• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Hipotesis Kedua

commit to user Tabel 4.8. Rataan dan Jumlah Rataan Prestasi Afektif

E. Pembahasan Hasil Analisis Data

2. Pengujian Hipotesis Kedua

Salah satu faktor internal yang berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran adalah kemampuan matematik siswa. Pada penelitian ini data kemampuan matematik dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu kemampuan matematik tinggi dan kemampuan matematik rendah. Kategori kemampuan

matematik tin -rata

kemampuan matematik gabungan dan kategori kemampuan memori rendah apabila siswa mempunyai skor kemampuan matematik < rata-rata skor kemampuan matematik gabungan.

Dalam mempelajari materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan yang banyak hitungan, maka hal tersebut menuntut siswa memiliki kemampuan matematik.

Setiap siswa memiliki kemampuan matematik yang berbeda-beda. Seperti yang telah diungkapkan oleh Kovas (2007: 111) bahwa kemampuan matematik mencakup (1) Understanding Number , (2) Non Numerical Processes, dan (3) Computation and Knowledge. Dengan kata lain, perhitungan yang tercakup pada materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan akan mempengaruhi kemampuan siswa untuk dapat memahami materi tersebut.

a. Aspek Kognitif

Sebelum pengujian dengan menggunakan anava dua jalan, telah dilakukan uji prasyarat anailisis, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menggunakan metode Liliefors, yang menunjukkan bahwa dari aspek kognitif, sampel yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah merupakan sampel dari populasi yang normal. Uji prasyarat selanjutnya adalah uji homogenitas. Uji homogenitas yang menggunakan uji Barlett menunjukkan bahwa dari aspek kognitif, sampel yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah berasal dari populasi yang homogen.

Hasil dari anava dua jalan aspek kognitif menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel

dengan nilai 15,09 > 6,39 yang berarti bahwa Ho ditolak (Lampiran 62) sehingga

commit to user

H1 diterima. Hal ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh antara kemampuan matematik siswa pada kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif siswa pada materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan.

Berdasarkan rerata skor kemampuan matematik siswa, dapat diketahui bahwa siswa pada kelompok kemampuan matematik tinggi memiliki nilai prestasi belajar yang lebih tinggi daripada siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi memiliki prestasi belajar kognitif yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah. Pada dasarnya, tes kognitif dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak informasi tentang konsep-konsep kimia yang telah mereka pahami. Perbedaan kemampuan matematik dapat menyebabkan perbedaan kemampuan siswa dalam memahami konsep, karena materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan memiliki banyak materi hitungan. Hal inilah yang memungkinkan siswa tersebut mudah dalam mempelajari materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Kemampuan matematik yang tinggi menyebabkan siswa lebih mudah memahami konsep materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan karena materi tersebut sarat dengan hitungan dan dapat mencapai prestasi sesuai dengan yang diinginkan. Semakin tinggi tingkat kemampuan matematik siswa akan semakin mudah siswa memahami konsep materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Sehingga akan lebih mudah menjawab soal kognitif dibanding siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah. Oleh karena itu, siswa yang mempunyai kemampuan matematik tinggi memiliki prestasi kognitif yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah.

b. Aspek Afektif

Sebelum pengujian dengan menggunakan anava dua jalan, telah dilakukan uji prasyarat anailisis, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menggunakan metode Liliefors, yang menunjukkan bahwa dari aspek afektif, sampel yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah merupakan sampel dari populasi yang normal. Uji prasyarat selanjutnya adalah uji homogenitas. Uji homogenitas yang menggunakan uji Barlett menunjukkan bahwa dari aspek afektif, sampel yang

commit to user

memiliki kemampuan matematik tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah berasal dari populasi yang homogen.

Hasil dari anava dua jalan pada aspek afektif menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel

dengan nilai 19,20 > 6,39 yang berarti bahwa Ho ditolak (Lampiran 63) sehingga H1 diterima. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh antara kemampuan matematik siswa pada kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar afektif siswa pada materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan.

Hasil dari anava dua jalan pada aspek afektif menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel

dengan nilai 19,20 > 6,39 yang berarti bahwa Ho ditolak (Lampiran 63) sehingga H1 diterima. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan pengaruh antara kemampuan matematik siswa pada kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar afektif siswa pada materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan.

Sama halnya dengan aspek kognitif, siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi mempunyai prestasi belajar afektif yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah. Penilaian prestasi belajar afektif tersebut bertujuan untuk mengetahui sikap siswa, baik terhadap materi pelajaran, metode pembelajaran, guru, dan siswa lain setelah proses pembelajaran selesai, melalui angket yang diberikan pada masing-masing siswa. Siswa yang berkemampuan matematik tinggi akan cenderung memilih jawaban angket yang bernilai positif.

Hal ini dikarenakan siswa dengan kemampuan matematik tinggi akan merasa bahwa bisa mengikuti dan memahami materi yang kemudian berimbas kepada sikap siswa yang antusias kepada materi. Hal tersebut menyebabkan prestasi afektifnya lebih tinggi dibandingkan siswa yang berkemampuan matematik rendah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perbedaan kemampuan matematik juga berpengaruh terhadap prestasi belajar afektif.

c. Aspek psikomotor

Sebelum pengujian dengan menggunakan anava dua jalan, telah dilakukan uji prasyarat anailisis, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menggunakan metode Liliefors, yang menunjukkan bahwa dari aspek psikomotor, sampel yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah merupakan sampel dari populasi yang normal. Uji

commit to user

prasyarat selanjutnya adalah uji homogenitas. Uji homogenitas yang menggunakan uji Barlett menunjukkan bahwa dari aspek psikomotor, sampel yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah berasal dari populasi yang homogen.

Hasil dari anava dua jalan aspek psikomotor menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel

dengan nilai 20,30 > 6,39 yang berarti bahwa Ho ditolak (Lampiran 64) sehingga H1 diterima. Hal ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh antara kemampuan matematik siswa pada kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar psikomotor siswa pada materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan.

Berdasarkan rerata skor kemampuan matematik siswa, dapat diketahui bahwa siswa pada kelompok kemampuan matematik tinggi memiliki nilai prestasi belajar yang lebih tinggi daripada siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi memiliki prestasi belajar kognitif yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah. Pada dasarnya, penilaian psikomotor dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak informasi tentang konsep-konsep kimia yang telah mereka pahami. Perbedaan kemampuan matematik dapat menyebabkan perbedaan kemampuan siswa dalam memahami konsep, karena materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan memiliki banyak materi hitungan. Praktikum yang dilakukan pada materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan juga membutuhkan kemampuan matematik siswa untuk menentukan harga Ksp suatu garam, pH ataupun konsentrasi dari zat yang diamati. Hal inilah yang memungkinkan siswa tersebut menjadi tertarik atau tidak untuk melakukan praktikum. Siswa dengan kemampuan matematik tinggi cenderung lebih aktif dalam praktikum. Pada akhirnya menyebabkan siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi cenderung mempunyai nilai prestasi psikomotor yang tinggi.

3. Pengujian Hipotesis Ketiga