• Tidak ada hasil yang ditemukan

WAKAF DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Wakaf

49 Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan

Tanah Wakaf di Negara Kita, (Bandung : PT Aditya Bakti, 1994), Cet ke-4,

Kata wakaf adalah bentuk mashdar dari kata

- َفَق َو

ُفِقَي

-اًفْق َو

. Kata

َفَق َو

sebagai fi’il laazim, bentuk mashdarnya

فوُق ُو

berarti berhenti dari berjalan. Sedangkan kata

َفَق َو

sebagai fi’il muta’addi, bentuk mashdarnya

فْق َو

berarti menghentikan sesuatu. Menurut Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, secara etimologi wakaf adalah al habs (menahan). Dan dia menjabarkan dengan “menahan suatu barang dan memberikan manfaatnya”.50

Wakaf mempunyai 25 arti lebih, namun yang lazim dipakai adalah wakaf dengan arti menahan dan mencegah.51 Dan dari berbagai pengertian wakaf dapat dikatakan bahwa bahwa al waqf dan al habs sama mengandung makna menahan atau mencegah. Dikatakan menahan karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan dan semua tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan wakaf.

50 Muhammad bin Shalih al Utsaimin, asy Syarhu al Mumti’u ala Zad

al Mustaqni’, (Riyadl : Daar Ibnil Jauzi, 2005), hlm. 5

51 Louis Ma’lul, al Munjid, (Beirut : al Kathufikiyah, 1995), hlm. 1014

Dari penjelasan secara etimologi di atas, maka dapat dipahami wakaf secara terminologi. Muhammad Jawal al Mughniyah mengatakan bahwa wakaf menurut istilah syara’ adalah “sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (kepemilikan) asal, lalu menjadikan manfaatnya berlaku untuk umum”52.

Sayid Sabiq berpendapat bahwa wakaf adalah “menahan asal harta dan menjalankan hasilnya yaitu menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah”.53 Ahmad Azhar Basyir mengemukakan bahwa wakaf berarti “menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah, serta dimaksudkan untuk mendapatkan keridhaan Allah”.54 Dan Al Kabisi mendefinisikan wakaf dengan “menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga bentuk aslinya untuk disaluran kepada jalan yang dibolehkan”.55

52 Muhammad Jawal al Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Terj Mazkur AB, (Jakarta : Lentera, 1977), hlm. 645

53 Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz III, (Beirut : Daar al Fikr, tt), hlm. 378

54 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Wakaf, Ijarah dan

Syirkah, (Bandung : Al Maarif, 1977), hlm. 5

55 Muhammad Abid Abdullah Al Kabisi, Hukum Wakaf, Terj Ahrul Sani Fathurrahman, (Jakarta : Ilman Press, 2004), hlm. 41

Untuk lebih memperkaya dan memperjelas tentang makna dan substansi dari wakaf berikut ini lebih dijelaskan definisi wakaf yang diberikan para ulama mazhab, yaitu :

1. Abu Hanifah

Abu Hanifah mengatakan bahwa wakaf adalah :

ةعفنملاب قدصتلاو ,فقاولا كلم مكح ىلع نيعلا سبح

ريخلا ةحج ىلع

“menahan harta dari otoritas kepemilikan orang yang mewakafkan, dan menyedekahkan manfaat barang wakaf tersebut untuk kebaikan”.56

Dengan kata lain wakaf adalah :

ِءاَقَب َعَم ِهِب َعِفَتْنملا ُهَلاَم ِف ُّرَصَّتلا َقَلْطُم ٍكِلاَم ُسْيِبْحَت

ْنِم ٍعوَنِل ِهِتَبَق َر ىِف ِه ِرْيَغ َو ِهِفُرَصَت ِعْطَقِب ِهِنْيَع

ِعا َوْنَا

ُف َرْصُي اًسْيِبْحَت ِف ُّرَصَتلا

الله ىلإ اًب ُّرَقَت ٍّرِب ىلإ ُهُعْي ِر

“menahan kebebasan pemilik harta dalam membelanjakan hartanya yang bermanfaat dengan tetap utuhnya harta dan memutuskan semua hak penguasaan terhadap harta itu,

sedangkan manfaatnya dipergunakan pada suatu kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah”.57

Berdasarkan pengertian tersebut, wakaf tidak memberikan konsekuensi hilangnya barang yang diwakafkan dari kepemilikan orang yang mewakafkan. Pemisahan dari kepemilikannya di sini disyaratkan adalah karena orang tersebut hanya bisa ikhlas, memurnikan niat kepada Allah dengan cara ini. Di sini pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaat”.

2. Jumhur Ulama

Jumhur ulama di sini adalah dua orang mu rid Abu Hanifah – pendapat keduanya dijadikan fatwa di kalangan mazhab Hanafiyah, mazhab Syafi’i dan mazhab Hanbali. Mereka mengatakan bahwa wakaf adalah :

57 Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad al Ghazali, Al Wazis fi Fiqhil Imam Syafi’i, (Beirut : Lebanon Daar al Arqam, tt), hlm. 321-323

عطقب ،هنيع ءاقب عم ,هب عافتنلاا نكمي لام سبح

فرصم ىلع ،هريغو فقاولا نم هتبقر يف فرصتلا

دوجوم حابم

ريخو رب ةهج ىلع هعير فرصب وا

58

ىلعت الله ىلإ اًبرقت –

“menahan harta yang bisa dimanfaatkan sementara barang tersebut masih utuh, dengan menghentikan sama sekali pengawasan terhadap barang tersebut dari orang yang mewakafkan dan lainnya, untuk pengelolaan yang dibolehkan dan riil, atau pengelolaan revenue (penghasilan) barang tersebut untuk tujuan kebajikan dan kebaikan demi mendekatkan diri kepada Allah”.

Dengan pengertian ini jelas bahwa harta yang telah diwakafkan lepas dari kepemilikan orang yang mewakafkan dan menjadi tertahan dengan dihukumi menjadi milik Allah, orang yang mewakafkan terhalang untuk mengelolanya, penghasilan dari barang tersebut harus disedekahkan sesuai dengan tujuan perwakafan tersebut. Dengan kata lain, harta tersebut tidak lagi menjadi milik orang yang mewakafkan, tidak pula berpindah menjadi milik orang lain. Harta tersebut dihukumi menjadi milik Allah semata, semuanya menjadi milik Allah.

Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti : perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak. Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Wakif menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf ‘alaih sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut.59

3. Malikiyah

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa wakaf adalah :

عربتيو ،يكيلمت فرصت يأ نع نيعلا سحبي كلاملا

ءاقب عم ،اًمزلا اًعربت ،ةيريخ ةهجل اهعيرب

ىلع نيعلا

هيف طرتشي لاف ،نامزلا نم ةنيعم ةدم ،فقاولا كلم

60

ديبأتلا

“si pemilik harta menahan hartanya itud ari semua bentuk pengelolaan kepemilikan, menyedekahkan hasil dari harta tersebut untuk tujuan kebaikan, sementara harta tersebut masih utuh menjadi milik orang mewakafkan untuk satu tempo tertentu. Dan tidak disyaratkan untuk selamanya”.

Wakaf menurut Malikiyah tidak memutus (menghilangkan) hak kepemilikan barang yang diwakafkan, namun hanya memutus hak pengelolaannya. Maksudnya adalah meskipun barang tersebut milik orang yang berwakaf, namun setelah diwakafkan dia tidak bisa mengelolanya sebagaimana dia memiliki barang tersebut.

Adanya berbagai perumusan tentang pengertian wakaf yang diungkapkan oleh berbagai ulama dan pakar keislaman, menunjukkan betapa besarnya keragaman tentang wakaf yang perlu dikaji dengan lebih mendalam. Dan dari bebrapa pengertian di atas dapat ditarik sebuah definisi tentang wakaf, yaitu wakaf

adalah “melepaskan sebagian dari harta milik untuk keperluan atau kepentingan umum dan peribadatan”.