• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makan pada Anak Autisme

BAB V PEMBAHASAN

5.2. Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makan pada Anak Autisme

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu dari anak autisme yang bersekolah dan mengikuti terapi autisme di Kota Binjai memiliki pengetahuan yang berada dalam kategori cukup yaitu sebanyak 68,8%, dan hanya 9,4% yang berpengetahuan baik. Namun jika ditelaah berdasarkan hasil jawaban ibu, ternyata pengetahuan ibu lebih banyak pada pemberian makan secara umum dibandingkan dengan pemberian makan secara khusus yang sesuai dengan diet atau pola makan pada anak autisme.

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa pada umumnya pengetahuan ibu tentang cara menyiapkan makanan yang baik untuk anak autis adalah “menyusun menu, memilih bahan makanan yang sehat dan memasak dengan benar” yaitu sebanyak 53,1%. Menurut Almatsier (2004), menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam jumlah dan porsi yang sesuai sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi seseorang, dalam menyusun menu yang seimbang diperlukan juga pengetahuan tentang bahan makanan karena nilai gizi dalam bahan makanan dalam tiap golongan tidak sama. Selain itu perlu juga diperhatikan cara memasak atau mengolah bahan makanan yang benar agar zat gizi yang terkandung dalam suatu bahan pangan tidak rusak.

Pengetahuan ibu tentang makanan yang baik dikonsumsi untuk anak autisme setiap kali makan adalah “Nasi, sayur, lauk, buah” yaitu sebanyak 65,6%. Hal ini

sesuai dengan pendapat Siregar J (2010) bahwa hidangan yang beraneka ragam adalah hidangan sehari-hari yang minimal terdiri dari empat jenis bahan makanan yaitu bahan makanan pokok, lauk-pauk, sayuran dan buah. Akan lebih baik lagi apabila makanan yang dikonsumsi setiap kali makan beraneka ragam dan bervariasi karena dapat menjamin kelengkapan zat gizi yang diperlukan tubuh. Kekurangan zat gizi tertentu dari satu jenis bahan makanan dapat dilengkapi oleh bahan makanan yang lain (Kusno dalam Siregar J 2010).

Pengetahuan ibu tentang manfaat sarapan pada umumnya adalah “memberikan tenaga untuk melakukan aktifitas” yaitu sebanyak 59,4%. Hal ini sesuai menurut pendapat Fandinna bahwa sarapan sangatlah penting, terutama bagi anak usia sekolah karena sekolah adalah waktu yang penuh aktivitas yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar.

Pengetahuan ibu tentang manfaat mengonsumsi sayur dan buah setiap hari pada umumnya menyatakan “memudahkan BAB” yaitu sebanyak 46,9%. Hal ini sesuai dengan pendapat Herminingsih bahwa sayuran dan buah-buahan adalah sumber serat makanan yang paling mudah dijumpai dalam menu dimasyarakat. Menurutnya, Konsumsi serat makanan, menghasilkan kotoran yang lembek. Sehingga diperlukan kontraksi otot rendah untuk mengeluarkan feses dengan lancar. Dengan begitu mengurangi risiko konstipasi (sulit buang air besar). Sebaliknya, kekurangan serat akan menyebabkan tinja mengeras dan perlu kontraksi otot yang besar untuk mengeluarkannya.

Selain untuk memudahkan buang air besar, 46,9% ibu menyatakan manfaat konsumsi sayur dan buah adalah untuk “memenuhi kebutuhan tubuh akan vitamin,

mineral dan serat”. Hal ini sesuai dengan pendapat Wirakusumah (1995) bahwa vitamin dan mineral yang terkandung dalam sayur dan buah merupakan unsur penting untuk kesehatan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk proses metabolisme. Vitamin, mineral dan serat tersebar dalam bermacam-macam jenis sayuran dan bekerja sesuai dengan fungsinya didalam tubuh.

Pengetahuan ibu tentang cara pemberian makanan yang baik untuk anak autisme pada umumnya menyatakan “sama sepeti anak normal” yaitu sebanyak 62,5%. Menurut Judarwanto (2009) Pemberian makan pada anak autisme tidak bisa disamakan dengan anak normal, hal ini karena anak autisme mempunyai gangguan pada sistem pencernaan, dimana makanan yang mengandung zat-zat gizi tinggi tidak selamanya dapat dicerna dan diterima oleh anak autisme. Menurut Soenardi dan Soetardjo dalam Yanti (2009) antisipasi secara dini dapat dilakukan untuk menghindari hal-hal yang dapat memperparah kondisi autisme yaitu dengan memperhatikan pola makan/ diet khusus pada anak autisme.

Pengetahuan ibu tentang makanan yang mengandung kasein pada umumnya menyatakan “tidak tahu” yaitu sebanyak 84,4%. setelah diberitahu apa itu kasein, ibu juga tidak tahu bahwa makanan yang mengandung kasein tidak boleh diberikan pada anak autisme. Begitu juga pengetahuan ibu tentang makanan yang mengandung gluten yaitu sebanyak 81,3% ibu tidak mengetahui apa itu gluten, setelah diberi tahu apa itu gluten, hanya 4 orang diantara 32 orang yang tahu bahwa gluten tidak baik dikonsumsi untuk anak autisme.

Begitu tingginya persentase ibu yang tidak tahu apa itu diet bebas kasein dan gluten mengindikasikan pengetahuan ibu yang masih kurang, padahal diet bebas

gluten dan kasein ini sangat dikenal untuk anak autisme, dimana telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa diet ini membawa pengaruh yang baik untuk anak autisme, seperti survei yang telah dilakukan oleh Autism Research Institute

menyatakan bahwa 66% anak autisme mengalami efek perubahan perilaku yang lebih baik dengan menggunakan metode diet bebas gluten dan kasein (Avenue, 2008).

Pengetahuan ibu tentang jenis diet untuk anak autisme pada umumnya menyatakan “mengurangi makanan manis seperi coklat” yaitu sebanyak 78,1%. Hal ini sesuai dengan pendapat Soenardi dan Soetardjo dalam Yanti (2009) yang menyatakan bahwa makanan yang mengandung gula erat kaitannya dengan pertumbuhan jamur untuk itu makanan manis termasuk coklat sebaiknya dihindari agar mencegah pertumbuhan jamur yang akan tumbuh subur dan mengeluarkan racun yang dapat melemahkan sistem imun tubuh sehingga mudah untuk terjadi infeksi. Selain itu coklat juga mengandung susu (sapi) yang tidak boleh dikonsumsi untuk anak autisme karena dapat menimbulkan alergi. Mengurangi makanan manis seperti coklat hanyalah salah satu dari sekian banyak jenis diet untuk anak autisme yaitu seperti diet bebas gluten dan kasein, diet anti-yeast/ ragi/ jamur, diet untuk alergi, diet untuk intoleransi makanan dan lain sebagainya.

Pengetahuan ibu tentang manfaat diet khusus pada anak autisme pada umumnya menyatakan “untuk mengurangi peilaku anak yang hiperaktif”. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni pada anak autisme, dimana dengan menerapkan diet khusus pada anak autisme dapat merubah perilaku yang lebih baik pada anak autisme. Salah satunya adalah mengurangi perilakunya yang hiperaktif.

Pengetahuan ibu tentang snack yang baik dikonsumsi untuk anak autisme pada umumnya adalah “wafer, coklat, roti dan mie goreng” yaitu sebanyak 50%. Seperti yang telah diketahui bahwa komposisi dari roti, wafer dan mie mengandung terigu yang seharusnya dihindari oleh anak autisme, kemudian makanan seperti coklat dan wafer juga mengandung susu sapi yang seharusnya dihindari oleh anak autisme. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, makanan yang mengandung susu sapi (kasein) dan makanan yang mengandung terigu/ gandum (gluten) tidak baik dikonsumsi untuk anak autisme karena menurut Winarno dan Agustinah (2008) sekitar 50% anak autisme mengalami kebocoran usus sehingga terjadi ketidakseimbangan flora usus. Peptida berasal dari gluten (gluteomorphin) dan peptida kasein (caseomorphin) yang tidak tercerna sempurna, bersama aliran darah masuk ke otak yang akan menyebabkan gangguan susunan saraf pusat dan dapat berpengaruh terhadap persepsi, emosi, perilaku dan sensitivitas.

Hasil penelitian menunjukkan beberapa pertanyaan pengetahuan ibu tentang pemberian makan secara khusus sesuai dengan pola makan (diet) pada anak autisme kebanyakan ibu yang menjawab salah. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian makan secara khusus/ sesuai dengan diet pada anak autisme masih kurang. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai makanan yang dibuat secara khusus untuk anak autisme dan ketidaktahuan ibu bahwa makanan sebenarnya dapat membantu mempercepat perubahan perilaku anak autisme kearah yang positif.

Ibu hanya tahu bahwa anak autisme adalah anak yang mengalami masalah dalam berperilaku, berkomunikasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya, tak

jarang para orang tua hanya fokus terhadap ketiga hal tersebut, yaitu bagaimana agar anaknya dapat berperilaku baik, dapat berkomunikasi, dan dapat bersosialisasi dengan lingkungannya, untuk itu para orang tua memasukkan anaknya ke tempat terapi ataupun sekolah agar anaknya sembuh dari autisme. Namun tanpa mereka ketahui sebenarnya untuk menangani masalah pada anak autisme ini harus dilakukan secara keseluruhan, tidak bisa hanya fokus pada satu kegiatan dan mengabaikan kegiatan lainnya, apalagi sampai mengabaikan pola pemberian makan/ diet khusus untuk anak autisme. Untuk itu para orangtua juga harus aktif mencari informasi yang terkait dengan pola makan untuk anak anak autisme.

Menurut Budhiman, dkk dalam Ratnadewi (2008), untuk menanggulangi gejala-gejala autisme maka yang terlebih dahulu harus dibenahi adalah metabolisme tubuh penyandang autisme yang dikenal dengan terapi biomedis yaitu terapi yang bertujuan untuk memperbaiki metabolisme tubuh dengan memperhatikan pola makan dan penggunaan suplemen yang sesuai dengan kebutuhan penyandang autisme.

Terapi biomedis ini pernah dilakukan oleh Budhiman kepada anak autisme, hasil yang didapatkan adalah anak autisme mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi, anak menjadi mandiri, konsentrasi anak membaik, hiperaktif berkurang, postur tubuh anak berkembang semakin proporsional, adanya kontak mata dengan lawan bicara, dapat meniru kata-kata yang diajarkan, jam tidur menjadi teratur dan dapat mengejar ketinggalan dari anak-anak lain (Budhiman, dkk dalam Ratnadewi, 2008).

Kurangnya informasi yang diperoleh ibu baik dari media cetak maupun media elektronik membuat kurangnya pengetahuan ibu mengenai pemberian makan

pada anak autisme. Untuk itu diharapkan adanya kesadaran dan kemauan ibu untuk lebih aktif mencari informasi yang berhubungan dengan pola makan anak autisme. Rendahnya pengetahuan ibu tentang pola pemberian makan pada anak autisme sangat dikhawatirkan akan berdampak pada kesehatan anak.

Menurut Notoatmodjo (2003) Pengetahuan merupakan bagaimana seseorang dapat menyebutkan dan menguraikan sesuatu berdasarkan informasi yang telah ketahuinya melalui panca indera. Seperti penelitian yang telah dilakukan bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian makan secara khusus untuk anak autisme masih rendah yang dapat dilihat dari hasil jawaban responden yang tidak mampu untuk menyebutkan, menguraikan sesuatu yang bekaitan dengan pola makan anak autisme.

Untuk itu perlu dilakukan beberapa upaya dalam meningkatkan pengetahuan ibu yaitu diharapkan kepada Puskesmas Kota Binjai agar lebih giat mengadakan promosi kesehatan, penyuluhan ke sekolah ataupun ke tempat terapi autisme yang ada di Kota Binjai. Kemudian kepada guru/tenaga terapis hendaknya memberikan informasi terkait dengan pola pemberian makan pada anak autisme. Selain itu juga diharapkan kepada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU khususnya departemen gizi agar dapat membantu meningkatkan pengetahuan ibu dengan memberikan penyuluhan kepada ibu tentang pemberian makan pada anak autisme.

Dokumen terkait