• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Dualisme Dalam Penyelesaian Sengketa

BAB III. AKAD PADA PERBANKAN SYARIAH DAN LEMBAGA

B. Akibat Hukum Dualisme Dalam Penyelesaian Sengketa

Problematika penyelesaian sengketa perbankan syariah memang terasa belum memenuhi azas kepastian hukum. Hal ini terlihat dari belum tegasnya UU Perbankan Syariah dalam hal menentukan peradilan yang berwenang menyelesaikan perkara perbankan syariah. Di satu sisi UU Perbankan syariah memberikan kewenangan kepada Peradilan Agama sebagaimana diatur di dalam Pasal 55 Ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bahwa “Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama”. Namun di sisi lain secara kontradiktif juga memberikan pengaturan dalam Pasal 55 Ayat (2) yang juga memberikan kewenangan kepada peradilan umum untuk menyelesaikan permasalahan sengketa perbankan syariah, yaitu pada rumusan Penjelasan Pasal 55 ayat (2) bahwa yang dimaksud dengan "penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad" adalah upaya musyawarah, mediasi perbankan, melalui Badan

Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; dan/atau melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

Jadi dapat dikatakan terjadi persoalan dualisme kewenangan peradilan dalam menyelesaikan permasalahan sengketa ekonomi syariah. Dalam hal ini melihat kepada ketentuan peradilan agama yakni UU Peradilan Agama telah tegas dikatakan bahwa Peradilan Agama adalah peradilan untuk orang-orang Islam. Hal ini dapat dilihat pada rumusan Pasal 1 angka 1 UU Peradilan Agama, yakni Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.

Secara hukum memang peradilan Agama terkesan sesuai sebagai suatu peradilan yang berwenang menyelesaikan permasalahan sengketa syariah, mengingat konsep syariah bersumber dari hukum islam dan selain itu peradilan agamapun menyandarkan aturan hukumnya kepada sumber-sumber hukum islam dan hukum positif. Namun UU ini telah terlanjur membatasi kewenangannya terhadap orang-orang yang beragama islam saja. Walaupun secara substantif kewenangan peradilan agama juga mencakup memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa ekonomi syariah. Namun jika disimpulkan ekonomi syariah tersebut merupakan sengketa ekonomi syariah untuk orang-orang yang beragama islam saja. Sedangkan jika dilihat dari ketentuan UU Perbankan syariah jelaslah bahwa subjek perbankan syariah tidak hanya dibatasi kepada orang-orang islam saja. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan UU Perbankan syariah yang secara substantif tidak satupun membatasi subjek perbankan syariah hanya sebatas orang-orang yang beragama islam saja.

Kewenangan peradilan umum menjadi permasalahan jika mempedomani perihal peradilan umum berdasarkan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yakni pada Pasal 25 ayat (2) yang mengatur Peradilan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peradilan umum menggunakan sistem hukum positif dan akan teramat sulit halnya jika peradilan umum menggali sumber hukum islam mengingat azas legalitas yang membatasi kewenangan tersebut (disamping kewenangan rechtvinding).

Perbankan syariah merupakan perbankan yang berpedoman kepada sumber-sumber hukum Islam yang meliputi: Al-Qur'an, As-Sunnah (Al-Hadits), Akal Pikiran (Ra'yu) yang diperoleh melalui metode Ijma', Qiyas, Istidal, Al masalih al mursalah, istihsan, istishab, dan 'urf. Jadi berdasarkan Tradisi islam klasik, penyelesaian sengketa ekonomi termasuk di bidang perbankan syariah melalui tahap-tahap sebagai berikut: Al-Sulh (Perdamaian), Tahkim (Arbitrase), Wliakat Al-Qadha (kekuasaan kehakiman).

Dengan demikian perlu adanya suatu kejelasan dan ketegasan hukum tentang kekuasaan kehakiman yang berwenang dalam penyelesaian sengketa syariah. Oleh karena itu perlu ada suatu penelitian hukum terhadap persoalan ini. penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itulah, penelitian hukum merupakan suatu penelitian yang berada dalam kerangka bagaimana atau untuk apa (know-how) suatu ketentuan di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan perskripsi mengenai apa yang seyogianya atas isu

yang diajukan seperti halnya mengenai kewenangan penyelesaian sengketa ekonomi syariah ini termasuk dalam hal ini penyelesaian permasalahan perbankan syariah sebenarnya tidak serta merta harus melalui proses pengadilan kecuali terdapat unsur pidana di dalamnya.

Selama dalam konteks keperdataan penyelesaian sengketa dapat diselesaikan secara mediasi ataupun melalui arbitrase (walaupun di dalam konsep peradilan perdata hakim wajib menawarkan perdamaian/mediasi kedua belah pihak). Namun dalam hal dualisme kewenangan peradilan tersebut, maka perlu dilakukan upaya sebagai solusi efektif untuk menyelesaikan permasalahan dualisme kewenangan peradilan ini antara lain dengan melakukan revisi Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Sedangkan bagi pihak bank agar dalam klausul akad tidak mencantumkan klausul yang berpotensi menimbulkan dualisme.

Berdasar uraian di atas jelaslah bahwa pengaturan perbankan syariah secara khusus memang tergolong baru dalam sistem perundang-undangan Indonesia setelah sebelumnya hanya menjadi bagian dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, dan Undang-Undnag Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Bank Indonesia dan akhirnya melahirkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan syariah yang diundangkan pada Tanggal 16 Juli Tahun 2008.

Kewenangan peradilan yang berwenang menyelesaikan permasalahan perbankan syariah dalam UU Perbankan syariah terkesan tidak konsisten. Kondisi ini sebagai penyebab dualisme kewenangan mengadili yang terlihat jelas dimana UU ini

mengatur bahwa peradilan agama merupakan peradilan yang berwenang menyelesaikan permasalahan perbankan syariah, sedangkan di sisi lain akad para pihak membenarkan atau membuka peluang penyelesaian sengketa dilakukan melalui peradilan umum.

Seharusnya ketentuan undang-undang ini menyatakan secara tegas dan menunjuk satu peradilan yang berwenang menyelesaikan permasalahan perbankan syariah dalam tataran proses peradilan dengan tanpa mengedepankan mediasi, disamping itu penyelesaian sengketa dengan arbitrase juga tetap diatur secara tegas (tidak berdasarkan akad). Sehingga penyelesaian permasalahan sengketa syariah dapat melalui tahap-tahap yakni mediasi, menawarkan penyelesaian sengketa secara arbitrase dan terakhir adalah melalui proses peradilan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak adanya sinkronisasi hukum kekuasaan kehakiman khususnya mengenai kewenangan Peradilan Agama dalam menangani perkara perbankan syariah menimbulkan dualisme penyelesaian sengketa perbankan syariah. Padahal suatu tatanan hukum dikatakan baik apabila terdapat sinkronisasi antar peraturan perundang-undangan. Sistem hukum akan terganggu apabila ada aturan yang tidak sinkron dengan aturan yang lain akan menimbulkan dualisme.

Keberadaan suatu produk hukum memberikan gambaran yang jelas terhadap politik hukum penguasa pada waktu itu. Apa yang diinginkan oleh the rulling class terlihat dalam hukum yang dilahirkan, terkadang bertentangan dengan keinginan budaya dan sosial masyarakat. Meskipun demikian banyak juga produk hukum yang

menggambarkan keinginan dan kebutuhan budaya dan sosial hukum masyarakat, misalnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa sengketa ekonomi syari’ah yang menjadi kewenangan pengadilan agama adalah sengketa ekonomi syari’ah antara lembaga keuangan dan pembiayaan syari’ah dengan nasabahnya serta sengketa di bidang ekonomi syari’ah antara sesama lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syari’ah. Kewenangan Peradilan Agama mengadili sengketa ekonomi syari’ah merupakan kewenangan absolut yang dilimpahkan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah serta Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Oleh karen adanya, ketentuan undang-undang tentang kewenangan penyelesaian sengketa mengadili perkara ekonomi syariah, maka menuyebabkan adanya dualisme dalam hal kewenangan mengadili sengketa ekonomi syari’ah yaitu antara Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dengan penjelasan Pasal 55 ayat (2) huruf (d) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, dimana secara eksplisit memberi ruang opsi penyelesaian sengketa perbankan syari’ah melalui Peradilan Umum.

Menurut analisis penulis terhadap adanya dualisme kompetensi peradilan dalam lingkungan peradilan agama dan peradilan umum dalam bidang perbankan syariah, selain itu menunjukan adanya reduksi yang mengarah pada pelemahan kompetensi mengadili oleh Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariyah yang dijenal

di Provinsi Aceh. Tawaran hukum (choice of forum) dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah berdasarkan Pasal 55 ayat (2) huruf d UU Perbankan Syariah -menunjukan adanya inkonsistensi pembentuk undang-undang dalam merumuskan aturan hukum. Di samping itu, lanjutnya, keberadaan choice of forum itu akan sangat berpengaruh pada daya kompetensi peradilan agama. Konsekuensi logis dari inkosistensi pembentuk undang-undang dalam merumuskan aturan hukum adalah tidak adanya sinkronisasi hukum khususnya menyangkut kewenangan penanganan ekonomi syariah. Sehingga membingungkan dan memersulit para pihak yang bersengketa untuk membawa sengketanya ke pengadilan yang berwenanng atau lembaga litigasi mana yang berhak.

Terhadap masalah dualisme kewenangan ini yang diakibatkan inkonsistensi ketentuan undang-undang, perlu diupayakan suatu soslusi yang dipandang dapat menghilangkan ketidaksinkronan ketentuan hukum yang ada yaitu diupayakan suatu perubahan atau amandemen terhadap penjelasan Pasal 55 ayat (2) huruf (d) UU No 21 Tahun 2008 yang memberi ruang opsi kepada Peradilan Umum oleh DPR, atau mengajukan judicial review atau uji materil ke Mahkamah Konstitusi. Selain itu, mahkamah Agung RI dapat melakukan upaya hukum dengan mempertegas kembali ketentuan mengenai kewenangan tersebut melalui sarana hukum yang dimiliki oleh Mahkamah Agung seperti surat edaran, peraturan Mahkamah Agung dan lainnya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Mekanisme penyelesaian sengketa dalam akad perjanjian syari’ah oleh para pihak di Kota Banda Aceh mengedepankan penyelesaian secara musyawarah dan mufakat, karena lebih mencerminkan prinsip ke Islaman dan melahirkan hasil yang memuaskan bagi para pihak yang bersengketa. Jika tidak tercapai kata sepakat baru persoalan akan dibawa ke Basyarnas atau lembaga peradilan. Bank Syariah Banda Aceh, biasanya memilih penyelesaian melalui Mahkamah Syariyah sesuai dengan prinsip yang dianut oleh operasional bank syariah.

Namun tidak menutup kemungkinan diselesaikan melalui pengadilan negeri karena dalam klausul dalam akad juga disebutkan adanya kesepakatan untuk menyelesaikan perselisihan melalui pengadilan negeri.

2. Alasan klausul penyelesaian melalui pengadilan negeri adalah karena sudah menjadi bagian yang ditempuh oleh bank induknya walaupun hanya sebagai pelengkap saja sedangkan terhadap perselisihan yang terjadi tidak pernah dilakukan penyelesaian melalui lembaga litigasi karena pihak bank lebih memilih penyelesaian melalui forum musyawarah.

3. Faktor penyebab terjadinya dualisme dalam penyelesaian sengketa perbankan syari’ah adalah adanya ketentuan hukum yang diterbitkan oleh pembuat undang tentang kewenangan dua lembaga peradilan yaitu Pengadilan Agama (Mahkamah

Syar’iyah di Aceh) dengan peradilan umum. Kewenangan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah ini dilimpahkan oleh UU No 3 Tahun 2006 jo UU No 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah. Selain itu, juga disebabkan karena pihak bank mencantumkan pilihan lembaga penyelesaian sengketa dalam akad yang mengikuti ketentuan dalam perjanjian kredit bank konvensional. Adanya dualisme dalam hal kewenangan mengadili sengketa perbankan syari’ah yaitu antara Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dengan penjelasan Pasal 55 ayat (2) huruf (d) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, dimana secara eksplisit memberi ruang opsi penyelesaian sengketa perbankan syari’ah melalui Peradilan Umum. Akibat hukum yang timbul adalah sinkronisasi hukum kekuasaan kehakiman khususnya mengenai kewenangan Peradilan Agama dalam menangani perkara perbankan syariah dipertanyakan karena menimbulkan dualisme penyelesaian hukum perbankan syariah. Padahal suatu tatanan hukum dikatakan baik apabila terdapat sinkronisasi antar peraturan perundang-undangan. Sistem hukum akan terganggu apabila ada aturan yang tidak sinkron dengan aturan yang lain.

B. Saran

1. Disarankan agar para pihak dalam hubungan hukum terkait bisnis perbankan syariah agar dapat melaksanakan ketentuan dalam akad yang dibuat sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan guna menghindari sengketa akibat hubungan hukum yang dilakukan.

2. Disarankan kepada para pihak bank agar dalam akad pembiayaan yang dibuat tidak lagi dicantumkan penyelesaian perselisihan melalui pengadilan negeri walaupun ketentuan UU masih membolehkannya guna menghindari kesalahan dalam penafsirannya. Selain itu, para pihak agar tetap mempertahankan penyelesaian sebagaimana yang diatur dalam akad khususnya dengan pilihan penyelesaian secara musyawarah guna menghindari persengketaan melalui lembaga litigasi.

3. Disarankan pula bahwa guna menghindari sengketa kewenangan lebih lanjut disarankan kepada pengambil kebijakan agar dapat melakukan revisi terhadap ketentuan Pasal 55 ayat (2) huruf (d) UU No 21 Tahun 2008 yang menimbulkan dualisme kewenangan penyelesaian sengketa guna mempertegas tentang ketentuan lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa perbankan syariah.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Teks

Adiwarman A. Karim, Bank Islam; Analisis Fiqh dan Keuangan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010.

Algaoud, Latifa M. dan Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah, Prinsip, Praktik, Prospek, PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2001.

Ali Ahmad al-Nadawi, al-Qawaid al-Fiqhiyyah:Mafhumuha,Nasyatuha, Tathawwuruha, Dirasat Mualifatiha, Adillatuha, Muhimmatuha, Tathbiqatuha, Dar al-Qalam, Damaskus 1994

Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum(Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta, 2009.

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al-Maraghi, diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar dkk., Terjemahan Tafsir Al Maraghi, PT. Karya Toha Putra, Semarang, 1993.

Al-Qardawi, Yusuf, Umat Islam Menyongsong Abad Ke-21, Era Intermedia, Solo, 2001.

Anshori, Abdul Ghofur, Peradilan Agama di Indonesia Pasca UU No. 3 Tahun 2006 (Sejarah, Kedudukan & Kewenangan), UII Press, Yogyakarta 2007.

Antonio, M. Syafi’I, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek, Tazkia Cendekia, Jakarta, 2001.

Arifin, Zainal, Judicial Review di Mahkamah Agung: Tiga Dekade Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Jakarta, Rajawali Pers, Jakarta, 2009.

Arto, A. Mukti, Mencari Keadilan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001.

Ash-Shieddieqy, T.M. Hasbi, Pengantar Fiqh Mu’amalah, PT. Bulan Bintang, Jakarta.

Azhary, M. Tahir, Negara Hukum, Jakarta, Bulan Bintang, 1992.

Chapra, M. Umer, The Future of Economic: An Islamic Perspective, diterjemahkan oleh Amdiar Amin dkk, “Landscape Baru Perekonomian Masa Depan”, SEBI, Jakarta, 2001.

Dahlan, Abdul Aziz (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1996.

Darmodihardjo, Penjabaran Nilai-nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum Indonesia, PT. Radjagrafindo Persada, Jakarta, 1996.

Departemen Agama RI., Al Qur’an dan Terjemahan, CV Toha Putra, Semarang, 1989.

Dewi, Gemala, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jakarta 2005.

---, dkk Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006.

Djazuli, A., Kaidah-kaidah Fikih. Kencana, Jakarta, 2006.

Elias Anton dan Edward E. Elias, Dalam Muslimin H. Kara, Bank Syariah Di Indonesia Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia Tentang Perbankan Syariah, Cetakan Pertama, UII Press,Yogyakarta, 2005.

Fikri, Ali, Dalam Mustafa Kamal, Wawasan Islam dan Ekonomi Sebuah Bunga Rampai, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1997.

Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Goble Frank G., Mazhab Ketiga Psikologis Humanistik Abraham Maslow, Kanisius, Yogyakarta, 1994.

Hamid, H.M. Arifin, Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2007.

Hartono, Sri Redjeki, Kapita Selekta Hukum Ekonomi” Mandar Maju, Bandung, 2000.

Hasibuan, H.Malayu SP.. Dasar-dasar Perbankkan. Bumi Aksara, 2001.

Herman Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian, Buku Panduan Mahasiswa, PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.

Ibnu ‘Abidin, Radd al-Muktar ‘ala ad-Dur al-Mukhtar, dikutib oleh Nasrun Haroen, Fiqh Mu’amalah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2007.

Irawan Soehartono, Metode Peneltian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial Lainnya, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1999.

Ka'bah, Rifyal, Praktek Ekonomi Syari'ah di Indonesia, (Makalah disampaikan pada Pelatihan Ekonomin Syari'ah ) Banjarmasin, 2006.

Kamil, Ahmad, Azas-azas Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dalam Kapita Selekta Hukum Perdata Agama Dan Penerapannya, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2004.

Kara, Muslimin H., Bank Syariah Di Indonesia Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Perbankan Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2005.

Kertopati., S., Dkk, Kamus Perbankkan, Lembaga Pendidikan Perbankkan Indonesia, Jakarta, 1980.

Kholis, Nur, “Modul Transaksi Dalam Ekonomi Islam”, Tanpa Penerbit, Yogyakarta, 2006.

Kuncoro, Mudrajad., dan Suhardjono, Manajemen Perbankan; Teori dan Aplikasi, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta, 2002.

Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial, Terjemahan The Legal System: A Social Science Perspective, Nusa Media, Bandung, 2008.

Muhammad, Abdulkadir dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya, Bandung, 2000.

---, Tehnik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2001.

---, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, Salemba Empat, Jakarta 2002.

---, Manajemen Dana Bank Syariah, Ekonisia, Yogyakarta, 2005.

Munawir, AW, Kamus Al Munawir, Pondok Pesantren Al Munawir, Yogyakarta,1984.

Muslimin H. Kara, Bank Syariah Di Indonesia Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia Tentang Perbankan Syariah, Cetakan Pertama, UII Press, Yogyakarta, 2005.

Notohamidjojo. O., Makna Negara Hukum Bagi Pembaharuan Negara dan Wibawa Hukum Bagi Pembaharuan Masyarakat di Indonesia, Badan Penerbit Kristen, Jakarta, 1970.

Nuh, Abd. Bin dan Oemar Bakry, Kamus Arab, Indonesia, Inggris, Mutiara, Jakarta, 1964.

Rahardja, Pratama, Uang dan Perbankkan, Rineka Cipta.Jakarta, 1990.

Rahardjo, Dawam M., Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Lembaga Studi Agama dan Filsafat, (LSAF), Jakarta, 1999.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung. 1982.

---, Pemanfaatan Ilmu Sosial bagi Pemanfaatan Ilmu Hukum, Alumni, Bandung. 1977.

Rasjidi, H. Lili dan Ira Tahinia Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Dan Teori Hukum, PT.

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Rianto Adi. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Penerbit Granit, Jakarta, 2004.

Ritzer, George, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Penerjemah:

Alimandan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1992.

Ronny Hanitjo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990.

Rosyid, Daud, Indahnya Syari’at Islam, Usamah Press, Jakarta, 2003.

Said Agil Husein al Munawar, Pelaksanaan Arbitrase di Dunia Islam,Dalam Arbitrase Islam di Indonesia,BAMUI & BMI, Jakarta,1994.

Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 2001

Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonisia – FE UII, Yogyakarta, 2003.

Suyud Margono,ADR dan Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000.

Thaib, M. Hasballah, Hukum Aqad (Kontrak) dalam Fiqh Islam dan Praktek di Bank Sistem Syari’ah, PPS, USU, Medan, 2005.

Zuhaili, Wahbah Al, Al Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, dikutib oleh Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2006, hal. 43.

B. Perundang-undangan Undang-undang Dasar 1945

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah

C. Artikel/Makalah/Internet

Abdul Manan, “Hukum Kontrak “Hukum Kontrak Dalam Sistem Ekonomi Syari’ah”. Dalam Varia Peradilan. No. 247. Th. Ke. XXI. hlm. 33.

Gemala Dewi dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia , Kencana, Jakarta, 2006.

Abdurrahman, Peranan Hukum Dalam penanggulangan Konflik Sosial , Artikel dalam Syari'ah (jurnal Hukum dan Pemikiran, Nomor 1 tahun 2, Januari-Juni 2002) Banjarmasin, 2002

Alamsyah, Reduksi Kompetensi Absolut Pengadilan Agama Dalam erbankan Syari’ah, www.badilag.net, hal 1. Diakses Januari 2011.

Azhari, H.M., Jenis-Jenis Akad Dalam Perbankan Syari’ah (tabarru dan tijari), http://www.pa-tanahgrogot.net/ Diakses April 2011.

Hefner, Robert W, Geger Tengger Perubahan Sosial Dan Perkelahian Politik, LKIS bekerjasama dengan The Asia Foundation, Yogyakarta, 1999.

Juwana, Hikmahamto, Urgensi Pengaturan Arbitrase Dalam UU Pasar Modal, (Artikel dalam Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, 2001), hlm. 64.

Karsayuda, Muhammad, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Sebagai Kewenangan Baru Pengadilan Agama, www.badilag.net, hlm. 7., Diakses Januari 2011

Marbun, S.F., Negara Hukum dan Kekuasaan Kehakiman, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 9 Vol 4 – 1997

Sood, M. at.al. Kedudukan dan Kewenangan Dewan Pengawas Syariah Dalam Struktur PT. Bank Berkaitan Dengan UU No. 1 Tahun 1995

Tentang Perseroan Terbatas dan Produk Fatwa Dewan Syariah Nasional, Laporan Penelitian, Kerja Sama Antara Bank Indonesia Dengan Fakultas Hukum Universitas Mataram, 2005.

Syaifuddin, Wewenang Peradilan Agama Terhadap Sengketa Perbankan Syari'ah, makalah di sampaikan pada stadium general semester genap pada Fakultas Syari'ah IAIN Antasari Banjarmasin, 2004.

Syamsul Anwar, “Hukum Perjanjian Syariah”, Makalah disampaikan dalam rangka Stadium General Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, diselenggarakan F.H. UMY, Yogyakarta tanggal 14 Maret 2006.

Wikipedia, Ekonomi_Syariah, http://id.wikipedia.org/wiki/. Diakses Maret 2012 Yusna Zaida, Kewenangan Peradilan Agama Terhadap Sengketa Ekonomi Syari'ah

Al-Banjari Vol. 5, No. 9, Januari – Juni 2007.