012), hal. 182-183.

(28)

(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan;

(4) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan :

a. Rambu perintah atau larangan;

b. Marka jalan;

c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;

d. Gerakan Lalu Lintas;

e. Berhenti dan Parkir;

f. Peringatan dengan bunyi dan sinar;

g. Kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau

h. Tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain.

(5) Pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan : a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba

Kendaraan Bermotor;

b. Surat Izin Mengemudi;

c. Bukti lulus uji berkala; dan/atau d. Tanda bukti lain yang sah.

(6) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan;

(7) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia;

(8) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan Penumpang Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia;

(9) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta samping dilarang membawa Penumpang lebih dari 1 (satu) orang”.

Dengan adanya suatu peraturan tersebut di atas, dan apabila masyarakat menerapkannya dalam berkendara, kemungkinan besar bisa menekan jumlah kecelakaan yang bahkan sering terjadi di jalan raya. Banyak kecerobohan yang mengakibatkan kurang berhati-hatinya seseorang yang kerap menimbulkan

(29)

kecelakaan dan dengan kecerobohan tersebut memberikan dampak kerugian bagi orang lain.

Sedangkan untuk ketentuan pidananya mengenai kasus kecelakaan diatur di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya pada Pasal 310, menyatakan bahwa :

(1) “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaianya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah);

(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah);

(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);

(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.

12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.

Dalam hal kecelakaan lalu lintas ada 2 (dua) hal yang dapat dilihat untuk dibahas dalam penelitian ini, yaitu : sanksi kesengajaan dan sanksi kelalaian. Kedua sanksi tersebut adalah resiko bagi pengendara yang dapat memicu kecelakaan lalu lintas. Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan, sanksi bagi pengendara lalai menyebabkan kematian orang lain dapat dijerat dengan pidana penjara hingga maksimal 12 (dua belas) tahun atau

(30)

sanksi denda maksimal Rp. 24.000.000,- (dua puluh empat juta rupiah).10

Menurut uraian Pasal 310 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat disimpulkan bahwa apabila kealpaan atau kelalaian pengemudi itu mengakibatkan orang lain terluka atau meninggal dunia ancaman pidananya sebagaimana yang diatur dalam ketentuan tersebut di atas. Meskipun Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah diterapkan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat kecelakaan masih tetap terjadi. Dengan banyaknya kasus kecelakaan di jalan raya setidaknya dapat menggambarkan cerminan masyarakat betapa minimnya kesadaran hukum bagi pengendara sepeda motor.

Pasal 310 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah khusus sanksi bagi pengemudi yang lalai.

11

Dalam berlalu lintas juga dikenal dengan adanya kesengajaan dan kelalaian.

Kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan atau yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting. Kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila di dalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan

Karena masih banyak orang-orang yang mengemudi tidak tertib dan taat pada rambu-rambu lalu lintas.

10 Lihat : Pasal 310 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

11 Adi Sulistiono, et.al., Benang Kusut Lalu Lintas, (Jakarta : Pensil, 2006), hal. 13.

(31)

sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan.12

Disamping unsur kesengajaan di atas, ada pula yang disebut sebagai unsur kelalaian atau kealpaan atau culpa. Dalam doktrin hukum pidana disebut kealpaan yang tidak disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan disadari atau bewuste schuld. Dimana dalam unsur ini faktor terpentingnya adalah pelaku dapat menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku kurang berhati-hati. Unsur terpenting dalam culpa (kelalaian) adalah pelaku mempunyai kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya dapat membayangkan akan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya, atau dengan kata lain bahwa pelaku dapat menduga bahwa akibat dari perbuatannya itu akan menimbulkan suatu akibat yang dapat dihukum dan dilarang oleh undang-undang.

13

Kaitannya dengan kecelakaan lalu lintas adalah dalam hal pengemudi kendaraan bermotor lalai dalam menjaga keselamatan dirinya dan orang lain. Karena sebagai contoh apabila pengemudi mabuk seperti Apriyani Susanti yang masih saja memaksakan untuk mengemudikan kendaraan bermotor, artinya Apriyani Susanti sudah jelas mengetahui akan terjadi kecelakaan karena kesadarannya berkurang akibat obat-obatan terlarang. Hubungan inilah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Selanjutnya juga dibahas mengenai unsur kesengajaan yang dapat diterapkan dalam pemidanaan kecelakaan lalu lintas dan unsur pemidanaan yang dapat

12 PAF. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Citra Aditya, 2011), hal. 594.

13 Ibid.

(32)

diterapkan dalam kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian terhadap unsur kesengajaan.

Polemik di masyarakat timbul ketika banyak pakar hukum juga tidak setuju dengan penerapan ketentuan pembunuhan terhadap kasus Apriani Susanti. Penyidik Kepolisian tetap saja menerapkan ketentuan tersebut dalam kasus Apriani Susanti ini. Maka dari itu, penelitian dengan judul : “HUBUNGAN ANTARA KESENGAJAAN TERHADAP PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS DI JALAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA SESEORANG”, sangat perlu untuk dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka dapat ditarik permasalahan, sebagai berikut :

1. Bagaimana hubungan kesengajaan dengan pemidanaan?

2. Bagaimana unsur kesengajaan dapat diterapkan dalam pemidanaan kecelakaan lalu lintas?

3. Bagaimana unsur pemidanaan dalam kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian terhadap unsur kesengajaan?

(33)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dapat dilihat berdasarkan permasalahan di atas, yaitu :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan kesengajaan dengan pemidanaan;

2. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur kesengajaan yang dapat diterapkan dalam pemidanaan kecelakaan lalu lintas;

3. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur pemidanaan dalam kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian terhadap unsur kesengajaan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini nantinya akan dapat memberikan manfaat kepada Penyidik Kepolisian, akademisi, praktisi hukum dan masyarakat serta dapat memperkaya literatur di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Ada dua manfaat yang tersirat, yaitu :

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan masukan bagi para akademisi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

b. Memperkaya literatur di perpustakaan.

2. Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi Penyidik Kepolisian dalam menangani kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian.

(34)

b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat pengguna jalan dalam berkendara dan berlalu lintas di jalan raya.

c. Sebagai bahan masukan bagi Praktisi Hukum dalam menangani perkara yang sama dengan Apriani Susanti.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian berjudul : “Hubungan Antara Kesengajaan Terhadap Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Seseorang” ini adalah belum pernah dilakukan. Namun, ada beberapa penelitian yang membahas permasalahan yang berbeda, dengan judul sebagai berikut di bawah ini :

1. “Perlindungan Hukum Kepada Masyarakat Pengguna Jalan Melalui Santunan Korban Kecelakaan Lalu Lintas”, oleh I Made Ary Pradana, pada 03 Januari 2011 di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini membahas mengenai dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang dan dana pertanggungan wajib kecelakaan lalu lintas jalan yang dapat memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat pengguna jalan. Lalu, mengenai kewajiban PT. Jasa Raharja (Persero) terhadap perlindungan hukum bagi pengguna jalan dan kendala yang dihadapi masyarakat sebagai pengguna jalan dalam pengurusan klaim asuransi kecelakaan lalu lintas di PT. Jasa Raharja (Persero);

(35)

2. “Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63K/Pid/2007)”, oleh Serenity Deliver Refisis, pada tanggal 27 September 2010 di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini membahas mengenai Putusan Mahkamah Agung No. 63K/Pid/2007 yang menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 212/Pid/2006/PT.Mdn dan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1616/Pid.B/2005/PN.LP yang hanya mempertimbangkan kepada keterangan saksi dalam mendengar dari orang lain dan tidak ada bukti lain yang mendukung.

Terhadap penelitian ini yang memiliki variabel kecelakaan lalu lintas, hilangnya nyawa seseorang, dan unsur kesengajaan tidak ada ditemukan di dalam website resmi Perpustakaan Universitas Sumatera Utara maupun Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Cabang Fakultas Hukum. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah apabila ada ditemukan plagiat ataupun duplikasi dari penelitian lain di kemudian hari. Maka selanjutnya penelitian ini juga dapat disebut asli sesuai dengan asas-asas keilmuan, yaitu : jujur; rasional; objektif;

dan terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

(36)

F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Untuk memecahkan permasalahan di atas, diperlukan beberapa teori hukum pidana, antara lain : tujuan hukum, syarat-syarat dihukumnya seseorang, dualistik hukum pidana, pertanggung jawaban pidana. Selanjutnya, akan dibahas uraian teori- teori hukum tersebut dan relevansinya dalam penelitian di bawah ini, sebagai berikut:

Gambar 1.

Alur Pikir : Kerangka Teori Hubungan Antara Kesengajaan Terhadap Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa

Seseorang

Sumber : Data Sekunder yang diolah.

Mengenai tujuan hukum dapat dilihat pada konsep tiga ide unsur dasar hukum yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch. Ajarannya adalah konsep tiga ide

Tujuan Hukum

Kepastian Keadilan Kemanfaatan

Syarat-Syarat Dihukum

Monisme Dualisme

Perbuatan Pelaku

ASAS KESALAHAN = PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

Unsur Objektif Unsur Subjektif

(37)

unsur dasar hukum. Ketiga konsep dasar tersebut dikemukakan pada era Perang Dunia II. Tujuan hukum yang dikemukakannya tersebut oleh berbagai pakar diidentikkan juga sebagai tujuan hukum. Adapun 3 (tiga) tujuan hukum tersebut adalah kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Bagi Gustav Radbruch, ketiga unsur tersebut merupakan tujuan hukum secara bersama-sama, yaitu : keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Namun demikian timbul pertanyaan, apakah ini tidak menimbulkan masalah dalam kenyataan, dimana seringkali antara kepastian hukum terjadi benturan dengan keadilan, atau benturan antara kepastian hukum dengan kemanfaatan hukum. Sebagai contoh, dalam kasus-kasus hukum tertentu, kalau hakim menginginkan keputusannya adil (menurut persepsi keadilan yang dianut oleh hakim) bagi si pelanggar atau tergugat atau terdakwa, maka akibatnya sering merugikan kemanfaatan bagi masyarakat luas. Sebaliknya, jika masyarakat luas dipuaskan, maka perasaan keadilan bagi orang tertentu terpaksa dikorbankan.

Oleh karena itu, Gustav Radbruch mengajarkan bahwa hukum harus menggunakan asas prioritas, dimana prioritas pertama selalu keadilan, barulah kemanfaatan, dan terakhir barulah kepastian.14

Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari kepastian hukum adalah pelaksanaan atau penegakan hukum terhadap suatu tindakan tanpa memandang siapa yang melakukan. Dengan adanya kepastian hukum setiap orang dapat memperkirakan apa yang akan dialami jika melakukan tindakan hukum tertentu.

14 Theo Hujbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Cetakan ke-XIV, (Yogyakarta : Kanisius, 2007), hal. 246.

(38)

Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan dihadapan hukum tanpa diskriminasi.15

Ketika terjadi pelanggaran hak yang dilakukan oleh seseorang maka akan menimbulkan konsekuensi bahwa hukum tersebut akan dicabut dari dirinya berdasarkan putusan pengadilan yang adil. Selama ini terdapat konsepsi yang salah dalam penegakan hak asasi manusia. Seolah dalam keadaan apapun dan dalam hal apapun hak tersebut tidak dapat terhapuskan. Padahal sebagaimana konsepsi hak telah dipaparkan oleh para filsuf Yunani menyatakan bahwa hak selalu diimbangi dengan kewajiban. Ketika ada seseorang yang melakukan tindak pidana orang tersebut harus mendapatkan sanksi yang sesuai. Sanki juga bertujuan untuk mengembalikan ketentraman yang sempat terganggu akibat dilakukannya perbuatan tersebut. Sehingga pidana perlu ditegakkan dengan sebaik mungkin. Sebenarnya apakah yang menjadi alasan adanya disparitas tersebut. Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut ditentukan oleh sikap bathin dan rasa keadilan yang dimiliki oleh hakim. Menurut Suteki, seringkali sebagian masyarakat memahami hukum hanya sekedar sebagai perangkat peraturan hukum positif yang tercerabut dari pemahaman dari aspek filosofi dan sosiologisnya, sehingga gambar hukum yang ditampilkan tidak utuh melainkan hanya sebuah fragmen atau skeleton, yakni peraturan perundang-undangan saja. Hal tersebut mendorong munculnya anggapan bahwa apabila kita telah menyelenggarakan hukum sebagaimana tertulis yang berupa huruf-huruf mati seolah-olah pekerjaan pencarian keadilan itu telah

15 Moh. Mahfud MD, “Penegakan Hukum dan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik”, makalah pada acara Seminar Nasional dengan tajuk “Saatnya Hati Nurani Bicara” yang diselenggarakan oleh DPP Partai HANURA di Jakarta pada tanggal 08 Januari 2009, hal. 3.

(39)

selesai. Akibatnya muncul kasus yang mencerminkan kondisi bahwa keadilan substansial telah teralienasi dari hukum. Hukum tidak membumi, bahkan menciderai rasa keadilan dalam masyarakat.16

Aspek keadilan adalah aspek terpenting dalam penegakan hukum. Hukum tanpa keadilan bukanlah hukum. Keadilan itu sesungguhnya merupakan esensi dari hukum, hukum adalah keadilan, dan keadilan adalah hukum ius quia iustum.

Relevansi penggunaan teori keadilan ini terkait penelitian mengenai unsur kesengajaan atas pemidanaan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang adalah bahwa keadilan sangat diperlukan sebagai tujuan hukum.

Terkait pada contoh dalam penelitian ini, kasus Apriani Susanti yang mengakibatkan 9 (sembilan) orang meninggal dunia, relevansinya adalah bahwa hukum yang telah dijatuhkan kepada Apriani Susanti nantinya juga harus memiliki tujuan keadilan. Adil bagi Apriani Susanti belum tentu adil bagi keluarga korban- korbannya. Dalam mengendarai kendaraan bermotor sudah pasti setiap pengguna jalan memiliki resiko ditabrak maupun menabrak. Tapi, dalam hal ini Apriani Susanti menggunakan obat-obat terlarang sehingga mengakibatkannya tidak dapat mengendalikan kendaraannya. Dalam hal kecelakaan ini, Apriani Susanti lalai dalam mengendarai kendaraan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.

Namun, pada kasus narkobanya Apriani Susanti jelas dengan sengaja menggunakan narkoba, tetapi hal ini dipisahkan oleh Penyidik Kepolisian.

Selanjutnya mengenai syarat-syarat penghukuman bagi seseorang yang

16 Muhammad Taufiq, “Kegagalan KUHAP dalam Menegakkan Keadilan”, diterbitkan dalam Harian Jawa Pos, edisi Rabu, 07 Desember 2011.

(40)

melakukan tindak pidana adalah terdiri dari monolisme dan dualisme. Menurut Moeljatno, menyatakan bahwa17

“Aliran dualisme hukum pidana yaitu suatu aliran yang memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggung-jawaban pidana, sehingga rumusan unsur- unsur dari perbuatan pidana itu antara lain :

:

a) Perbuatan pidana;

b) Memenuhi unsur undang-undang;

c) Bersifat melawan hukum;

Rumusan unsur-unsur pertanggung-jawaban pidana, antara lain : a) Kesalahan;

b) Pemidanaan”.

Sehubungan dengan adanya dua aliran atau ajaran sebagaimana disebutkan di atas, maka ajaran yang dianut oleh hukum pidana di Indonesia adalah ajaran yang dualisme. Untuk membedah permasalahan dalam penelitian ini dengan menggunakan ajaran dualisme hukum pidana maka selanjutnya dibahas mengenai unsur pertanggung-jawaban pidana. Pertanggung-jawaban pidana harus memenuhi unsur- unsur, sebagai berikut18

1. Kemampuan bertanggung jawab;

:

Untuk adanya kesalahan dalam arti seluas-luasnya (pertanggung-jawaban pidana), orang yang melakukan tindak pidana tersebut harus dinyatakan lebih dahulu bahwa perbuatannya bersifat melawan hukum. Dalam KUHP tidak ada ketentuan tentang arti kemampuan bertanggung-jawab. Ketentuan di dalam KUHP yang berhubungan dengan kemampuan bertanggung-jawab adalah Pasal 44, yang

17 Moeljatno, dalam Ferry Fathurokhman, “Hukum Pidana Adat Baduy dan Relevansinya Dalam Pembaharuan Hukum Pidana”, (Semarang : Tesis, Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2010), hal. 3.

18 Moeljatno, dalam Johny Krisnan, “Sistem Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana Nasional”, (Semarang : Tesis, Program Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, 2008), hal. 41.

(41)

menyatakan bahwa : “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau jiwa terganggu karena penyakit tidak dipidana”. Moeljatno menyimpulkan bahwa untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada19

a. “Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum (faktor akal);

:

b. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi (faktor perasaan/kehendak)”.

2. Kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa);

a. Kesengajaan (dolus);

Ada 2 (dua) teori yang berkaitan dengan pengertian sengaja, yaitu teori kehendak dan teori pengetahuan atau membayangkan. Menurut teori kehendak, sengaja adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang. Sebagai contoh, A mengarahkan pistol kepada B dan A menembak mati B. Jadi, A adalah sengaja apabila A benar-benar menghendaki kematian B.

Menurut teori pengetahuan atau teori membayangkan, manusia tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat karena manusia hanya dapat menginginkan, mengharapkan atau membayangkan adanya suatu akibat. Adalah sengaja apabila suatu akibat yang ditimbulkan karena suatu tindakan dibayangkan sebagai maksud tindakan itu dan karena itu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang terlebih dahulu telah dibuat.

19 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan ke-II, (Jakarta : Bina Aksara, 1984), hal.

165.

(42)

Dalam ilmu hukum pidana dibedakan 3 (tiga) macam sengaja, yaitu20 1) Sengaja sebagai maksud (opzet als oogmerk);

:

Dalam VOS, definisi sengaja sebagai maksud adalah apabila pembuat menghendaki perbuatannya. Dengan kata lain, apabila pembuat sebelumnya sudah mengetahui bahwa akibat perbuatannya tidak akan terjadi maka sudah tentu ia tidak akan pernah mengetahui perbuatannya.21

2) Sengaja dilakukan dengan keinsyafan bahwa agar tujuan dapat tercapai, sebelumnya harus dilakukan suatu perbuatan lain yang berupa pelanggaran juga;

Contoh : A menghendaki kematian B, dan oleh sebab itu A mengarahkan pistolnya kepada B. Selanjutnya A menembak mati B.

Akibat penembakan yaitu kematian B tersebut adalah benar dikehendaki A.

Kesengajaan dengan maksud merupakan bentuk sengaja yang paling sederhana.

Menurut teori kehendak, maka sengaja dengan maksud adalah jika apa yang dimaksud telah dikehendaki. Menurut teori membayangkan, sengaja dengan maksud adalah jika akibat yang dimaksudkan telah mendorong pembuat melakukan perbuatan yang bersangkutan.

Contoh : Agar dapat mencapai tujuannya, yaitu membunuh B, maka A sebelumnya harus membunuh C, karena C menjadi pengawal B. Antara A dan C sama sekali tidak ada permusuhan, hanya kebetulan C pengawal B. A terpaksa tetapi sengaja terlebih dahulu membunuh C dan kemudian membunuh B. Pembunuhan B berarti maksud A tercapai, A yakin bahwa A hanya dapat membunuh B setelah

20 Leden Marpaung, Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik), Cetakan ke-I, (Jakarta : Sinar Grafika, 1991), hal. 6-7.

21 A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Cetakan ke-I, (Jakarta : Sinar Grafika, 1995), hal.

225.

(43)

terlebih dahulu membunuh C, walaupun pembunuhan C itu pada permulaannya tidak dimaksudkannya. A yakin bahwa jika A tidak terlebih dahulu membunuh C, maka tentu A tidak pernah akan dapat membunuh B.

3) Sengaja dilakukan dengan keinsyafan bahwa ada kemungkinan besar dapat ditimbulkan suatu pelanggaran lain disamping pelanggaran pertama.

Sebagai contoh : Keputusan Hoge Raad tanggal 19 Juni 1911, kasusnya A hendak membalas dendam terhadap B. A mengirimkan sebuah kue tart ke alamat B, dalam tart tersebut telah dimasukkan racun. A sadar akan kemungkinan besar bahwa istri B turut serta makan kue tart tersebut. Walaupun A tahu, tapi A tidak menghiraukannya. Oleh hakim, ditentukan bahwa perbuatan A terhadap istri B juga dilakukan dengan sengaja, yaitu sengaja dengan kemungkinan.

b. Kealpaan (culpa).

Kealpaan adalah terdakwa tidak bermaksud melanggar larangan undang- undang, tetapi pelanggar tidak mengindahkan larangan itu. Pelanggar alpa, lalai, teledor dalam melakukan perbuatan tersebut. Jadi, dalam kealpaan terdakwa kurang mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan suatu perbuatan yang objektif kausal menimbulkan keadaan yang dilarang.22

Selanjutnya, dengan mengutip Van Hamel, Moeljatno mengatakan kealpaan itu mengandung 2 (dua) syarat, yaitu : tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum dan tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum. Kealpaan ditinjau dari sudut kesadaran si pembuat maka kealpaan tersebut dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :

22 Leden Marpaung, Loc.cit., hal. 6-7.

(44)

1) Kealpaan yang disadari (bewuste schuld);

Kealpaan yang disadari terjadi apabila si pembuat dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai perbuatannya.

Meskipun pembuat telah berusaha untuk mengadakan pencegahan supaya tidak timbul akibat itu.

2) Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld).

Kealpaan yang tidak disadari terjadi apabila si pembuat tidak membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat yang menyertai perbuatannya, tetapi seharusnya pembuat dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan suatu akibat tersebut.

Adapula bentuk-bentuk kealpaan yang ditinjau dari sudut berat ringannya, yang terdiri dari :

- Kealpaan berat (culpa lata) kealpaan berat dalam bahasa Belanda disebut dengan merlijke schuld atau grove schuld, para ahli menyatakan bahwa kealpaan berat ini ini tersimpul dalam “kejahatan karena kealpaan”;23

- Kealpaan ringan dalam bahasa Belanda disebut sebagai lichte schuld, para ahli tidak menyatakan tidak dijumpai dalam jenis kejahatan oleh karena sifatnya yang ringan, melainkan dapat terlihat di dalam hal pelanggaran Buku III KUHP.

3. Alasan penghapusan pidana;

Terdapat 2 (dua) alasan penghapusan pidana, yaitu :

23 Pasal 188, 359, 360 KUHP.

(45)

a. Alasan tidak dapat dipertanggung-jawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang tersebut; dan

b. Alasan tidak dapat dipertanggung-jawabkannya seseorang yang terletak di luar orang tersebut.

Ilmu hukum pidana juga mengadakan pembedaan lain terhadap alasan penghapusan pidana sejalan dengan pembedaan antara dapat dipidananya perbuatan dan dapat dipidananya pembuat. Penghapusan pidana dapat menyangkut perbuatan atau pembuatnya, maka dibedakan 2 (dua) jenis alasan penghapusan pidana, yaitu :

1. Alasan pembenar; alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnyaperbuatan, meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Kalau perbuatannya tidak bersifat melawan hukum maka tidak mungkin ada pemidanaan;

2. Alasan pemaaf atau alasan penghapus kesalahan. Alasan pemaaf menyangkut pribadi si pembaut, dalam arti bahwa orang tidak dapat dicela atau pembuat tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggung-jawabkan, meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Disini ada alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat, sehingga tidak dipidana.

Walaupun ada hubungan kausalitas antara penggunaan obat-obatan terlarang dengan kecelakaan yang menelan 9 (sembilan) orang korban, Apriani Susanti juga berhak untuk mendapatkan keadilan. Keadilan tersebut adalah dengan tidak diterapkannya ketentuan pembunuhan kepadanya.

(46)

Terkait contoh dalam penelitian ini, yaitu kasus Apriani Susanti di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahap tanggapan Jaksa atas nota pembelaan (pledoi) Penasehat Hukum Apriani Susanti pada tanggal 14 Agustus 2012. Dalam pertimbangan Jaksa, dakwaan primer pembunuhan sesuai Pasal 338 KUHP telah sesuai dengan surat dakwaan dan tidak melanggar asas yang berlaku. Selain itu, Jaksa juga mengenakan ketentuan pelanggaran Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada terdakwa Apriani Susanti.

Kesimpulannya, Jaksa tetap meminta Majelis Hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Apriani Susanti. Dalam tuntutan yang dibacakan pada sidang sebelumnya, Jaksa menuntut Terdakwa dengan hukuman penjara selama 20 (dua puluh) tahun.24

Dalam penerapan ketentuan pembunuhan, Pasal 338 KUHP, menyebutkan bahwa : ”Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, karena pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun”.

Dari rumusan Pasal 338 KUHP tersebut dalam frase ”dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain” mengartikan bahwa ada niatan untuk membunuh. Dalam hal, kasus Apriani Susanti ini, Apriani Susanti tidak ada niat untuk membunuh. Oleh karena itu, penerapan ketentuan pembunuhan ini tidak dapat diterapkan.

Relevansinya adalah perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar.

Perbuatan yang dijadikan tindak pidana adalah pada saat Apriani Susanti menggunakan obat-obat terlarang dapat dikenakan ketentuan pidana dalam Undang-

24 Harian Kompas, “Apriani Kembali Disidang di PN Jakarta Barat”, diterbitkan Kamis, 09 Agustus 2012.

(47)

Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sedangkan kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dapat diterapkan Undang-Undang No.

22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Maka, penegak hukum harus bijak dalam menentukan peraturan mana yang diterapkan terhadap Apriani Susanti. Hal ini bertujuan jelas demi keadilan bagi pihak-pihak yang menjadi korban dan pelaku sendiri.

2. Kerangka Konsep

Konsepsi adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep- konsep khusus yang akan diteliti dan konsep itu sendiri merupakan salah satu unsur konkrit dari teori. Namun demikian masih diperlukan penjabaran lebih lanjut dari konsep itu dengan jalan memberikan defenisi operasionalnya. Berikut ini akan dikemukakan definisi operasional dari konsep-konsep yang akan diteliti, sebagai berikut :

1. Unsur Kesengajaan adalah salah satu unsur yang terpenting dalam tindak pidana. Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila di dalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan di belakangnya dan harus dibuktikan. Sengaja berarti juga adanya kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu. Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa perbuatan yang dilakukan itu dilakukan dengan sengaja,

(48)

terkandung pengertian menghendaki dan mengetahui atau biasa disebut dengan willens en wetens. Yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja itu haruslah memenuhi rumusan willens atau haruslah menghendaki apa yang ia perbuat dan memenuhi unsur wettens atau haruslah mengetahui akibat dari apa yang ia perbuat;25

2. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya;26

3. Luka Berat adalah luka yang mengakibatkan korban

27

a. Jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahawa maut;

:

b. Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan;

c. Kehilangan salah satu panca indra;

d. Menderita cacat berat atau lumpuh;

e. Terganggu daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih;

f. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan; atau

g. Luka yang membutuhkan perawata di rumah sakit lebih dari 30 (tiga puluh) hari.

25 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Bandung : Sinar Baru, 1984), hal. 295.

26 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

27 Bagian Penjelasan Pasal 229 ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(49)

4. Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum, dimana perbuatan tersebut merupakan telah diatur dalam Pasal 338 KUHP, unsur-unsur pembunuhan, antara lain :

a. Barang siapa;

b. Dengan sengaja;

c. Menghilangkan nyawa orang lain.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif.28 Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi konsep dan asas- asas serta prinsip-prinsip hukum untuk mengatur pemidanaan terhadap kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.

28 Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Mengenai istilah penelitian hukum normatif, tidak terdapat keseragaman di antara para ahli hukum. Diantara pendapat beberapa ahli hukum dimaksud, yakni : Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan; Soetandyo Wignjosoebroto, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum doktrinal; Sunaryati Hartono, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum normatif; dan Ronny Hanitjo Soemitro, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum yang normatif atau metode penelitian hukum yang doktrinal. Sumber : Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 2001), hal. 13-14; Soetandyo Wignjosoebroto, Ifdhal Kasim et.al. (Editor), Hukum : Paradigma Metode dan Dinamika Masalahnya, (Jakarta : Elsam dan Huma, 2002), hal. 147; C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung : Alumni, 1994), hal. 139; Ronny Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan ke-V, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994), hal. 10.

(50)

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dalam melakukan kajian mengenai unsur kesengajaan atas pemidanaan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan teori hukum murni untuk membatasi pengertian hukum pada bidang-bidang hukum saja, bukan karena hukum itu mengabaikan atau memungkiri pengertian-pengertian yang berkaitan, melainkan karena menghindari pencampuran disiplin ilmu yang berbeda metodologi sehingga dapat mengaburkan esensi ilmu hukum dan meniadakan batas-batas yang ditetapkan pada hukum itu oleh sifat pokok bahasannya.29

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan dengan tepat, akurat, dan sistematis terkait gejala-gejala hukum mengenai unsur kesengajaan atas pemidanaan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.

2. Sumber Data

Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan dan berdasarkan pada sumber data sekunder, maka bahan hukum yang digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu :

29 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni : Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, disunting oleh Nurainun Mangunsong, (Bandung : Nusamedia & Nuansa, Cet.

III, 2007).

(51)

1. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht);

b. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

c. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

d. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

e. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

2. Bahan hukum sekunder, digunakan untuk membantu memahami berbagai konsep hukum dalam bahan hukum primer, analisis bahan hukum primer dibantu oleh bahan hukum sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber baik jurnal, buku-buku, berita, dan ulasan media, dan sumber-sumber lain yang relevan.

3. Bahan hukum tertier diperlukan dipergunakan untuk berbagai hal dalam hal penjelasan makna-makna kata dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum primer, khususnya kamus-kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kamus hukum yang digunakan adalah Black’s Law Dictionary.

3. Teknik Pengumpulan Data

Setelah mendapatkan sumber bahan hukum primer, sekunder, dan tertier, metode pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan menelaah putusan-putusan

Gambar

Gambar 2  Tipe Tabrakan Dasar

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan untuk pengolahan data dalam penelitian ini adalah metode semiotik (petanda dan penanda) dengan melihat tanda bahasa yang melekat di

Penelitian Ghozali, dkk (2012) membuktikan tentang kinerja keuangan melalui rasio keuangan daerah dengan hasil penelitian yaitu dari rasio kemandirian menunjukkan tingkat

Berdasarkan data tersebut, rata-rata untuk nilai isi dari tulisan mahasiswa masih kurang baik, organisasi hasil menulis masuk dalam katagori cukup, penggunaan

Hasil analisis dengan korelasi didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu hamil primigravida dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi

Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dipasang pada persimpangan dan ruas jalan, ditempatkan di sebelah kiri jalur, dapat ditambah pada sisi kanan atau di pemisah

Dari uraian di atas hal menarik untuk dianalisis lebih lanjut yaitu melakukan peringkat dari indikator keberhasilan proyek yang dipengaruhi faktor internal site man- ager yang

Chabib, S., dan Wahyu, P., 2013, Pembuatan Film Animasi Pendek “Dahsyatnya Sedekah” Berbasis Multimedia Menggunakan Teknik 2D Hybrid Animation Dengan Pemanfaatan

[r]