• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Audit atas Piutang

2. LANDASAN TEORI

2.3. Audit atas Piutang

2.3.2. Pengujian Audit atas Piutang

Arens, et al. (2009) mengemukakan metodologi desain pengujian perincian saldo piutang usaha, seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.2. berikut ini.

Gambar 2.2. Metodologi Desain Pengujian Perincian Saldo Piutang Usaha

Sumber: Randal J. Elder, Mark S. Beasley, Alvin A. Arens, dan Amir Abadi Jusuf. Auditing and

Assurance Services.

1. Mengidentifikasi Risiko Bisnis Klien yang Memengaruhi Piutang Usaha (Tahap I)

Pengujian atas piutang usaha didasarkan pada prosedur penilaian risiko audit agar auditor memahami bisnis dan industri klien. Sebagai bagian dari pemahaman tersebut, auditor mempelajari lingkungan bisnis dan industri klien serta mengevaluasi tujuan manajemen dan proses bisnis untuk mengidentifikasi risiko bisnis klien yang secara signifikan dapat memengaruhi pelaporan keuangan, termasuk piutang usaha. Untuk mendapatkan pemahaman tersebut, auditor juga melakukan prosedur analitis awal untuk mendeteksi peningkatan risiko piutang usaha.

Jumlah sampel Penetapan waktu

Mengidentifikasi risiko bisnis klien yang memengaruhi piutang usaha

Menetapkan salah saji yang dapat diterima dan menilai risiko bawaan untuk piutang usaha

Menilai risiko pengendalian dalam siklus penjualan dan penagihan

Mendesain dan melakukan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi pada siklus penjualan dan

penagihan

Mendesain dan melakukan prosedur analitis untuk piutang usaha

Mendesain uji perincian piutang usaha untuk memenuhi tujuan audit terkait saldo

Prosedur audit Sampel yang dipilih

2. Menetapkan Salah Saji yang Dapat Diterima dan Mengevaluasi Risiko Bawaan (Tahap I)

Auditor terlebih dahulu memberikan penilaian awal mengenai materialitas untuk keseluruhan laporan keuangan, lalu mengalokasikan jumlah yang dianggap material untuk setiap akun laporan posisi keuangan, termasuk piutang usaha. Alokasi ini disebut salah saji yang dapat diterima (tolerable misstatement). Piutang usaha biasanya merupakan salah satu bagian terpenting dari pelaporan keuangan bagi perusahaan dengan penjualan kredit. Meskipun saldo piutang usaha tersebut kecil, transaksi dalam siklus penjualan dan penagihan yang memengaruhi saldo tersebut biasanya berjumlah besar. Auditor menentukan risiko yang tak terhindarkan untuk masing-masing akun dengan mempertimbangkan risiko bisnis dan industry perusahaan klien. PSA 70 (SA 316) mengindikasikan bahwa auditor harus bisa mengidentifikasikan risiko pelanggaran dalam pengakuan pendapatan. Hal ini biasanya memengaruhi evaluasi auditor terhadap risiko tersebut untuk tujuan: eksistensi, batas waktu penjualan, pengembalian barang dagangan, dan batas penetapan beban piutang tak tertagih.

3. Mengevaluasi Risiko Pengendalian dalam Siklus Penjualan dan Penagihan (Tahap I)

Pengendalian internal atas penjualan dan bukti penerimaan kas yang berhubungan dengan piutang usaha biasanya berlangsung efektif di banyak perusahaan karena manajemen sangat peduli dengan pencatatan yang akurat untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggan. Auditor umumnya memperhatikan tiga aspek pengendalian internal, yaitu:

1. Pengendalian untuk menghindari atau mendeteksi pencurian 2. Pengendalian atas penetapan pisah batas

3. Pengendalian yang berhubungan dengan penyisihan piutang tak tertagih Auditor harus menghubungkan risiko pengendalian atas tujuan audit terkait transaksi dan tujuan audit terkait saldo, terutama untuk merencanakan risiko deteksi dan bukti-bukti yang akan digunakan dalam pengujian perincian saldo.

4. Mendesain dan Melakukan Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif atas Transaksi (Tahap II)

Hasil pengujian pengendalian menentukan apakah risiko pengendalian atas penjualan dan penerimaan kas perlun direvisi. Auditor menggunakan hasil pengujian substantif atas transaksi untuk menentukan apakah perencanaan risiko deteksi sudah memenuhi untuk setiap tujuan audit terkait saldo piutang usaha.

5. Mendesain dan Melakukan Prosedur Analitis (Tahap III)

Prosedur analitis umumnya dilakukan selama tahap pengujian diselesaikan setelah tanggal laporan posisi keuangan, namun sebelum dilakukan pengujian perincian saldo. Auditor menjalankan prosedur analitis untuk seluruh siklus penjualan dan penagihan, tidak hanya piutang usaha. Hal ini perlu dilakukan karena terdapat hubungan erat antara laporan laba rugi dengan akun-akun pada laporan posisi keuangan. Jika prosedur analitis dalam siklus penjualan dan penagihan mengungkapkan adanya fluktuasi yang tidak biasa, maka auditor perlu meminta informasi kepada manajemen. Tanggapan dari manajemen perlu dievaluasi dengan kritis, apakah mampu menjelaskan mengenai fluktuasi tersebut dan mampu menunjukkan bukti pendukungnya.

6. Mendesain dan Melakukan Pengujian Perincian Saldo Piutang Usaha (Tahap III)

Tahapan ini menjelaskan prosedur pengujian yang dapat dilakukan auditor dengan menyesuaikannya dengan tujuan-tujuan terkait saldo piutang yang sudah dijelaskan sebelumnya.

a. Piutang usaha ditambahkan secara tepat dan sesuai dengan berkas utama dan buku besar.

Pada umumnya, pengujian atas piutang usaha dan penyisihan piutang tak tertagih dilakukan berdasarkan laporan posisi keuangan saldo. Sebuah laporan posisi keuangan saldo menyajikan saldo piutang usaha pada tanggal laporan posisi keuangan, termasuk data saldo piutang untuk setiap pelanggan disertai perincian saldo untuk kurun waktu antara tanggal penjualan dan tanggal laporan posisi keuangan. Biasanya auditor melakukan

pengujian atas informasi yang didapatkan dari kecocokan perincian (detail tie-in) dalam neraca saldo, sebelum melakukan pengujian lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah populasi yang diuji sama dengan buku besar dan piutang usaha pada berkas utama. Total kolom dan kolom yang berkaitan dengan umur piutang harus diuji dan total pada neraca saldo dibandingkan dengan buku besar. Auditor seringkali menggunakan peranti lunak audit untuk menjumlah ke bawah (foot) dan ke samping (cross-foot) pada neraca saldo dan menghitung ulang taksiran umur piutang.

b. Piutang usaha dicatat sesuai dengan keberadaannya

Konfirmasi atas saldo tagihan pelanggan merupakan pengujian paling penting untuk menentukan keberadaan piutang usaha yang dicatat. Ketika pelanggan tidak menanggapi konfirmasi, maka auditor perlu memeriksa dokumen pendukung untuk mengecek pengiriman barang, juga menguji bukti penerimaan kas selama masa tenggat (subsequent) untuk mengetahui apakah pembayaran sudah dilakukan.

c. Piutang usaha dicatat secara lengkap

Bagi auditor, sulit untuk melakukan pengujian saldo rekening di luar neraca saldo, kecuali bergantung pada perimbangan data piutang usaha di berkas utama. Contohnya, jika klien tanpa sengaja tidak memasukkan piutang usaha pada neraca saldo, kemungkinan hal ini akan dapat dideteksi ketika auditor melakukan penjumlahan ke bawah terhadap piutang usaha di neraca saldo, kemudian melakukan rekonsiliasi saldo melalui akun pengontrol di buku besar.

d. Akurasi piutang usaha

Konfirmasi rekening yang diambil dari neraca saldo merupakan bentuk pengujian perincian saldo yang paling umum dilakukan untuk mengetahui akurasi piutang usaha. Bila pelanggan tidak merespons permintaan konfirmasi, auditor dapat melihat data pendukung untuk memperoleh keyakinan atas keberadaan piutang tersebut. Auditor melakukan pengujian debet dan kredit pada saldo pelanggan individu dnegan memeriksa dokumen pendukung untuk pengiriman dan penerimaan kas.

e. Piutang usaha diklasifikasikan dengan benar

Umumnya, auditor dapat mengevaluasi klasifikasi piutang usaha dengan mudah, yaitu dengan menelaah neraca saldo untuk piutang yang jumlahnya material dari afiliasi, karyawan, direktur, atau pihak terkait lainnya. Auditor perlu juga mengecek apakah piutang yang sifatnya jangka panjang sudah dipisahkan dari piutang usaha biasa, dan saldo kredit pada piutang usaha yang jumlahnya besar diklasifikasikan kembali menjadi utang usaha. Untuk memenuhi persyaratan penyajian dan pengungkapan, auditor harus memastikan bahwa klasifikasi disajikan secara benar dengan menentukan apakah transaksi antara pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan telah dicatat secara tepat dalam laporan keuangan selama menyelesaikan tahapan audit.

f. Penetapan pisah batas (cut-off) piutang usaha secara tepat

Salah saji akibat pisah batas terjadi ketika transaksi dalam waktu berjalan dicatat selama jeda waktu antara pembuatan pelaporan dan waktu audit, atau sebaliknya. Tujuan pengujian pisah batas adalah untuk melihat apakah transaksi yang terjadi di akhir periode akuntansi dicatat pada periode yang tepat. Hal ini adalah salah satu tujuan terpenting dari siklus karena salah saji dalam pisah batas memengaruhi laba periode berjalan. Salah saji akibat penetapan pisah batas dapat terjadi pada penjualan, retur, dan barang dagangan, serta penerimaan kas. Untuk masing-masing hal tersebut, auditor perlu melakukan tiga pendekatan dalam menetapkan kewajaran pisah batas yaitu:

1. Menetapkan kriteria pisah batas yang tepat

2. Mengevaluasi apakah klien telah melakukan prosedur yang memadai untuk menentukan tingkat kewajaran pisah batas

3. Menguji apakah pisah batas yang ditetapkan adalah tepat g. Piutang usaha dinyatakan dalam nilai terealisasi

Dalam mencatat piutang usaha, perusahaan harus mencatat dalam jumlah tertinggi yang dapat ditagih. Nilai terealisasi piutang usaha sama dengan jumlah total piutang usaha dikurangi dengan penyisihan piutang tak tertagih. Untuk menghitung penyisihan, klien mengestimasi jumlah total piutang

usaha yang diperkirakan tidak dapat ditagih. Prediksi ini tentunya tidak dapat dilakukan secara tepat, tetapi auditor perlu mengevaluasi apakah klien sudah menetapkan penyisihannya secara masuk akal dengan mempertimbangkan semua fakta.

h. Klien berhak atas piutang usaha

Hak klien atas piutang usaha biasanya tidak menyebabkan masalah audit karena piutang umumnya memang miliki klien. Untuk mendapatkan informasi mengenai keterbatasan hak klien atas piutangnya, auditor perlu mendiskusikan dengan klien, melakukan konfirmasi ke bank, atau memeriksa kontrak utang sebagai bukti bahwa apakah piutang usaha dipakai sebagai jaminan, serta memerika berkas korespondensi.

i. Penyajian dan pengungkapan piutang usaha

Untuk mengevaluasi kecukupan penyajian dan pengungkapan tersebut, auditor perlu memiliki pemahaman SAK dan persyaratan penyajian dan pengungkapan secara menyeluruh. Bagian penting dari evaluasi meliputi keputusan apakah klien telah memisahkan hal-hal material yang memerlukan pengungkapan terpisah dalam laporan keuangan. Contohnya, piutang dari pegawai atau perusahaan afiliasi harus dipisahkan dari piutang dengan pelanggan lainnya, jika jumlahnya material.

Agoes (2008) menyarankan mengenai prosedur-prosedur audit yang dapat auditor terapkan ketika mengaudit akun piutang:

1. Pahami dan evaluasi internal control atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas.

Proses memahami dan mengevaluasi internal control akan mempengaruhi luasnya pengujian atas kewajaran saldo piutang per tanggal laporan posisi keuangan dan saldo penjualan untuk periode yang diperiksa.

2. Buat Top Schedule dan Supporting Schedule Piutang per tanggal neraca. Untuk menghemat waktu pemeriksaan, auditor harus meminta rincian-rincian dari piutang usaha, piutang pegawai, wesel tagih, uang muka, piutang bunga, piutang afiliasi, piutang direksi, piutang pemegang saham

dan piutang lain-lain. Rincian-rincian yang berasal dari klien dicantumkan tanggal terimanya dan tuliskan PBC (prepared by client).

3. Minta aging schedule dari piutang usaha per tanggal neraca.

Analisa umur piutang harus menunjukkan nama pelanggan, saldo piutang, umur piutang (belum jatuh tempo, 0-30 hari, 31-60 hari, 61-90 hari, 91-120 hari, >120 hari), dan kalau bisa penagihan sesudah tanggal neraca (subsequent collection). Selain itu, perlu juga diminta rincian piutang pegawai, piutang direksi, piutang pemegang saham, wesel tagih, uang muka dan lain-lain, per tanggal neraca dan harus dijelaskan apakah dikenakan bunga atau tidak dan bagaimana pembayaran kembalinya.

4. Periksa mathematical accuracy-nya dan check individual balance ke subledger lalu totalnya ke general ledger.

Auditor harus memeriksa penjumlahan (footing dan cross footing) dari rincian-rincian yang diberikan klien dan saldo masing-masing pelanggan atau pegawai harus dicocokkan dengan saldo menurut subledger piutang, lalu total dari masing-masing rincian dicocokkan dengan saldo general ledger-nya. Jika ada saldo yang tidak cocok atau ditemukan kesalahan penjumlahan, beritahukan kepada klien dan minta mereka memperbaikinya. 5. Test check umur piutang dari beberapa customer ke subledger piutang dan

sales invoice.

Pengecekan umur piutang akan mempengaruhi penilaian mengenai kecukupan atas penyisihan piutang tak tertagih. Pengecekan umur piutang dilakukan dengan memeriksa subledger piutang dan faktur penjualan: perhatikan apakah tanggal faktur penjualan dicatat dengan benar di subledger tersebut dan apakah umur piutang sesuai dengan jangka waktu antara tanggal faktur dengan tanggal neraca. Selain itu harus diperhatikan juga term of credit yang diberikan perusahaan kepada para pelanggan yang biasanya dicantumkan dalam invoice.

6. Kirimkan konfirmasi piutang.

PSA 07 (SA 330) mendefinisikan konfirmasi sebagai proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban

atas suatu permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. Proses konfirmasi mencakup:

a. Pemilihan unsur yang dimintakan konfirmasi. b. Pendesainan permintaan konfirmasi.

c. Pengkomunikasian permintaan konfirmasi kepada pihak ketiga yang bersangkutan.

d. Pemerolehan jawaban dari pihak ketiga.

e. Penilaian terhadap informasi, atau tidak adanya informasi, yang disediakan oleh pihak ketiga mengenai tujuan audit, termasuk keandalan informasi tersebut.

Adapun definisi konfirmasi piutang menurut Agoes (2008) adalah surat yang ditandatangani klien, ditujukan ke pelanggannya untuk meminta penegasan (konfirmasi) mengenai saldo utang pelanggan tersebut per tanggal tertentu (biasanya tanggal neraca). Pelanggan diminta menandatangani surat tersebut dan mengembalikan langsung ke KAP. Surat konfirmasi tersebut harus dikirim oleh KAP untuk mencegah jangan sampai surat tersebut lupa atau tidak dikirim oleh klien serta untuk menjaga independensi dari auditor. Surat konfirmasi terdiri dari bagian atas yang merupakan surat pengantar dan bagian bawah yang akan dikembalikan langsung ke KAP setelah ditandatangani oleh pelanggan. Jika setelah satu bulan konfirmasi positif belum dijawab, auditor harus mengirim surat konfirmasi yang kedua. Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam mengirimkan konfirmasi piutang menurut Agoes (2008):

a. Tentukan dan tuliskan dasar pemilihan pelanggan yang akan dikirimi surat konfirmasi.

Pemilihan pelanggan yang akan dikirimi surat konfirmasi dapat menggunakan metode statistical sampling atau random/judgement sampling, misalnya dengan memilih pelanggan dengan saldo > Rp 10.000.000,- ditambah dengan 5 pelanggan dengan saldo < Rp

10.000.000,-b. Tentukan apakah akan digunakan konfirmasi positif atau konfirmasi negatif.

Terdapat dua jenis konfirmasi piutang yaitu:

- Konfirmasi positif: Pada konfirmasi positif, pelanggan diminta untuk memberikan jawaban baik saldonya cocok maupun tidak cocok. Konfirmasi positif digunakan dalam keadaan saldo piutang per pelanggan relatif besar; jumlah pelanggan sedikit; dan pengendalian intern atas piutang yang (agak) lemah.

- Konfirmasi negatif: Pada konfirmasi negatif, pelanggan diminta untuk memberikan jawaban hanya jika saldonya tidak cocok, sehingga jika pelanggan tidak menjawab akan dianggap bahwa saldonya cocok. Konfirmasi negatif digunakan dalam keadaan saldo piutang per pelanggan relatif kecil; jumlah pelanggan yang (cukup) banyak; dan pengendalian intern atas piutang yang (cukup) kuat.

c. Cantumkan nomor konfirmasi baik di schedule piutang maupun di surat konfirmasi.

Surat konfirmasi piutang harus diberi nomor dan nomor tersebut dicantumkan juga pada kertas kerja, sehingga pada saat jawaban konfirasi diterima kembali (hanya bagian bawahnya) bisa diketahui untuk klien yang mana dan untuk perkiraan apa.

d. Jawaban konfirmasi yang berbeda harus diberitahukan kepada klien untuk dicari perbedaannya.

Jawaban konfirmasi dapat digolongkan dalam beberapa bentuk:

- Confirmed Balance (CB), berarti saldo menurut pelanggan cocok dengan surat konfirmasi

- Reporting Difference (RD), berarti saldo menurut pelanggan berbeda dengan surat konfirmasi. Jika saldonya berbeda, auditor harus mencari tahu alasan perbedaanya. Perbedaan tersebut mungkin bisa direkonsiliasi sehingga bisa diketahui saldo mana yang benar, mungkin juga tidak direkonsiliasi.

- Dikembalikan oleh Kantor Pos (Returned by Post Office – RPO) - Tidak dijawab (No Reply – NR)

e. Buat ikhtisar (summary) dari hasil konfirmasi

Tujuannya untuk mengetahui berapa banyak konfirmasi yang dijawab dengan saldo yang sesuai maupun yang berbeda, yang akan mempengaruhi keyakinan auditor terhadap kewajaran saldo piutang. 7. Periksa subsequent collections

Hal ini dilakukan dengan memeriksa buku kas dan bukti penerimaan kas untuk periode sesudah tanggal neraca sampai dekat tanggal penyelesaian pemeriksaan lapangan. Perhatikan bahwa yang dicatat sebagai subsequent collections hanyalah yang berhubungan dengan penjualan dari periode yang sedang diperiksa.

8. Periksa apakah ada wesel tagih (notes receivable) yang didoskontokan untuk mengetahui kemungkinan adanya contingent liability.

Hal ini dilakukan dengan menanyakan kepada client apakah terdapat pendiskontoan wesel tagih, jika ada maka periksa pencatatan transaksi pendiskontoan tersebut; memeriksa buku besar wesel tagih, jika terdapat pengkreditan di perkiraan wesel tagih, maka periksa bukti pendukungnya untuk mengetahui apakah berasal dari pelunasan wesel tagih yang jatuh tempo atau dari pendiskontoan wesel tagih; dan melihat jawaban konfirmasi bank, apakah terdapat penjelasan mengenai pendiskontoan wesel tagih. 9. Periksa dasar penentuan allowance for bad debts dan cukup tidaknya

allowance tersebut.

Cukup dalam arti tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, karena jika allowance terlalu besar berarti laba perusahaan akan terlalu kecil (understated), jika allowance terlalu kecil berarti laba perusahaan akan overstated. Dalam hal ini, auditor harus mempelajari dasar penentuan allowance yang digunakan oleh klien apakah berdasarkan persentase tertentu dari penjualan kredit; apakah berdasarkan analisa umur piutang; apakah berdasarkan persentase tertentu dari saldo piutang; dan apakah dasar penentuan allowance dan perhitungan client sudah masuk akal (reasonable) dan konsisten dengan tahun-tahun sebelumnya.

10. Test sales cut-off

Pemeriksaan cut-off penjualan akan meyakinkan auditor bahwa penjualan sudah dicatat pada periode terjadinya untuk kepentingan proper matching cost against revenue dan tidak ada pergeseran waktu pencatatan. Hal ini dilaksanakan dengan jalan memeriksa sales invoice, credit note, dan lain-lain, lebih kurang 2 (dua) minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca. Periksa apakah barang-barang yang dijual melalui invoice sebelum tanggal neraca, sudah dikirim per tanggal neraca. Kalau belum dikirim cari tahu alasannya. Periksa apakah ada faktur penjualan dari tahun yang diperiksa, yang dibatalkan dalam periode berikutnya.

11. Periksa notulen rapat, surat-surat perjanjian, jawaban konfirmasi bank dan correspondence file untuk mengetahui apakah ada piutang yang dijadikan sebagai jaminan.

Piutang dapat dijadikan salah satu jaminan dari kredit yang diperoleh perusahaan dari bank. Kalau hal tersebut terjadi, maka harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

12. Periksa apakah penyajian di neraca dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Dalam hal ini maka piutang pemegang saham, piutang direksi, dan piutang perusahaan afiliasi harus dilaporkan tersendiri, terpisah dari piutang usaha; dan piutang dinyatakan sebesar jumlah tagihan, dikurangi penyisihan untuk piutang yang tidak dapat ditagih.

13. Tarik kesimpulan mengenai kewajaran saldo piutang yang diperiksa berdasarkan prosedur audit yang dijalankan dan sesuai dengan audit program piutang.

Dokumen terkait