• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGHEMATAN BBM TRANSPORTASI (POLICY BRIEF)

HASIL STUDI RELEVAN

PENGHEMATAN BBM TRANSPORTASI (POLICY BRIEF)

Kenaikan harga BBM secara internasional memberikan pengaruh pada kebijakan dan program pemerintah yang berkaitan dengan sektor transportasi. Mekanisme penetapan harga jual BBM mempengaruhi besarnya subsidi yang selanjutnya mempengaruhi kebijakan fiskal dalam penetapan anggaran pembangunan. Sektor transportasi merupakan konsumen BBM terbesar dan dalam kondisi status-quo, pertumbuhan kebutuhan BBM lebih besar dibandingkan kemampuan pemerintah menyediakan subsidi. 3.1.1. Daya Saing Transportasi Nasional dalam Volatilitas Perubahan Harga BBM

Dunia

Sebagai konsumen, sektor transportasi bukan saja merupakan sektor yang memerlukan BBM terbanyak dibandingkan sektor lain, juga memiliki pertumbuhan permintaan paling tinggi. Dengan demikian, transportasi merupakan sektor yang signifikan mempengaruhi kebutuhan subsidi BBM nasional. Disamping polusi lokal, emisi global yang ditimbulkannya juga paling dominan, diperkirakan mencapai 168 juta ton CO2 di tahun 2010 dengan pertumbuhan 3,4% per tahun (Men LH/GTZ, 2001). Transportasi perkotaan mengalami dampak paling besar mengingat jumlah penduduk perkotaan sekitar 60% dari seluruh total penduduk Indoensia dan sektor dominan adalah sektor perdagangan dan jasa yang membutuhkan mobilitas yang tinggi. Biaya transportasi di Jakarta yang saat ini telah mencapai Rp. 3,2 Trilyun (SITRAMP, 2004) diperkirakan akan meningkat sejalan dengan peningkatan 28,7% harga BBM. Biaya tersebut adalah yang dibutuhkan untuk mengakomodasi pergerakan sebesar 1,5 juta penumpang/jam.

3.1.2. Prinsip Dasar dalam Penyelenggaraan Transportasi yang Mampu Mengurangi Kebutuhan BBM

Kebutuhan pemerintah untuk melepaskan tekanan subsidi pada APBN karena perubahan harga BBM secara internasional membutuhkan perspektif baru bagi penyelenggaraan sektor transportasi. Sektor transportasi tidak saja membutuhkan pendekatan keselamatan penumpang dan keamanan barang, efisiensi dalam mengurangi biaya produksi komoditi dan jasa, kemerataan akses bagi masyarakat dan pengurangan dampak lingkungan lokal dan global, melainkan harus pula menggunakan pendekatan stabilitas fiskal pemerintah.

IV-2 Jumlah kendaraan yang bertambah setiap tahun (6–8) %, terutama sepeda motor serta pertumbuhan perjalanan lebih besar dibanding pertumbuhan kendaraan terutama yang menggunakan kendaraan pribadi dan munculnya mobil yang semakin murah harganya (misalnya Tata Nano yang diperkirakan akan dipasarkan dengan harga USD 2.000 – 3.000) berpotensi meningkatkan konsumsi BBM. Peningkatan kebutuhan bensin sebesar 7% per tahun dan solar 2% per tahun (dalam jangka waktu 2001 – 2007)mengindikasikan dominasi kendaraan pribadi dalam memenuhi mobilitas penumpang dan barang.Sikap pemerintah daerah (provinsi/kota) dalam merespon kenaikan tarif angkutan kota yang beragam menunjukkan adanya kebutuhan panduan kebijakan yang solid pada tingkat operasional. Kenaikan harga BBM yang ditetapkan pemerintah sebesar 28,7% disikapi oleh pemerintah daerah dan ORGANDA dengan usulan perubahan tarif sebesar (16–25) % dari tarif saat ini.

Bagaimana sektor transportasi dan energi merespon perubahan harga BBM? Salah satu pilihan dalam melihat berbagai kemungkinan respon sektor transportasi adalah dengan mendefinisikan rantai pasok (supply chain) dari penggunaan energi untuk transportasi. Dengan mengetahui rantai pasok tersebut, maka upaya efisiensi energi dapat diupayakan. Secara prinsip, rantai pasok tersebut adalah penyediaan energi  penyediaan teknologi penggerak  pengaturan penggunaan kendaraan dan kebutuhan BBM  pengaturan perjalanan  pengelolaan infrastruktur. Pengetahuan mengenai menu yang tersedia untuk masing-masing bagian dari rantai pasok tersebut dimanfaatkan untuk melihat ”cost effectiveness” atau ”value for money” dari berbagai intervensi kebijakan dan program.

1) Penyediaan energi:

 Jumlah sediaan BBM dalam negeri (fuel security);

 Teknologi bahan bakar non konvensional/BBM (fuel technology) 2) Penyediaan teknologi penggerak:

 Efisiensi mesin (bakar) dan pengurangan emisi (fuel efficiency);  Teknologi mesin kendaraan (engine technology).

3) Pengaturan penggunaan kendaraan dan kebutuhan BBM:  Teknik pengemudian dan efisiensi energi (driving behaviour);  Penggunaan moda yang ramah lingkungan (mode change);  Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi (private vehicle use) 4) Pengaturan perjalanan (demand management):

 Pengelolaan perjalanan yang efisien (travel needs);  Penggunaan kendaraan yang rasional (rational pricing);

IV-3  Pengaturan tata guna lahan dan ruang (land and space use).

5) Pengelolaan infrastruktur:

 Perbaikan infrastruktur transportasi (infrastructure improvement);  Pembangunan infrastruktur baru (new construction).

Hasil IEA-Workshop yang diselenggarakan oleh GTZ (2007) dengan tema ”New Energy Indicators for Transport: The Way Forward” merumuskan 3 (tiga) cara yang direkomendasikan untuk dilaksanakan dalam rangka penghematan energi transportasi, yaitu :

1) penggunaan moda angkutan dan teknologi kendaraan yang lebih efisien; 2) penggunaan jenis moda yang lebih ramah lingkungan; dan

3) mengurangi/membatasi perjalanan.

3.1.3. Kebijakan dan Rencana Investasi Komprehensif

Penggunaan BBM nabati (biodiesel/biofuel) merupakan gagasan yang didorong oleh Kantor Menristek dan telah diwadahi dalam standar BBM (premium maupun solar) oleh Departemen ESDM. Dalam kerangka regulasi yang ada, substitusi BBM nabati terhadap BBM berbasis fosil (fossil-based fuel) adalah 5%, meskipun hingga saat ini tingkat kemanfaatan skema ini terhambat pasokan minyak nabati/alkohol dan persaingan dengan kebutuhan pangan dunia. Ketiadaan insentif harga bagi biodiesel dan biofuel masih merupakan kendala mendorong masyarakat untuk menggunakan jenis bahan bakar ini. Migrasi dari BBM menjadi BBG (CNG dan LPG) merupakan pilihan lain untuk memperoleh penghematan BBM. Kajian Departemen Perhubungan (diolah, 2008) menunjukkan bahwa apabila migrasi dilakukan, secara teoretis diperoleh penghematan BBM sebesar 13,97 Milyar liter setara premium (lsp) per tahun atau setara dengan pengurangan subsidi sebesar Rp. 78.175,9 Milyar1. Manfaat ekonomi dan fiskal netto masih perlu dihitung lebih lanjut dengan memperhatikan biaya adaptasi, instalasi dan pemeliharaan yang dibutuhkan pemerintah dan swasta untuk melaksanakan program ini. Sementara itu penggunaan mobil hibrida yang mampu menghemat BBM setara (20–50) % masih terkendala pajak impor barang mewah.

Penghematan BBM juga dilakukan oleh masyarakat sebagai inisiatif individual dan kelompok dalam bentuk pengurangan perjalanan, dan penggunaan kendaraan bermotor meskipun jumlahnya diperkirakan masih sangat terbatas. Meskipun kajian mengenai hal ini belum dilakukan namun diperkirakan keterbatasan pilihan bagi mobilitas masyarakat menjadi faktor utama. Respons industri otomotif juga perlu diapresiasi meskipun sebagian besar dilakukan atas inisiatif prinsipal atau R&D dari industri. Laporan JAMA

IV-4 (Nao, 2008) memperlihatkan bahwa sukses Jepang menurunkan tingkat emisi CO2 (yang merupakan akibat dari konsumsi energi) dari 288 Mio Ton di tahun 2001 menjadi 254 Mio Ton di tahun 2006 atau 11,8 % selama lima tahun, ditentukan oleh (berdasarkan urutan dampak): (1) mesin yang lebih hemat BBM, (2) penggunaan BBM alternatif, (3) perbaikan arus lalulintas, (4) perbaikan perilaku mengemudi/”ecodriving”, dan (5) percepatan model kendaraan baru. Perlu diketahui bahwa Jepang juga mengenalkan ”Green Tax Scheme” melalui pengurangan Pajak Kepemilikan (1991) dan Pajak Mobil (2001) bagi kendaraan yang lebih hemat BBM.

3.1.4. Implikasi Prioritas Kebijakan

Beberapa kebijakan yang telah disampaikan, tidak serta merta dapat dimplementasikan atau diaplikasikan di Indonesia secara bersama-sama. Selain karena karaktersitik transportasinya yang berbeda (misal: beberapa upaya yang telah dilakukan Jepang dalam rangka menurunkan tingkat emisi CO2 (Laporan JAMA, Nao, 2008)) juga selama ini belum pernah diidentifikasikan implikasinya terhadap kebijakan sektor-sektor yang lain. Untuk itu dalam Policy Brief ini akan diusulkan beberapa prioritas kebijakan transportasi berdasar dampak pengurangan BBM dan kapasitas implementasi, seperti dijelaskan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Prioritas Kebijakan Transportasi Dalam Rangka Penghematan Energi dan Pengurangan Subsidi Bahan Bakar

No. Berdasar Dampak Pengurangan BBM No. Berdasar Kapasitas Implementasi 1. Penggunaan angkutan umum massal; 1. Kebijakan disinsentif fiskal kepemilikan

kendaraan 2. Migrasi BBM menjadi BBG (CNG) pada

angkutan umum di Indonesia;

2. Penggunaan angkutan umum massal; 3. Pembatasan usia kendaraan dalam

rangka penghematan energi (Vehicle Retirement Strategy)

3. Pembatasan usia kendaraan dalam rangka penghematan energi (Vehicle Retirement Strategy)

4. Kebijakan disinsentif fiskal

kepemilikan kendaraan 4. Migrasi BBM menjadi BBG (CNG) pada angkutan umum di Indonesia 5. Kutipan kemacetan lalulintas 5. Manajemen lalulintas dalam rangka

meningkatkan kelancaran arus lalulintas; dan

6. Penggunaan teknologi otomotif yang efisien bahan bakar dan penggunaan energi alternatif untuk kendaraan bermotor;

6. Kutipan kemacetan lalulintas

7. Manajemen lalulintas dalam rangka meningkatkan kelancaran arus lalulintas; dan

7. Penggunaan teknologi otomotif yang efisien bahan bakar dan penggunaan energi

alternatif untuk kendaraan bermotor; 8. Perilaku mengemudi kendaraan

bermotor yang mendorong

penghematan energi (ecodriving).

8. Perilaku mengemudi kendaraan bermotor yang mendorong penghematan energi (ecodriving).

IV-5

3.2. PROYEKSI PERTUMBUHAN ENERGI 2010-2050

Penyediaan energi nasional sampai saat ini masih didominasi oleh energi fosil. Penyediaan energi nasional tahun 2008 masih didominasi oleh BBM sebesar 455,61 Juta SBM (35%) yang diikuti oleh batu bara sebesar 3222,93 Juta SBM, Gas Bumi sebesar 193,35 Juta SBM, dan Panas Bumi sebesar 11,18 Juta SBM.Pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai oleh pemerintah harus didukung oleh ketersediaan energi yang cukup berdasarkan pada proyeksi jangka pendek, menengah dan panjang. Proyeksi terhadap kebutuhan energi berdasarkan variabel terukur seperti jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi.Hasil dari proyeksi kebutuhan energi tahun 2010-2050 dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan perkiraan kapasitas penyediaan berbagai sumber energi primer fosil dan terbarukan tahun 2010-2050 dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.2 Hasil proyeksi kebutuhan energi tahun 2010-20150

No. PARAMETER TAHUN 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 1. KONSUMSI LISTRIK HIGH MTOE 13,7 21,3 33,6 51,7 76,8 110,9 157,3 216,4 283,7 BAPPENAS 13,7 21,2 32,3 49,0 72,5 104,6 145,1 200,0 269,8 LOW 13,7 21 32,2 47,5 67,4 93,8 128,5 173,4 222,9 2. KAPASITAS PEMBANGKIT HIGH GW 36,4 60,0 83,7 125,7 203,1 307,1 444,3 605,7 792,0 BAPPENAS 36,5 59,1 81,9 117,8 191,2 288,6 409,5 571,5 757,3 LOW 36,5 59,4 82,5 114,8 172,8 250,1 350,0 469,3 603,1 3. ENERGI FINAL HIGH MTOE 97,09 139,23 198,81 280,95 384,59 508,28 664,69 813,79 951,67 BAPPENAS 97,33 137,94 191,55 262,88 350,68 459,11 597,13 751,19 919,75 LOW 97,05 137,35 190,76 260,49 343,90 438,79 555,97 662,42 757,17 4. ENERGI PRIMER HIGH MTOE 155,2 211,0 301,7 429,1 612,5 822,9 1096,5 1370,4 1639,3 BAPPENAS 155,3 209,3 293,0 403,6 569,1 760,9 1004,2 1279,8 1572,4 LOW 154,9 209,1 292,1 398,1 551,4 721,3 932,2 1137,8 1336,3 Sumber: Dewan Energi Nasional

IV-6 Tabel 3.3 Perkiraan kapasitas penyediaan berbagai sumber energi primer fosil dan

terbarukan 2010-2050

NO JENIS SUMBER

ENERGI

CADANGAN DAN SUMBER DAYA

LAHAN (Juta Ha)

POTENSI TOTAL

CADANGAN SUMBER

DAYA UNIT JUMLAH UNIT

1 Minyak Bumi 7990 56600 Juta Barrel NA 9430 MTOE

2 Batubara 21130 104940 Juta Ton NA 63078 MTOE

3 Gas Alam 160 335 TCF NA 12460 MTOE

4 CBM - 453 TCF NA 11431 MTOE

5 Nuklir 3800 59200 Ton U3O8 NA 10189 MTOE

NA 1500 Ton Thor NA 258 MTOE

6 BBN**) 30 203 Juta kliter 17 juta

Ha 183 MTOE/Tahun

7 Panas Bumi 2300 28528 MWe NA 200 Twh/Tahun

8 Hydro 6000 76170 MWe NA 467 Twh/Tahun

9 Laut NA 240 Gwe NA 1261 Twh/Tahun

10 Solar***) NA 1200 Gwe 1 juta Ha 1800 Twh/Tahun

11 Biomassa Waste NA 49810 MWe NA 305 Twh/Tahun

12 ET Lainnya****) NA 10000 Mwe NA 61 Twh/Tahun

Jumlah 1-5 106846 MTOE

Jumlah 6-12 4278

IV-7

3.3. STATISTIK KONSUMSI ENERGI SEKTOR TRANSPORTASI DI AMERIKA

SERIKAT

Studi tentang statistik konsumsi energi telah dilakukan di Amerika Serikat, data statistik konsumsi energi di Amerika Serikat dapat dilihat pada Tabel 3.2.Hasil studi statistik konsumsi energi di Amerika Serikat membagi konsumsi energi ke dalam beberapa sektor yaitu sektor transportasi, sektor industri, sektor listrik dan sektor perumahan dan perdagangan (residential and comercial). Gambar 3.1, Gambar 3.2 dan Tabel 3.1 menjelaskankonsumsi energi di Amerika Serikatmulai dari tahun 1960 sampai tahun tahun 2006. Statistik konsumsi energi per sektor dihitung dalam satuan quadrillion Btu(1 Btu = 1.055,0585 Joules). Berdasarkan data statistik konsumsi energi di Amerika Serikat mulai tahun 1960 sampai tahun 2006 menunjukkan bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan permintaan energi khususnya disektor transportasi dan sector listrik. Sedangkan sector industri dan sector perumahan dan perdagangan terjadi permintaan energi secara fluktuatif artinya permintaan energi kadang-kadang meningkat dan kadan-kadang sebaliknya. Sektor yang mendominasi dalam mengkonsumsi energi pada tahun 1960 hingga tahun 1975 adalah sector industri. Namun pada tahun 1975 hingga saat ini terjadi pergeseran, sector yang mendominasi mulai tahun 1975 hingga saat ini adalah sector listrik dan diikuti sector transportasi.

Gambar 3.3 menjelaskan konsumsi energi sektor transportasi di Amerika Serikat. Sektor transportasi merupakan sector kedua terbesar dalam konsumsi energi di Amerika Serikat. Konsumsi energi di Amerika Serikat mengalami peningkatan dari tahun 1960 sampai 1990. Pada tahun 1990 terjadi penurunan permintaan energi, permintaan energi pada tahun 1990 sampai tahun 2006 secara keseluruhan terjadi peningkatan namun bersifat fluktuatif artinya beberapa tahun diantara terjadi peningkatan dan beberapa tahun lainnya terjadi penurunan. Penurunan konsumsi energi terjadi pada tahun 1990-1991 dan tahun 2000-2001. Sedangkan pada tahun lainnya terjadi peningkatan konsumsi energi.

Konsumsi energi sektor transportasi dalam statisitk konsumsi energi di Amerika Serikat dibagi berdasarkan moda transportasi, data statistik konsumsi energi tiap moda transportasi dapat dilihat pada Tabel 3.3.Data statistik konsumsi energi tiap moda transportasi dimulai dari tahun 1960 sampai tahun 2004.Gambar 3.4 menunjukkan bahwa konsumsi energi sector transportasi didominasi oleh moda transportasi berupa mobil penumpang dan sepeda motor (passenger car and motorcycle).

IV-8 Tabel 3.4 Konsumsi energi per sektor di Amerika Serikat (Quadrillion Btu)

Sektor/Year 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Transportation 10.6 12.4 16.1 18.2 19.7 20.0 22.4 22.1 22.4 22.7 23.3 23.8 24.4 24.7 25.2 25.9 26.5 26.2 26.8 26.9 27.8 28.3 28.4 Percentage 23.4 23.0 23.7 25.3 25.2 26.2 26.4 26.1 26.0 25.9 26.1 26.1 25.9 26.1 26.5 26.7 26.8 27.2 27.4 27.4 27.7 28.1 28.4 Industrial 17.0 20.1 23.0 21.5 22.6 19.5 21.2 20.9 21.8 21.8 22.4 22.8 23.4 23.7 23.2 23.0 22.9 21.8 21.9 21.6 22.5 21.7 21.6 Percentage 37.7 37.3 33.9 29.8 28.9 25.5 25.1 24.6 25.3 24.8 25.1 25.0 24.9 25.0 24.4 23.7 23.1 22.7 22.3 22.0 22.4 21.5 21.6 Residential and Commercial 9.4 10.5 12.6 12.0 11.5 10.9 10.4 10.7 11.0 11.1 11.0 11.0 11.7 11.3 10.4 10.8 11.4 10.9 11.0 11.5 11.2 11.0 10.2 Percentage 20.8 19.4 18.5 16.7 14.8 14.2 12.3 12.7 12.7 12.7 12.3 12.1 12.4 11.9 10.9 11.1 11.5 11.3 11.3 11.7 11.2 10.9 10.2 Energy input at electric utilities 8.2 11.0 16.1 20.3 24.3 26.1 30.7 31.0 30.9 32.0 32.6 33.6 34.6 35.1 36.4 37.1 38.2 37.4 38.2 38.2 38.9 39.8 39.7 Percentage 18.1 20.4 23.8 28.2 31.1 34.2 36.2 36.7 35.9 36.5 36.5 36.9 36.8 37.0 38.2 38.4 38.6 38.8 39.0 38.9 38.7 39.5 39.7 Total Consumption 45.1 54.0 67.7 72.0 78.1 76.5 84.7 84.7 86.0 87.7 89.3 91.2 94.2 94.8 95.2 96.8 99.0 96.4 97.9 98.2 100.4 100.7 99.9

Key: Btu = British thermal unit

Sumber:U.S. and Transportation Sektor Energy Consumption

Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010

Dokumen terkait