• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEN PENGONTROL OSMOREGULAS

POTENSI GEN PENGONTROL OSMOREGULASI PADA IKAN UNTUK MARKA SELEKSI LINGKUNGAN SUBOPTIMAL

GEN PENGONTROL OSMOREGULAS

Gen HSP banyak dikonservasi dan menjadi karakter pada beberapa organism (Kahyan dan Duman 2010). Respons HSP adalah proses evolusi dan dikonservasi sebagai mekanisme homeostasis seluler pada beberapa rangsang stressor (Lindquist 1986, Lindquist dan Qraig 1988). HSP berfungsi untuk beberapa aspek fisiologi termasuk perkembangan, umur, stress fisiologis, hormonal, fisiologi lingkungan, toleran stress dan aklimatisasi (Basu et al. 2003).

Regulasi dari HSP pada ikan dapat berfungsi baik secara genetic maupun komponen lingkungan. Organisme merespons stress lingkungan dengan mensintesis sedikit HSPs yang dikonservasi. Mekanisme HSPs pada toleran suhu sangat penting karena penghambatan sintesis HSPs menghambat pula toleransi suhu panas pada ikan Trout (Moser et al., 1987).

HSP secara kolektif merupakan salah satu mekansime molekuler yang digunakan oleh organism untuk bertahan terhadap stress lingkungan dan protein ini memiliki efek pleiotropik, berinteraksi dengan system yang rumit dalam beberapa model perlinfungan oleh system endokrin.

HSP merupakan suatu kelompok protein seluler yang sangat dipertahankan pada hampir semua organsime (Feder dan Hofman 1999). Dalam kelompok ini dikenal tiga kelompok HSP: HSP90 (85-90kDa), HSP70 (68-73 kDa) dan HSP 30 (16-47 kDa). HSP90 aktif dalam mendukung beberapa komponen sel-sel kulit (cytosekeleton) dan reseptor hormonn steroid (Yang et al., 2001). HSP70 diketahui membantu ikatan polipeptida, berfungdi sebagai chaperone molekuler dan mediasi perbaikan dan denaturasi protein (King dan Tsokos, 1998).

Dalam hubungan dengan menghadapi stress asalah dengan mengeluarkan hormone stress, termasuk kortisol dan katekolamin, menghasilkan perpindahan energi cadangan dalam rangka mempertahankan homeostasis (Wendelaar Bonga, 1997). HPS dapat ditingkatkan regulasinya pada sel yang terpapar dengan beberapa stressor yang mengancam denaturasi protein (Freeman et al., 1999).

Gen transferin

Transferin adalah glikoprotein yang dikenal sebagai protein yang memiliki tugas yang banyak, yang utamanya disintesa oleh hati dan ini berhubungan dengan kesehatan atau sitem imun. Saturasi tranferin pada serum ikan yang terinfeksi akan menurun secara dramatis dan ekspresi gen transferin akan meningkat pada hari kedua setelah infeksi. Hal ini berhubungan dengan reaksi system kekebalan, sebagai reaksi untuk menghentikan penggunaan unsure Fe oleh bakteri sebagai respons fase akut (Ercan et al., 2013).

Gen osmoregulasi

Toleransi salinitas adalah istilah untuk melukiskan kemampuan total untuk hidup dan produktivitas dari ikan pada lingkungan bersalinitas. Hal ini merupakan suatu kombinasi antara karakter kuantitatif, seperti metabolism, pertumbuhan, osmoregulasi, kemampuan menghadapi penyakit dan fekunditas (Jaspe et al., 2011).

Hormone dari system neuroendokrin memainkan peranaan penting dalam mengontrol mekanisme osmoregulasi. Dalam mempelajari endokrin yang berkaitan dengan osmoregulasi mencakup prolaktin (PRL), hormone pertumbuhan (GH). PRL dan GH berkaitan erat dan dapat dikatakan memiliki asal gen yang sama. PRL dan GH dapat menekan berbagai fungsi pada pertumbuhan, perkembangan, osmoregulasi, dan reproduksi, saling menutupi atau bertolak belakang (Sakamoto dan Mecornick 2006).

Cara peningkatan toleran salinitas

Terdapat empat cara untuk meningktakan toleran salinitas pada ikan yaitu : penambahan garam pada pakan, aklimatisasi, hibridisasi, dan seleksi. Penambahan garam pada pakan: pada ikan nila, penambahan garam pada pakan selama 2 miggu,

bisa meningkatkan sintasan 84% disbanding dengan ikan yang dimsukkan langsung kedalam media 60% air laut.

Seleksi untuk meningkatkan toleran salinitas melalui seleksi dapat dilakukan dengan melihat norma reaksi ikan pada lingkungan bersalinitas (Hadie et al., 2004) Suatu gen yang relevan untuk toleran salinitas, polimorfisme genetic, dapat dicari dalam budidaya dan populasi alami. Dua cara yang dapat dilakukan untuk membuat ikan toleran salinitas yakni : pertama mendapatkan dasar biokimia dan jaringan gen yang termasuk dalam pengontrolan osmoregulasi, sehingga mampu memahami latar belakang toleran secara fenotipe dan genotipe. Kedua mencari variasi genetic dari populasi alami secara biokimiawi yang medasari perbedaan fenotipe dan dikenal sebagai marka genetic toleran salinitas.

Gen pertumbuhan.

Aksi biologis dari hormone pertumbuhan adalah pleiotropik, termasuk perangsang tumbuh, mobilisasi energi, perkembangan gonad, perilaku makan, tingkah laku sosial, osmoregulasi, dan konntrol sistem kekebalan. Aktivitasnya sangat rumit dan mencakup beberapa faktor endokrin dan lingkungan, kontrol aklimatisasi salinitas pada ikan Teleostei oleh PRL dan GH utamanya mencakup regulasi dari perbanyakan sel, apoptosis, dan deferensiasi (Mehdi dan Elhan, 2011).

Kelompok protein GH meliputi: PRL, korionik somatotropin atau laktogen plasenta (PL) somatolaktin (SL). Pada ikan, gen GH termasuk 4 akson dan 5 intron (sama dengan mamalia dan golongan lebah) ditemukan pada anggota super ordo Ostariophysi atau 6 ekson dan 5 intron seperti yang ditemukan pada super ordo Protaacanthopterigii dan acantopterigii.

Toleran anoxia

Teknologi baru dalam genomic dan proteomic telah mengalami revolusi untuk mempelajari teori adaptasi pada lingkungan suboptimal. Pendekatan ini dilengkapi denngan pandangan yang komprehensif dari respons ribuan gen/protein untuk stress. Contoh pada Tupai tanah dan kura-kura dalam kemampuannya untuk hibernasi dan toleran anoxia (Storey dan Storey, 2004ab) memperlihatkan denngan jelas up- regulation yang tidak terduga pada kedua system dari serin protease inhibitor (serpin) untuk torpid dan anoksid.

Hal ini memperlihatkan bahwa semua memiliki aturan main pada hewan yang masuk kedalam hipometabolisme (sebagai kunci strategi bertahan hidup dalam hibernasi dan anaerobic untuk penahanan laju metabolism, (Storey dan Storey, 2004). Gene hunting hipoksia dan anoksi.

Strategi tingkah laku fisologis dan biokimia yang ditujukan kepada dua tujuan : pertama meningkatkan pengiriman oksigen ke jaringan dan kedua penurunan output glikolisis ATP. Strategi ini diperlengkapi sebagian oleh meningkatnya transkripsi dan translasi gen dibawah kendali HIF-1 transkripsi (Douglas dan Haddad 2003; Haddad, 2002; Wanger 2002). HIF-1a sangat sensitive terhadap oksigen. Pada tekanan oksigen tinggi, oksidasi tergantung oksigen dari dua residu prolin, pembentukan subunit alfa untuk proteolisis yang cepat, sehingga level HIF-1a bersih pada sel tetap rendah

walaupun kondisi oksigen rendah HIF-1a distabilkan didimerisasi dengan HIF-1b dan mengaktifkan gen transkripsi.

Strategi dan pendekatan untuk pencarian gen yang tersebut akan digunakan untuk mengeksplorasi respons hewan pada kondisi oksigen rendah dan perbedaan antara toleran anoksia dan hipoksia. Beberapa hewan secara umum dipengaruhi oleh oksigen rendah karena suplai ATP dari katabolismeoksidatif dalam mitokondria dikurangi hingga dibawah batas konsumsi ATP tingkat seluler. Jika tidak dikoreksi, ketidak seimbangan ini dapat menyebabkan letal secara cepat.

Kompensasi strategi yang dibuat oleh beberapa sepsies adalah seberapa lama kemampuannya dalam kondisi hipoksia dan anoksia, tetapi beberapa hewan ditantang oleh lingkungan atau cara hidupnya dimana kekurangan oksigen bisa berlangsung selama sehari, seminggu, atau sebulan. Sintasan pada keterbatasan oksigen jangka panjang membutuhkan strategi yang berbeda: mempertahankan strategi untuk menekan kebutuhan energy pada jaringan tetap rendah atau mengembangkan produksi ATP melalui mekanisme anaerobic ( Bickler et al., 2001; Hochachka et al; Luz dan Storey, 1997). Cara lain adalah dengan menekan laju metabolism hingga >90% untuk menghemat energy pada kondisi anoksia (Storey dan Storey, 2004b).

Terdapat tiga kelompok yang secara konsisten meregulasi anoksia : 1, Protein penyimpan besi; 2 Enzim pertahanan antioksi; dan 3 Serpin seleksi.

1. protein penyimpan besi.

Hati dan jantung dari kura-kura hatchling terlihat dilengkapi dengan ikatan feritin tinggi (H) dan rendah (L) dan transferin reseptor 2 (TFR-2) selama terpapar dengan anoksia. Besi adalah komponen vital dari kebanyakan protein, termasuk cytochrome dan haemoglobin, tetapi besi bebas dalam bentuk fero (Fe2+) berpartisipasi dalam reaksi fenton dengan H2O2 dan peroksida lipid untuk meningkatkan reaksi hidroksil radikal dan lipid radikal (Hentze et al., 2004; Hermez-Lima et al., 2001).

2. Pertahanan anti oksidan

Pemaparan dalam kondisi hipoksia akan merangsang beberapa enzim antioksidan (AOEs) pada hati dan jantung kura-kura; superoksid dismutase-1 (SOD-1) glutasi peroksidase (GPX) isozim 1,4; glutasi-S-transferase (GST) isozim M5 dan A2 dan peroksireduksin-1. Dengan demikian sintasan yang dapat dicapai pada kondisi terpaksa/anoksi bukan diselesaikan dengan adaptasi dari keadaan anoksia (ATP rendah, toksisitas dari penumpukan produk akhir) tetapi juga adaptasi terhadap peningkatan oksigen kembali (Hermez-Lima et al., 2002, Hermez-Lima et al., 2001).

Jenis toleran anoksia memiliki dua strategi untuk bisa kompromi dengan stress oksidatif selama transisi alami dari oksigen rendah ke oksigen tinggi : petama pertahanan antioksidan konstitutif tinggi baik dari AOEs dan metabolit. Kedua peningkatan yang dapat direduksi dalam AOE biasanya terjadi pada kondisi oksigen yang rendah dalam mengantisipasi kebutuhan mereka saat oksigen meningkat lagi (Hermez-Lima et al., 2002, Hermez-Lima et al., 2001).

Gen plastisitas

Gen plastisitas sebagai salah satu mekanisme adaptasi dari organisme terhadap lingkungan yang beragam, bergantung kepada :

(1) Genotipe yang mengontrol perkembangan organisme dan mempengaruhi norma reaksi. Ada dua kategori kontrol genetik dari plastisitas organisme (Sclichting, 1986; Schlichting dan Levin, 1986, Jink dan Pooni, 1988; Scheiner dan Lyman 1989). (a) Sebagai kepekaan alel dimana seluruh lokus gen diekspresikan dalam setiap lingkungan. Setiap individu mempunyai kepekaan alel yang berbeda yang merupakan pengaruh langsung dari lingkungan (b) Kontrol regulator yaitu suatu kontrol dimana tidak semua lokus gen diekspresikan dalam setiap lingkungan. Ekspresi gen diatur melalui lokus regulator yang mengontrol ekspresi sejumlah besar gen struktural melalui gen operator. (2) Tekanan-tekanan yang dapat mempengaruhi arah evolusi dalam lingkungan yang berbeda (Schlichting dan Pigliucci, 1995).

Pada umumnya suatu spesies hidup pada lingkungan yang berbeda sepanjang waktu dan atau tempat. Untuk tetap hidup pada lingkungan yang bervariasi, suatu spesies harus secara fenotipe harus fleksibel atau secara genetik bervariasi (Scheiner dan Goodnight, 1984). Fleksibilitas individu adalah keadaan dimana individu tersebut dapat bertahan hidup dan bereproduksi pada lingkungan bervariasi dengan cara mengubah fenotipenya atau mempertahankan fenotipenya agar tetap stabil (homeostasis).

Dokumen terkait