Konsep Stress
2.3.1 Pengertian Stress
Konsep Stress
2.3.1
Pengertian Stress
Menurut Selye dalam buku Fundamental Keperawatan volume 1, stress adalah segala
situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan individu untuk berespon atau melakukan
tindakan (Potter and Perry, 2005).
Menurut Dadang Hawari dalam buku psikologi untuk keperawatan, stress adalah reaksi
atau respon tubuh terhadap stressor psikososial (Sunaryo, 2004).
Ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional dan
spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatn fisik manusia tersebut
(National Safety Council, 2004).
Karena respon tubuh terhadap stress akan terasang sistem syaraf simpatis, sering dikatakan
bahwa tujuan sistem simpatis adalah untuk mengadakan penggiatan tambahan dari tubuh dalam
keadaan stress. Ini sering disebut reaksi stress simpatis. Sisten simpatis juga sangat digiatkan
dalam banyak keadaan emosional. Misalnya dalam keadaan merah, yang terutama ditimbulkan
oleh perangsangan hipotalamus, ini menyebabkan terangsangnya saraf simpatis atau lebih
dikenal dengan istilah reaksi alaram simpatis (Guyton and Hall, 2007)
Secara fisiologis sistem syaraf simpatis akan miningkatkan kegiatan metabolisme dalam
tubuh, secara khusus menyebabkan beberapa hal dibawah ini :
1. Peningkatan tekanan arteri (tekanan darah).
2. Peningkatan aliran darah ke otot-otot aktif berbarengan dengan penurunan aliran darah ke organ-
organ yang tidak penting untuk kegiatan cepat.
3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh.
4. Peningkatan glikolisis di dalam otot.
5. Peningkatan kekuatan otot.
6. Peningkatan konsentrasi glukosa darah.
7. Peningkatan kegiatan mental.
Stress dapat meningkatkan kandungan glukosa darah karena stress menstimulus organ
endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin mempunyai efek yang sangat kuat dalam
menyebabkan timbulnya proses glikoneogenesis di dalam hati sehingga akan melepaskan
sejumlah besar glukosa ke dalam darah dalam beberapa menit (Guyton and Hall, 2007).
2.3.3
Penyebab Stress dan Stressor psikosal
Menurut Iyus Yosep (2007) stressor psikosal adalah setiap keadaan atau peristiwa yang
itu terpaksa mengadakan adaptasi atau menanggulangi stressor yang timbul. Namun, tidak semua
mampu mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya, sehingga timbulah keluhan-
keluhan kejiwaan, antara lain depresi. Pada umumnya jenis stressor psikosal dapat digolongakn
sebagai berikut :
1. Perkawinan
Berbagai permasalahan perkawinan perkawinan merupakan sumber stress yang dialami
seseorang : misalnya pertengkaran, perpisahan (separation), perceraian, kematian salah satu
pasangan, ketidaksetiaan dan lain sebagainya. Stressor perkawinan ini dapat menyebabkan
seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
2. Problem Orang Tua
Permasalahan yang hadapi orang tua misalnya tidak punya anak, kebanyakan anak,
kenakalan anak, anak sakit, hubungan yang tidak baik dengan mertua, ipar, besan dan lain
sebagainya. Permasalahan tersebut di atas merupakan sumber stress yang pada gilirannya
seseorang dapat jatuh dalam depresi dan kecemasan.
3. Hubungan Interpersonal (Antarpribadi)
Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik,
konflik dengan kekasih, antar atasan dan bawahan, dan lain sebagainya. Konflik hubungan
interpersonal ini dapat merupakan sumber stress bagi seseorang dan yang bersangkutan dapat
mengalami depresi dan kecemasan karenanya.
4. Pekerjaan
Masalah pekerjaan merupakan sumber stress kedua setelah masalah perkawinan. Banyak
banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi, jabatan, kenaikan pangkat, pensiun, kehilangan pekerjaan
(PHK) dan lain sebagainya.
5. Lingkungan Hidup
Kondisi lingkungan hidup yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang.
Misalnya soal perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang
rawan (kriminalitas) dan sebagainya. Rasa tercekam dan tidak merasa aman ini sangat
mengganggu ketenagan dan ketentraman hidup, sehingga tidak jarang orang jatuh ke dalam
depresi dak kecemasan.
6. Keuangan
Masalah keuangan (kondisi social ekonomi) yang tidak sehat, misalnya pendapatan jauh
lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan, dan lain
sebaggainya. Problem keuangan amat berpengaruh pada kesehatan jiwa seseorang dan seringkali
masalah keuangan ini merupakan faktor yang membuat seseorang jatuh dalam depresi dan
kecemasan.
7. Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan stress pula, misalnya
tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain-lain. Stress di bidang hukum ini dapat
menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan
8. Perkembangan
Yang dimaksud disini adalah masalah perkembangn baik fisik maupun mental seseorang,
misalnya masa remaja, masa dewasa, menopause, usia lanjut, dan lain sebagainya. Kondisi setiap
perubahan fase-fase tersebut di atas, untuk sebagian individu dapat menyebabkan depresi dan
menurut penelitan terbaru, pada umur 40 tahun kinerja otak kita mulai menurun. Ini berkaitan
dengan selubung mielin (myelin sheath), salah satu bagian yang penting dari sel saraf otak. Di
atas umur 40, tubuh kita mulai kehilangan kemampuan untuk terus-menerus memperbaharui
selubung itu, sehinga menyebabkan berbagai gejala kognitif yang dikaitkan dengan penuaan
(Catshade, 2009).
9. Penyakit Fisik dan Cidera
Sumber stress dapat menimbulkan depresi dan kecemasan di sini antara lain penyakit,
kecelakaan, operasi / pembedahan, aborsi, dan lain sebagainya. Dalam hal ini penyakit yang
banyak menimbulkan depresi dan kecemasan adalah penyakit kronis, jantung, kanker dan
sebagainya.
10. Faktor Keluarga
Yang dimaksud disini adalah faktor stress yang dialami oleh anak dan remaja yang
disebabkan kondisi keluarga yang tidakbaik (yaitu sikap orang tua) misalnya:
1) Hubungan kedua orang tua yang dingin atau penuh ketegangan atau acuh tak acuh.
2) Kedua orang tua jarang di rumah dan tidak ada waktu untuk bersama dengan anak-anak.
3) Komunikasi antara orang tua dan anak yang tidak baik.
4) Kedua orang tua berpisah dan bercerai.
5) Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa / kepribdian
6) Orang tua dalam pendidikan anak kurang sabar, pemarah, keras, dan otoriter dan lain
sebagainya.
Stressor kehidupan lainnya juga dapat menimbulakan depresi dan kecemasan adalah antara
lain bencana alam, perkosaan, kehamilan di luar nikah dan lain sebagainya.
2.3.4
Model-Model Stress
Asal dan efek stress dapat diperiksa dalam istilah kedokteran dan model teoritis perilaku.
Model stress digunakan untuk mengidentifikasi stressor bagi individu tertentu dan memprediksi
respon individu tersebut terhadap stressor. Setiap model menekankan aspek stress yang berbeda.
Perawat menggunakan model stress untuk membantu klien mengatasi respon yang tidak
sehat, non-produktif. Dengan modifikasi, model ini dapat membantu perawat berespon dalam
merawat dengan cara yang menunjukkan individualisasi bagi klien.
1. Model Stress Berdasarkan Respon
Model ini mengidentifikasi stress sebagai respon induvidu terhadap stressor yang
diterima. Selye (1982) menjelaskan stress sebagai respon non spesifik yang timbul terhadap
tuntunan lingkungan, respon umun ini disebut sebagai general adaptasi sindrom (GAS) dan
dibagi menjadi tiga fase yaitu : fase sinyal, fase perlawanan dan fase keletihan (Iyus Yosep ,
2007).
1) Reaksi alaram / sinyal
Merupakan respon siaga (flight or flight), yang termasuk disini adalah efek aktivasi
sistem syaraf autonom dan mempunyai karakteristik adanya penurunan resistensi tubuh terhadap
stress. Medula adrenal sebaliknya mensekresi adrenalin dan nonadrenalin. Hormon
adrenokortikotropik (ACTH) dihasilkan oleh glandula hipofisis, yang menstimulus korteks
adrenal untuk melepaskan glikokortikotiroid. Dapat terjadi peningkatan emosi dan ketegangan
(Niven Neil, 2000).
Hipofisis terus mengeluarkan ACTH, yang kemudian merangsang korteks adrenal untuk
mensekresi glukokortikoid, yang penting untuk resistensi terhadap stress karena glukokortikoid
merangsang konversi lemak dan protein menjadi glukosa yang menghasilkan energi untuk
mengatasi stress. Selama tahap ini, resistensi terhadap stress yang khusus meningkat dan
kemudian respon yang sifatnya sama akan hilang. Banyak penyakit yang berhubungan dengan
stress timbul pada tahap resistensi. Beberapa mungkin berhubungan dengan efek dari hormon
glukokortikoid yang menghambat pembentukan antibodi, dan menurunkan pembentukan sel
darah putih. Bagian lain dari tahap resistensi GAS adalah penekanan dari banyak fungsi tubuh
yang berhubungan dengan perlaku seksual dan reproduksi. Pada pria, produksi sperma menurun,
karena penurunan sekresi hormon seksual pria; pada wanita siklus menstruasi terganggu atau
tertekan (Niven Neil, 2000).
3) Tahap kelelahan / keletihan
Jika stress yang khusus tersebut terus berlanjut, kemampuan tubuh untuk menahannya
dan untuk menghindari stress yang lain pada akhirnya akan gagal (Niven Neil, 2000).
2. Model Berdasar Stimulus
Model stimulus berdasarkan pada analogi sederhana dengan hukum elastisitas, Hooke
menjelaskan hukum elastisitas untuk menguraikan bagaimana beban dapat menimbulkan
kerusakan. Jika strain yang dihasilkan oleh stress yang diberikan berada pada batas elastisitas
dari material tersebut akan kembali ke kondisi semula, tetapi jika strain yang dihasilkan
Pendekatan model stimulus ini menganggap stress sebagai ciri-ciri dari stimulus
lingkungan yang dalam beberpa hal dianggap mengganggu atau merusak, model yang digunakan
pada dasarnya adalah stressor eksternal akan menimbulkan reaksi stress atau strain dalam diri
individu. Pendekatan ini menempatkan stress sebagai sesuatu yang dipelajari dan menekankan
pada stimulus apa yang merupakan diagnosa stress. Hal ini memandang bagaimana sumber daya
individu. Kelemahan dari model stimulus ini adalah kegagalannya dalam memperhitungkan cara
orang menyatakan realita dari stimulus lingkungan terhadap respon. (Iyus Yosep , 2007).
3. Model Berdasar Transaksional
Pendekatan ini mengacu pada interaksi yang timbul manusia dan lingkungannya.
Antarvariabel lingkungan dan individu terhadap proses penilaian kognitif yang menjadi
mediatornya. Studi yang berlandaskan pada pendekatan ini menyimpulkan bahwa kita tidak akan
dapat memprediksi penampilan seseorang hanya dengan mengenali stimulus, individu bervariasi
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya yaitu dengan melakukan koping terhadap
berbagai tuntutan.
Tiga tahap dalam mengukur potensial yang mengandung stress yaitu pengukuran suatu
situasi potensial mengandung stress : (1) pengukuran primer; menggali persepsi individu
terhadap masalah saat ia menilai tantangan atau tuntutan yang menimpanya; (2) pengukuran
skunder; mengkaji kemampuan seseorang atau sumber-sunber tersedia diarahkan untuk
mengatasi masalah; (3) pengukuran tersier, berfokus pada perkiraan keefektifan perilaku koping
dalam mengurangi dan menghadapi ancaman. (Iyus Yosep , 2007)