• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.6. Pengobatan dan Rehabilitasi Narkotika

Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan narkotika golongan II atau golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasien dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa narkotika untuk dirinya sendiri. Pasien harus mempunyai bukti yang sah bahwa narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 53, ayat 1-3 UU RI Nomor 35 Tahun 2009).

Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (Pasal 54 UU RI Nomor 35 Tahun 2009). Orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan

atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor diatur dengan peraturan pemerintah(Pasal 55, ayat 1-3 UU RI Nomor 35 Tahun 2009).

Rehabilitasi medis pecandu narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh menteri. Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecandu narkotika setelah mendapat persetujuan menteri. Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional. Rehabilitasi sosial mantan pecandu narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat (Pasal 56-58 UU RI Nomor 35 Tahun 2009).

Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian psikososial dan latihan vokasional sebagai upaya untuk memulihkan fungsi penyesuaian secara optimal dan mempersiapkan pasien/ pengguna kembali pada peran sosialnya dimasyarakat (Konsensus FKUI, 2002).

Rehabilitasi adalah pemondokan yang dilakukan agar pengguna obat terlarang dapat kembali sehat, yang meliputi sehat jasmani atau fisik (biologik), jiwa (psikologik), sosial (adaptasi), dan rohani atau keimanan (spiritual) (Hawari, 2000).

Rehabilitasi bukan sekedar memulihkan kesehatan semula pengguna, melainkan memulihkan serta menyehatkan seseorang secara utuh dan menyeluruh. Rehabilitasi

korban narkotika adalah suatu proses yang berkelanjutan dan menyeluruh. Rehabilitasi korban narkotika harus meliputi usaha-usaha yang mendukung para korban, hari demi hari, dalam membuat pengembangan dan pengisian hidup secara bermakna serta berkualitas di bidang fisik, mental, spiritual dan sosial (Somar, 2002).

Upaya rehabilitasi juga melibatkan keluarga dan lingkungan yang terdekat lainnya. Konseling dan psikoterapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kesinambungan dari program kuratif (Konsensus FKUI, 2002).

Menurut Konsensus FKUI (2002), secara umum rehabilitasi terdiri atas : 1. Rehabilitasi di rumah, terdiri atas 2 jenis, yaitu :

a. Pasien benar-benar hanya tinggal di rumah, petugas kesehatan (dokter, perawat) dan pekerja sosial yang melakukan kunjungan rumah.

b. Pasien berobat jalan, misalnya mengikuti program rehabilitasi tertentu yang dilakukan oleh bagian rehabilitasi seperti day care program (pasien mengikuti program paruh waktu misalnya hanya siang atau pagi).

2. Pasien tinggal di layanan rehabilitasi

Jenis ini pun terdiri dari berbagai pendekatan, misalnya medik-holistik, pendekatan agama, tradisional, dan lain-lain. Apabila pasien memiliki motivasi yang tinggi dan adanya dukungan yang besar dari keluarga, ia dapat menjalani terapi di rumah, tetapi bila faktor motivasi dan dukungan keluarga meragukan perlu diciptakan suatu lingkungan yang terstruktur, terisolasi dari masyarakatnya dengan mengandalkan kekuatan peer group (kelompok teman sebaya), misalnya

2.1.6.1. Indikator dan Tujuan Penanganan

United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) tahun 2002 dalam Reza (2008) menetapkan, keberhasilan penanganan terhadap kasus penyalahgunaan narkoba ditentukan oleh tiga pencapaian, yaitu:

1. Berhenti atau berkurangnya penyalahgunaan obat-obatan alkohol. 2. Meningkatnya kesehatan dan keberfungsian individu

3. Menurunnya ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat, termasuk dari ancaman mewabahnya penyakit-penyakit yang juga disebabkan oleh gaya hidup pecandu yang identik dengan penyalahgunaan narkoba.

United Nation Office Drugs and Crime (UNODC) (2002) juga menyatakan segala bentuk penanganan berorientasi rehabilitasi memiliki empat tujuan, yaitu:

1. Mempertahankan kemajuan fisiologis dan psikologis sebagai tindak lanjut tahap detoksifikasi

2. Mempertajam dan meneruskan berhentinya perilaku adiktif

3. Mendidik serta mendorong individu (mantan) pengguna agar dapat memodifikasikan perilaku dan gaya hidup yang lebih konstruktif sebagai daya tangkal terhadap godaan narkoba.

4. Mendidik dan mendukung perilaku yang mengarah pada terbentuknya kesehatan pribadi, keberfungsian sosial, serta menekan resiko mewabahnya penyakit yang mengancam kesehatan dan keselamatan publik.

Rehabilitasi bertujuan agar pasien/ pengguna dapat melanjutkan pendidikan sesuai dengan kemampuannya atau bekerja kembali sesuai dengan bakat dan

minatnya, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga maupun masyarakat umumnya. Rehabilitasi juga bertujuan agar pasien dapat menghayati agamanya dan hidup sesuai ajaran agama yang dianutnya (Konsensus FKUI, 2002).

2.1.6.2. Perkembangan Proses Rehabilitasi Narkotika

Menurut Kementrian Sosial Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial PSPP “Insyaf” Sumatera Utara (2010), perkembangan klien dalam menjalani proses rehabilitasi dipantau oleh psikiater, dan konselor secara berkala (mingguan), secara insidental bila ada perubahan dengan menjaga kerahasiaan data klien, perkembangan klien yang dipantau meliputi:

1. Kondisi fisik, meliputi aspek; kondisi kesehatan, berat badan (kg), selera makan, kebersihan, penampilan/ kerapihan, stamina, kelincahan, dan kelainan fisik.

2. Kondisi mental dan keagamaan, meliputi aspek; kemandirian, kedisiplinan terhadap ketentuan panti, tanggung jawab, disiplin melaksanakan agama, kemampuan berfikir, dan stabilitas emosi.

3. Sosiabilitas, meliputi aspek; kemampuan penyesuaian diri, kerjasama, keakraban dengan teman, hubungan dengan pembimbing dan instruktur, sopan santun, relasi dengan keluarga, dan relasi dengan teman.

4. Ketrampilan dan semangat kerja, meliputi aspek; penguasaan ketrampilan, motivasi mengikuti pelatihan, disiplin waktu selama pelatihan, tanggung jawab kerja, dan kerapihan kerja.

menjadikan mereka bimbang, menjauhkan diri dari lingkungan sosial karena khawatir tidak diterima dengan baik dan tidak berguna, sehingga perlu adanya ketrampilan yang dapat bermanfaat bagi kehidupan setelah rehabilitasi (Soetjiningsih, 2007). 2.1.6.3. Pemulihan/ Kesembuhan dari Penyalahgunaan Narkotika

Pemulihan/ kesembuhan merupakan suatu proses berkelanjutan dari keadaan sakit menuju keadaan pulihnya kesehatan dengan bantuan terapi-terapi yang sesuai. Proses kesembuhan dimulai dari pembuatan keputusan pribadi untuk sembuh. Kemudian masuk pada proses re-orientasi diri (memutar haluan hidup) menuju sasaran yang semestinya yaitu sehat jiwa, raga, roh dan sosial. Dilanjutkan dengan proses hidup yang berkualitas dan bahagia tanpa harus tergantung pada narkotika (Somar, 2001).

Menurut Somar (2001), proses kesembuhan pada diri pecandu narkotika untuk menjadi mantan pecandu ataupun pengguna narkotika dilalui melalui beberapa tahapan ataupun jenjang kesembuhan, yaitu:

1. Tahap transisi, pada saat ini pecandu mulai kecewa tentang keadaan dirinya, merasa bahwa ia terlilit masalah. Mulai terjadi kesadaran awal bahwa ia kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya, yaitu kewarasan dan hidupnya yang normal akibat memakai narkoba.

2. Tahap stabilitasi diri, pecandu mulai berfikir untuk membenahi dirinya dari akibat-akibat ketergantungan narkotika. Awalnya ia melakukannya sendiri dan tidak berhasil, sampai akhirnya ia memutuskan untuk meminta bantuan orang lain seperti jasa pendampingan dalam rehabilitasi.

3. Tahap kesembuhan awal. Pecandu mengubah seluruh sistem keyakinan hidupnya. Misalnya mengaku bahwa narkotika itu berbahaya dan membawa banyak masalah dalam kehidupan, bersedia menerima bantuan, tanggapan dan saran dari orang lain.

4. Tahap kesembuhan menengah. Pecandu membenahi pola dan gaya hidupnya yang tidak baik, misalnya memperbaiki hubungan-hubungan sosial yang tidak baik, mengisi waktu luang secara bermanfaat dan sehat sehingga seluruh hidupnya semakin bermakna dan bermutu.

5. Tahap akhir kesembuhan. Pecandu mulai menentukan sasaran-sasaran hidup dengan jelas dan tepat serta mengembangkan rencana kerja yang masuk akal. 6. Tahap pemantauan. Pecandu memelihara terus pola hidupnya yang sudah baik dan

sehat. Ia mencari dan mengembangkan makna, mutu, dan tujuan hidup yang lebih baik dan lebih tinggi lagi.

Dokumen terkait