i
PERANAN AGAMA PADA TRADISI ADAT SURONAN
TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP KEAGAMAAN REMAJA DI
SUROLOYO DUSUN KECEME DESA GERBOSARI KECAMATAN
SAMIGALUH KABUPATEN KULONPROGO DIY 2015
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Agama Islam
Oleh:
WAHYU NUR ROFIQOH
NIM. 11111228
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
vi
MOTTO
Sesungguhnya Allah
mencintai akhlaq yang mulia
dan membenci akhlaq yang
vii
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan rasa syukur aku panjatkan kepada Allah SWT atas segala semua keindahan dan keberkahan dalam kehidupanku. Kepada orang-orang yang aku sayangi dan cintai akan kupersembahkan karya tulis ini untuk kalian:
1. Kedua orang tuaku tercinta bapak Chamim (alm) dan ibu Wasiatun, yang selama ini senantiasa mencurahkan kasih sayang, mendidik dari kecil sampai sekarang, doa restu yang tulus dan semua nasihat-nasihatnya yang tak pernah putus. Terimakasih atas pengorbanan dan kerja keras Bapak dan Ibu selama ini, tanpa Bapak dan Ibu aku tidak akan sampai sekarang ini.
2. Kepada kakak-kakak dan adikku tercinta yang selalu memberi motivasi Zahroh Dwi Estiani, Wirda Arum Sari, Puput Nihayati dan Khikmatul Latifah
3. Kepada Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag. selaku pembimbing skripsi yang selalu mengarahkan dan memberi motivasi dengan penuh kesabaran.
4. Sahabat-sahabatku tercinta RAINBOW Ana Lestari, Deni Rahayu
R, Istry Mahmudah, Ma’rifatun Nasiroh, terimakasih motivasinya
dan yang tak pernah lelah menyemangatiku sehingga skripsi ini terselesaikan.Terimakasih telah memberi warna indah dalam persahabatan yang telah kalian berikan selama kurang lebih empat tahun ini. Semoga kesuksesan selalu mengiri langkahkita
5. Kiky, Imel, Rivda dan Mba Tyna sahabat kecil setiaku yang selalu mendukungku
6. TEAM NJO DOLAN yang selalu memberi motivasi
7. Teman-teman seperjuangan Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI 2011,
viii
KATA PENGANTAR
Asslamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam ta‟dzim senantiasa terlimpahkan kepada beliau habibina Nabiyyullah Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya serta kepada semua umatnya.
Berkat limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “PERANAN AGAMA PADA TRADISI
ADAT SURONAN TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP KEAGAMAAN REMAJA DI SUROLOYO DUSUN KECEME DESA GERBOSARI
KECAMATAN SAMIGALUH KABUPATEN KULONPROGO DIY 2015”.
Yang secara akademis menjadi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S1 Pendidikan Agama Islam. Semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Di samping itu, apa yang telah tersaji ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dan tersusun dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Dr.H. Rahmat Hariadi, M.Pd selaku rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga
ix
4. Bapak Prof. Dr.H.Mansur, M.Ag selaku Dosen Pembimbing dalam Skripsi ini yang telah meluangkan waktunya.
5. Segenap dosen dan karyawan IAIN Salatiga, khususnya pada Jurusan Pendidikan Agama Islam
6. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan dorongan dan do’a demi keberhasilan penulis.
7. Kepala Desa Gerbosari yang telah memberikan izin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian di Desa tersebut.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan PAI 2011, yang selalu memberikan semangat dan memberi warna dalam hari-hari penulis.
9. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, baik langsung maupun tidak langsung, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
x
Penulis sadari, penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,penulis sangat mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat.
Salatiga,14 Januari 2016
Penulis
xi ABSTRAK
Wahyu Nur Rofiqoh. 2016. PERANAN AGAMA PADA TRADISI ADAT SURONAN TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP KEAGAMAAN REMAJA DI SUROLOYO DUSUN KECEME DESA GERBOSARI KECAMATAN SAMIGALUH KABUPATEN KULONPROGO DIY 2015. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing. Prof.Dr. H. Mansur M.Ag
Kata kunci: Peranan Agama, Tradisi Adat Suronan Terhadap Pembentukan Sikap Keagamaan Remaja
Latar belakang pembuatan skripsi ini untuk mengetahui peranan agama pada tradisi adat suronan terhadap pembentukan sikap keagamaan remaja di Suroloyo . Fokus yang dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimana tradisi adat suronan di dusun Keceme Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo DIY, apa fungsi tradisi adat suronan di Suroloyo dusun Keceme Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh DIY, Bagaimana peranan agama pada tradisi adat suronan terhadap pembetukan sikap keagamaan remaja di Suroloyodusun Keceme Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo DIY. Adapun tujuan penelitian ini Mengetahui tradisi adat suronan di Suroloyo dusun Keceme Desa Gerbosari, untuk mengetahui fungsi tradisi adat suronan di Suroloyo dusun Keceme Desa Gerbosari dan untuk mengetahui bagaimana peranan agama pada tradisi adat di Suroloyo dusun Keceme Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo DIY 2015.
Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangat penting sekali mengingat peneliti bertindak langsung sebagai instrumen langsung dan sebagai pengumpul data dari hasil observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diambil diambil dari para informan / responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain data-data tersebut merupakan keterangan dari para informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Keseluruhan data tersebut selain wawancara diperoleh dari observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada, lalu mengadakan reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisa data ini adalah mengadakan keabsahan.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN ... v
HALAMAN MOTTO... vi A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kegunaan Penelitian ... 6
E. Penegasan Istilah ... 7
F. Penelitian yang Relevan... ... 9
G. Metode Penelitian... 11
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 11
2. Kehadiran Peneliti ... 13
3. Lokasi Penelitian... 14
4. Sumber Data ... 14
5. Prosedur Pengumpulan Data ... 15
6. Analisis Data... 17
7. Pengecekan Keabsahan Data... 18
8. Tahap-tahapPenelitian... 19
H. Sistematika Penulisan... 20
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Tradisi Suronan... 22
xiii
2. Pengertian Suronan... 26
B. Pengertian Sikap Keagamaan... 27
1. Pengertian Agama Islam... 28
2. Pengertian Sikap Keagamaan... 29
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi keagamaan... 32
4. Dimensi keagamaan... 34
C. Pengertian Remaja... 36
D. Peranan Tradisi Adat Suronan terhadap pembentukan Sikap Keagamaan Remaja... 38
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Kondisi lokasi Penelitian... 38
1. Letak Geografis... 38
2. Keadaan Penduduk ... 40
B. Temuan Penelitian... 42
1. Latar Belakang Tradisi Suronan... 45
2. Bentuk Adat Suronan Di Suroloyo... 47
3. Faktor Pendukung Dan Penghambat... 49
4. Presepsi Tokoh Tentang Tradisi Adat Suronan... 50
BAB IV ANALISA DATA A. Prosesi Tradisi Adat Suronan Di Suroloyo ... 62
B. Fungsi Tradisi Adat Suronan Di Suroloyo... 64
i BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang mempunyai banyak kekayaan yang beraneka ragam. Kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia tersebut bukan hanya berupa kekayaan sumber alam saja, tetapi masyarakat Indonesia
juga memiliki kekayaan lain seperti kekayaan akan budaya, adat dan tradisi
bangsa Indonesia yang tersebar di setiap provinsi, pulau, suku wilayah-wilayah bahkan sampai pelosok-pelosok pedesaan. Kebudayaan atau adat istiadat yang terpelihara tersebut akan menjadi satu identitas kehidupan masyarakat di suatu tempat atau wilayah. Seperti yang diungkapkan oleh Suparlan dalam Jalaluddin (1996 : 170) bahwa tradisi adalah unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah.
Salah satu kekayaan kebudayaan orang-orang Jawa adalah tradisi adat
suronan yang dirayakan setiap tahun sekali pada tanggal 1 malam suro (1
muharam) di daerah Yogyakarta dan Surakarta.Ritual 1 Suro telah dikenal
masyarakat Jawa sejak masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645
Masehi).
Saat malam 1 Suro tiba, masyarakat Jawa umumnya melakukan ritual
tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan tuguran (perenungan
ii
Bahkan sebagian orang memilih menyepi untuk bersemedi di tempat
sakral seperti puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau di makam keramat.
Banyak cara yang digunakan untuk memperingati satu Suro. Hal ini
tergantung dari kepercayaan masyarakat dan pengaruh lingkungan sekitarnya.
Seperti halnya masyarakat di dusun Keceme kecamatan Samigaluh kabupaten Kulon Progo juga merayakan ritual adat suronan di setiap tahunnya, tepatnya di Suroloyo. Di Puncak Suroloyo tersebut setiap tahun pada malam satu Suro merayakan suronan dengan berbagai adat yang menjadi ciri khas di daerah tersebut. Setiap malem suro tiba masyarakat di daerah Suroloyo merayakan suronan dengan cara berdoa bersama biasa di sebut dengan tirakatan. Doa bersama tersebut dilakukan tepat pada jam 24.00, namun pembukaan acara suronan tersebut sudah di mulai sehabis magrib. Tirakatan tersebut bertujuan agar masyarakat di sekitar sana bisa hidup lebih baik dari tahun sebelumnya dan apa yang menjadi doa akan terkabulkan.
Setelah melakukan tirakatan semalem suntuk dan ada pertunjukan
wayang pada malam hari tersebut pada esok harinya di dusun Keceme
melakukan upacara adat yang semua warga baik orang tua maupun remaja
disana berpakaian memakai adat jawa.Setelah itu melakukan Upacara jamasan
pusaka diadakan di Suroloyo, Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan
Samigaluh setiap tanggal 1 Suro tahun baru jawa.Pusaka yang dijamasi adalah
Tombak Kyai Manggala Murti dan Songsong Kyai Manggolo Dewo.
Pusaka ini merupakan pemberian dari Kraton Kasultanan Yogyakarta.
iii
Keceme menuju sendang Kawidodaren. Arak-arakan terdiri dari sesepuh dan
tokoh masyarakat setempat, diikuti hasil bumi yang dibentuk gunungan serta
rombongan kesenian tradisional Kemudian pusaka tersebut dijamasi di
sendang Kawidodaren.Yang menarik dari kegiatan ritual ini adalah adanya
Udik-udik yang diperebutkan oleh para warga masyarakat maupun para
pengunjung. Udik-udik berupa hasil bumi ini konon dimaksudkan untuk
mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa agar hasil pertaniannya
berhasil.Dalam upacara tersebut di datangi oleh bupati Yogyakarta.
Lain halnya dengan masyarakat Jawa lainnya, bulan Suro sebagai awal
tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci, bulan yang
tepat untuk melakukan renungan, tafakur, dan introspeksi untuk mendekatkan
dengan Yang Maha Kuasa.Sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa meyakini
untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling artinya manusia harus
tetap ingat siapa dirinya dan dimana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan.
Sedangkan waspada berarti manusia juga harus terjaga dan waspada dari
godaan yang menyesatkan.Karenanya dapat dipahami jika kemudian
masyarakat Jawa pantang melakukan hajatan pernikahan selama bulan Suro.
Pesta pernikahan yang biasanya berlangsung dengan penuh gemerlap
dianggap tidak selaras dengan lelaku yang harus dijalani selama bulan Suro.
Dalam kehidupan masyarakat di dusun keceme desa Gerbosari
Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo , ritual adat suronan
merupakan tradisi adat yang sudah mengakar di dusun keceme dan para
iv
beranggapan bahwa ritual adat yang di lakukan setiap tahunnya merupakan
hiburan yang tidak terlewatkan. Remaja di dusun keceme beranggapan bahwa
ritual tersebut tidak mengandung hal-hal akan keagaaman. Sehingga faktor
yang mempengaruhi mereka untuk menjalankan pemahaman keagamaan
tersebut karena kurang sadar dari pribadi, pendidikan yang rendah dan tidak
ada untuk belajar tentang ilmu keagamaan.Jadi hal tersebut mempengaruhi
sikap keagamaan yang kurang pada remaja khususnya di dusun keceme.
Berangkat dari uraian di atas, maka penulis mengambil penelitian
skripsi ini dengan judul “ PERANAN AGAMA PADA TRADISI ADAT
SURONAN TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP KEAGAMAAN
REMAJA DI SUROLOYO DUSUN KECEME, DESA GERBOSARI,
KECAMATAN SAMIGALUH, KABUPATEN KULONPROGO,
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2015 “.
B. Rumusan Masalah
Penelitian dilakukan karena adanya suatu masalah yang membutuhkan
pembahasan atau penyelesaian. Masalah dalam sebuah penelitian berarti juga
fokus yang menjadi pusat pembahasan.
Secara umum masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari dua
faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan. Rumusan
masalah (problematika) diperlukan sebagai arah atau pedoman dalam
melakukan penelitian.
Berdasarkan latar belakang yang peneliti kemukakan maka dapat
v
1. Bagaimana tradisi adat suronan di Suroloyo dusun Keceme, Gerbosari,
Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta ?
2. Apa fungsi tradisi adat suronan di Suroloyo dusun Keceme, Kecamatan
Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta ?
3. Bagaimana peranan agama pada tradisi adat suronan terhadap
pembentukan sikap keagamaan remaja di Suroloyo dusun Keceme,
Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta ?
C. Tujuan Penelitian
vi
1. Untuk mengetahui tradisi adat suronan di Suroloyo dusun Keceme, Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta ?
2. Untuk mengetahui fungsi tradisi adat suronan di Suroloyo dusun Keceme, Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta ?
3. Untuk mengetahui peranan agama pada tradisi adat suronan di Suroloyo dusun Keceme, Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon
Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat ataupun kegunaan daripada penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu teoritis dan secara praktis sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Manfaat penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan dalam ranah pendidikan dan tradisi adat suronan di Yogyakarta.
2. Secara Praktis
vii
b. Manfaat penelitian ini dapat menjaga dan membentengi kemurnian keimanan umat Islam yang masih belum bisa meninggalkan budaya tradisi adat suronan agar tidak terjerumus kedalam pengartian secara musyrik.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalah pahaman terhadap penafsiran judul, maka
penulis perlu adanya penjelasan berkenaan dengan beberapa istilah pokok
maupun kata-kata yang menjadi variable dalam penelitian ini. Antara lain :
1. Peranan
Peranan adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku (Usman, 2001: 4)
2. Tradisi
Tradisi merupakan kata dari bahasa latin yaitu tradhito yang
artinya diteruskan atau kebiasaan. Tradisi dalam pengertian sederhana
adalah suatu yang telah dilakukan dari sejak lama yang menjadi bagian
hidup dari kehidupuan suatu kelompok masyarakat.
Hal yang mendasari tradisi adalah informasi yang diteruskan
generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena kalau tidak
viii
diposisikan berhadapan dengan ajaran, tetapi justru tradisi sebagai pintu masuk ajaran.
3. Suronan
(Kamajaya, 1992:6) suran adalah tradisi tahun baru jawa untuk
memperingati/menyambut tahun baru 1 Suro. Orang Jawa menghormati
dan menyambut kedatangan tahun barunya tidak dengan pesta pora seperti
orang barat menyambut tahun baru masehi dan tidak pula seperti orang
Cina menyambut tahun baru imlek beramai-ramai. Orang jawa
menyambut tahun barunya dengan berbagai laku yang bernilai
keprihatinan, karena Suran merupakan salah satu upacara keramat bagi
orang jawa. Sura masuk dalam penggalan Jawa yang di sebut juga
kalender Jawa/ kalender Sultan Agung, dan merupakan bulan pertama
dalam kalender tersebut.
(Kamajaya, 1992:82), juga menyatakan bahwa masyarakat Jawa
memperingati 1 Suro sebagai tahun barunya caranya. Pedomannya
prihatin, mohon ampundan petunjuk Tuhan agar selamat sejahtera, di jauhi
malapetaka.
Sebagai contoh yang paling mudah ditemui di Jawa khususnya di
seputaran Yogyakarta tepatnya di suroloyo adalah Tirakatan (tidak tidur
semalam suntuk) dengan tuguran (perenungan diri sambil berdoa)
ix
Upacara Adat Jamasan Pusaka di Kawasan Puncak Suroloyo dengan arak-arakan kesenian.
4. Pembentukan
Pembentukan adalah bahwa kemampuan yang ingin diubah dari
diri seseorang sudah ada sejak lahir meskipun sangat kecil yaitu trait atau
sifat.
5. Sikap keagamaan
Keagamaan berasal dari kata agama yang berarti segenap kepercayaan (kepada tuhan) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan.
Sikap merupakan perbuatan yang digunakan sebagai reaksi terhadap suatu rangsangan yang disertai dengan peniruan dan perasaan (Ngalim Purwanto, 1987: 141).
Jadi yang dimaksud sikap keagamaan di sini adalah pemahaman individu terhadap suatu agama dan bagaimana realisasi diri dari pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari, namun dalam hal ini penulis batasi pada dimensi ritual yang terdiri dari sholat , puasa dan baca
Al-Qur’an.
6. Remaja
x
fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian ini di bagi menjadi delapan tahap , yaitu : 1. Pendekatan dan jenis penelitian
Pada penelitian ini penulis menitik beratkan pada “Peranan tradisi adat suronan dalam pembentukan sikap keberagamaan remaja yang ada di Surooyo dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh,
Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta”, dengan
menggunakan metode kualitatif.
Dengan demikian, pendekatan kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dicapai (diperoleh) dengan menggunakan proseur-prosedur statistic atau dengan cara-cara lain dari kualifikasi (pengukuran) (Djuanidi Ghani, 1997: 22). Penelitian kualitatif itu merupakan penelitian tentang kehidupan , riwayat dan perilaku seseorang.
Dalam pendekatan kualitatif ini semua data di peroleh dalam bentuk kata-kata lisan maupun tulisan yang bersumber dari manusia. Cirri-ciri pendekatan kualitatif sebagai berikut :
xi b. Manusia sebagai alat
c. Memakai metode kualitatif d. Analisa data secara induktif
e. Lebih mementingkan proses dari pada hasil f. Desain yang bersifat sementara
g. Adanya batas yang di tntukan oleh fokus h. Teori dari dasar
i. Penulisan bersifat deskriptif
j. Hasil penelitian di rundingkan dan di sepakati bersama.
Untuk memperoleh data tentang “Peranan tradisi adat suronan
dalam pembentukan sikap keberagamaan remaja yang ada di Suroloyo dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten
Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta” di perlukan pengamatan yang
mendalam. Oleh karena itu kegiatan tersebut melalui pendekatan kualitatif. Adapun jenis penelitian yang d gunakan oleh penulis adalah deskriptif.
Menurut Sumardi Suryabrata (1998: 19) penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud membuat pecandraan (uraian, paparan) mengenai situasi-situasi kejadian-kejadian” tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat researt di lakukan dan untuk memeriksa sebab-sebab dari sesuatu gejala
xii
seorang peneliti harus dapat menunjukkan sifat peristiwa yang berkembang, dengan mengetahui mengapa dan bagaimana tindakan.
Berdasarkan pendapat di atas, pendekatan kualitatif ini di maksudkan untuk menjelaskan peristiwa atau kejadian yang ada pada saat
penelitian berlangsung, yaitu tentang “Peranan tradisi adat suronan dalam
pembentukan sikap keberagamaan remaja yang ada di Suroloyo dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo
Daerah Istimewa Yogyakarta”.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam hal ini juga disebut partisipasi, menurut Maryaeni (2005:
68)” Bahwa partisipasi dengan istilah lain terlibat atau keterlibatan,
merupakan kegiatan wajib yang dilakukan oleh peneliti daam kaitannya dengan penelitian kualitatif dalam rangka untuk pengumpulan data”.
Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka semua fakta berupa kata-kata maupun tulisan dari sumber data manusia yang telah diamatai dan dokumen yang terkait disajikan dan digambarkan apa adanya untuk selanjutnya di telaah guna menemukan makna. Oleh karena itu, kehadiran penelitian di lapangan sngat penting sekali mengingat peneliti bertindak langsung sebagai instrument langsung dan sebagai pengumpulan data dari hasil observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian.
xiii
Penelitian ini dilaksanakan di Suroloyo Dusun Keceme, Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta sebuah desa yang terletak di deretan pegunungan Menorah. Puncak Suroloyo yang merupakan puncak tertinggi di daerah Kulonprogo Yogyakarta yang memiliki panorama yang sangat indah yang menarik banyak para wisatawan untuk mengunjungi daerah tersebut. Mata pencaharian masyarakat disana mayoritas adalah sebagai petani cengkeh dan buruh. Ketika malam satu Suro datang para masyarakat disana khususnya remaja belum mengetahui apakah suronan yang sesungguhnya. Mereka hanya berfikir ritual yang wajib di rayakan setiap tahunnya dengan sambutan kegembiraan dan belum faham karena pengetahuan agama yang kurang. Hal ini juga menjadi alasan penulis untuk mengadakan penelitian di desa tersebut.
4. Sumber Data
Penelitian dapat memperoleh sumber data berupa: catatan hasil
observasi, wawancara, foto, rekaman auditif dan sebagianya”. Data dalam
penelitian ini adalah semua data atau informasi yang di peroleh dari informan yang di anggap penting. Selain itu ada data juga yang dihasilkan dari dokumentasi yang menunjang. Adapun yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
xiv
Data yang berbentuk kata-kata diambil dari para informasi/responden pada waktu mereka di wawancani. Dengan lain data-data tersebut berupa keterangan dari para informasi dari beberapa pihak diantaranya. Pejabat desa, tokoh agama, masyarakat sekitar dan para remaja yang penulis anggap mampu untuk memberikan keterangan yang relevan.
b. Data Tertulis (Dokumentasi)
Data yang berbentuk tulisan di peroleh dari tokoh desa dan dokumen-dokumen yang lain yang tentunta masih berkaiatan dengan subjek penelitian.
c. Foto
Dalam penelitian yang telah di lakukan oleh peneliti diperoleh
beberapa foto tentang “tradisi adat suronan di Suroloyo Dusun Keceme
Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo DIY”.
5. Prosedur Pengumpulan Data
xv
penelitian menggunakan teknik-teknik penggumpulan data yan tersebut di bawah ini :
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan sesuatu obyek dengan sistematika fenomena yang di selidiki. Penulis berusaha mengamati dan mendengarkan dalam rangka memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena sosial keagamaan (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda dan symbol-simbol tertentu). Selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang di observasi dengan mencatat , merekam , memotret ,fenomena tersebut berguna untuk penemuan data analisis. Metode observasi di gunakan untuk mengamati apakah ada peranan tradisi adat suronan di Suroloyo, Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo DIY.
b. Wawancara dan Interview
Wawancara identik dengan pengumpulan data, dengan bertanya langsung, lisan maupun tertulis kepada nara sumber. Jadi Interview adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan
pertanyaan secara lisan, untuk di jawab secara lisan pula “(Maryaeni
xvi
Suroloyo, Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo DIY.
c. Dokumen
Dalam memperluas pengolahan data, teknik ini sangat
dibutuhkan. Jadi, “Teknik ini adalah cara pengumpulan data melalui
peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil/hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah penyelidik” (hadari nawawi, 1990:133). Metode ini digunakan untuk lebih memperluas pengamatan dan pengumpulan data terhadap sesuatu yang di selidiki oleh peneliti.
6. Analisis data
Menurut (Winarno Surachmad, 1972:131) mengatakan, “analisis
data merupakan upaya untuk mencapai dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lain-lainnya. Untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut, analisis perlu di lanjutkan dengan berupaya mencari
xvii
Menurut (Iman Suprayogo dan Tobroni, 2001:192) “Kegiatan
analisis data selama pengumpulan data dapat di mulai setelah penelitian memahami fenomena sosial yang sedang diteliti dan setelah
mengumpulkan data yang dapat di analisis”, kegiatan-kegiatan analisis
selama penulis mengumpulkan data meliputi: a. Menetapkan fokus penelitian.
b. Penyusunan temuan-temuan sementara berdasarkan data yang telah terkumpul.
c. Pembuatan rencana pengumpulan data berikutnya berdasarkan temuan-temuan pengumpulan data sebelumnya.
d. Penetapan sasaran-sasaran pengumpulan data berikut.
Setelah data terkumpul maka selanjutnya adalah tahap menganalisis data, sebagai tatap akhir suatu penelitian maka penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan cara data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka, hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif.
7. Pengecekan keabsahan data
Keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dalam menggunakan kriteria kreadibilitas. Hal ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa apa yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam latar penelitian. Menurut (Moleong, 2000:175) mengatakan pemeriksaan keabsahan data yaitu:
xviii b. Ketekunan pengamatan
c. Pemeriksaan teman sejawat melalui diskusi d. Analisis kasus negatif
e. Kecakupan referensional f. Pengecekan anggota g. Uraian rinci
h. Auditing
8. Tahap-tahap penelitian
Tahap-tahap penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai berikut: a. Penelitian pendahuluan
Penulis mulai datang ke lokasi penelitian serta mulai mengamati dan menjajaki keadaan di lokasi penelitian tentang tujuan mereka datang ke Puncak Suroloyo dusun Keceme desa Gerbosari kecamatan Samigaluh.
xix
Setelah mengamati lokasi penelitian, penulis mulai menyusun pedoman-pedoman yang akan digunakan untuk kegiatan wawancara.
c. Penelitian di lapangan
Setelah penulis mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan tradisi adat suronan dan peranan agama pada tradisi suronan tersebut di Suroloyo dusun Keceme. Pada tahap ini, penulis melakukan pengumpulan data sampai tahap penulisan laporan. A. Sistematika Penelitian
Bab I PENDAHULUAN
Memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab II LANDASAN TEORI
Memuat tentang pengertian tradisi, suronan, sikap keagamaan dan , remaja.
Bab III LAPORAN HASIL PENELITIAN
Memuat tentang Gambaran umum tentang tradisi adat suronan di suroloyo dan mengetahui perilaku remaja di Suroloyo, Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo DIY.
xx
Atas hasil penelitian yang menguraikan data hasil penelitian dari pada remaja dusun keceme, desa gerbosari, kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo DIY, tentang hal ini berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti dengan menggunakan alat analitik yang telah ditentukan.
Bab V PENUTUP
xxi BAB II
LANDASAN TEORI A.Pengertian Tradisi Suronan
1. Tradisi
Istilah tradisi, secara umum dimaksudkan untuk menunjukkan kepada suatu nilai, norma dan adat kebiasaan yang berbau lama dan hingga kini masih diterima, diikuti bahkan dipertahankan oleh kelompok masyarakat tertentu.
Menurut khasanah bahasa Indonesia, “tradisi” berarti segala
sesuatu seperti adat, kebiasaan, ajaran dan sebagainya, yang turun temurun dari nenek moyang (Poerwadarminta, 2006:1208). Ada pula yang menjelaskan tradisi sebagai warisan masa lalu itu dapat berupa nilai, norma sosial, pola kelakuan dan adat kebiasaan lain yang merupakan wujud dari berbagai aspek kehidupan (Bawani, 1990:23). Berdasarkan dua sumber tersebut jelaslah tradisi (turats) adalah segala warisan masa lampau yang sampai kepada kita dan masuk ke dalam kebudayaan yang sekarang berlaku. Dengan demikian, tradisi tidak hanya merupakan persoalan kontribusi zaman kini dalam berbagai tingkatannya (Hakim, 2003: 29).
xxii
sedang menyebut serangkaian ajaran atau doktrin yang dikembangkan ratusan atau ribuan tahun yang lalu, tetapi masih hadir dan malah tetap berfungsi sebagai pedoman dari kehidupan sosial pada masa kini.
2. Suronan
Suran merupakan suatu upacara yang sudah dilaksanakan turun temurun untuk memperingati tahun baru jawa. Untuk merayakannya masyarakat melakukan berbagai cara untuk memohon keselamatan, ketentraman dan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Kamajaya (1992: 6) suran adalah tradisi tahun baru jawa untuk memperingati/menyambut tahun baru 1 Suro. Orang Jawa menghormati dan menyambut kedatangan tahun barunya tidak dengan pesta pora seperti orang barat menyambut tahun baru masehi dan tidak pula seperti orang Cina menyambut tahun baru imlek beramai-ramai. Orang jawa menyambut tahun barunya dengan berbagai laku yang bernilai keprihatinan, karena Suran merupakan salah satu upacara keramat bagi orang jawa.
xxiii
ini. Tradisi saat malam satu Suro bermacam-macam tergantung dari daerah mana memandang hal ini. Berbagai ritual yang berbau syirik pun tak tertinggal di bulan ini. Bulan Muharram dalam Islam sungguh bulan yang mulia.
Endraswara (2005: 152) menjelaskan Sura masuk dalam penggalan Jawa yang di sebut juga kalender Jawa/ kalender Sultan Agung, dan merupakan bulan pertama dalam kalender tersebut. Pada awalnya hingga 1633 Masehi masyarakat Jawa menggunakan sistem penanggalan
berdasarkan pergerakan Matahari. Penanggalan Matahari di kenal sebagai
tahun Saka Hindu Jawa, meskipun konsep tahun Saka sendiri bermula dari
sebuah kerajaan di India. Tahun Saka Hindu 1555, bertepatan dengan tahun
1633 Masehi. Ketika itu Raja mataram Sri Sultan Agung Hanyokrosumo
mengubah sistem penanggalan dari sistem Syamsiyah (matahari) menjadi
sistem Komariyah (bulan) yang berlaku untuk seluruh pulau Jawa dan
Madura kecuali Banten karena tidak termasuk wilayah Mataram. Perubahan
sistem penanggalan tersebut dilakukan pada hari jum’at legi. Saat
pergantian tahun baru Saka 1555 tersebut bertepatan dengan tahun baru
Hijriyah tanggal 1 Muharam 1043 Hijriyah / 8 Juli 1633 Masehi. Selain
merubah sistem penanggalan, ada penyesuaian-penyesuaian seperti nama
bulan dan nama hari yang semula menggunakan bahasa Arab / mirip bahasa
Arab kalender Jawa tersebut berlaku hingga saat ini. Dalam kalender Jawa
mempunyai arti dan fungsi tidak hanya sebagai petunjuk hari tanggal dan
xxiv
dengan apa yang disebut petangan Jazui. Petangan Jazui yaitu perhitungan
baik dan buruk yang dilukiskan dalam lambang dan watak suatu hari,
tanggal, bulan, tahun, pranatamangsa, wuku, dan lain-lainnya.
Saat malam satu Suro tiba, masyarakat yang masih mempercayai jika satu Suro itu adalah hari yang sangat kramat, maka masyarakat tersebut merayakan dengan berbagai cara dan kepercayaanya masing-masing. Salah satu contoh yang sampai saat ini ritual tersebut masih di jaga dan di lestarikan yaitu di puncak Suroloyo, tepatnya di Dusun Keceme, Desa Gerbosari, kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo yaitu dengan melakukan kirab pusaka dengan melakukan jamasan pusaka pada satu sura di Sendang Kawidodaren. Namun sebelum melakukan ritual adat jamasan pusaka para masyarakat melakukan tirakatan semalam suntuk dengan berdoa pada malam satu Suro.
B.Pengertian Sikap Keagamaan 1. Pengertian Agama Islam
xxv
Agama adalah sumber petunjuk dan pedoman yang mengandung nilai-nilai yang berasal dari Tuhan yang dipergunakan manusia untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia maupun dengan lingkungan alam sekitar.
Agama ialah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara penyembahan dan permohonan dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran agama itu (Daud Ali, 1977 :40).
Sedangkan agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia, mengandung ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah) dan ketentuan-ketentuan ibadah dan mu’amalah (syariah) yang menentukan proses berfikir, merasa dan berbuat dan proses terbentuknya kata hati (Ahmadi dan Noor Salimi, 1991: 4).
Agama Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari hubungan dengan Allah Swt, sesama manusia, dan lingkungan alamnya, maka orang Islam itu diperintahkan untuk berbuat kebajikan dan mencegah dari yang mungkar.
2. Pengertian Sikap Keagamaan
xxvi
kepercayaan (kepada tuhan) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian denga n kepercayaan.
Perilaku keagamaan seringkali diidentikan dengan Religiusitas. Religiusitas merupakan penghayatan keagamaan dan kedalaman kepercayaan yang diekspresikan dengan melakukan ibadah sehari-hari, berdoa, dan membaca kitab suci (Hawari, 1996: 5).
Berdasarkan uraian di atas, bahwa keagamaan merupakan kedalaman penghayatan keagamaan seseorang dan keyakinannya terhadap adanya Tuhan yang diwujudkan dengan mematuhi perintah dan menjauhi larangan dengan keikhlasan hati dan dengan seluruh jiwa dan raga.
Jadi yang dimaksud sikap keagamaan adalah pemahaman individu terhadap suatu agama dan bagaimana realisasi diri dari pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keagamaan
xxvii
serta mendapat pendidikan agama baik di rumah maupun di sekolah, sangat berbeda dengan anak yang tidak pernah mendapatkan pendidikan agama di masa kecilnya, maka pada dewasanya ia tidak akan merasakan betapa pentingnya agama dalam kehidupannya. Seseorang yang mendapatkan pendidikan agama baik di rumah maupun di sekolah dan masyarakat, maka orang tersebut mempunyai kecenderungan hidup dalam auran-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, dan takut melanggar larangan-larangan agama (Syahridhlo, 2004 :22).
Sehubungan dengan keanekaragaman beragama yang didapat, maka perilaku keagamaan seseorangpun akan muncul variasi dalam tingkah laku dan kepribadian seseorang. Dorongan beragama merupakan salah satu dorongan yang bekerja dalam diri manusia sebagaimana dorongan-dorongan lainnya, seperti makan, minum, intelek dan lain sebagainya. Sejalan dengan hal itu maka dorongan beragama pun menuntut untuk dipenuhi sehingga pribadi manusia itu mendapat kepuasan dan ketenangan (Jalaluddin, 1996: 89).
Thoules Azra (2000: 89) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi keagamaan, yaitu :
xxviii
b. Berbagai pengalaman yang dialami individu dalam membentuk sikap keagamaan terutama pengalaman mengenai:
1) Keindahan, keselarasan dan kebaikan di dunia lain (faktor alamiah) 2) Adanya konflik moral (faktor moral)
3) Pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif)
c. Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian yang timbul dari kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan-kebutuhan terhadap keamanan , cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian (Thoules Azra, 2000: 25). 4. Dimensi Keagamaan
Dalam penelitian tentang peranan tradisi adat suronan terhadap pembentukan sikap keagamaan remaja, akan membahas empat dimensi yang mempengaruhi keagamaan. Keempat dimensi tersebut yaitu :
a. Dimensi akidah
Dalam dimensi akidah, akan mengungkap tingkat keyakinan seseorang. Seperti yang sering kita dengar dengan adanya rukun iman (percaya kepada Allah, malaikat, kitab, nabi dan rosul, kiamat, takdir (qodho dan qodar).
Dalam Q.S Al-Baqaroh ayat 1-3, yang artinya :
xxix b. Dimensi ilmu
Dalam dimensi keilmuan, penulis akan membahas seberapa jauh pengetahuan seseorang dalam keagamaan, sehingga orang yang melakukannya mengerti akan makna, rukun, tata cara segala kegiatan keagamaan yang dilakukan.
Dalam Q.S az-zumar:9 yang artinya :
(9) (apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam denga sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
Ilmu merupakan suatu anugrah yang tidak di miliki oleh makhluk lain. Karena hanya manusialah yang diberi akal untuk berfikir. Berawal dari sesuatu yang dipahami dan dipelajari, maka ilmu dapat kita raih. Dengan ilmu, kita dapat mengetahui antara yang salah dan yang benar, antara yang wajib dan yang sunah, antara halal dan haram.
c. Dimensi ibadah
xxx
sesame makhluk. Dari sinilah seseorang terlihat dengan jelas kepatuhannya terhadap ajaran-ajaran agama.
Dalam Q.S adz-dzariyat:56 yang artinya :
(56) Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Dalam dimensi ini, diharapkan seseorang beribadah hanya kepada Allah SWT, dan dapat menjalankan semua yang diperintahkan dan menjauhi semua yang dilarang Allah.
d. Dimensi Amal
Pengalaman merupakan suatu pelajaran yang berharga untuk kita fahami dan perbaiki. Begitu juga dengan amal atau sering kita dengar dengan kata lain tingkah laku. Dalam dimensi ini, berkaitan dengan bagaimana seseorang melakukan dan merealisasikan ajaran-ajaran agama yang di yakini dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Q.S AL-an’am ayat 132 yang artinya:
(132) dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat(seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
xxxi C.Pengertian Remaja
1. Menurut bahasa
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence,
yang berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya “tumbuh atau
tumbuh untuk mencapai kematangan” (Ali dan Asrori, 2010: 9). 2. Menurut istilah
Menurut beberapa para ahli istilah remaja didefinisikan sebagai berikut:
1) Ali dan Asrori (2010: 9)
Ali dan Asrori berpendapat bahwa remaja tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat sepenuhnya untuk masuk kegolongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu remaja
sring kali dikenal dengan fase”mencari jati diri” fase “topan
dan badai”. Remaja masih belum mampu mnguasai dan
xxxii 2) Santrock (2003: 26)
Santrock berpendapat bahwa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,dan sosial-emosional.
3) Hurlock dalam Ali dan Asrori (2010: 9)
Hurlock berpendapat bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan mereka sama, atau paling sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek efektif,lebih atau kurang dari usai pubertas.
xxxiii 4) Daradjat (1990: 23)
Menurut Daradjat remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami perubahan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.
3. Batasan Umur Remaja
1) Mappiare dalam Ali dan Asrori (2010: 9)
Mappiare berpendapat bahwa masa remaja terbagi menjadi dua, sebagai berikut :
xxxiv
2) Whitherington dalam Rumuni dan Sundari (2004: 54).
Whitherington berpendapat penggunaan masa adolensi yang dibagi menjadi 2 fase yang disebut :
a) Preadolescence, berkisar usia 12-15 tahun. b) Late adolescence, antara usia 15-18 tahun. 3) Hurlock dalam Rumini dan Sundari (2004: 54)
Hurlock berpendapat bahwa puber adalah periode tumpang tindih, karena mencakup tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remaja. Pembagiannya adalah sebagai berikut :
a) Tahap prapuber: wanita 11-13 tahun; pria 14-16 tahun
b) Tahap puber: wanita 13-17 tahun; pria 14-17 tahun 6 bulan
c) Tahap paska puber : wanita 17-21 tahun; pria 17 tahun 6 bulan-21 tahun.
xxxv
Dalam pengambilan sampel penelitian tentang peranan tradisi adat suronan terhadap pembentukan sikap keagamaan di Suroloyo Dusun Keceme Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo mengambil dua teori yang di padukan antara remaja awal dan remaja akhir. Sehingga batasan umur remaja yang dijadikan sebagai sampel penelitian adalah dari umur 12-22 tahun.
4. Perkembangan Psikologi Remaja
xxxvi
Psikologi remaja memiliki beberapa karakteristik diantaranya :
a. Pembentukan konsep diri
Remaja adalah masa trasisi dari periode anak ke dewasa. Secara psikologi kedewasaan bukan hanya tercapainya umur tertentu seperti dalam ilmu hukum.
b. Perkembangan intelegensi
Hampir setiap orang tua mengharapkan anaknya pandai di sekolah. Kepandaian seringkali diukur dengan nilai rapor yang bagus. Tetapi baik buruknya angka rapor tidak selalu disebabkan oleh kepandaian.
Dalam teori intelegensi bahwa setiap orang mempunyai sistem pengaturan dari dalam pada sistem kognitifnya. Sistem pengaturan ini terdapat sepanjang hidup seseorang dan berkembang sesuai dengan perkembangan aspek-aspek kognitif.
c. Perkembangan peran sosial
xxxvii
teman yang memiliki sifat dan kualitas psikologis yang relatife sama dengan dirinya.
d. Perkembangan moral dan agama
Remaja sudah mampu berperilaku yang tidak hanya mengejar kepuasan fisik saja, tetapi meningkat pada tatanan psikologis. Perkembangan spiritual yang terjadi pada psikologi remaja sesuai dengan perkembangannya kemampuan kritis psikologi remaja hingga menyoroti nilai-nilai agama ke dalam kalbu dan kehidupannya. Tetapi mereka juga mengamati secara kritis kepincangan-kepincangan di masyarakat yang gaya hidupnya kurang memedulikan nilai agama, bersifat munafik, tidak jujur, dan perilaku moral lainnya. Di sinilah idealisme keimanan dan spiritual remaja mengalami benturan-benturan dan ujian.
e. Perkembangan emosi
xxxviii
reaktif yang kuat, emosinya bersifat negatife dan temperamental.
Sedangkan remaja akhir sudah mulai mampu mengendalikannya. Remaja yang berkembang di lingkungan yang kurang kondusif, kematangan emosionalnya terhambat. Sehingga sering mengalami akibat negatife berupa tingkah laku. D. Peranan Agama Pada Tradisi Adat Suronan Terhadap
Pembentukan Sikap Keagamaan Remaja
Secara teoritik, apa yang disebut agama tentu akan teraktualisasikan melalui amalan dan perilaku secara empirik. Hal itu dikarenakan perilaku seseorang sesunggunya merupakan cermin dari keyakinan seseorang. Sebagaimana dikemukakan oleh zakiya derajat, bahwa cara seseorang berfikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku, tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kontruksi kepribadiannya (Zakiya Drajat, 1970: 2).
xxxix
xl
xli BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITI
A. Paparan Data
Dalam penelitian ini, penulis akan memaparkan tentang keadaan Dusun Keceme Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam pemaparan ini, penulis akan memaparkan tentang kondisi lokasi penelitian dan profil serta latar belakang adanya tradisi adat suronan di Suroloyo, bentuk-bentuk tradisi adat suronan, faktor pendukung dan faktor penghambat tradisi suronan dan persepsi para tokoh dalam peranan tradisi adat suronan terhadap pembentukan sikap keagamaan remaja. Kondisi lokasi penelitian yang akan dipaparkan oleh penulis meliputi: Letak Geografis, Keadaan Penduduk, Sarana Pendidikan dan Keagamaan yang ada di Dusun Keceme Desa Gerbosari kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta.
1. Letak Geografis
xlii
Desa Gerbosari terbagi atas 19 pedukuhan atau dusun yaitu Kemiri Ombo, Jeruk, Pengos A, Pengos B, Manggis, Ketaon, Ngroto, Clumprit, Jetis, Karang, Jati, Tlogo, Dukuh, Sumbo, Sendat, Kayugede, Menggermalang dan terakhir Keceme.
Dusun Keceme merupakan dusun yang berada di ujung utara dan tempatnya paling tinggi dari dusun lainya yang ada di Kecamatan Samigaluh, yang berada pada ketinggian 1.090 m dpl. Jarak antara Dusun Keceme ke Kecamatan Samigaluh adalah 9 Km dan jarak antara Dusun Keceme dengan kota Yogyakarta adalah kurang lebih 42 km ke arah barat. Di dusun Keceme hampir semua penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan buruh. Cengkeh merupakan hasil pertanian yang Jumlah penduduk di dusun Keceme ada 258 jiwa yang terbagi menjadi 64 kk dan terbagi menjadi 4RT dan 2 RW.
xliii
Di puncak ini dapat melihat pemandangan yang luar biasa indahnya. Memandang ke utara, akan ditampilan hamparan kota Magelang dengan ikon Candi Borobudurnya, ada Gunung Sumbing, Gunung Merbabu. Kita perlu menggunakan alat bantu penglihatan teropong, agar bisa melihat Candi Borobudur dengan jelas. Ke arah timur, akan disajikan pemandangan puncak Gunung Merapi. Ke arah selatan, landscape kota Nanggulan, Sentolo, Wates, dan laut selatan, merupakan pemandangan yang dapat di lihat. Selanjutnya di sebelah barat, bisa disaksikan hamparan terusan perbukitan Menoreh.
Selain puncak Suroloyo, di dusun Keceme ada tempat yang tak kalah menarik untuk melihat indahnya ciptaan Allah yaitu gunung kendil.
Batas-batas Desa Gerbosari tersebut :
Tabel I
No. Batas Wilayah Nama Desa
xliv
Adapun batas-batas dusun Keceme tersebut :
Tabel II
No. Batas Wilayah Nama Desa
1. Sebelah utara Kecamatan Borobudur 2. Sebelah selatan Dusun Menggermalang 3. Sebelah barat Desa Ngargosari
4. Sebelah timur Dusun Nglambor Sumber Data: Data Desa Gerbosari 2015
2. Keadaan Penduduk
Dusun Keceme merupakan salah satu dusun dari 19 dusun yang ada di Desa Gerbosari. Dusun Keceme termasuk dusun kecil yang berada di puncak pegunungan Menoreh yang jumlah penduduknya ada 258 jiwa yang terbagi menjadi 64 kk 4 RT dan 2 RW.
Mayoritas penduduk dusun Keceme bermata pencaharian sebagai petani. selain bidang pertanian, warga dusun Keceme juga ada yang mempunyai profesi lainnya, misalnya buruh, pedagang, bangunan , karyawan swasta dll. Akan tetapi juga ada yang merantau di luar kota dan luar Jawa. Hanya ada satu orang yang berprofesi sebagai guru.
xlv
menempuh pendidikan sampai SMA. Bahkan banyak yang hanya sampai SD dan SMP. Saat ini hanya dua orang yang menempuh pendidikan sampai keperguruan tinggi . Untuk mengetahui lebih jelas tentang jumlah penduduk menurut jenis kelamin di dusun Keceme dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
NO. Jenis Kelamin Jumlah
1. Pria 131
2. Wanita 127
Jumlah 258
Sumber; Data Desa Gerbosari 2015
a. Sarana pendidikan yang ada di dusun Keceme
xlvi
Tabel II
Sarana Pendidikan di dusun Keceme
No Jenis Pendidikan Jumlah Keterangan
1 SD N 1
2 MI Swasta -
3 SMP Swasta 1
4 TPA 1
Sumber Data: Data Desa Gerbosari 2015 b. Keagamaan
xlvii
Tabel IV
Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama
No Agama Jumlah (orang)
1 Islam 258
2 Hindu -
3 Budha -
4 Kristen Protestan -
5 Kristen Katolik -
Jumlah 258
Sumber Data: Data Desa Gerbosari 2015
Tabel V
Sarana Peribadatan di Desa Gerbosari
No Jenis Peribadatan Jumlah Keterangan
1 Masjid 1
2 Mushola/Langgar 2
Sumber Data: Data Desa Gerbosari 2015
xlviii
a. Pengajian Fatayat dan Muslimatan
Kegiatan ini dilaksanakan pada hari ahad kliwon di masjid, yaitu masjid di dukuh yang telah di tunjuk sebagai pelaksana kegiatan tersebut. Adapun jamaahnya adalah ibu-ibu fatayat dan muslimat satu kecamatan.
b. Yasinan
Rangkaian acara dalam yasinan ini meliputi
membaca Asmaul Husna, membaca yasin, dzikir dan tahlil secara bersama-sama, yang dilakukan setiap malam Ahad. Jamaahnya adalah para remaja putra dan putri yang dilakukan secara bergilir di setiap rumah. Selain itu para remaja juga membentuk perkumpulan remaja masjid yang bernama RISMA (Remaja Masjid Dusun Keceme). c. Tahlil di Setiap Malam Jum’at
Membaca surat Yasin, Dzikir dan tahlil setiap malam jumat yang dilakukan di masjid. Adapun jamaahnya adalah bapak-bapak warga dusun Keceme.
d. Qur’anan
Qur’anan yaitu pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an
xlix e. Pengajian Selapanan
Pengajian selapanan ini dilakukan setiap Ahad Pahing di Masjid secara bergiliran dari dusun satu ke dusun yang lain. Pengajian ini jamaahnya di ikuti oleh seluruh warga Desa Gerbosari.
B. Temuan Penelitian
Di tengah perkembangan zaman yang semakin modern ini, tradisi atau adat istiadat yang berada di masyarakat pegunungan masih tetap dilaksanakan dan dilestarikan. Tradisi tersebut masih di lestarikan sebagai bentuk keyakinan masyarakat tentang pengaruh dari tradisi tersebut dalam kehidupannya. Karena apabila tradisi tersebut tetap dilestarikan maka akan berdampak positif bagi kehidupannya serta sebagai symbol keberadaan suatu masyarakat yang senantiasa menjaga warisan nenek moyang.
1. Latar Belakang Adanya Tradisi Suronan Di Suroloyo
Tradisi adat suronan di Suroloyo sudah ada sejak nenek moyang. Tetapi tradisi pelaksanaan suronan tersebut belum rutin dijalankan setiap tahunnya.
l
Sultan Hamengkubuwono IX bertapa selama tujuh hari tujuh malam.
Menurut bapak Mardjo wawancara pada tanggal 31 November 2015 pukul 11.00, “setelah selesai bertapa Sri
Sultan Hamengkubuwono IX berkata “puncak Suroloyo
harus jadi kota meskipun hanya setahun sekali, dan masyarakat dusun keceme diarahkan untuk melaksanakan
kirab dan jamasan pusaka setiap tanggal 1 suro”.
Maksud dari perkataan Sri Sultan Hamengkubuwono IX tersebut adalah masyarakat dusun Keceme di perintahkan untuk memperingati suronan setiap tahunnya pada tanggal 1 Suro dengan malaksanakan kirab (perjalanan bersama-sama atau beriring-iring secara teratur dan berurutan dari muka kebelakang di suatu rangkaian upacara) dan jamasan pusaka (memandikan, mensucikan, membersihkan pusaka). Apabila tidak melaksanakan tradisi tersebut di setiap tanggal 1 Suro, maka masyarakat akan mendapatkan malapetaka.
Dalam tradisi yang dilaksanakan pada 1 Suro tersebut dikunjungi masyarakat dari berbagai kota yang ingin menyaksikan secara langsung proses jamasan pusaka. Karena banyaknya pengunjung yang berdatangan menjadikan Suroloyo sebagai kota setiap tahunnya.
li
masyarakat dusun Keceme. Dengan melaksanakan tradisi suronan masyarakat juga mempercayai bahwa hasil pertanian melimpah, mereka mendapatkan banyak berkah kehidupan. Pengunjung dari berbagai kotapun semakin banyak yang berdatangan bahkan hari biasa saja banyak wisatawan yang datang di Suroloyo.
2. Bentuk Tradisi Adat Suronan Di Suroloyo
Banyak masyarakat yang menganggap bulan sura adalah bulan keramat dan mistis. Terlebih ketika tanggal 1 Suro tiba, masyarakat dengan antusias memperingati tanggal 1 suro tersebut dengan berbagai cara sesuai kepercayannya masing-masing. Khususnya di dusun Keceme, masyarakat sangat antusias merayakan suronan tersebut. Tradisi adat suronan di dusun Keceme ini di peringati dengan cara jamasan pusaka, yaitu memandikan, mensyucikan, membersihkan pusaka yang merupakan pemberian dari keraton Yogyakarta.
Dijelaskan bapak Ngatiman, wawancara pada tanggal 31 November 2015 pukul 14.00 WIB “Di dusun Keceme ini ketika pada tanggal 1 Suro selalu memperingati suronan dengan melaksanakan jamasan pusaka. Jamasan pusaka ini sebagai bentuk tradisi adat suronan yang dilaksanakan setiap tahunnya yang masih kita jaga dan
kita lestarikan sampai saat ini”.
lii
Keceme. Karena apabila tidak dilaksanakan maka masyarakat akan terkena musibah yang tak di sangka-sangka. Selain itu, jamasan pusaka merupakan amanat langsung dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX . Dengan melaksanakan jamasan pusaka masyarakat percaya bahwa apa yang di harapkan akan terkabul serta pertanian akan melimpah dari tahun-tahun sebelumnya.
Dalam prosesi Jamasan pusaka,masyarakat setempat percaya bahwa air bekas jamasan tersebut mempunyai khasiat yang tinggi. Misalnya, apabila meminum air dari bekas jamasan tersebut dapat menyembuhkan dari berbagai macam penyakit. Selain itu apabila air bekas jamasan digunakan untuk membasuh muka maka seseorang tersebut diyakini akan awet muda.
Untuk memperoleh air tersebut pengunjung harus berdesak-desakan terlebih dahulu. Karena banyak orang berebut ingin masuk ke Sendang Kawidodaren untuk mendapatkan air bekas jamasan tersebut.
liii
Dijelaskan juga oleh bapak Slamet wawancara pada tanggal 31 November pukul 15.00 WIB,”Tradisi adat suronan di dusun Keceme yaitu jamasan pusaka.jamasan pusaka itu membasuh pusaka di sendang kawidodaren. Sebelum melakukan jamasan pusaka masyarakat melakukan kirab
pusaka terlebih dahulu”.
Sebelum melakukan jamasan pusaka, masyarakat melakukan kirab pusaka dari rumah bapak dukuh menuju ke Sendang Kawidodaren tempat sakral yang dijadikan untuk memandikan pusaka. Kirab pusaka yaitu jalan kaki secara bersama-sama dari tempat penyimpanan pusaka menuju ke tempat yang dijadikan untuk mensyucikan pusaka tersebut. Kirab pusaka di awali dengan berdoa yang di pimpin oleh juru kunci di halaman rumahnya, dengan tujuan agar kirab pusaka berjalan lancar sampai tujuan. Sebelum melakukan kirab pusaka mereka melakukan upacara terlebih dahulu di depan warung bapak Mardjo.
Dalam upacara tersebut terdapat beberapa rangkaian acara. Yaitu, pembukaan, sambutan-sambutan, doa disertai dengan pelepasan Pusaka. Doa yang di ucapkan semua adalah bernaskan Islam.
liv
3. Faktor Pendukung Dan Penghambat Adanya Tradisi Suronan Banyak faktor yang mendukung adanya tradisi suronan di suroloyo dusun Keceme ini, diantaranya masih ada sesepuh desa yang sangat peduli ketika tanggal satu suro datang. Beliau sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya Jawa yang telah diwariskan turun-temurun dari nenek moyang, mereka beranggapan bahwa ritual-ritual tersebut wajib dilaksanakan karena memiliki banyak makna yang pada intinya mendekatkan diri dengan Tuhan Sang Pencipta Alam. Dengan mendekatkan diri dengan Sang Khalik, maka apa yang diinginkan dan diharapkan oleh masyarakat khususnya masyarakat dusun Keceme dengan mudah akan terkabul.
Dalam pelaksanaan tradisi adat suronan yaitu dengan upacara jamasan pusaka tidak ada penghambatnya justru banyak faktor pendukungnya.
Menurut bapak badrun wawancara pada tanggal 31 November 2015 pukul 14.00 WIB, mengatakan “tidak ada kendala dalam melaksanakan tradisi adat suronan, justru banyak faktor pendukungnya. Salah satunya banyak donator yang mau memberikan support dana demi
terlaksananya acara tersebut”.
lv
berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan, khususnya soal dana.
Selain itu, faktor pendukungnya yaitu masyarakat sangat antusias ketika bulan suro datang. Upacara jamasan pusaka merupakan suatu kewajiban yang dilaksanakan setiap setahun sekali pada tanggal satu suro. Mereka masih percaya dengan apa yang sudah diamanatkan agar selalu memperingati satu suro. Upacara jamasan pusakapun sudah diperkenalkan kepada para remaja, agar tradisi ini tidak putus begitu saja ketika para sesepuh meninggal dunia.
Dengan banyaknya faktor pendukung maka tradisi adat suronan di suroloyo yang dilaksanakan setahun sekali pada tanggal satu suro dengan mudah terlaksana dengan sadarnya masyarakat bahwa tradisi ini merupakan tuntutan yang wajib.
4. Presepsi Tokoh Tentang Peranan Agama Dalam Tradisi Adat Suronan Terhadap Pembentukan Sikap Keagamaan Remaja
lvi
sumber budaya merupakan identitas sebagai orang Jawa khususnya di daerah Yogyakarta dan sebagai generasinya maka kita harus melestarikan tradisi tersebut agar tidak punah.
Menurut bapak Mardjo, wawancara pada tanggal 31 November 2015 pukul 11.00 WIB, “Tradisi suronan merupakan sebuah tradisi yang sudah mengakar di dusun Keceme yang dilaksanakan setiap setahun sekali pada
tanggal 1 bulan Suro”.
Beliau juga mengatakan bahwa tradisi suronan dilaksanakan pada tanggal satu karena tanggal tersebut merupakan tanggal mulia, yang bertepatan dengan tahun baru Islam.
Di tambahkan oleh bapak Djuwono, “Dalam proses pelaksanaan tradisi suronan di dusun Keceme ini melibatkan semua kalangan masyarakat terutama yang berperan aktif
didalamnya adalah remaja”.
Para remaja di dusun Keceme sangat antusias dalam mengikuti prosesi tradisi suronan yang dilaksanakan setiap bulan suro tersebut. Bahkan para remaja dusun Keceme juga dijadikan sebagai panitia pelaksanaan tradisi suronan.
Mereka mempunyai tugas masing-masing. Ada yang bertugas sebagai pemimpin barisan, pembawa pusaka, pembawa ubarampe, pembawa payung, penabuh gamelan, penari jatilan dan ada juga yang berpakaian adat jawa kraton Yogyakarta.
lvii
pengajian tersebut, para remaja berperan sebagai pembawa acara, pembaca ayat-ayat suci Al-Quran, sambutan-sambutan dan ada juga yang berperan dalam sebuah musikal islami yang bernama
Angguk ”AR-NADA”. Angguk merupakan sejenis hadroh atau
rebana yang ditampilkan dengan tari-tarian khas Kulonprogo. Menurut bapak Makrup, tradisi adat suronan ini berperan sebagai pembentukan pola sikap keagamaan remaja di dusun Keceme. Hal tersebut dapat terlihat dari partisipasi remaja yang aktif dalam acara pelaksanaan tradisi suronan. Para remaja di dusun Keceme mampu mengubah persepsi masyarakat yang beranggapan bahwa tradisi suronan hanya sebagai ajang wisata menikmati pemandangan alam saja. Namun, dengan adanya peran aktif remaja tradisi suronan dijadikan sebagai wisata religi (ziarah di puncak Suroloyo).
lviii
BAB IV
lix
Tradisi adat suronan di Suroloyo dirayakan setiap tahun sekali pada tanggal 1 suro di kawasan wisata puncak Suroloyo. Saat tanggal 1 suro tiba, masyarakat dusun Keceme merakayan suronan tersebut dengan jamasan pusaka dan kirab pusaka. Tradisi ini bertujuan untuk mikul duwur mendem jero (melestarikan budaya), minta keselamatan kepada Allah, ngalap berkah dan mengenalkan kepada anak dan remaja tentang kebudayaan agar tradisi ini tidak punah dan tetap dijaga serta dilestarikan. Selain itu, tradisi suronan ini juga bertujuan untuk mengenalkan kepada masyarakat sekitar bahwa tradisi ini tidak hanya sebagai ajang hiburan, tetapi juga mengandung unsur keagamaan.
A. Prosesi tradisi adat suronan di Suroloyo dusun Keceme, Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
1. Lokasi Pelaksanaan
Lokasi pelaksanaan upacara jamasan pusaka terletak di kawasan wisata alam Puncak Suroloyo yaitu di dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo DIY. Kemudian acara di lanjutkan di Sendang Kawidodaren yang berada di sebelah barat puncak Suroloyo.
lx 1. Pelaku Upacara
Pelaku upacara dalam jamasan pusaka terdiri dari juru kunci, tokoh masyarakat, sesepuh desa, warga dusun Keceme, pejabat desa. Namun panitia juga mengundang tamu dari kecamatan, kabupaten dan provinsi DIY.
2. Pelaksanaan Upacara a. Persiapan
1). Membersihkan Sendang dan Membuat Gapura
Upacara jamasan pusaka diawali dengan membersihkan sekitar lokasi sendang Kawidodaren. Selanjutnya dilaksanakan pembuatan gapura. Pembuatan gapuro dilaksanakan sehari sebelum upacara jamasan pusaka di pintu masuk sendang Kawidodaren tempat untuk menjamas pusaka.
2). Memasang Tarub
Tarub di buat dari janur kuning yang batangnya telah di belah menjadi dua bagian dan dibuang lidinya. Tarub di pasang di gapuro masuk sendang kawidodaren dan pintu gerbang sendang kawidodaren. Tarub yang di pasang pada kedua pintu masuk mempunyai makna. Janur kuning mempunyai makna jernih atau hening, ketabahan seseorang melambangkan pikiran seseorang bertingkah laku baik dan tidak berbuat serakah.
lxi
Atap terdiri dari terpal yang di pasang di atas bangunan sendang kewidodaren. Terpal terpasang dengan di ikatkan pada pohon sekitar sendang kewidodaren tersebut dengan menggunakan tali yang terbuat dari bambu. Tujuan di pasang atap supaya kotoran tidak masuk ke dalam sendang kewidodaren sewaktu pelaksanaan jamasan pusaka.
4). Memeriksa dan Menyiapkan Pusaka
Pemeriksaan pusaka dilaksanakan sehari sebelum upacara setelah selesai membuat gapura di rumah juru kunci. Tujuan di lakukan pemeriksaan adalah untuk mengetahui keadaan pusaka. Pusaka yang di simpan di rumah juru kunci tersebut berjumlah dua buah, diantaranya berbentuk tombak dan payung. Pusaka di bawa ke ruang tamu rumah juru kunci untuk di bersihkan dari kotoran debu, persiapan sebelum hari pelaksanaan upacara Jamasan Pusaka di antaranya mengambil pusaka dari dari kamar penyimpanan. 5). Memasang Sesaji
Memasang sesaji di lakukan di tempat-tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat dusun Keceme, yaitu sendang kawidodaren, puncak dan tempat penyimpanan pusaka.