• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Putusan Arbitrase Commercial Internasional

H. Syarat Formal dan Materiil Putusan Arbitrase

I. Pengertian Putusan Arbitrase Commercial Internasional

Mengenai pengertian putusan arbitrase asing menurut hukum Indonesia tertuang dalam Pasal 2 Perma No.1 Tahun 1990 dan Pasal 1 ayat (1) Konvensi New York Tahun 1958.

Menurut Perma No. 1 Tahun 1990 bahwa putusan arbitrase as- ing adalah putusan yang dibuat di luar wilayah Republik Indonesia. Jadi setiap keputusan yang dibuat oleh badan arbitrase di luar wilayah RI dikategorikan sebagai arbitrase asing.

Sedangkan menurut Konvensi New York Tahun 1959, yang di- maksud dengan arbitrase asing adalah “arbitral award is made by a state rather than a state”. Definisi ini hampir sama dengan definisi dari Perma No.1 tahun 1990, akan tetapi dalam konvensi juga dikatakan bahwa putusan arbitrase asing tersebut dimintakan dahulu pengakuan dan eksekusinya di negara lain tempat putusan arbitrase tersebut akan dieksekusi.

Jadi putusan arbitrase komersial internasional disini adalah putusan arbitrase yang dibuat oleh lembaga arbitrase komersial as- ing yang karena putusannya dibuat di luar wilayah negara Republik Indonesia maka dapat dikategorikan sebagai putusan arbitrase asing. Selanjutnya dalam tulisan ini pemakaian istilah putusan arbitrase ko- mersial internasional juga disamakan dengan istilah putusan arbitrase asing.

Sedangkan mengenai arbitrase internasional dalam arti sempit yaitu yang tidak termasuk arbitrase nasional negeri lain, maka sep- erti yang termasuk dalam model hukum arbitrase UNCITRAL baru termasuk arbitrase internasional jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Jika pada saat penandatanganan kontrak yang menjadi sen- 1.

gketa, para pihak mempunyai tempat bisnis di negara yang berbeda, atau

Jika tempat arbitrase sesuai dengan kontrak arbitrase berada 2.

di luar tempat bisnis para pihak, atau

Jika pelaksanaan sebagian besar kewajiban dalam kontrak 3.

berada di luar bisnis para pihak atau pokok sengketa sangat terkait dengan tempat yang berada di luar tempat bisnisnya para pihak, atau

Para pihak dengan tegas telah menyetujui bahwa pokok per- soalan dalam kontrak arbitrase berhubungan dengan lebih dari satu negara.98

BAB 6

MEKANISME TERHADAP

PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN

PUTUSAN ARBITRASE KOMERSIAL

INTERNASIONAL DI INDONESIA

MENURUT HUKUM INDONESIA

M

asalah pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase yang dibuat di luar negeri hingga saat ini masih menjadi pembahasan oleh pakar-pakar hukum di Indonesia. Hal ini menjadi masalah terutama karena pihak yang kalah di dalam suatu sengketa arbitrase komersial kadang kala merasa keberatan melaksan- akan keputusan tersebut dan pengadilan dalam negeri yang diharap- kan dapat membantu proses pelaksanaan keputusan arbitrase ternyata kurang memberi respon yang konstruktif.

Sedangkan telah diketahui bahwa peranan pengadilan inilah yang sangat diharapkan untuk dapat memaksakan pelaksanaan kepu- tusan tersebut. Tentang peran pengadilan ini, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh christoph H. Screuer terungkap sebagai berikut: ”It is only at the last stage, when it comes to enforcement, that the victori- ous litigant ultimately depends on the authority of domestic courts”99

Peraturan yang mengatur mengenai arbitrase tertuang dalam Undang-undang No.30 Tahun 1999, yang merupakan ratifikasi dari Konvensi New York tahun 1958. Keanggotaan Indonesia dalam Kon- vensi New York Tahun 1958 dilakukan dengan aksesi melalui keputu- san Presiden N0.34 tahun 1981, dan didaftar di sekretaris jendral PBB

99 Christopher H. Schreuer, State Immunity: Some Rescent Developments, Cam- bridge: Grotius Publication Limited, 1988, Hlm.75

7 Oktober 1981. Dalam aksesi ini Indonesia mengajukan satu syarat saja yaitu pada asas resiprositas.

Pada awalnya meskipun Indonesia telah mengaksesi yang berar- ti ketentuan konvensi tersebut mengikat Indonesia, akan tetapi dalam pelaksanaannya kemudian masalah baru tentang pelaksanaan kepu- tusan arbitrase yang dibuat di luar negeri muncul. Masalah tersebut yaitu mengenai adanya dua pendapat yang saling bertentangan antara Mahkamah Agung RI dengan para pakar hukum.100

Mahkamah agung berpendapat bahwa meskipun pemerintah RI telah mengaksesi Konvensi New York tahun 1958 melalui Keppres No.34 1981 namun dengan adanya perundang-undangan tersebut tidak berarti bahwa keputusan arbitrase asing dapat dilaksanakan se- cara langsung di Indonesia, diperlukan prosedur tertentu untuk dapat dieksekusi suatu putusan arbitrase asing tersebut. Maka diperlukan peraturan pelaksana. Dan apabila peraturan pelaksana belum ada maka putusan arbitrase tidak dapat di eksekusi di Indonesia. Pernyataan Mahkamah agung mengenai hal ini adalah sebagai berikut:

”Bahwa selanjutnya mengenai Keppres No.34 tahun 1981 tanggal 5 Agustus 1981 dan lampirannya tentang penge- sahan Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards sesuai dengan praktek hukum yang masih berlaku harus ada peraturan pelaksanaannya tentang apakah permohonan eksekusi putusan arbitrase dapat diajukan langsung kepada Pengadilan Negeri, Ke- pada Pengadilan Negeri yang mana, ataukah permohonan eksekusi diajukan melalui Mahkamah Agung dengan mak- sud untuk dipertimbangkan apakah putusan tersebut tidak mengandung hal-hal yang bertentangan dengan ketertiban hukum Indonesia bahwa berdasarkan hal-hal yang diurai-

100 Salah satu pakar hukum yang berbeda pendapat adalah Prof. Mr. Sudargo Gau- tama. Huala adolf., Ibid, hal. 76.

kan di atas, permohonan pelaksanaan hakim Arbitrase asing seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima.”101

Keputusan sepihak dari MA yang belum mau mengakui kepu- tusan arbitrase asing juga ditentang oleh para ahli hukum di Indone- sia. Mereka tidak sepakat seandainya Konvensi yang diaksesi melalui Keppres memerlukan peraturan perundang-undangan pelaksanannya. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa pertentangan antara Mahkamah Agung dan Para Sarjana tidak perlu dipertentangkan, kar- ena yang paling penting adalah bagaimanakah suatu klausula arbitrase tersebut dipatuhi para pihak, dan juga bagaimana pengaturan menge- nai recognition dan enforcementnya.

A. HAL-HAL UMUM MENGENAI PELAKSANAAN