• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN SAN PEMBAHASAN 4.1 Umum

4.2 Keadaan Koordinasi Fuse dan Recloser Eksisting Pada Penyulang PM.6 Gardu Induk Pematangsiantar

4.2.1 Pengujian dan Analisis Koordinasi Fuse dan Recloser Eksisting Pada Bus

Berdasarkan Lampiran B, arus gangguan minimum (Ifmin) yang terjadi pada Bus 143 sebesar 235 A, yaitu saat Bus 143 mengalami gangguan 1 fasa ke tanah pada kondisi jaringan distribusi tidak terhubung dengan DG. Gambar 4.5 (a) dan Gambar 4.5 (b) menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 10, fuse 12 dan recloser 1.

(a) (b)

Gambar 4.5 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 10, Fuse 12 dan Recloser 1 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 143 Pada Jaringan Distribusi Tanpa Terhubung Dengan Distributed Generation

Gambar 4.5 (a) dan 4.5 (b) menunjukkan bahwa saat terjadi gangguan arus lebih satu fasa ke tanah pada Bus 143, operasi pertama TCC1 Ground bekerja dengan membuka dan menutup kembali dengan cepat recloser 1 pada waktu ke 198 ms. Bila gangguan masih tetap mengalir saat recloser 1 menutup kembali, fuse 10 dan fuse 12 bekerja memutuskan gangguan bersamaan pada waktu ke 204 ms dikarenakan ukuran arus pengenal masing – masing fuse sama yaitu 20K. Bila fuse 10 dan fuse 12 gagal bekerja, maka recloser 1 akan membuka pada waktu ke 20198 ms dan akan menutup kembali dengan operasi kedua TCC1 Fasa pada waktu ke 20397 ms. Recloser 1 akan membuka pada waktu ke 50397 ms bila arus gangguan tetap mengalir dan recloser 1 menutup kembali pada waktu ke 50595 ms dengan operasi ketiga TCC1 Fasa. Jika arus gangguan masih tetap saja mengalir setelah operasi ketiga TCC1 Fasa, maka recloser 1 akan membuka secara tetap (Lock Out). Setelan operation to lock out dari recloser 1 adalah 3 operasi, yang berarti bahwa setelah recloser 1 melewati operasi ketiga TCC1 Fasa arus gangguan masih dirasakan, recloser akan Lock Out.

Gambar 4.6, Gambar 4.7, dan Gambar 4.8 menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 10, fuse 12 dan recloser 1 dengan berbagai kondisi pada jaringan distribusi terhubung dengan DG saat terjadi gangguan 1 fasa ke tanah di Bus 143.

(a) (b)

Gambar 4.6 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 10, Fuse 12 dan Recloser 1 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 143 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTmH Tonduhan

(a) (b)

Gambar 4.7 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 10, Fuse 12 dan Recloser 1 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 143 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2

(a) (b)

Gambar 4.8 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 10, Fuse 12 dan Recloser 1 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 143 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTmH Tonduhan dan PLTM Silau 2

Berdasarkan lampiran B, arus gangguan maksimum (Ifmax) yang terjadi pada Bus 143 sebesar 1405 A, yaitu saat Bus 143 mengalami gangguan 3 fasa pada kondisi jaringan distribusi terhubung dengan PLTM Silau 2 dan PLTmH Tonduhan. Gambar 4.9 (a) dan Gambar 4.9 (b) menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 10, fuse 12 dan recloser 1.

(a) (b)

Gambar 4.9 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 10, Fuse 12 dan Recloser 1 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 143 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2 dan PLTmH Tonduhan

Gambar 4.9 (a) dan Gambar 4.9 (b) menunjukkan bahwa saat terjadi gangguan 3 fasa pada Bus 143, fuse 10 dan fuse 12 bekerja terlebih dahulu untuk memutuskan gangguan arus hubung singkat 3 fasa secara bersamaan dalam waktu 18,7 ms. Gangguan arus hubung singkat 3 fasa pada bus 143 menyebabkan fuse 58 yang berada pada Bus 648 yang dekat dengan DG bekerja dengan waktu pemutusan 63,5 ms dikarenakan adanya kontribusi arus hubung singkat dari PLTmH Silau 2 sebesar 461 A. Hal ini tidak dapat ditunjukkan pada Gambar 4.9 (a) dan 4.9 (b), tetapi ditunjukkan oleh Gambar 4.10.

Gambar 4.10 Kurva Karakteristik Arus – Waktu Fuse 58 Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa Pada Bus 143 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2 dan PLTmH Tonduhan

Bila fuse 10, fuse 12 dan fuse 58 gagal untuk bekerja, maka operasi pertama TCC1 Fasa bekerja dengan membuka dan menutup kembali recloser 1 dengan cepat pada waktu ke 198 ms. Bila arus gangguan masih tetap mengalir saat recloser 1 menutup, recloser 1 akan membuka pada waktu ke 20198 ms dan akan menutup kembali dengan operasi kedua TCC1 Fasa pada waktu ke 20397 ms. Recloser 1 akan membuka pada waktu ke 50397 ms bila arus gangguan tetap mengalir, kemudian recloser 1 menutup kembali pada waktu ke 50595 ms dengan operasi ketiga TCC1 Fasa. Jika arus gangguan masih tetap saja mengalir setelah operasi ketiga TCC1 Fasa, maka recloser 1 akan membuka secara tetap (Lock Out). Akibat setelan operation to lock out dari recloser 1 adalah 3 operasi, maka setelah recloser 1 melewati operasi ketiga TCC1 arus gangguan masih dirasakan, recloser akan Lock Out.

Gambar 4.11 menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 10, fuse 12, dan recloser 1 pada jaringan distribusi yang tidak terhubung dengan DG sedangkan Gambar 4.12 dan Gambar 4.13 menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 10, fuse 12, dan recloser 1 dengan berbagai kondisi pada jaringan distribusi terhubung dengan DG saat terjadi gangguan 3 fasa di Bus 143.

(a) (b)

Gambar 4.11 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 10, Fuse 12 dan Recloser 1 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 143 Pada Jaringan Distribusi Tanpa Terhubung Dengan Distributed Generation

(a) (b)

Gambar 4.12 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 10, Fuse 12 dan Recloser 1 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 143 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTmH Tonduhan

(a) (b)

Gambar 4.13 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 10, Fuse 12 dan Recloser 1 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 143 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2

Standar PLN No. 64 tahun 1985 berbunyi bahwa waktu pemutusan maksimum dari pelebur pemroteksi hendaknya tidak melebihi 75% dari waktu

lebur minimum pelebur yang diproteksi, standar tersebut dapat dirumuskan dengan suatu persamaan rasio waktu (4.1),

Waktu Pemutusan Maksimum Pelebur yang Diproteksi

Waktu Lebur Minimum Pelebur Pemroteksi x 100%<75% (4.1)

Berdasarkan Gambar 4.5 (a) diperoleh waktu pemutusan maksimum fuse 12 adalah 204 ms dan waktu lebur minimum dari fuse 10 adalah 154 ms, maka rasio waktu dari koordinasi kedua fuse tersebut adalah

204

154 x 100% = 132%

sedangkan berdasarkan Gambar 4.9 (a) diperoleh waktu pemutusan maksimum fuse 12 adalah 25,1 ms dan waktu lebur minimum dari fuse 10 adalah 9 ms, maka rasio waktu dari koordinasi dari fuse 10 dan fuse 12 adalah

25,1

9 x 100% = 278%

Kedua hasil perhitungan dari rasio waktu diatas menunjukkan bahwa rasio koordinasi fuse 10 dan fuse 12 telah melewati batas yang telah ditetapkan oleh PT. PLN melalui standar PLN No. 64 tahun 1985 yaitu 75%, oleh karena itu perlu dilakukan perubahan terhadap rating fuse 10 dan fuse 12. Selain berdasarkan standar PLN, operasi koordinasi fuse 10 dan fuse 12 tidak andal dikarenakan waktu pemutusan dari kedua fuse sama dimana daerah yang dilindungi oleh fuse 10 lebih luas dibandingkan daerah yang dilindungi oleh fuse 12. Seharusnya fuse 10 adalah pengaman cadangan terhadap gangguan pada Bus 143 dimana waktu

pemutusan fuse 10 harus lebih lama daripada fuse 12 yang merupakan pengaman utama.

Kehadiran DG pada jaringan distribusi merusak koordinasi fuse dan recloser dalam mengamankan jaringan distribusi yang terhubung dengan DG untuk beberapa kondisi tertentu. Hal ini dibuktikan bahwa saat terjadi gangguan 1 fasa ke tanah pada jaringan tidak terhubung dengan DG dan pada jaringan terhubung dengan PLTmH Tonduhan, operasi pertama TCC1 recloser 1 bekerja pertama kali dan bila gangguan masih mengalir setelah operasi pertama ini, maka fuse 12 dan fuse 10 akan bekerja. Sedangkan saat terjadi gangguan yang sama pada jaringan distribusi terhubung dengan PLTM Silau 2 dan juga saat terjadi gangguan yang sama pada jaringan distribusi terhubung dengan PLTM Silau 2 dan PLTmH Tonduhan, mengakibatkan fuse 12 dan fuse 10 bekerja terlebih dahulu daripada operasi pertama TCC1 recloser 1.

Koordinasi dari fuse 10, fuse 12¸dan recloser 1 eksisting tidak dapat berkoordinasi dengan baik saat terjadi gangguan 3 fasa pada jaringan distribusi tidak terhubung dengan DG dan terhubung dengan DG. Hal ini dibuktikan bahwa saat terjadi gangguan 3 fasa, fuse 10 dan fuse 12 bekerja terlebih dahulu, kemudian operasi kerja recloser 1 bekerja bila fuse 10 dan fuse 12 gagal mengamankan gangguan. Selain itu, koordinasi juga sudah tidak sesuai dengan yang teori koordinasi fuse dan recloser yang telah dijelaskan pada BAB 2.4. Gambar 4.5 (a) dan Gambar 4.6 (a) menunjukkan bahwa recloser 1 hanya memiliki 1 waktu kurva kerja yaitu TCC1. Perlu diperhatikan bahwa pada urutan pengoperasian diatas tidak ada operasi TCC2 sebagai operasi waktu tunda,

fasa dan tanah recloser 1. Setelan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. Oleh karena itu, perlu dilakukan perubahan terhadap setelan arus dan waktu, pemilihan setelan TCC2 pada recloser 1 serta rating fuse yang sesuai supaya kinerja dari koordinasi recloser 1 dengan fuse – fuse yang berkoordinasi dengan recloser 1 dapat mengamankan gangguan secara optimal pada jaringan distribusi yang dilindungi.

4.2.2 Pengujian dan Analisis Koordinasi Fuse dan Recloser Eksisting Pada Bus 577

Berdasarkan Lampiran B, arus gangguan minimum (Ifmin) yang terjadi pada bus 577 sebesar 205 A, yaitu saat Bus 577 mengalami gangguan 1 fasa ke tanah pada kondisi jaringan distribusi tidak terhubung dengan DG. Gambar 4.14 (a) dan Gambar 4.14 (b) menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 22 dan recloser 2.

(a) (b)

Gambar 4.14 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 22 dan Recloser 2 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 577 Pada Jaringan Distribusi Tanpa Terhubung Dengan Distributed Generation

Gambar 4.14 (a) dan 4.14 (b) menunjukkan bahwa bahwa saat terjadi gangguan arus lebih satu fasa ke tanah pada Bus 577, operasi pertama TCC1 Ground bekerja dengan membuka dan menutup kembali dengan cepat recloser 2 pada waktu ke 198 ms. Bila gangguan masih tetap mengalir saat recloser 2 menutup kembali, fuse 22 bekerja memutuskan gangguan pada waktu ke 264 ms. Bila fuse 22 gagal bekerja, maka recloser 2 akan membuka pada waktu ke 30198 ms dan akan menutup kembali dengan operasi kedua TCC1 Fasa pada waktu ke 30397 ms. Recloser 2 akan membuka pada waktu ke 50397 ms bila arus gangguan tetap mengalir dan recloser 2 menutup kembali pada waktu ke 50595 ms dengan operasi ketiga TCC2 Fasa. Jika arus gangguan masih tetap saja mengalir setelah operasi ketiga TCC2 Fasa, maka recloser 2 akan membuka secara tetap (Lock Out). Setelan operation to lock out dari recloser 2 adalah 3 operasi, yang berarti bahwa setelah recloser 2 melewati operasi ketiga TCC2 arus gangguan masih dirasakan, recloser akan Lock Out.

Gambar 4.15, Gambar 4.16, dan Gambar 4.17 menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi recloser 2 dan fuse 22 dengan berbagai kondisi pada jaringan distribusi yang terhubung dengan DG saat terjadi gangguan 1 fasa ke tanah di Bus 577.

(a) (b)

Gambar 4.15 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 22 dan Recloser 2 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 577 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTmH Tonduhan

(a) (b)

Gambar 4.16 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 22 dan Recloser 2 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 577 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2

(a) (b)

Gambar 4.17 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 22 dan Recloser 2 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 577 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2 dan PLTmH Tonduhan

Berdasarkan Lampiran B, arus gangguan maksimum (Ifmax) yang terjadi pada Bus 577 sebesar 1180 A, yaitu saat Bus 577 mengalami gangguan 3 fasa pada kondisi jaringan distribusi terhubung dengan PLTM Silau 2 dan PLTmH Tonduhan. Gambar 4.18 (a) dan Gambar 4.18 (b) menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 22 dan recloser 2.

(a) (b)

Gambar 4.18 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 22 dan Recloser 2 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 577 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2 dan PLTmH Tonduhan

Gambar 4.18 (a) dan 4.18 (b) menunjukkan bahwa saat terjadi gangguan arus lebih 3 fasa pada Bus 577, fuse 22 bekerja pertama kali memutuskan gangguan pada waktu 20,8 ms. Fuse 58 yang berada di dekat DG (Bus 648) akan bekerja dalam waktu 51,4 ms, hal ini diakibatkan mengalirnya kontribusi arus gangguan dari PLTmH Silau 2 sebesar 532 A pada fuse 58. Bila fuse 22 dan fuse 54 gagal bekerja, maka operasi pertama TCC1 Fasa bekerja dengan membuka dan menutup kembali recloser 2 dengan cepat pada waktu ke 198 ms. Bila arus gangguan masih tetap mengalir saat recloser 2 menutup, recloser 2 akan membuka pada waktu ke 30198 ms dan akan menutup kembali dengan operasi kedua TCC1 Fasa pada waktu ke 30397 ms. Recloser 2 akan membuka pada waktu ke 50397 ms bila arus gangguan tetap mengalir, kemudian recloser 2 menutup kembali pada waktu ke 50595 ms dengan operasi ketiga TCC2 Fasa. Jika arus gangguan masih tetap saja mengalir setelah operasi ketiga TCC2 Fasa, maka

recloser 2 akan membuka secara tetap (Lock Out). Setelan operation to lock out dari recloser 2 adalah 3 operasi, maka setelah recloser 2 melewati operasi ketiga TCC2 arus gangguan masih dirasakan, recloser akan Lock Out.

Gambar 4.19 menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 22 dan recloser 2 pada jaringan distribusi yang tidak terhubung dengan DG sedangkan Gambar 4.20 dan Gambar 4.21 menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 22 dan recloser 2 dengan berbagai kondisi pada jaringan distribusi terhubung dengan DG saat terjadi gangguan 3 fasa di Bus 577.

(a) (b)

Gambar 4.19 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 22 dan Recloser 2 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 577 Pada Jaringan Distribusi Tanpa Terhubung Distributed Generation

(a) (b)

Gambar 4.20 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 22 dan Recloser 2 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 577 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTmH Tonduhan

(a) (b)

Gambar 4.21 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 22 dan Recloser 2 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 577 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2

Kehadiran DG pada jaringan distribusi merusak koordinasi fuse dan recloser dalam mengamankan jaringan distribusi yang terhubung dengan DG untuk kondisi tertentu. Hal ini dibuktikan bahwa saat terjadi gangguan 1 fasa ke tanah pada jaringan tidak terhubung dengan DG dan pada jaringan terhubung dengan PLTmH Tonduhan, operasi pertama TCC1 recloser 2 bekerja pertama kali dan bila gangguan masih mengalir setelah operasi pertama ini, maka fuse 22 akan bekerja. Sedangkan saat terjadi gangguan yang sama pada jaringan distribusi terhubung dengan PLTM Silau 2 dan juga saat terjadi gangguan yang sama pada jaringan distribusi terhubung dengan PLTM Silau 2 dan PLTmH Tonduhan, mengakibatkan fuse 22 bekerja terlebih dahulu daripada operasi pertama TCC1 recloser 2.

Koordinasi dari fuse 22 dan recloser 2 eksisting tidak dapat berkoordinasi dengan baik saat terjadi gangguan 3 fasa pada jaringan distribusi tidak terhubung dengan DG dan terhubung dengan DG. Hal ini dibuktikan bahwa saat terjadi gangguan 3 fasa, fuse 22 bekerja terlebih dahulu, kemudian operasi kerja recloser 2 bekerja bila fuse 22 gagal mengamankan gangguan.

Kedua kondisi diatas menunjukkan bahwa harus dilakukan perubahan terhadap setelan arus – waktu dari recloser 2 dan rating dari fuse yang berkoordinasi dengan recloser 2 supaya diperoleh suatu sistem pengaman jaringan distribusi yang optimal.

4.2.3 Pengujian dan Analisis Koordinasi Fuse dan Recloser Eksisting Pada Bus 769

Berdasarkan Lampiran B, arus gangguan minimum (Ifmin) yang terjadi pada Bus 769 sebesar 162 A, yaitu saat Bus 769 mengalami gangguan 1 fasa ke tanah pada kondisi jaringan distribusi tidak terhubung dengan DG. Gambar 4.22 (a) dan Gambar 4.22 (b) menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 68, fuse 69 dan recloser 3.

(a) (b)

Gambar 4.22 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi Tanpa Terhubung Distributed Generation

Gambar 4.22 (a) dan 4.22 (b) menunjukkan bahwa saat terjadi gangguan arus lebih 1 fasa ke tanah pada Bus 769, fuse 68 dan fuse 69 bekerja pertama kali dalam memutuskan gangguan bersamaan pada waktu 424 ms, hal ini dikarenakan rating pada kedua fuse sama besarnya yaitu 20K. Bila fuse 68 dan fuse 69 gagal bekerja, maka operasi pertama TCC1 Ground recloser 3 membuka dan menutup

dengan cepat untuk mengamankan gangguan pada waktu ke 632 ms. Apabila saat kembali menutup arus gangguan masih mengalir, maka recloser 3 akan membuka pada waktu 10632 ms kemudian menutup kembali dengan operasi kedua TCC1 Ground pada waktu ke 11263 ms. Jika arus gangguan masih tetap saja mengalir setelah melewati operasi kedua TCC1, maka recloser 3 akan membuka secara tetap (Lock Out). Setelan operation to lock out dari recloser 3 adalah 2 operasi, maka setelah recloser 3 melewati operasi kedua TCC1 arus gangguan masih dirasakan, recloser akan Lock Out.

Gambar 4.23, Gambar 4.24, dan Gambar 4.25 menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 68, fuse 69 dan recloser 3 dengan berbagai kondisi pada jaringan distribusi yang terhubung dengan DG saat terjadi gangguan 1 fasa ke tanah di Bus 769.

(a) (b)

Gambar 4.23 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTmH Tonduhan

(a) (b)

Gambar 4.24 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2

(a) (b)

Gambar 4.25 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 1 Fasa ke Tanah di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTmH Tonduhan dan PLTM Silau 2

Berdasarkan Lampiran B, arus gangguan maksimum (Ifmax) yang terjadi pada Bus 769 sebesar 658 A, yaitu saat Bus 769 mengalami gangguan 3 fasa pada kondisi jaringan distribusi terhubung dengan PLTM Silau 2 dan PLTmH Tonduhan. Gambar 4.26 (a) dan Gambar 4.26 (b) menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 68, fuse 69 dan recloser 3.

(a) (b)

Gambar 4.26 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTmH Tonduhan dan PLTM Silau 2

Gambar 4.26 (a) dan 4.26 (b) menunjukkan bahwa saat terjadi gangguan arus lebih 3 fasa pada Bus 769, fuse 68 dan fuse 69 bekerja pertama kali bersama – sama memutuskan gangguan pada waktu 38,1 ms, hal ini dikarenakan rating pada kedua fuse sama besarnya yaitu 20K. Fuse 58 yang berada di dekat DG (Bus 648) akan bekerja dalam waktu 109 ms, hal ini diakibatkan mengalirnya kontribusi arus gangguan dari PLTM Silau 2 sebesar 331 A melalui fuse 58. Besar

kontribusi arus ganggguan 3 fasa oleh PLTM Silau 2 ditunjukkan oleh Gambar 4.27.

Gambar 4.27 Kurva Karakteristik Arus – Waktu Fuse 58 Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2 dan PLTmH Tonduhan

Bila fuse 68 , fuse 69, dan fuse 58 gagal bekerja, maka operasi pertama TCC1 Fasa recloser 3 membuka dan menutup dengan cepat untuk mengamankan gangguan pada waktu ke 623 ms. Apabila saat kembali menutup arus gangguan masih mengalir, maka recloser 3 akan membuka pada waktu 10623 ms kemudian menutup kembali dengan operasi kedua TCC1 Fasa pada waktu ke 11245 ms. Jika arus gangguan masih tetap saja mengalir setelah melewati operasi kedua TCC1, maka recloser 3 akan membuka secara tetap (Lock Out). Setelan operation to lock out dari recloser 3 adalah 2 operasi, maka setelah recloser 3 melewati operasi kedua TCC1 arus gangguan masih dirasakan, recloser akan Lock Out.

Gambar 4.28 menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 68, fuse 69 dan recloser 3 pada jaringan distribusi yang tidak terhubung dengan DG sedangkan Gambar 4.29 dan Gambar

4.30 menunjukkan urutan waktu operasi dan kurva karakteristik arus - waktu dari koordinasi fuse 68, fuse 69 dan recloser 3 dengan berbagai kondisi pada jaringan distribusi terhubung dengan DG saat terjadi gangguan 3 fasa di Bus 769.

(a) (b)

Gambar 4.28 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi Tanpa Terhubung Dengan Distributed Generation

(a) (b)

Gambar 4.29 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTmH Tonduhan

(a) (b)

Gambar 4.30 (a) Urutan Waktu Operasi Koordinasi dan (b) Kurva Karakteristik Koordinasi Fuse 68, Fuse 69 dan Recloser 3 Eksisting Saat Terjadi Gangguan 3 Fasa di Bus 769 Pada Jaringan Distribusi yang Terhubung Dengan PLTM Silau 2

Berdasarkan Gambar 4.23 (a), diperoleh waktu pemutusan maksimum dari fuse 69 adalah 424 ms dan waktu lebur minimum dari fuse 68 adalah 327 ms, maka rasio waktu dari koordinasi dari kedua fuse tersebut adalah

424

327 x 100% = 129

sedangkan berdasarkan Gambar 4.27 (a) diperoleh waktu pemutusan maksimum dari fuse 69 adalah 38,1 ms dan waktu lebur minimum dari fuse 68 adalah 19,6 ms, maka rasio waktu dari koordinasi dari fuse 68 dan fuse 69 adalah

38,1

19,6 x 100% = 194%

Kedua hasil perhitungan dari rasio waktu diatas menunjukkan bahwa rasio koordinasi fuse 68 dan fuse 69 telah melewati batas yang telah ditetapkan oleh PT. PLN melalui standar PLN No. 64 tahun 1985, oleh karena itu perlu dilakukan

perubahan terhadap rating fuse 68 dan fuse 69. Selain berdasarkan standar PLN, operasi koordinasi fuse 68 dan fuse 69 tidak andal dikarenakan waktu pemutusan dari kedua fuse sama dimana daerah yang dilindungi oleh fuse 68 lebih luas dibandingkan daerah yang dilindungi oleh fuse 69. Seharusnya fuse 68 adalah pengaman cadangan terhadap gangguan pada Bus 769 dimana waktu pemutusan fuse 68 harus lebih lama daripada fuse 69 yang merupakan pengaman utama.

Koordinasi fuse dan recloser mengalami kegagalan, dimana fuse menjadi pengaman utama pada gangguan 1 fasa ke tanah saat jaringan tidak terhubung dengan DG dan terhubung dengan DG serta gangguan 3 fasa saat jaringan tidak terhubung dengan DG dan terhubung dengan DG pada Bus 769, oleh karena itu perlu dilakukan perubahan setelan arus, waktu dan kurva arus – waktu yang digunakan oleh recloser 3 serta rating dari fuse – fuse yang berkoordinasi dengan recloser 3 untuk mendapatkan koordinasi yang baik sehingga diperoleh sistem pengaman jaringan distribusi yang optimal.