• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV ANALISIS DATA

LANDASAN TEORI A. Pengertian Tradisi Suronan

B. Pengertian Sikap Keagamaan 1.Pengertian Agama Islam 1.Pengertian Agama Islam

Agama adalah sumber ajaran dan hukum-hukum dari Tuhan untuk menuntun jalan hidup manusia ke arah yang lebih baik. Agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai petunjuk bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan tanggung jawab kepada Allah, kepada masyarakat serta alam sekitarnya (Abu Ahmadi dan Noor Salimi, 1991 :4)

xxv

Agama adalah sumber petunjuk dan pedoman yang mengandung nilai-nilai yang berasal dari Tuhan yang dipergunakan manusia untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia maupun dengan lingkungan alam sekitar.

Agama ialah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara penyembahan dan permohonan dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran agama itu (Daud Ali, 1977 :40).

Sedangkan agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia, mengandung ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah) dan ketentuan-ketentuan ibadah dan mu’amalah (syariah) yang menentukan

proses berfikir, merasa dan berbuat dan proses terbentuknya kata hati (Ahmadi dan Noor Salimi, 1991: 4).

Agama Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari hubungan dengan Allah Swt, sesama manusia, dan lingkungan alamnya, maka orang Islam itu diperintahkan untuk berbuat kebajikan dan mencegah dari yang mungkar.

2. Pengertian Sikap Keagamaan

Sikap adalah perbuatan sebagai reaksi terhadap suatu rangsangan yang disertai dengan penirian dan perasaan (Purwanto, 1987: 141). Sedang keagamaan berasal dari kata agama yang berarti segenap

xxvi

kepercayaan (kepada tuhan) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian denga n kepercayaan.

Perilaku keagamaan seringkali diidentikan dengan Religiusitas. Religiusitas merupakan penghayatan keagamaan dan kedalaman kepercayaan yang diekspresikan dengan melakukan ibadah sehari-hari, berdoa, dan membaca kitab suci (Hawari, 1996: 5).

Berdasarkan uraian di atas, bahwa keagamaan merupakan kedalaman penghayatan keagamaan seseorang dan keyakinannya terhadap adanya Tuhan yang diwujudkan dengan mematuhi perintah dan menjauhi larangan dengan keikhlasan hati dan dengan seluruh jiwa dan raga.

Jadi yang dimaksud sikap keagamaan adalah pemahaman individu terhadap suatu agama dan bagaimana realisasi diri dari pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keagamaan

Dalam diri seseorang banyak ditemukan macam-macam yang melatar belakangi seseorang untuk beragama diantaranya, pengalaman agama serta tipe kepribadian masing-masing individu. Keagamaan seseorang ditentukan dari banyak hal, di antaranya: pendidikan keluarga , pengalaman dan latihan-latihan yang dilakukan pada waktu kita kecil atau pada masa kanak-kanak. Seorang remaja yang pada masa kecilnya mendapat pengalaman-pengalaman agama dari kedua orang tuanya, lingkungan sosial dan teman-teman yang taat menjalani perintah agama

xxvii

serta mendapat pendidikan agama baik di rumah maupun di sekolah, sangat berbeda dengan anak yang tidak pernah mendapatkan pendidikan agama di masa kecilnya, maka pada dewasanya ia tidak akan merasakan betapa pentingnya agama dalam kehidupannya. Seseorang yang mendapatkan pendidikan agama baik di rumah maupun di sekolah dan masyarakat, maka orang tersebut mempunyai kecenderungan hidup dalam auran-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, dan takut melanggar larangan-larangan agama (Syahridhlo, 2004 :22).

Sehubungan dengan keanekaragaman beragama yang didapat, maka perilaku keagamaan seseorangpun akan muncul variasi dalam tingkah laku dan kepribadian seseorang. Dorongan beragama merupakan salah satu dorongan yang bekerja dalam diri manusia sebagaimana dorongan-dorongan lainnya, seperti makan, minum, intelek dan lain sebagainya. Sejalan dengan hal itu maka dorongan beragama pun menuntut untuk dipenuhi sehingga pribadi manusia itu mendapat kepuasan dan ketenangan (Jalaluddin, 1996: 89).

Thoules Azra (2000: 89) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi keagamaan, yaitu :

a. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial (faktor sosial) yang mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keagamaan, termasuk pendidikan orang tua, tradisi-tradisi sosial untuk menyesuaikan dengan berbagai pendapatan sikap yang disepakati oleh lingkungan.

xxviii

b. Berbagai pengalaman yang dialami individu dalam membentuk sikap keagamaan terutama pengalaman mengenai:

1) Keindahan, keselarasan dan kebaikan di dunia lain (faktor alamiah) 2) Adanya konflik moral (faktor moral)

3) Pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif)

c. Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian yang timbul dari kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan-kebutuhan terhadap keamanan , cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian (Thoules Azra, 2000: 25). 4. Dimensi Keagamaan

Dalam penelitian tentang peranan tradisi adat suronan terhadap pembentukan sikap keagamaan remaja, akan membahas empat dimensi yang mempengaruhi keagamaan. Keempat dimensi tersebut yaitu :

a. Dimensi akidah

Dalam dimensi akidah, akan mengungkap tingkat keyakinan seseorang. Seperti yang sering kita dengar dengan adanya rukun iman (percaya kepada Allah, malaikat, kitab, nabi dan rosul, kiamat, takdir (qodho dan qodar).

Dalam Q.S Al-Baqaroh ayat 1-3, yang artinya :

Alif laam miim (!) Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya;petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (2) (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizqi yang kami anugerahkan kepada mereka (3).

xxix b. Dimensi ilmu

Dalam dimensi keilmuan, penulis akan membahas seberapa jauh pengetahuan seseorang dalam keagamaan, sehingga orang yang melakukannya mengerti akan makna, rukun, tata cara segala kegiatan keagamaan yang dilakukan.

Dalam Q.S az-zumar:9 yang artinya :

(9) (apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam denga sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat

Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”

Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Ilmu merupakan suatu anugrah yang tidak di miliki oleh makhluk lain. Karena hanya manusialah yang diberi akal untuk berfikir. Berawal dari sesuatu yang dipahami dan dipelajari, maka ilmu dapat kita raih. Dengan ilmu, kita dapat mengetahui antara yang salah dan yang benar, antara yang wajib dan yang sunah, antara halal dan haram.

c. Dimensi ibadah

Ibadah merupakan salah satu kegiatan utama dalam keagamaan, yang dapat menghubungkan antara makhluk dengan Tuhan-Nya, dan

xxx

sesame makhluk. Dari sinilah seseorang terlihat dengan jelas kepatuhannya terhadap ajaran-ajaran agama.

Dalam Q.S adz-dzariyat:56 yang artinya :

(56) Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Dalam dimensi ini, diharapkan seseorang beribadah hanya kepada Allah SWT, dan dapat menjalankan semua yang diperintahkan dan menjauhi semua yang dilarang Allah.

d. Dimensi Amal

Pengalaman merupakan suatu pelajaran yang berharga untuk kita fahami dan perbaiki. Begitu juga dengan amal atau sering kita dengar dengan kata lain tingkah laku. Dalam dimensi ini, berkaitan dengan bagaimana seseorang melakukan dan merealisasikan ajaran-ajaran agama yang di yakini dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Q.S AL-an’am ayat 132 yang artinya:

(132) dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat(seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.

Dalam dimensi ini, diharapkan kita memikirkan mengapa belajar dan mencari ilmu sehingga ada dorongan untuk mengaplikasikan tentang apa apa yang kita pelajari, sehingga kita merasa tidak rugi dalam mencari ilmu.

xxxi C.Pengertian Remaja

1. Menurut bahasa

Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence,

yang berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya “tumbuh atau

tumbuh untuk mencapai kematangan” (Ali dan Asrori, 2010: 9).

2. Menurut istilah

Menurut beberapa para ahli istilah remaja didefinisikan sebagai berikut:

1) Ali dan Asrori (2010: 9)

Ali dan Asrori berpendapat bahwa remaja tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat sepenuhnya untuk masuk kegolongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu remaja

sring kali dikenal dengan fase”mencari jati diri” fase “topan dan badai”. Remaja masih belum mampu mnguasai dan

mengfungsika secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. Namun, perlu diketahui bahwa yang terpenting, fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa sangat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik.

xxxii 2) Santrock (2003: 26)

Santrock berpendapat bahwa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,dan sosial-emosional.

3) Hurlock dalam Ali dan Asrori (2010: 9)

Hurlock berpendapat bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan mereka sama, atau paling sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek efektif,lebih atau kurang dari usai pubertas.

Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berfikir remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan mereka kedalam masyarakat dewasa, tapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan.

xxxiii 4) Daradjat (1990: 23)

Menurut Daradjat remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami perubahan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.

Beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.

3. Batasan Umur Remaja

1) Mappiare dalam Ali dan Asrori (2010: 9)

Mappiare berpendapat bahwa masa remaja terbagi menjadi dua, sebagai berikut :

a) Remaja awal: wanita 12-17 tahun; pria 13-18 tahun. b) Remaja akhir wanita 17-21 tahun; pria 18-22 tahun.

xxxiv

2) Whitherington dalam Rumuni dan Sundari (2004: 54).

Whitherington berpendapat penggunaan masa adolensi yang dibagi menjadi 2 fase yang disebut :

a) Preadolescence, berkisar usia 12-15 tahun. b) Late adolescence, antara usia 15-18 tahun. 3) Hurlock dalam Rumini dan Sundari (2004: 54)

Hurlock berpendapat bahwa puber adalah periode tumpang tindih, karena mencakup tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remaja. Pembagiannya adalah sebagai berikut :

a) Tahap prapuber: wanita 11-13 tahun; pria 14-16 tahun

b) Tahap puber: wanita 13-17 tahun; pria 14-17 tahun 6 bulan

c) Tahap paska puber : wanita 17-21 tahun; pria 17 tahun 6 bulan-21 tahun.

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwasannya masa remaja mengalami dua tahap perkembangan yaitu perkembangan remaja awal 13-18 tahun dan remaja 18-22 tahun, mengacu pada teori yang sudah ada yaitu rata-rata dari umur 12-18.

xxxv

Dalam pengambilan sampel penelitian tentang peranan tradisi adat suronan terhadap pembentukan sikap keagamaan di Suroloyo Dusun Keceme Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo mengambil dua teori yang di padukan antara remaja awal dan remaja akhir. Sehingga batasan umur remaja yang dijadikan sebagai sampel penelitian adalah dari umur 12-22 tahun.

4. Perkembangan Psikologi Remaja

Psikologi remaja tentu tak lepas dari perkembangan psikologis remaja, yang mana dapat dikatakan suatu fase perkembangan yang dialami seorang ketika memasuki usia 11-22 tahun. Masa remaja merupakan periode yang penting. Meskipun semua periode adalah penting, tetapi kadar kepentingan usia remaja cukup tinggi mengingat dalam periode ini begitu besar pengaruh fisik dan psikis membentuk kepribadian manusia. Periode ini membentuk pengaruh paling besar terhadap fisik dan psikis manusia sepanjang hayatnya kelak. Menghadapi remaja memang sulit, butuh pendekatan yang serius untuk memahami jiwa remaja.

xxxvi

Psikologi remaja memiliki beberapa karakteristik diantaranya :

a. Pembentukan konsep diri

Remaja adalah masa trasisi dari periode anak ke dewasa. Secara psikologi kedewasaan bukan hanya tercapainya umur tertentu seperti dalam ilmu hukum.

b. Perkembangan intelegensi

Hampir setiap orang tua mengharapkan anaknya pandai di sekolah. Kepandaian seringkali diukur dengan nilai rapor yang bagus. Tetapi baik buruknya angka rapor tidak selalu disebabkan oleh kepandaian.

Dalam teori intelegensi bahwa setiap orang mempunyai sistem pengaturan dari dalam pada sistem kognitifnya. Sistem pengaturan ini terdapat sepanjang hidup seseorang dan berkembang sesuai dengan perkembangan aspek-aspek kognitif.

c. Perkembangan peran sosial

Dalam hidup bermasyarakat remaja juga dituntut bersosialisasi. Remaja telah mengalami perkembangan kemampuan untuk memahami orang lain dan menjalin persahabatan. Remaja memilih

xxxvii

teman yang memiliki sifat dan kualitas psikologis yang relatife sama dengan dirinya.

d. Perkembangan moral dan agama

Remaja sudah mampu berperilaku yang tidak hanya mengejar kepuasan fisik saja, tetapi meningkat pada tatanan psikologis. Perkembangan spiritual yang terjadi pada psikologi remaja sesuai dengan perkembangannya kemampuan kritis psikologi remaja hingga menyoroti nilai-nilai agama ke dalam kalbu dan kehidupannya. Tetapi mereka juga mengamati secara kritis kepincangan-kepincangan di masyarakat yang gaya hidupnya kurang memedulikan nilai agama, bersifat munafik, tidak jujur, dan perilaku moral lainnya. Di sinilah idealisme keimanan dan spiritual remaja mengalami benturan-benturan dan ujian.

e. Perkembangan emosi

Perkembangan emosi remaja mengalami puncak emosionalitasnya, perkembangan emosi tingkat tinggi. Perkembagan emosi remaja awal menunjukkan sifat sensitive, reaktif yang kuat, emosi remaja awal menunjukkan sifat sensitife,

xxxviii

reaktif yang kuat, emosinya bersifat negatife dan temperamental.

Sedangkan remaja akhir sudah mulai mampu mengendalikannya. Remaja yang berkembang di lingkungan yang kurang kondusif, kematangan emosionalnya terhambat. Sehingga sering mengalami akibat negatife berupa tingkah laku. D. Peranan Agama Pada Tradisi Adat Suronan Terhadap

Pembentukan Sikap Keagamaan Remaja

Secara teoritik, apa yang disebut agama tentu akan teraktualisasikan melalui amalan dan perilaku secara empirik. Hal itu dikarenakan perilaku seseorang sesunggunya merupakan cermin dari keyakinan seseorang. Sebagaimana dikemukakan oleh zakiya derajat, bahwa cara seseorang berfikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku, tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kontruksi kepribadiannya (Zakiya Drajat, 1970: 2).

Proses pembentukan sikap kepribadian terjadi sejak individu masih kecil dilingkungan keluarga, ketika menerima pendidikan kepribadian secara secara internal dari keluarga sebagai orang terdekat individu tersebut. Di sinilah terjadi peranan kebudayaan secara internal membentuk kepribadian individu.

xxxix

Sebagai mana orang tua yang telah mengajarkan pendidikan kepribadian pada individu dari masa kanak-kanak dengan kebiasaan-kebiasaan yang telah diterapkan maupun yang telah dipelajari oleh mereka. Kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan tersebut berdasarkan pada tradisi yang telah mendarah daging pada orang tua masing-masing. Beranjak dewasa, individupun mendapat pengaru kebudayaan dari ingunga keluarga yang dapat mengubah kepribadian seseorang. Di sinilah terjadi peranan tradisi suatu adat eksternal dalam pembentukan kepribadian individu kususnya dalam pembentukan sikap yang keagamaan. Yang pada belakangan ini remaja telah meninggalkan atau menganggap sepele akan hal itu. Dalam tradisi adat suronan banyak sifat-sifat keagamaan yang remaja belum ketahui sepenuhnya. Namun, mereka sudah mempunyai perubahan ketika bulan suro itu datang. Mereka sangat antusias untuk ikut merayakan malam satu suro yang diadakan di Suroloyo. Mereka yang dahulunya hanya ikut serta merta sekarang para remaja sudah berfikir religius. Sikap keagamaan mereka sedikit terbentuk dengan adanya peringatan malam satu Suro. Para remaja mulai mengerti tentang sifat keagamaan dengan datangnya malam satu Suro tersebut. Jadi, dalam tradisi adat suronan ada perannya dalam pembentukan sikap keagamaan remaja, yang mereka sudah mulai bisa berfikir religius. Di sinilah ada peranan orang tua sangat dibutuhkan untuk membangun tradisi budaya yang

xl

baik yang akan berpengaruh pendidikan agama yang baik dalam membentuk kebudayaan dan kepribadian yang baik secara agama. Penjelasan di atas telah menunjukkan bahwa peranan agama pada tradisi adat suronan sangatlah besar dalam menunjang pembentukan sikap keagamaan remaja. Sehingga tidak ada lagi akan keraguan mengenai besarnya peranan agama pada tradisi adat suronan dalam pembentukan sikap keagamaan remaja.

xli BAB III