• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2. Pengetahuan Moral

a. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

Setiap anak yang dilahirkan selalu memiliki kemampuan belajar. Kemampuan ini dapat berkembang dengan baik dengan cara menstimulasi perkembangan anak. Dunia kognitif anak pra sekolah bersifat kreatif, bebas, dan fantastis. Menurut (Martini Jamaris, 2006) kemampuan kognitif merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap munculnya kreativitas seseorang. Menurut (Santrock, 2007 (dalam Piaget, 1954) perkembangan kognitif berkaitan dengan mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman, menyesuaikan pemikiran terhadap suatu objek dengan ide-ide baru. Dari beberapa pengertian perkembangan kognitif di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif merupakan perkembangan yang berhubungan dengan pemikiran seseorang dimana dapat mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman, serta menyesuaikan pemikiran terhadap suatu objek dengan ide-ide baru.

Piaget (1971) dalam Paul Suparno (2001: 112) menyatakan bahwa teori pengetahuannya adalah teori adaptasi pikiran ke dalam suatu realistis. Piaget juga

membedakan antara dua aspek berpikir yang saling melengkapi: yaitu aspek figuratif yang merupakan tiruan (imitasi) dan aspek operatif yang berkaitan dengan transformasi dari level pemikiran tertentu ke level yang lain. Aspek berpikir figuratif memunculkan pengetahuan yang figuratif yaitu pengetahuan hafalan atau pengetahuan representatif yang disebut pengetahuan pasif. Aspek operatif berperan penting dalam pembentukan pengetahuan atau pengetahuan sesungguhnya sehingga anak mengerti konsep-konsep dan strukturnya yang lebih umum dan senada. Piaget menyimpulkan bahwa pengetahuan pada dasarnya aktif dan merupakan abstraksi atas suatu objek atau hal. Pengetahuan yang akurat tidak dapat diturunkan secara langsung dari membaca maupun dari mendengarkan orang berbicara tetapi pembentukannya didapat dari tindakan maupun interaksi dengan orang lain sehingga dapat mengahasilkan sebuah pengetahuan.

Piaget dalam John W. Santrock (2007: 251-255) menyatakan bahwa perkembangan kognitif anak usia dini pada usia Taman Kanak-Kanak masih berada pada tahap pra-operasional berkisar antara usia 2-7 tahun. Pada tahap ini anak mulai merepresentasikan dunianya dengan kata-kata, bayangan, dan gambar- gambar maupun simbol-simbol. Konsep stabil simbolik mulai terbentuk, pemikiran-pemikiran mental muncul, egosintrisme tubuh dan keyakinan magis mulai terkonstruksi dari informasi sensori dan tindakan fisik. Pemikiran anak pada tahap ini bertumpu pada persepsi langsung akan dunia luar tetapi tanpa penalaran dahulu. Oleh karena itu, perkembangan kognitif anak pra sekolah ini dapat membantu perkembangan moral yang mengahasilkan sebuah pengetahuan moral anak kedepannya.

Berikut ini adalah perkembangan kognitif menurut Piaget sebagai berikut: Tabel 1. Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap Sensori-

Motor Pra-operasional Oprasi Konkret Oprasi Formal

Umur 0-2 tahun 2-7 tahun 7-11 tahun 11 tahun ke atas

Dasar Pemikiran Tindakan dan meniru Simbolis/bahasa dan intuitif, imaginal Transformasi reversibel dan kekekalan, masih konkret Deduktif hipotesis dan induktif, abstrak Saat Pemikiran Sekarang Mulai yang “tidak-sekarang” Masih terbatas kekonkretan Meninggalkan yang sekarang dan memulai yang mendatang. Ciri-Ciri Lain Refleks, kebiasaan, pembedaan sara dan hasil

Egosentris Decentering, seriasi, klasifikasi, konsep bilangan, waktu, probabilitas, kausalitas. Kombinasi proporsi, referensi ganda, dua reversibel, fleksibel b. Skema Pengetahuan Piaget

1) Asimilasi merupakan proses menambahkan informasi baru kedalam skema yang telah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar masuk ke dalam skema yang telah ada sebelumya.

2) Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang ada.

3) Ekuilibrium merupakan keadaan seimbang antara struktur kognisi dan pengalamannya di lingkungan.

Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tetapi aktif mengkonstruksi pengetahuan. c. Teori Perkembangan Moral

Piaget menyatakan bahwa perkembangan moral terjadi dalam dua tahapan, yaitu tahap pertama adalah ”tahap realisme moral” atau ”moralitas oleh

pembatasan” dan tahap kedua ”tahap moralitas otonomi‟ atau ”moralitas kerjasama atau hubungan timbal balik” dalam Hurlock (1998: 79). Dalam tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Anak menganggap orang tua dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan mengikuti peraturan yang diberikan pada mereka tanpa mempertanyakan kebenarannya. Dalam tahap ini anak menilai tindakannya benar atau salah berdasarkan konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi dibelakangnya. Anak sama sekali mengabaikan tujuan tindakannya tersebut. Dalam tahap kedua, anak menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut hingga usia 12 tahun atau lebih. Gagasan yang kaku dan tidak luwes tentang benar salah perilaku mulai dimodifikasi. Anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan suatu pelanggaran moral. Kedua tahapan tersebut dipertanggungjawabkan melalui cerita atau kisah baik dan buruk untuk menjadi dasar tahap moral kognitifnya. Selanjutnya, anak diminta untuk mengatakan benar atau salah cerita yang diberikan tersebut.

Jean Piaget juga membagi moralitas anak ke dalam 3 tingkatan yang masing-masing dibagi menjadi dua stadium, adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Tingkatan moralitas menurut Jean Piaget (Piaget via Koyan, 2002), Tadkiroatun (2005:15).

Tingkat Moralitas Stadium Moralitas Uraian

Tingkatan I Stadium 1 Orientasi patuh dan takut hukuman Stadium 2 Orientasi naif egoistis/hedonis instrumental Tingkatan II Stadium 3 Orientasi pada person yang baik

Stadium 4 Orientasi pelestarian otoritas dan aturan sosial Tingkatan III Stadium 5 Orientasi kontrol legalitas

d. Nilai-Nilai Moral

Sjarkawi (2005: 29) menjelaskan bahwa nilai moral diartikan sebagai isi mengenai keseluruhan tatanan yang mengatur perbuatan, tingkah laku, sikap dan kebiasaan manusia dalam masyarakat berdasarkan pada ajaran nilai, prinsip dan norma. Sedangkan, menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000: 52-55) nilai moral memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Berkaitan dengan tanggungjawab kita

Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia. Yang khusus menandai nilai moral ialah bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggungjawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan seseorang bersalah atau tidak bersalah karena punya tanggungjawab. Dalam nilai moral kebebasan dan tanggungjawab merupakan syarat mutlak.

2) Berkaitan dengan hati nurani

Semua nilai diminta untuk diakui dan diwujudkan, tetapi pada nilai-nilai moral tuntutan ini lebih mendesak dan lebih serius. Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan "imbauan" dan hati nurani. Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini menimbulkan "suara" dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral.

3) Mewajibkan

Nilai-nilai moral mewajibkan secara absolute dan dengan tidak bisa ditawar- tawar. Kewajiban absolute yang melekat pada nilai-nilai moral berasal dari kenyataan bahwa nilai-nilai ini berlaku bagi manusia sebagai manusia. Karena itu

nilai moral berlaku juga untuk setiap manusia. Orang yang tidak mengakui nilai moral mempunyai cacat sebagai manusia.

4) Bersifat formal

Nilai-nilai moral tidak memiliki isi tersendiri, terpisah dari nilai-nilai lain. Tidak ada nilai-nilai moral yang murni, terlepas dari nilai-nilai lain. Hal itulah yang dimaksudkan bahwa nilai moral bersifat formal.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa di dalam moral yang menjadi tolak ukur suatu perbuatan itu bernilai baik atau buruk adalah adat istiadat yang berlaku di dalam masyarakat tertentu. Nilai-nilai moral yang bersifat objectivistic dikategorikan sebagai moral kesusilaan, seperti kejujuran, keadilan, keikhlasan, tanggungjawab dan lain-lain. Adapun nilai-nilai moral yang bersifat relativistic dikategorikan sebagai moral kesopanan, seperti berbicara secara sopan, hormat kepada orang yang lebih tua, tidak bertamu pada jam istirahat dan sebagainya. Didalam nilai moral juga terdapat batasan-batasan berlakunya nilai tersebut. Batasan-batasan tersebut diantaranya nilai universal, berlaku bagi seluruh umat manusia bilamana dan dimanapun seperti hak asasi manusia. Nilai abadi, yakni berlaku kapan pun dan dimana pun seperti kebebasan beragama. e. Pengetahuan Moral

Pengetahuan moral pada dasarnya hanya sebatas mengetahui perilaku tentang moral. Perilaku tersebut berwujud nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral yang akan digunakan untuk mengetahui pengetahuan moral dalam cerita adalah nilai moral yang bersifat objectivistic dikategorikan sebagai moral kesusilaan, seperti kejujuran, keadilan, keikhlasan, tanggungjawab, kedisiplinan dan lain-lain.

Peneliti dalam mengambil nilai moral untuk mengetahui pengetahuan moral anak menggunakan tiga nilai yaitu:

1. Kejujuran

Euis Sunarti (2005: 13) menjelaskan bahwa kejujuran merupakan penyampaian sesuatu maupun tindakan sesuai dengan kenyataan yang dilakukan dengan tulus, terbuka dan dapat dipercaya. Jujur juga berarti tidak bohong dan mengatakan sesuai kebenaran dalam keadaan apapun. Sedangkan, Muhaimin Azzet (2011: 89) dalam Yusti (2015: 30) menegaskan bahwa kejujuran adalah hal paling mendasar dalam kepribadian seorang anak manusia. Hal ini didasarkan pada upaya menjadikan diri anak sebagai orang yang dapat dipercaya, baik terhadap dirinya maupun orang lain.

Azizah Munawaroh (2012: 15) dalam Yusti (2015: 30) menyatakan bahwa jujur adalah akhlak utama yang terbagi menjadi beberapa bagian. Dari sifat jujur tersebut tercabang menjadi beberapa bagian sifat, yaitu sabar, qana’ah, zuhud, dan ridha. Selain itu, kejujuran terdiri dari tiga bagian, yaitu kejujuran hati dengan iman secara benar, niat yang benar dalam perbuatan, dan kata-kata yang benar dalam ucapan.

Dari hasil pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kejujuran sangat penting dalam kehidupan seseorang dan berkaitan dengan dirinya. Selain itu, kejujuran adalah salah satu akhlak dasar manusia untuk menjadi berani, berpendirian dan tidak ragu-ragu. Oleh karena itu, kejujuran harus dibangun sejak usia dini melalui proses pendidikan.

2. Kedisiplinan

Kedisiplinan pada anak usia dini merupakan cara orang dewasa dalam mendidik anak tentang perilaku moral dan etika dimana anak pada akhirnya dapat berlaku tertib dan patuh terhadap peraturan-peraturan yang ada berdasarkan kesadaran diri. Menurut Hurlock (1978: 82) kedisiplinan merupakan kebutuhan perkembangan serta upaya pengembangan perilaku anak yang dilakukan orang dewasa agar sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Hal tersebut mewujudkan lima unsur kedisiplinan menurut Kurtinez & Grief (1974) dalam Hurlock (1978: 84-92), yaitu: (1) aturan sebagai pedoman tingkah laku, (2) kebiasaan, (3) hukuman untuk pelanggaran aturan, (4) penghargaan untuk perilaku yang baik, dan (5) konsistensi dalam menjalankan aturan baik.

Menurut Maria (2005: 139) istilah disiplin diturunkan dari kata Latin disiplina yang berkaitan dengan dua istilah lain, yaitu: discere (belajar) dan discipulus (murid). Sehingga kedisiplinan dapat diartikan apa-apa yang disampaikan oleh seorang guru kepada peserta didik. Sedangkan, Hurlock (1978: 82) mengungkapkan bahwa kedisiplinan berasal dari kata disciple yakni seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Kedisiplinan merupakan salah satu cara untuk membantu anak agar dapat mengembangkan pengendalian diri. Pengendalian diri yang dimaksud yaitu: dengan mengukuti peraturan dan norma yang ada. Kedisiplinan mengajarkan kepada anak cara berpikir secara teratur (Anonimous, 2003) dalam Maria (2005: 140). Artinya kedisiplinan itu berbicara tentang sopan santun dan adab yang berlaku dalam masyarakat.

Berdasarkan beberapa paparan pengertian kedisiplinan di atas, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah taat perilaku, waktu dan aturan dalam berbagai situasi dan kondisi. Dengan kedisiplinan diharapkan peserta didik mampu mengendalikan diri dan bersikap sesuai dengan norma dan adab yang berlaku.

3. Tanggungjawab

Tanggungjawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Allah Yang Maha Esa. Untuk dapat memiliki sikap tanggungjawab tidak diperoleh begitu saja. Tanggungjawab sosial pada anak usia dini belum bisa disamakan dengan tanggungjawab sosial orang dewasa. Judith Van Hook, dkk (Van Hoorn, 1999: 26-27) dalam Suryati Sidharto (2007: 28) mengemukakan bahwa permasalahan sosial masih cukup abstrak bagi anak usia dini. Anak usia dini mempunyai tiga macam pemahaman, yaitu: pengetahuan tentang kemampuan fisiknya, kemampuan tentang logika/nalar-matematika dan pengetahuan interaksi sosial. Dalam pendekatan pada anak usia dini tentang penerapan tanggungjawab masih perlu pembiasaan kepada anak sehingga sedikit demi sedikit akan terbiasa.

Tanggungjawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Selain itu, menurut (Jacob Azerrad, 2005; 186) dalam Rohyati (2015: 11) perilaku bertanggungjawab adalah hasil dari pujian dan dorongan semangat terhadap pertumbuhan menjadi dewasa, serta terhadap perbuatan yang menunjukkan kemandirian. Menurut

Fadilah dan Lilif dalam buku (Pendidikan Karakter Anak Usia Dini; 2013) tanggungjawab yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Allah Yang Maha Esa. Euis Sunarti (2005: 14) menjelaskan bahwa tanggungjawab adalah melakukan sesuatu hal atas keinginan sendiri dan mampu melakukannya. Menurut Anita Lie dan Sarah Prasasti (2004: 3) dalam Rohyati (2015: 12) sikap tanggungjawab anak dapat dimulai dari yang sederhana. Mulai dari menjaga barang miliknya sendiri, merapikan kamar tidur dan kemudian merapikan alat-alat permainan yang telah digunakan. Pendidik dan orangtua perlu menjadi contoh, karena anak-anak belajar dari apa yang anak lihat disekitarnya terutama keluarga. Selain itu, anak-anak juga perlu diberikan penguatan oleh orangtua dan pendidik untuk memotivasi anak agar dapat lebih bertanggungjawab terhadap perilakunya sendiri.

Sylvia Rimm (2003: 34) dalam Rohyati (2015: 12) menyatakan bahwa anak-anak mulai belajar tanggungjawab pada saat usia dua tahun. Anak-anak belajar merapikan permainan, menggantungkan tas pada tempatnya, meletakkan sepatu pada tempatnya dan anak membantu tugas orangtua dengan cara membagi tugas. Misalnya, ketika ibu sedang memasak, anak bisa memberi makan hewan peliharaan.

Faktor-faktor yang mendorong timbulnya tanggungjawab pada anak yakni faktor internal dan faktor eksternal. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) kurikulum 2013, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia. Menurut kurikulum 2013 lingkup perkembangan anak terhadap rasa tanggungjawab untuk diri sendiri dan orang lain pada usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut: 1) tahu akan haknya, 2) mentaati aturan kelas (kegiatan, aturan), 3) mengatur diri sendiri, dan 4) bertanggungjawab atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri.

Dari pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tanggungjawab merupakan sikap yang harus dilaksanakan diri sendiri sesuai dengan tugas.

Tanggungjawab berkaitan dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya. Memegang tanggungjawab pada sesuatu atau seseorang berarti bahwa kita dapat mempertanggungjawabkan tindakan kita. Sikap tanggungjawab anak meliputi anak dapat menghargai waktu, anak mengerjakan tugas yang telah diberikan kepadanya, menjaga barang-barang miliknya sendiri, dan meletakkan barang sesuai dengan tempatnya. Anak dapat berlatih tanggungjawab dengan cara memberikannya suatu tugas dimana anak diharuskan untuk bertanggungjawab dengan tugas tersebut. Selain itu, pendidik dan orangtua harus percaya bahwa anak dapat bertanggungjawab akan tugasnya. Pendidik dan orangtua hanya perlu memberikan motivasi, membimbing, dan memberikan pujian untuk anak.

f. Karakteristik Anak Usia Dini

Seorang anak adalah sesosok individu yang sedang menjalani perkembangan pesat bagi kehidupan selanjutnya, memiliki karakteristik sendiri dan jauh berbeda dari dunia dan karakteristik orang dewasa. Anak sangat aktif, dinamis, antusias, dan hampir selalu ingin tahu terhadap hal yang dilihat dan didengarnya, serta dapat dikatakan tidak pernah berhenti belajar. Anak usia dini

dilihat dari pandangan psikologis memiliki karakteristik yang khas. Karakteristik anak ini dikemukakan oleh D. Kellough (1996) dalam Sofia Hartati (2005: 8-11) adalah sebagai berikut:

1) Bersifat egosentris

Anak pada umumnya masih memiliki sifat egosentris yang cenderung melihat dan memahami seuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku berebut mainan, memaksakan sesuatu terhadap orang lain dan sebagainya. Karakteristik ini berkaitan dengan perkembangan kognitif yang menurut Piaget anak sedang berada pada fase transisi dari pra-operasional ke fase operasional kongkrit. Berk (1988) dalam Sofia Hartati (2005: 9) menjelaskan bahwa anak berada pada masa transisi masih berpikir menurut pola pra-operasional ke pola operasional kongkrit secara bergantian atau secara stimultan.

2) Rasa ingintahu yang besar

Melihat dari segi persepsi anak, dunia dipenuhi dengan hal-hal menarik dan menakjubkan. Hal ini menimbulkan rasa ingin tahu yang tinggi. Rasa keingintahuan anak ini sangatlah bervariansi tergantung sesuatu fenomena yang menarik pehatian anak. Fenomena yang menarik ini adalah fenomena yang tidak biasa anak temui, sehingga dapat menimbulkan ketidaksesuaian kognitif yang memancing keingintahuan anak dalam memecahkan masalah maupun ketidaksesuaian kognitif.

3) Mahluk sosial

Anak akan merasa senang diterima dan berada dengan teman sebayanya. Anak juga senang dalam bekerjasama dalam membuat rencana dan menyelesaikan pekerjaan. Anak membangun konsep diri melalui interaksi sosial di sekolah dan membangun kepuasan melalui penghargaan diri ketika diberi kesempatan bekerjasama dengan teman.

4) Bersifat unik

Anak dikatakan unik karena setiap anak memiliki bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan yang berbeda satu sama lain. Walaupun perkembangan anak dapat diprediksi, namun pola perkembangan dan pembelajarannya juga berbeda satu sama lainnya.

5) Kaya dengan fantasi

Pada umumnya, anak menyukai hal yang bersifat imajinatif, sehingga kaya dengan fantasi. Ketika anak bercerita, anak dapat bercerita melebihi pengalaman yang didapatnya atau aktualnya dan bertanya tentang hal-hal gaib sekalipun. Hal tersebut disebabkan oleh imajinasi anak yang berkembang melebihi apa yang dilihatnya. Jika anak dibimbing dengan beberapa pertanyaan maka akan bercerita melebihi hal yang dilihat. Kegiatan cerita merupakan kegiatan yang banyak digemari oleh anak dan melatih imajinasi dan kemampuan bahasa anak.

6) Daya konsentrasi pendek

Anak pada umumnya sulit berkonsentrasi pada suatu kegiatan dalam jangka waktu yang lama dan anak akan cepat mengalihkan perhatian pada kegiatan lain. Daya perhatian anak yang pendek membuat anak kesulitan untuk duduk dan

memperhatikan sesuatu dengan jangka waktu lama. Agar anak tidak cepat bosan, maka pembelajaran dibuat secara bervariansi dan menyenangkan, sehingga tidak membuat anak terpaku di tempat dan menyimak dalam jangka waktu lama.

7) Masa belajar paling pontesial

Selama rentang waktu usia dini, anak mengalami berbagai pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat dan pesat pada berbagai aspek. Pada periode ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Oleh karena itu, masa ini anak sangat membutuhkan stimulasi dan rangsangan dari lingkungan, serta merupakan wahana yang memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak guna mencapai tahapan sesuai dengan tugas perkembangannya.

Dokumen terkait