• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Stress

Dalam dokumen SKRIPSI HUBUNGAN OBESITAS DAN STRESS DEN (Halaman 36-43)

Konsep Stress

2.3.1 Pengertian Stress

Konsep Stress

2.3.1

Pengertian Stress

Menurut Selye dalam buku Fundamental Keperawatan volume 1, stress adalah segala

situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan individu untuk berespon atau melakukan

tindakan (Potter and Perry, 2005).

Menurut Dadang Hawari dalam buku psikologi untuk keperawatan, stress adalah reaksi

atau respon tubuh terhadap stressor psikososial (Sunaryo, 2004).

Ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional dan

spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatn fisik manusia tersebut

(National Safety Council, 2004).

Karena respon tubuh terhadap stress akan terasang sistem syaraf simpatis, sering dikatakan

bahwa tujuan sistem simpatis adalah untuk mengadakan penggiatan tambahan dari tubuh dalam

keadaan stress. Ini sering disebut reaksi stress simpatis. Sisten simpatis juga sangat digiatkan

dalam banyak keadaan emosional. Misalnya dalam keadaan merah, yang terutama ditimbulkan

oleh perangsangan hipotalamus, ini menyebabkan terangsangnya saraf simpatis atau lebih

dikenal dengan istilah reaksi alaram simpatis (Guyton and Hall, 2007)

Secara fisiologis sistem syaraf simpatis akan miningkatkan kegiatan metabolisme dalam

tubuh, secara khusus menyebabkan beberapa hal dibawah ini :

1. Peningkatan tekanan arteri (tekanan darah).

2. Peningkatan aliran darah ke otot-otot aktif berbarengan dengan penurunan aliran darah ke organ-

organ yang tidak penting untuk kegiatan cepat.

3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh.

4. Peningkatan glikolisis di dalam otot.

5. Peningkatan kekuatan otot.

6. Peningkatan konsentrasi glukosa darah.

7. Peningkatan kegiatan mental.

Stress dapat meningkatkan kandungan glukosa darah karena stress menstimulus organ

endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin mempunyai efek yang sangat kuat dalam

menyebabkan timbulnya proses glikoneogenesis di dalam hati sehingga akan melepaskan

sejumlah besar glukosa ke dalam darah dalam beberapa menit (Guyton and Hall, 2007).

2.3.3

Penyebab Stress dan Stressor psikosal

Menurut Iyus Yosep (2007) stressor psikosal adalah setiap keadaan atau peristiwa yang

itu terpaksa mengadakan adaptasi atau menanggulangi stressor yang timbul. Namun, tidak semua

mampu mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya, sehingga timbulah keluhan-

keluhan kejiwaan, antara lain depresi. Pada umumnya jenis stressor psikosal dapat digolongakn

sebagai berikut :

1. Perkawinan

Berbagai permasalahan perkawinan perkawinan merupakan sumber stress yang dialami

seseorang : misalnya pertengkaran, perpisahan (separation), perceraian, kematian salah satu

pasangan, ketidaksetiaan dan lain sebagainya. Stressor perkawinan ini dapat menyebabkan

seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.

2. Problem Orang Tua

Permasalahan yang hadapi orang tua misalnya tidak punya anak, kebanyakan anak,

kenakalan anak, anak sakit, hubungan yang tidak baik dengan mertua, ipar, besan dan lain

sebagainya. Permasalahan tersebut di atas merupakan sumber stress yang pada gilirannya

seseorang dapat jatuh dalam depresi dan kecemasan.

3. Hubungan Interpersonal (Antarpribadi)

Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik,

konflik dengan kekasih, antar atasan dan bawahan, dan lain sebagainya. Konflik hubungan

interpersonal ini dapat merupakan sumber stress bagi seseorang dan yang bersangkutan dapat

mengalami depresi dan kecemasan karenanya.

4. Pekerjaan

Masalah pekerjaan merupakan sumber stress kedua setelah masalah perkawinan. Banyak

banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi, jabatan, kenaikan pangkat, pensiun, kehilangan pekerjaan

(PHK) dan lain sebagainya.

5. Lingkungan Hidup

Kondisi lingkungan hidup yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang.

Misalnya soal perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang

rawan (kriminalitas) dan sebagainya. Rasa tercekam dan tidak merasa aman ini sangat

mengganggu ketenagan dan ketentraman hidup, sehingga tidak jarang orang jatuh ke dalam

depresi dak kecemasan.

6. Keuangan

Masalah keuangan (kondisi social ekonomi) yang tidak sehat, misalnya pendapatan jauh

lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan, dan lain

sebaggainya. Problem keuangan amat berpengaruh pada kesehatan jiwa seseorang dan seringkali

masalah keuangan ini merupakan faktor yang membuat seseorang jatuh dalam depresi dan

kecemasan.

7. Hukum

Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan stress pula, misalnya

tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain-lain. Stress di bidang hukum ini dapat

menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan

8. Perkembangan

Yang dimaksud disini adalah masalah perkembangn baik fisik maupun mental seseorang,

misalnya masa remaja, masa dewasa, menopause, usia lanjut, dan lain sebagainya. Kondisi setiap

perubahan fase-fase tersebut di atas, untuk sebagian individu dapat menyebabkan depresi dan

menurut penelitan terbaru, pada umur 40 tahun kinerja otak kita mulai menurun. Ini berkaitan

dengan selubung mielin (myelin sheath), salah satu bagian yang penting dari sel saraf otak. Di

atas umur 40, tubuh kita mulai kehilangan kemampuan untuk terus-menerus memperbaharui

selubung itu, sehinga menyebabkan berbagai gejala kognitif yang dikaitkan dengan penuaan

(Catshade, 2009).

9. Penyakit Fisik dan Cidera

Sumber stress dapat menimbulkan depresi dan kecemasan di sini antara lain penyakit,

kecelakaan, operasi / pembedahan, aborsi, dan lain sebagainya. Dalam hal ini penyakit yang

banyak menimbulkan depresi dan kecemasan adalah penyakit kronis, jantung, kanker dan

sebagainya.

10. Faktor Keluarga

Yang dimaksud disini adalah faktor stress yang dialami oleh anak dan remaja yang

disebabkan kondisi keluarga yang tidakbaik (yaitu sikap orang tua) misalnya:

1) Hubungan kedua orang tua yang dingin atau penuh ketegangan atau acuh tak acuh.

2) Kedua orang tua jarang di rumah dan tidak ada waktu untuk bersama dengan anak-anak.

3) Komunikasi antara orang tua dan anak yang tidak baik.

4) Kedua orang tua berpisah dan bercerai.

5) Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa / kepribdian

6) Orang tua dalam pendidikan anak kurang sabar, pemarah, keras, dan otoriter dan lain

sebagainya.

Stressor kehidupan lainnya juga dapat menimbulakan depresi dan kecemasan adalah antara

lain bencana alam, perkosaan, kehamilan di luar nikah dan lain sebagainya.

2.3.4

Model-Model Stress

Asal dan efek stress dapat diperiksa dalam istilah kedokteran dan model teoritis perilaku.

Model stress digunakan untuk mengidentifikasi stressor bagi individu tertentu dan memprediksi

respon individu tersebut terhadap stressor. Setiap model menekankan aspek stress yang berbeda.

Perawat menggunakan model stress untuk membantu klien mengatasi respon yang tidak

sehat, non-produktif. Dengan modifikasi, model ini dapat membantu perawat berespon dalam

merawat dengan cara yang menunjukkan individualisasi bagi klien.

1. Model Stress Berdasarkan Respon

Model ini mengidentifikasi stress sebagai respon induvidu terhadap stressor yang

diterima. Selye (1982) menjelaskan stress sebagai respon non spesifik yang timbul terhadap

tuntunan lingkungan, respon umun ini disebut sebagai general adaptasi sindrom (GAS) dan

dibagi menjadi tiga fase yaitu : fase sinyal, fase perlawanan dan fase keletihan (Iyus Yosep ,

2007).

1) Reaksi alaram / sinyal

Merupakan respon siaga (flight or flight), yang termasuk disini adalah efek aktivasi

sistem syaraf autonom dan mempunyai karakteristik adanya penurunan resistensi tubuh terhadap

stress. Medula adrenal sebaliknya mensekresi adrenalin dan nonadrenalin. Hormon

adrenokortikotropik (ACTH) dihasilkan oleh glandula hipofisis, yang menstimulus korteks

adrenal untuk melepaskan glikokortikotiroid. Dapat terjadi peningkatan emosi dan ketegangan

(Niven Neil, 2000).

Hipofisis terus mengeluarkan ACTH, yang kemudian merangsang korteks adrenal untuk

mensekresi glukokortikoid, yang penting untuk resistensi terhadap stress karena glukokortikoid

merangsang konversi lemak dan protein menjadi glukosa yang menghasilkan energi untuk

mengatasi stress. Selama tahap ini, resistensi terhadap stress yang khusus meningkat dan

kemudian respon yang sifatnya sama akan hilang. Banyak penyakit yang berhubungan dengan

stress timbul pada tahap resistensi. Beberapa mungkin berhubungan dengan efek dari hormon

glukokortikoid yang menghambat pembentukan antibodi, dan menurunkan pembentukan sel

darah putih. Bagian lain dari tahap resistensi GAS adalah penekanan dari banyak fungsi tubuh

yang berhubungan dengan perlaku seksual dan reproduksi. Pada pria, produksi sperma menurun,

karena penurunan sekresi hormon seksual pria; pada wanita siklus menstruasi terganggu atau

tertekan (Niven Neil, 2000).

3) Tahap kelelahan / keletihan

Jika stress yang khusus tersebut terus berlanjut, kemampuan tubuh untuk menahannya

dan untuk menghindari stress yang lain pada akhirnya akan gagal (Niven Neil, 2000).

2. Model Berdasar Stimulus

Model stimulus berdasarkan pada analogi sederhana dengan hukum elastisitas, Hooke

menjelaskan hukum elastisitas untuk menguraikan bagaimana beban dapat menimbulkan

kerusakan. Jika strain yang dihasilkan oleh stress yang diberikan berada pada batas elastisitas

dari material tersebut akan kembali ke kondisi semula, tetapi jika strain yang dihasilkan

Pendekatan model stimulus ini menganggap stress sebagai ciri-ciri dari stimulus

lingkungan yang dalam beberpa hal dianggap mengganggu atau merusak, model yang digunakan

pada dasarnya adalah stressor eksternal akan menimbulkan reaksi stress atau strain dalam diri

individu. Pendekatan ini menempatkan stress sebagai sesuatu yang dipelajari dan menekankan

pada stimulus apa yang merupakan diagnosa stress. Hal ini memandang bagaimana sumber daya

individu. Kelemahan dari model stimulus ini adalah kegagalannya dalam memperhitungkan cara

orang menyatakan realita dari stimulus lingkungan terhadap respon. (Iyus Yosep , 2007).

3. Model Berdasar Transaksional

Pendekatan ini mengacu pada interaksi yang timbul manusia dan lingkungannya.

Antarvariabel lingkungan dan individu terhadap proses penilaian kognitif yang menjadi

mediatornya. Studi yang berlandaskan pada pendekatan ini menyimpulkan bahwa kita tidak akan

dapat memprediksi penampilan seseorang hanya dengan mengenali stimulus, individu bervariasi

dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya yaitu dengan melakukan koping terhadap

berbagai tuntutan.

Tiga tahap dalam mengukur potensial yang mengandung stress yaitu pengukuran suatu

situasi potensial mengandung stress : (1) pengukuran primer; menggali persepsi individu

terhadap masalah saat ia menilai tantangan atau tuntutan yang menimpanya; (2) pengukuran

skunder; mengkaji kemampuan seseorang atau sumber-sunber tersedia diarahkan untuk

mengatasi masalah; (3) pengukuran tersier, berfokus pada perkiraan keefektifan perilaku koping

dalam mengurangi dan menghadapi ancaman. (Iyus Yosep , 2007)

Dalam dokumen SKRIPSI HUBUNGAN OBESITAS DAN STRESS DEN (Halaman 36-43)

Dokumen terkait