Share Earning
PROFIL SAMPEL PENELITIAN
III. Barang Konsumsi
2) Pengujian Hipotesis Simultan
Pengujian hipotesis secara simultan menggunakan uji F untuk menguji pengaruh ZScore, Size, Btm, Beta dan Earning secara
136 serentak terhadap return saham. Ketentuan untuk menguji hipotesis secara simultan yaitu sebagai berikut :
Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima Jika Fhitung< Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak
Tabel 4.20
Uji F Regresi Terbaik Fixed Effect (FEM) Model II
Dependent Variable : Return
Method : Panel Least Squares
Periods included : 5
Cross-sections included : 65 Total panel (balanced) observations : 325 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.565005
Adjusted R-squared 0.447301
F-statistic 4.800207
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Data sekunder yang diolah oleh EVIEWS
Langkah untuk melakukan uji F adalah menentukan nilai Fhitung dan Ftabel Perhitungannya yaitu (Ftabel dk (0,05;64;325-65-5) = 1.36161, hasil perhitungan dengan menggunakan program Eviews 7.1 Fhitung yang diperoleh pada persamaan sebelumnya memiliki nilai Fhitung sebesar 4.800207 dan nilai Ftabel dengan tingkat probabilitas 5% sebesar 1.36161. Nilai Fhitung > Ftabel atau 4.800207 > 1.36161, maka variabel independen secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel depensdennya yaitu return saham. Jadi hipotesis 11 terbukti dengan tingkat Adjusted R-squared 0.447301 atau 44,7%.
137 6. Pembahasan
a. Ukuran Perusahaan (Size) dengan Financial Distress (ZScore) Setelah diuji secara parsial ukuran perusahaan (firm size) terbukti berpengaruh tidak signifikan terhadap zscore, hal ini berarti bahwa ukuran perusahaan (firm size) baik kecil atau besar maka zscore tidak berpengaruh secara signifikan sehingga risiko kebangkrutan atau financial distress tidak memandang baik perusahaan itu besar atau kecil.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa ukuran perusahaan (firm size) tidak berpengaruh terhadap kebangkrutan (financial distress) perusahaan. Salah satunya dikemukakan oleh Endra (2001) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan (firm size) memiliki hubungan yang tidak signifikan dengan ZScore (rasio kebangkrutan atau distress).
Dalam penelitian sekarang menggunakan total aset sebagai indikator ukuran perusahaan kemudian untuk mengurangi variabilitas agar menjadi mudah maka peneliti melakukan ln (logaritma natural) pada variabel total aset. Penggunaan total aset disebabkan ukuran perusahaan dapat menggambarkan seberapa besar jumlah aset yang dimiliki perusahaan.
Hasil dari penelitian saat ini dilakukan dalam tahun-tahun krisis, sehingga memungkinkan perusahaan yang diteliti dalam
138 keadaan kesulitan keuangan yang menyeluruh tidak terpengaruh besar kecilnya perusahaan tersebut. Banyak faktor yang mungkin mempengaruhi keadaan perusahaan tersebut.
b. Book to Market (Btm) dengan Financial Distress (ZScore)
Setelah diuji secara parsial Book to Market (Btm)berpengaruh signifikan positif terhadap ZScore, hal ini berarti bahwa dengan meningkatnya Book to Market (Btm) dapat meningkatkan ZScore. Jadi perusahaan yang undervalue (BtM>1) memiliki risiko kebangkrutan lebih kecil ,hal ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Utama dan Lumondang (2009) yang menyatakan bahwa Btm memiliki hubungan yang negatif atau tidak searah dengan ZScore.
Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perusahaan sektor manufaktur. Tingkat risiko sangat tinggi terbukti dari nilai Non Performing Loan (NPL) yang menilai bahwa sektor manufaktur banyak perusahaan manufaktur yang mengalami kredit bermasalah dengan perbankan (Maulidya, Rodhiyah, dan Saryadi, 2012). Dengan mengetahui bahwa perusahaan manufaktur cenderung berisiko tinggi maka pihak manajer keuangan memiliki kewajiban mengelola keuangan atau membuat manajemen risiko. Kemungkinan dalam penelitian ini perusahaan manufaktur yang
139 memiliki risiko besar menggunakan manajemen risiko untuk mengurangi imbas dari kemungkinan risko bangkrut.
Dalam penelitian Utama dan Lumondang (2009) menyebutkan bahwa perusahaan yang cenderung undervalue atau memiliki btm yang tinggi maka harus mempertimbangkan premium risk, sehingga kecenderungan investor menilai buruk perusahaan akan berkurang, bias diartikan kemungkinan perusahaan sektor manufaktur menerapkan risk premium untuk mengurangi risiko undervalue. Dhicev (1998) dalam Utama dan Lumondang (2009) menyatakan bahwa bankrupty risk merupaka systematic risk dimana distress firm akan lebih sensitif terhadap perubahan ekonomi namun belum tentu perusahaan tersebut mengalami kesulitan keuangan dikarenakan dalam kondisi keadaan krisi ekonomi, dan penelitian sekarang yang diteliti adalah perusahaan tahun-tahun krisis ekonomi.
c. Beta dengan Financial Distress (ZScore)
Setelah diuji secara parsial Beta signifikan positif terhadap ZScore menandakan bahwa dengan meningkatnya beta saham perusahaan maka meningkat pula ZScore dan mengurangi risiko kebangkrutan. Beta merupakan index dari risiko sistematis karena kondisi pasar (Moeljadi, 2006). Dalam penelitian Endra (2001) beta saham mempengaruhi kebangkrutan secara signifikan positif
140 jika melihat keadaan 1 (satu) tahun kebangkrutan perusahaan dan signifikan negatif jika keadaan 2 (dua) tahun kebangkrutan perusahaan.
Penelitian ini signifikan dengan penelitina Endra (2001) dengan melihat keadaan 1 (satu) tahun kebangkrutan perusahaan. Nilai beta dipengaruhi oleh harga saham perusahaan, dimana perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang memiliki fluktuasi harga saham yang beragam.
Pengambilan sampel data dilakukan memang setelah krisis ekonomi melanda di tahun 2008 yang berawal dari krisis Benua Amerika dan Eropa dan dapat disimpulkan bahwa pengambilan sampel selama 5 tahun berturut-turut, dimungkinkan perusahaan manufaktur yang diteliti masih belum bisa menangani risiko keuangan perusahaan akibat krisis tersebut.
d. Earning dengan Financial Distress (ZScore)
Setelah diuji secara parsial Earning signifikan positif terhadap ZScore, menandakan bahwa dengan meningkatnya Earning perusahaan maka meningkat pula ZScore dan mengurangi risiko kebangkrutan. Financial distress diukur dengan menggunakan Earning Per Share (EPS), karena EPS dapat menggambarkan seberapa besar perusahaan mampu menghasilkan keuntungan per lembar saham yang akan dibagikan kepada pemilik saham.
141 Menurut Elloumi dan Gueyie (2001) dalam Saleh dan Sudiyatmo (2013) perusahaan menuju kebangkrutan didefinisikan sebagai perusahaan yang memiliki laba per lembar saham (Earning Per Share) negatif.
EPS merupakan rasio yang paling banyak digunakan oleh pemegang saham dalam menilai prospek perusahaan di masa yang akan datang. Dengan mempertimbangkan besarnya laba yang dihasilkan perusahaan maka dapat dinilai bahwa perusahaan tersebut dalam keadaan sehat atau tidak. Semakin baik laba yang dihasilkan perusahaan akan mencerminkan prospek kelangsungan usaha perusahaan dan mengurangi risiko kebangkrutan atau kesehatan perusahaan.
e. Financial Distress (ZScore) dengan Return Saham.
Setelah diuji secara parsial ZScore tidak signifikan terhadap return saham, menandakan bahwa dengan meningkat atau tidaknya ZScore perusahaan maka return saham tidak berpengaruh, jadi perusahan yang mengalami risiko kebangkrutan tidak akan menurunkan atau meningkatkan imbal hasil saham. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Utama dan Lumondang (2009) dimana semakin perusahaan berisiko tinggi maka imbal hasil saham akan tinggi pula. Namun, temuan Lakonishok et al. (1994) dalam Griffin dan Lemmon (2002) dan Dichev (1998) menunjukkan bahwa
142 perusahaan dengan bankruptcy risk yang tinggi cenderung memiliki imbal hasil yang rendah karena nilai sahamnya mengalami mispricing di pasar modal.
Perbedaan hasil ini dimungkinkan pengambilan sampel dilakukan dalam tahun-tahun yang krisis maka investor belum dapat mempertimbangkan kinerja perusahaan karena keadaan perekonomian dalam masa sulit sehingga sebagian besar perusahaan yang listing dalam keadaan kesulitan.
f. Ukuran Perusahaan (Firm Size) dengan Return Saham.
Setelah diuji secara parsial ukuran perusahaan (Firm Size) signifikan negatif terhadap return saham, menandakan bahwa dengan meningkatnya ukuran perusahaan maka menurunkan imbal hasil return saham. Hal ini sesuai dengan penelitian Utama dan Lumondang (2009) dimana semakin perusahaan besar maka imbal hasil saham akan menurun, atau perusahaan kecil akan memberikan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar besar.
Penelitian yang sesuai dengan hasil ini juga dihasilkan oleh Herman dan Suk (2007). Perusahaan besar cenderung tetap dalam prospek pertumbuhan sehingga saham perusahaan akan tetap namun perusahaan kecil cenderung akan meningkatkan kinerja usahanya untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain. Dengan
143 mempertimbangkan itu maka perusahaan kecil dalam mengambil hati investor maka meningkatkan nilai investasi atau pengembalian yang besar seimbang dengan kinerja usaha yang semakin meningkat.
Kemungkinan hal lain yaitu investor yang berinvestasi merupakan investor jangka panjang dan tidak bertujuan spekulasi. Ketika nilai kapitalisasi (size) besar yang disebabkan saham yang naik, investor tidak langsung menjual sahamnya untuk mendapatkan capital gain dan sebaliknya jika nilai saham turun. Jika investor jangka pendek (trading) maka hal pertama yang dilihat dari perusahaan yaitu perusahaan yang memiliki kapitalisasi besar karena perusahaan besar sangat baik dalam pengelolaan keuangan. Dengan demikian, besar kecilnya nilai kapitalisasi pasar (size) akan diperhitungkan investor ketika berinvestasi pada perusahaan manufaktur.
g. Book to Market (Btm) dengan Return Saham.
Setelah diuji secara parsial Book to Market (Btm) tidak signifikan terhadap return saham, menandakan bahwa dengan meningkat atau tidaknya Book to Market (Btm) maka tidak akan mempengaruhi imbal hasil saham. Hal ini sesuai dengan penelitian Utama dan Lumondang (2009) dengan menggunakan model fixed effect atau model efek tetap dan juga penelitian Fama dan French
144 (1992) yang menyatakan bahwa variabel book to market ini dipengaruhi beberapa variabel lainnya.
Book to market yang tinggi memiliki arti risiko perusahaan juga tinggi. Dalam dunia investasi statement high risk high return, untuk penelitian ini tidak mencerminkan keadaan tersebut. High risk yang terjadi bukan berasal dari perusahaan namun dari keadaan luar perusahaan yaitu krisis perekonomian yang melanda.
Hasil penelitian kali tidak signifikan dimungkinakan karena kurangnya kepercayaan investor terhadap krisis perekonominan yang melanda dan cenderung berhati-hati dalam memilih emiten sehingga kecenderungan peningkatan atau penurunan harga saham dipasaran berfluktuatif dan tidak mudah diperhitungkan/prediksi. h. Beta dengan Return Saham.
Setelah diuji secara parsial Beta signifikan negatif terhadap return saham, menandakan bahwa dengan meningkatnya Beta maka menurunkan imbal hasil return saham. Hal ini sesuai dengan penelitian Herman dan Suk (2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh antara Beta saham terhadap Return Saham. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa besar kecilnya risiko sistematik (beta) pada perusahaan dapat digunakan untuk memprediksi tingkat keuntungan saham (return).
Sampel yang diambil merupakan perusahaan manufaktur di tahun yang masih krisis sehingga para investor berhati-hati
145 (cenderung menunggu) ketika kondisi pasar belum stabil. Sehingga permintaan saham menurun. Hal tersebut akan mempengaruhi imbal hasil saham karena keuntungan jual beli saham mempengaruhi harga saham perusahaan dan imbal hasil saham. Walaupun risiko tinggi namun pihak investor belum berani mengambil risiko tersebut untuk menghasilkan imbal hasil yang tinggi karena keadaan perusahaan masih dalam tahun-tahun krisis tersebut atau mungkin saja perusahaan yang bertahan merupakan perusahaan manufaktur yang terpercaya (rata-rata sehat) sehingga variabel beta tidak diperhitungkan oleh investor saat berinvestasi pada perusahaan manufaktur.
i. Earning dengan Return Saham.
Setelah diuji secara parsial Earning signifikan positif terhadap return saham, menandakan bahwa dengan meningkatnya Earning maka meningkatkan imbal hasil return saham secara signifikan atau dapat diartikan semakin baik kualitas laba (earning) perusahaan maka akan semakin tinggi keuntungan atas penjualan saham (return saham) perusahaan. Hal ini sesuai dengan penelitian Achmad Solechan (2009). Hasil ini sesuai dengan teori yang ada dimana semakin baik kualitas laba (earning) perusahaan maka akan semakin tinggi keuntungan atas penjualan saham (return saham) perusahaan.
146 EPS merupakan rasio yang menunjukkan jumlah keuntungan yang diperoleh investor atau pemegang saham per sahamnya. Apabila EPS semakin tinggi, maka laba yang diterima oleh pemegang saham semakin besar. EPS merupakan rasio dari total laba bersih setelah pajak dengan jumlah saham yang beredar. Apabila rasio tersebut semakin tinggi, maka semakin besar perusahaan bisa menciptakan earning bagi pemegang sahamnya dan menghasilkan imbal hasil yang tinggi pula.
147 2 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan skripsi kali ini penulis dapat menarik beberapa kesimpulan ringkas yaitu:
Hasil penelitian dari 325 sampel selama 5 tahun periode 2009 - 2013 dengan menggunakan aplikasi eviews 7.1 menunjukkan bahwa model I menggunakan pendekatan Model Efek Tetap yaitu mencari pengaruh prediksi kebangkrutan (zscore) yang dipengaruhi oleh ukuran perusahaan, book to market, beta saham, dan earning secara signifikan dan secara simultan menghasilkan Adjusted R-squared sebesar 94%.
Model II menggunakan pendekatan Model Efek Tetap yaitu mancari pengaruh subsequent return saham yang dipengaruhi ukuran perusahaan, beta saham dan earning dan zscore secara signifikan dan secara simultan menghasilkan Adjusted R-squared hampir sebesar 45%, sehingga variabel independen yang digunakan oleh peneliti cukup menggambarkan keadaan variabel dependennya baik itu model I atau model II yang memberikan hasil cukup besar.
Untuk lebih jelasnya penulis memberikan gambaran terkait hasil yang diperoleh dari tabel data olahan Eviews 7.1sesuai dengan rumusan masalah diantaranya:
148 1.Model I : Pengaruh Size, Btm, Beta dan Earning terhadap ZScore
a. Ukuran Perusahaan (firm size) berpengaruh signifikan positif terhadap Z-Score
Variabel Size terdapat nilai Prob. 0.9523. Nilai Prob. lebih besar dari nilai probabilitas 0.05, atau nilai 0.9523>0.05, maka H1 ditolak dan Ho diterima. Variabel Size mempunyai thitung yakni 0.059858 dengan ttabel=1.967382. Jadi thitung < ttabel dapat disimpulkan bahwa variabel Size tidak memiliki kontribusi terhadap ZScore. Menunjukkan bahwa besar kecilnya ukuran perusahaan atau Size tidak berpengaruh terhadap risiko kebangkrutan atau ZScore. Jadi dapat disimpulkan Size memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap ZScore. Sehingga hipotesis pertama yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara Firm Size dengan Zscore ditolak.
Hasil dari penelitian saat ini dilakukan dalam tahun-tahun krisis, sehingga memungkinkan perusahaan yang diteliti dalam keadaan kesulitan keuangan yang menyeluruh tidak terpengaruh besar kecilnya perusahaan tersebut. Banyak faktor yang mungkin mempengaruhi keadaan perusahaan tersebut.
b. Book-to-market berpengaruh signifikan negatif terhadap Z-score Variabel Btm terdapat nilai Prob. 0.0006. Nilai Prob. lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05, atau nilai 0.0006<0.05, maka H1 diterima dan Ho ditolak. Variabel Btm mempunyai thitung yakni 3.463602
149 dengan ttabel=1.967382. Jadi thitung > ttabel dapat disimpulkan bahwa variabel Btm memiliki kontribusi terhadap ZScore. Nilai t positif menunjukkan bahwa variabel Btm mempunyai hubungan yang searah dengan ZScore. Jadi dapat disimpulkan Btm memiliki pengaruh signifikan terhadap Zscore. Sehingga hipotesis kedua yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan negatif antara Btm dengan Zscore ditolak.
Dalam penelitian Utama dan Lumondang (2009) menyebutkan bahwa perusahaan yang cenderung undervalue atau memiliki btm yang tinggi maka harus mempertimbangkan premium risk, sehingga kecenderungan investor menilai buruk perusahaan akan berkurang, bias diartikan kemungkinan perusahaan sektor manufaktur menerapkan risk premium untuk mengurangi risiko undervalue. Dhicev (1998) dalam Utama dan Lumondang (2009) menyatakan bahwa bankrupty risk merupaka systematic risk dimana distress firm akan lebih sensitif terhadap perubahan ekonomi namun belum tentu perusahaan tersebut mengalami kesulitan keuangan dikarenakan dalam kondisi keadaan krisi ekonomi, dan penelitian sekarang yang diteliti adalah perusahaan tahun-tahun krisis ekonomi.
c. Beta berpengaruh signifikan negatif terhadap Z-score.
Variabel Beta terdapat nilai Prob. 0.0353. Nilai Prob. lebih besar dari nilai probabilitas 0,05, atau nilai 0.0353<0.05, maka H1 diterima
150 dan Ho ditolak. Variabel Beta mempunyai thitung yakni 2.116569 dengan ttabel=1.967382. Jadi thitung > ttabel dapat disimpulkan bahwa variabel Beta memiliki kontribusi terhadap ZScore. Nilai t positif menunjukkan bahwa variabel Beta mempunyai hubungan yang searah dengan ZScore. Jadi dapat disimpulkan Beta memiliki pengaruh signifikan positif terhadap ZScore. Sehingga hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan negatif antara Beta dengan Zscore ditolak.
Pengambilan sampel data dilakukan memang setelah krisis ekonomi melanda di tahun 2008 yang berawal dari krisis Benua Amerika dan Eropa dan dapat disimpulkan bahwa pengambilan sampel selama 5 tahun berturut-turut, dimungkinkan perusahaan manufaktur yang diteliti masih belum bisa menangani risiko keuangan perusahaan akibat krisis tersebut.
d. Earning berpengaruh signifikan positif terhadap Z-score
Variabel Earning terdapat nilai Prob 0,0000. Nilai Prob. lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05, atau nilai 0,0000<0.05, maka H1 diterima dan Ho ditolak. Variabel Earning mempunyai thitung yakni 6.863599 dengan ttabel=1.967382. Jadi thitung > ttabel dapat disimpulkan bahwa variabel Earning memiliki kontribusi terhadap ZScore. Nilai t positif menunjukkan bahwa variabel Earning mempunyai hubungan yang searah dengan ZScore. Jadi dapat disimpulkan Earning memiliki
151 pengaruh signifikan positif terhadap ZScore. Sehingga hipotesis keempat yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara Earning dengan Zscore diterima.
EPS merupakan rasio yang paling banyak digunakan oleh pemegang saham dalam menilai prospek perusahaan di masa yang akan datang. Dengan mempertimbangkan besarnya laba yang dihasilkan perusahaan maka dapat dinilai bahwa perusahaan tersebut dalam keadaan sehat atau tidak. Semakin baik laba yang dihasilkan perusahaan akan mencerminkan prospek kelangsungan usaha perusahaan dan mengurangi risiko kebangkrutan atau kesehatan perusahaan.
e.
Secara Simultan variabel Ukuran Perusahaan , Btm, Beta dan Earning serta ZScore diperoleh F hitung sebesar 89.00374. Karena Nilai Fhitung > Ftabel atau 89.00374> 1.3614 maka H0 ditolak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Ukuran Perusahaan, Btm, Beta dan Earning secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ZScore. Sehingga hipotesis kelima yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan dan secara simultan Ukuran Perusahaan, Btm, Beta dan Earning serta ZScore diterima. Penggunaan variabel dalam penelitian ini menggunakan model kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman (1968) dengan menggunakan perusahaan go-public dan variabel lainnya diambil oleh penliti karena banyak penelitian yang152 menggunakan variabel ini sebagai indikator kesehatan perusahaan dengan tingkat Adjusted R-squared 0.948639 atau 94,8%
2. Model II : Pengaruh ZScore, Ukuran Perusahaan , Beta, Book to Market, dan Earning, terhadap Return saham.
a. Zscore berpengaruh signifikan negatifterhadap return saham Variabel ZScore terdapat nilai Prob. 0.5920. Nilai Prob. lebih besar dari nilai probabilitas 0.05, atau nilai 0.5920>0,05, maka H1 ditolak dan Ho diterima. Variabel ZScore mempunyai thitung yakni 0.536661 dengan ttabel=1.967405. Jadi thitung < ttabel dapat disimpulkan bahwa variabel ZScore tidak memiliki kontribusi terhadap Return. Menunjukkan bahwa risiko kebangkrutan atau variabel ZScore tidak berpengaruh dengan imbal hasil saham sehingga baik perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan tidak berpengaruh terhadap Return. Jadi dapat disimpulkan ZScore memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap Return. Sehingga hipotesis keenam yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan negatif antara Zscore dengan Return ditolak.
Perbedaan hasil ini dimungkinkan pengambilan sampel dilakukan dalam tahun-tahun yang krisis maka investor belum dapat mempertimbangkan kinerja perusahaan karena keadaan
153 perekonomian dalam masa sulit sehingga sebagian besar perusahaan yang listing dalam keadaan kesulitan.
b. Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap return saham.
Variabel Size terdapat nilai Prob. 0.0000. Nilai Prob. lebih besar dari nilai probabilitas 0.05, atau nilai 0.0000<0.05, maka H1 diterima dan Ho ditolak. Variabel Size mempunyai thitung yakni 5.196392 dengan ttabel=1.967405. Jadi thitung > ttabel dapat disimpulkan bahwa variabel Size memiliki kontribusi terhadap Return. Nilai t negatif menunjukkan bahwa variabel Size mempunyai hubungan yang tidak searah dengan Return. Jadi dapat disimpulkan Size memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap Return. Sehingga hipotesis ketujuh yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan negatif antara Ukuran Perusahaan dengan Return diterima.
Investor yang berinvestasi merupakan investor jangka panjang dan tidak bertujuan spekulasi. Ketika nilai kapitalisasi (size) besar yang disebabkan saham yang naik, investor tidak langsung menjual sahamnya untuk mendapatkan capital gain sebaliknya, ketika nilai kapitalisasi (size) kecil yang disebabkan harga sahamnya turun, investor tidak langsung menjual sahamnya untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Dengan demikian, besar kecilnya nilai
154 kapitalisasi pasar (size) tidak diperhitungkan investor ketika berinvestasi pada perusahaan manufaktur pada tahun penelitian. c. Book to Market berpengaruh signifikan negatif terhadap return
saham.
Variabel Btm terdapat nilai Prob. 0.7456. Nilai Prob. lebih besar dari nilai probabilitas 0.05, atau nilai 0.7456>0,05, maka H1 ditolak dan Ho diterima. Variabel Btm mempunyai thitung yakni 0.324831 dengan ttabel=1.967405. Jadi thitung < ttabel dapat disimpulkan bahwa variabel Btm tidak memiliki kontribusi terhadap Return. Menunjukkan bahwa besar kecilnya variabel Btm tidak mempunyai hubungan dengan Return. Sehingga hipotesis kedelapan yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan negatif antara Ukuran Perusahaan dengan Return ditolak.
Hasil penelitian kali tidak signifikan dimungkinakan karena kurangnya kepercayaan investor terhadap krisis yang melanda dan cenderung berhati-hati dalam memilih emiten sehingga kecenderungan peningkatan atau penurunan harga saham dipasaran berfluktuatif dan tidak mudah diperhitungkan/prediksi.
d. Beta berpengaruh signifikan positif terhadap return saham Variabel Beta terdapat nilai Prob. 0.0116. Nilai Prob. lebih besar dari nilai probabilitas 0.05, atau nilai 0.0116<0.05, maka H1 diterima dan Ho ditolak. Variabel Beta mempunyai thitung yakni
155 2.543578 dengan ttabel=1.967405. Jadi thitung > ttabel dapat disimpulkan bahwa variabel Beta memiliki kontribusi terhadap Return. Nilai t negatif menunjukkan bahwa variabel Beta mempunyai hubungan yang tidak searah dengan Return. Jadi dapat disimpulkan Beta memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap Return. Sehingga hipotesis kesembilan yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara beta dengan Return ditolak.
Sampel yang diambil merupakan perusahaan manufaktur di tahun yang masih krisis sehingga para investor berhati-hati (cenderung menunggu) ketika kondisi pasar belum stabil. Sehingga permintaan saham menurun. Hal tersebut akan mempengaruhi imbal hasil saham karena keuntungan jual beli saham mempengaruhi harga saham perusahaan dan imbal hasil saham. Walaupun risiko tinggi namun pihak investor belum berani mengambil risiko tersebut untuk menghasilkan imbal hasil yang tinggi karena keadaan perusahaan masih dalam tahun-tahun krisis tersebut atau mungkin saja perusahaan yang bertahan merupakan perusahaan manufaktur yang terpercaya (rata-rata sehat) sehingga variabel beta tidak diperhitungkan oleh investor saat berinvestasi pada perusahaan manufaktur.
156 Variabel Earningterdapat nilai Prob. 0.0050. Nilai Prob. lebih besar dari nilai probabilitas 0.05, atau nilai 0.0050<0.05, maka H1 diterima dan Ho ditolak. Variabel Earning mempunyai thitung yakni 2.831871 dengan ttabel=1.967405. Jadi thitung >ttabel dapat disimpulkan