• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Pengertian merek

Menurut American Marketing Association dalam Kotler (2005) dikatakan bahwa merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal berikut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual untuk membedakan dari produk lainnya. Undang-Undang di Indonesia yang mengatur tentang merek yaitu UU No.15 tahun 2001. Dalam UU No.15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Menurut Rangkuti (2002), merek juga dapat dibagi dalam pengertian lainnya, seperti:

a. Brand name (nama merek)

Nama merek merupakan bagian dari merek yang dapat diucapkan. b. Brand mark (tanda merek)

Tanda merek merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf, atau warna khusus.

c. Trade mark (tanda merek dagang)

Tanda merek dagang merupakan merek atau sebagian dari merek yang dilindungi oleh hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda merek dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek (tanda merek). d. Copyright (hak cipta)

Hak cipta merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni.

2.7. Brand Equity

Menurut Aaker (1997) brand equity (ekuitas merek) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya yang menambahkan dan mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan. Konsep brand equity dapat terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Konsep brand equity (Aaker, 1997)

Menurut Aaker dalam Durianto, dkk (2004), mengelompokkan brand equity ke dalam lima kategori, yaitu:

2.7.1. Brand Awareness (Kesadaran Merek)

Kesadaran merek artinya adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Aaker, 1997). Menurut Rangkuti (2002), tingkat kesadaran merek secara berurutan dapat di gambarkan sebagai suatu piramida.

Penjelasan mengenai piramida brand awareness dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah sebagai berikut:

Brand Awareness

Perceived Quality

Brand Association

Brand Loyalty Other proprietary

brand assets

Memberikan nilai kepada pelanggan dengan memperkuat:

• Intrepetasi / proses informasi

• Rasa percaya diri dalam pembelian

• Pencapaian kepuasan dari pelanggan

Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat:

• Efesiensi dan efektifitas program pemasaran • Brand Loyalty • Harga/Laba • Perluasan merek • Peningkatan perdagangan • Keuntungan kompetitif Brand Equity

a) Unaware of brand (tidak menyadari merek)

Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.

b) Brand recognition (pengenalan merek)

Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seseorang memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian. c) Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek)

Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut.

d) Top of mind (puncak pikiran)

Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat menyebutkan satu merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen.

Gambar 3. Piramida Brand Awareness (Aaker dalam Durianto dkk, 2004) Brand Recognition

Unaware Brand Brand Recall

2.7.2. Brand Association (Asosiasi Merek)

Menurut Durianto, dkk (2004), Brand Association adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut.

Menurut Aaker dalam Durianto, dkk (2004), fungsi dari brand association adalah:

1. Membantu proses penyusunan informasi

2. Memberikan landasan penting bagi upaya pembeda suatu merek dari merek lain

3. Membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen (konsumen benefit) yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tertentu.

4. Menciptakan sikap dan perasaan positif atas dasar pengalaman merek serta pengubahan pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang berbeda.

5. Menjadi landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesuaian (Sense of fit) antara merek dan sebuah produk baru.

Menurut Durianto, dkk (2004) terdapat beberapa acuan dalam penentuan brand association, yaitu:

1. Produk attributes (atribut produk)

Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.

2. Intangibles attributes (atribut tidak berwujud)

Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif.

3. Customer’s benefits (manfaat dari pelanggan)

Manfaat bagi pelanggan dapat terbagi menjadi dua, yaitu rational benefit (manfaat rasional) dan psychological benefits (manfaat psikologis). Manfaat rasional berkaitan dengan atribut dari produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional. Manfaat psikologis sering kali merupakan konsekuensi ekstrem dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut.

4. Relative price (harga relatif)

Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.

5. Application (penggunaan)

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.

6. User/customer (pengguna/pelanggan)

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. 7. Celebity/person (orang terkenal/khalayak)

Mengkaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.

8. Life style/personality (gaya hidup/kepribadian)

Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama.

9. Product class (kelas produk)

Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya. 10. Competitors (para pesaing)

Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing.

11. Country/geographic area (negar/wilayah geografis)

Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan.

2.7.3. Perceived Quality (Kesan Kualitas)

Menurut Durianto, dkk (2004), perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atas keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Perceived quality ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk di mata pelanggan.

Seorang pelanggan yang tidak memiliki informasi yang cukup dapat mengarahkan kepada penentuan kualitas suatu merek secara objektif. Mungkin pula pelanggan tidak termotivasi untuk memproses informasi, tidak mempunyai kesanggupan dan sumber daya untuk memperoleh dan memproses informasi sehingga perceived quality menjadi sangat berperan dalam keputusan pelanggan. Menurut Durianto, dkk (2004) perceived quality dapat menghasilkan nilai-nilai sebagai berikut:

1. Alasan untuk membeli

Keterbatasan informasi, uang dan waktu membuat keputusan pembelian seorang pelanggan sangat mempengaruhi oleh perceived quality suatu merek yang ada di benak konsumen.

2. Diferensiasi atau posisi dan harga premium

Salah satu karakteristik yang penting dari merek produk adalah posisinya dalam dimensi perceived quality, apakah merek tersebut merupakan yang terbaik? Atau sama baiknya dengan merek lainnya? Apakah merek tersebut ekonomis? Salah satu keuntungan dari perceived quality adalah dalam menentukan harga premium yang

dapat meningkatkan laba yang secara langsung dapat meningkatkan profitabilitas.

3. Perluasan saluran distribusi

Para pengecer dan distributor akan termotivasi untuk menjadi penyalur produk dan merek dengan perceived quality yang tinggi, yang berarti dapat memperluas distribusi dari merek produk tersebut. Dengan citra menyalurkan produk berkualitas, distributor dapat menawarkan harga-harga yang menarik dan dapat menguasai niaga distribusi.

4. Perluasan merek

Suatu merek produk dengan perceived quality kuat dapat dieksploitasi ke arah perluasan merek. Produk dengan merek yang memiliki perceived quality kuat dan mempunyai kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan dengan merek yang memiliki perceived quality lemah, sehingga perluasan produk dari merek dengan perceived quality yang kuat memungkinkan perolehan pangsa pasar yang lebih besar pula.

2.7.4. Brand loyalty (Loyalitas Merek)

Menurut Durianto, dkk (2004), brand loyalty menjadi gagasan inti dari pemasaran dan merupakan ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Loyalitas merek merupakan salah satu indikator inti dari ekuitas merek yang terkait dengan laba di masa depan, karena secara langsung dihubungkan dengan tingkat penjualan di masa depan.

Menurut Aaker dalam Durianto, dkk (2004), loyalitas pelanggan terhadap merek terdiri dari beberapa tingkatan yaitu sebagai berikut:

1. Berpindah-pindah (switcher)

Pembeli yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat yang paling dasar. Pada tingkatan ini, pelanggan menganggap merek memegang peranan yang sangat kecil dalam pengambilan keputusan pembelian. Ciri

pelanggan yang berpindah-pindah merek adalah mereka membeli suatu produk karena faktor harga yang murah.

2. Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual buyer)

Pembeli yang berada pada tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Pembeli ini membeli suatu merek didasarkan kebiasaan.

3. Pembeli yang puas (Satisfied buyer)

Pembeli merek ini termasuk dalam kategori puas pada merek yang dikonsumsinya, meskipun mereka menganggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang atau resiko kinerja dengan beralih pembeliannya ke merek lain.

4. Pembeli yang menyukai merek (Liking the brand)

Pembeli ini merupakan pembeli yang bersungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini perasaan emosional sangat terkait pada merek. Rasa suka pembeli dapat didasarkan oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi.

5. Pembeli yang berkomitmen (Committed buyer)

Pembeli ini merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting dari segi fungsinya maupun sebagai ekspresi diri.

Tiap tingkatan brand loyalty mewakili tantangan pemasaran yang berbeda dan mewakili tipe aset yang berbeda dalam pengelolaan ekploitasinya. Konsep brand loyalty dapat terlihat seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Piramida brand loyalty (Aaker, 1997)

2.8.Penelitian Terdahulu

Menurut Ramdhan (2006) yang meneliti analisis efektivitas iklan semen Holcim PT. Holcim Indonesia, Tbk., pada media televisi menunjukkan hasil yang baik. Sebagian besar responden telah mengetahui hadirnya merek semen Holcim pada pasar segmen nasional. Responden memberikan respon dan sikap yang positif terhadap iklan semen Holcim. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode EPIC model, dapat disimpulkan bahwa iklan semen Holcim dinilai efektif ditinjau dari keempat dimernsinya yaitu empati, persuasi, dampak dan komunikasi. Begitu pula halnya dengan hasil analisis yang menggunakan metode DRM, dapat disimpulkan bahwa iklan semen Holcim dinilai efektif dilihat dari kelima dimensinya yaitu perhatian, pemahaman, aspek kognitif, aspek afektif dam sikap responden terhadap iklan.

Menurut Mulyadin (2006) dalam penelitiannya tentang analisis efektifitas iklan televisi kecap cap bango dan brand equity produk kecap, hasil dari strategi iklan yang dilakukan cap Bango sudah efektif, hal ini terlihat dari hasil pengukuran melalui CRI (Customer Response Index). Sebagian besar dari responden sudah mengetahui keberadaan kecap cap Bango, hal ini terlihat berdasarkan hasil analisis brand awareness yang menempati posisi tertinggi dibandingkan merek kecap lainnya. Asosiasi

Committed buyer Liking the brand

Satisfied buyer

Habitual buyer

pembentuk brand image dari cap Bango yaitu iklan di televisi yang gencar, iklan di televisi yang menarik, kualitas yang diperoleh sudah sesuai harga, informasi produk yang lengkap, dan terbuat dari bahan-bahan alami. Pada ukuran persepsi kualitas, kecap merek Bango dinilai lebih unggul pada atribut rasanya yang enak, kekentalannya pas, mudah meresap pada makanan, dan terbuat dari bahan-bahan alami. Sementara pada tingkat loyalitas merek, kecap merek Bango didominasi oleh konsumen yang berada pada tingkatan konsumen yang benar-benar menyukai kecap Bango.

Menurut Pratama (2006) dalam analisis brand equity Pocari Sweat dalam persaingan industri minuman bahwa elemen brand awareness merek Pocari Sweat merupakan merek yang paling diingat oleh konsumen. Asosiasi pembentuk brand image pada elemen brand association menunjukkan bahwa merek Pocari Sweat mendapatkan dua brand image, yaitu aman bagi kesehatan dan rasa yang segar pelepas dahaga. Penilaian konsumen pada perceived quality menunjukkan bahwa merek Pocari Sweat lebih unggul dibandingkan merek lainnya dalam atribut manfaat, aman bagi kesehatan, menghilangkan dehidrasi, rasa, dan memulihkan stamina. Hasil analisa perceived quality dengan metode biplot menunjukkan bahwa Pocari Sweat memiliki beberapa karakteristik atribut yang melekat pada mereknya yaitu atribut manfaat, aman bagi kesehatan, menghilangkan dehidrasi dan memulihkan stamina. Analisa pada elemen brand loyalty menunjukkan bahwa merek Pocari Sweat belum memiliki brand loyalty yang kuat. Hal ini tercermin dari bentuk piramida brand loyalty yang mengecil pada tingkatan liking the brand dan committed buyer.

Dokumen terkait