• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Formalin

Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dengan kadar 36 – 40%. Nama lain formalin adalah Formol, Morbicid, Formic aldehyde,

Methyl oxide, Oxymethylene, formoform, atau paraforin. Di pasaran,

formalin juga bisa diperoleh dalam bentuk yang sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehid 10, 20 dan 30%. Di samping dalam bentuk cairan, formalin dapat diperoleh dalam bentuk tablet yang masing-masing mempunyai berat 5 gram (Winarno dan Rahayu, 1994). Formalin biasanya juga mengandung alkohol sebanyak 10 – 15% yang berfungsi sebagai stabilisator agar formaldehid tidak mengalami polimerisasi. Formaldehid merupakan bentuk aldehid yang paling sederhana, namun ia merupakan elektrofil yang paling kuat dan paling reaktif di antara aldehid yang lain.

Formaldehid mudah dioksidasi oleh oksigen di atmosfir untuk membentuk asam format. Senyawa ini juga mudah mengalami oksidasi oleh cahaya matahari menjadi karbon dioksida (WHO, 2002). Pada suhu 150oC, formaldehid terdekomposisi menjadi metanol dan karbon monoksida. Selain itu, formaldehid mampu berkondensasi dengan banyak komponen membentuk turunan metilol dan metilen (IARC, 1982).

Formaldehid mempunyai banyak kegunaan dalam industri. Senyawa ini digunakan dalam produksi plastik dan resin, produk intermediet, dan keperluan lain yang bervariasi seperti agen pengkelat. Salah satu penggunaannya yang paling umum adalah dalam resin urea- formaldehid dan melamin-formaldehid. Di Amerika Serikat, resin dan plastik yang berbasis formaldehid mencapai 60%. Resin formaldehid digunakan sebagai alat perekat pada produksi triplek dan kayu.

Formaldehid diaplikasikan dalam bidang medis untuk sterilisasi, sebagai pengawet, dan bahan pembersih rumah tangga. Fungsinya sebagai desinfektan untuk membunuh virus, bakteri, fungi, dan parasit baru efektif jika konsentrasi penggunaannya besar. Algae, protozoa, dan organisme uniseluler lain cukup sensitif terhadap formaldehid dengan konsentrasi akut letal berkisar 0,3-22 mg/l (WHO, 1989). Mekanisme formaldehid sebagai desinfektan adalah membunuh sel dengan cara mendehidrasi sel jaringan dan sel bakteri dan menggantikan cairan yang normal dengan komponen kaku seperti gel sehingga sel bakteri akan kering.

Formaldehid sangat reaktif dan sangat larut dalam air. Oleh karena lapisan mucous epitelium saluran pernapasan 95% tersusun dari air, formaldehid dengan mudah terserap ke dalam membran mucous saluran pernapasan atas. Walaupun demikian, paparan formaldehid melalui inhalasi tidak memperlihatkan pengaruh signifikan terhadap konsentrasi formaldehid dalam darah (Heck et al., 1985). Studi dilakukan terhadap tikus, monyet, dan manusia, dengan dosis paparan masing-masing 14,4 ppm selama 2 jam untuk tikus, 6 ppm selama 4 minggu untuk monyet, dan 1,9 ppm selama 40 menit untuk manusia. Konsentrasi formaldehid dalam darah diukur sebelum dan sesudah pemaparan, dengan hasil berturut-turut 2,24/2,25 μg/g (tikus), 2,42/1,84 μg/g (monyet), dan 2,61/2,77 μg/g (manusia). Akan tetapi, beberapa objek yang lain memperlihatkan adanya perbedaan kandungan formaldehid yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemaparan. Hal ini membuktikan perbedaan variasi pada individu (Heck et al., 1985).

Kandungan formaldehid diukur pada beberapa jaringan tikus yang dipaparkan formaldehid (14C-formaldehid) selama 6 jam. Konsentrasi formaldehid tertinggi terdapat dalam esofagus, diikuti ginjal, hati, usus, dan paru-paru. Hal ini berarti 14C-formaldehid cepat didistribusikan dari aliran darah ke seluruh tubuh (WHO, 1989).

Boraks merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron, tidak berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O (natrium tetraborat dekahidrat) yang banyak

digunakan di industri non pangan (Winarno dan Rahayu, 1994). Boraks pertama kali ditemukan di danau Searles, California, Amerika Serikat. Boraks yang ditemukan di danau Searles mempunyai berat molekul 381,44 dan pH dari 0,1 M larutan boraks adalah 9,2. Boraks biasanya digunakan untuk deterjen, sabun, perekat, kosmetik, lapisan kertas, desinfektan buah- buahan dan sebagai pelarut gum, dextrin, dan kasein. Selain itu, boraks juga digunakan pada industri kulit, kertas, plastik, dan kaca (Anonim, 1982).

Menurut Egan et al. (1981), boraks merupakan pengawet makanan yang sudah ada sejak dulu, tetapi dilarang penggunaannya pada tahun 1925. Larangan ini dilonggarkan selama perang dunia II dengan mengizinkan penggunaan boraks di dalam minyak babi dan margarin. Kelonggaran ini dicabut kembali pada tahun 1959 oleh FSC (Food

Standard Committee) dengan alasan bahwa pengawet boron sebagai bahan

yang tidak diinginkan karena bersifat kumulatif (menimbulkan efek dengan penambahan berturut-turut) yang dapat membahayakan tubuh manusia. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), daya pengawetan boraks kemungkinan disebabkan adanya senyawa aktif asam borat. Asam borat merupakan asam organik lemah yang sering digunakan sebagai antiseptik.

Boraks ternyata memiliki efek toksik (Brooks et al., 1973 di dalam http://infoventures.com/e-hlth/pestcide/borax.html), di antaranya:

a. Toksisitas oral akut. Akut oral dengan LD50 5.400 mg/kg pada tikus

jantan dan 5.000 mg/kg pada tikus betina.

b. Toksisitas dermal akut. Akut dermal (kulit) dengan LD50 >2.000

mg/kg pada kelinci.

c. Skor iritasi primer, pada kelinci, 0.5 gram tidak menyebabkan iritasi kulit.

a. Kronik karsinogenik. Tikus yang diberi ransum mengandung boraks selama dua tahun perlakuan, tidak ditemukan efek karsinogenik.

e. Kronik dalam pertumbuhan. Ransum yang mengandung 0.1% asam borat tidak memberikan efek dalam perkembangan tikus selama masa kehamilan.

f. Kronik reproduksi. Jika ransum yang mengandung 1.03% boraks diberikan pada tikus sampai turunan ketiga, maka fertilitas menurun. g. Pada manusia, toksisitas akut memberikan gejala keracunan seperti

halusinasi, muntah, diare, dan sakit perut. Pada anak-anak yang menelan 5 sampai 10 gram boraks dapat menyebabkan kematian mendadak.

Menurut Winarno dan Rahayu (1994), daya toksisitas boraks adalah sebagai berikut : LD50 akut 4,5 – 4,98 g/kg berat badan (tikus). Di

samping besar pengaruhnya terhadap enzim-enzim metabolisme, boraks juga dapat mempengaruhi alat reproduksi. Boraks juga dapat berpengaruh buruk seperti mengganggu berfungsinya testis (testicular). Kerusakan testis tersebut terjadi pada dosis 1170 ppm selama 90 hari dengan akibat testis mengecil dan pada dosis yang lebih tinggi, yaitu 5250 ppm dalam waktu 30 hari dapat mengakibatkan degenerasi gonad.

Formalin dan boraks merupakan bahan pengawet yang dilarang penggunaannya dalam bahan pangan (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1168/MENKES/PER/X/1999). Namun demikian, dari tahun 1970-an sampai sekarang penggunaan formalin pada produk pangan terutama mie basah masih terus berlangsung, bahkan cenderung meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh laboratorium Farmakologi dan Toksikologi UGM, melaporkan penggunaan boraks dan formalin pada beberapa industri mie basah di kabupaten Bantul, Yogyakarta (Kompas, 30/04/02). Badan POM juga melaporkan lebih dari 80% mie basah yang dijual di pasaran Bandung (dari 29 sampel yang diuji) mengandung formalin dan boraks (Kompas, 6/03/03).

Survei yang dilakukan Gracecia (2005) pada pasar tradisional di daerah Jabotabek diketahui bahawa kandungan formalin rata-rata dalam

mie basah di pasar tradisional adalah 106,00 mg/kg (mie basah mentah) dan 2.914,36 mg/kg (mie basah matang). Di pedagang produk olahan mie, kandungan formalin rata-rata adalah 72,93 mg/kg (mie basah mentah) dan 3.423,51 mg/kg (mie basah matang). Sementara itu, kandungan formalin rata-rata dalam mie basah di supermarket adalah 113,45 mg/kg (mie basah mentah) dan 2.941,82 mg/kg (mie basah matang).

III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dua, yaitu bahan untuk produksi mie dan bahan untuk analisis. Bahan yang digunakan untuk produksi mie adalah tepung terigu merk Segitiga Biru, tepung terigu merk Cakra Kembar, garam dapur, soda abu, air, aquades, minyak sawit, minyak kelapa, kalsium propionat, metil parabens, natrium asetat dan monolaurin. Bahan yang digunakan untuk analisis digunakan media Plate

Count Agar (PCA), Acidified Potato Dextrose Agar (APDA), Brilliant

Green Lactose Bile Broth (BGLBB), Eosin Methylene Blue Agar

(EMBA), Tryptone Broth (TB), Methyl Red-Voges Proskauer (MR-VP),

Koser Citrate (KS), pereaksi IMViC, NaCl, plastik High Density

Polyethylene (HDPE), alkohol 70%, spiritus, NaOH 0,1 N, asam oksalat

dan fenolftalein. 2. Alat

Peralatan yang digunakan dalam produksi mie adalah noodle

machine, mixer, timbangan, baskom, peralatan memasak, saringan, gelas

ukur, gelas piala, sendok dan pisau. Peralatan yang digunakan untuk analisis fisik, kimia dan mikrobiologi adalah kromameter Minolta tipe CR 20, Aw-meter Shibaura WA-360, texture analyzer, cawan aluminium,

oven, neraca analitik, desikator, stomacher, inkubator, bunsen, cawan petri, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, mikro pipet, tips, otoklaf, hot plate, buret, labu takar, dan pH-meter.

Dokumen terkait