• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Limbah Kulit Kopi Terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang Di Tanah Terinfestasi P Capsic

PEMANFAATAN KOMPOS LIMBAH KULIT KOPI DALAM PENGENDALIAN BUSUK PANGKAL BATANG

2. Pengujian Limbah Kulit Kopi Terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang Di Tanah Terinfestasi P Capsic

Pengujian dilakukan di kebun petani desa Sukamarga Kecamatan Abung Tinggi Lampung Utara. Di lahan ini sebelumnya ditanami lada dan mendapat serangan P. capsici tergolong berat. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok meliputi lima perlakuan yang diulang tiga kali. Setiap ulangan terdiri 7

tanaman. Perlakuan dalam pengujian ini adalah : a. Limbah kulit kopi segar, b. Ekstrak cair limbah kulit kopi. c. Kompos kulit kopi, d. Ekstrak kompos kulit

kopi, dan e. Kontrol, tanaman tidak diberi kompos ataupun kulit kopi segar. Penyiapan Media Tanam dan Bibit Tanaman

Tanah yang digunakan media tanam bibit lada adalah campuran tanah dan pupuk kompos steril. Sterilisasi tanah menggunakan uap panas. Perbandingan tanah dan pupuk kandang yang digunakan adalah 2:1 (v/v). Media tanah yang digunakan mempunyai pH 5 sampai 7. Bibit lada yang digunakan berumur 5 bulan berasal dari stek satu ruas varietas Natar 1. Stek lada yang digunakan diambil dari kebun bibit tanaman lada Cahaya Negeri. Stek ditanam pada polibag yang sudah diisi media tanam, dan kemudian ditempatkan di pembibitan. Untuk menjaga kelembaban tetap tinggi dan mengurangi transpirasi pada pembibitan diberi atap menggunakan paranet 75%.

Pembuatan Ekstrak Kompos dan Kulit Kopi

Ekstrak kompos diperoleh dengan cara merendam kompos kulit kopi dalam air dengan perbandingan 1:100 (w/v). Campuran ini diinkubasi selama 24 jam dan kemudian disaring menggunakan penyaring. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan kompos dengan ekstrak cair. Menggunakan cara yang sama dilakukan untuk mendapatkan ekstrak kulit kopi segar. Kulit kopi segar direndam dalam air perbandingan 1:100 (w/v) dan diinkubasi selama 1 jam dan kemudian disaring.

Pemberian Perlakuan pada Bibit Lada

Tanaman lada dalam polibag sebelum dipindahkan ke lapangan, terlebih dahulu direndamkan dengan ekstrak kulit kopi dan ekstrak kompos selama lebih kurang 1 jam. Pemberian ekstrak kompos dan kulit kopi dilakukan melalui perendaman dan disiramkan. Bibit lada ini kemudian ditanam di lahan kebun lada yang sebelumnya ada serangan P.capsici tergolong berat. Pada bibit lada yang mendapat perlakuan pemberian kompos dan kulit kopi, pada akarnya hanya direndamkan dalam air steril selama 1 jam.

Bibit lada ditanam di lahan yang sebelumnya terjadi kejadian penyakit tergolong tinggi. Penempatan bibit saat penanaman di lapangan sesuai dengan tata letak RAK. Setelah ditanam masing-masing bibit diberi perlakuan kompos,limbah kulit kopi, ekstrak kompos dan ekstrak kulit kopi.

Ekstrak kompos dan kulit kopi yang diberikan 1 lt/tanaman, dan kompos serta kulit kopi diberikan 1 kg/tanaman. Pemberian perlakuan diberikan pada saat memindahkan tanaman dari polibag ke kebun. Kemudian tanaman lada dipindahkan ke kebun yang tanahnya sudah terinfestasi P.capsici. Pengaplikasian

perlakuan dilakukan sesudah tanaman ditanam di lapangan. Aplikasi dilakukan dengan cara disiramkan dan ditaburkan pada perakaran bibit tanaman lada dengan dosis 1kg/tanaman.

Pengamatan

Pengamatan parameter meliputi perkembangan penyakit (keparahan dan kejadian penyakit dan masa inkubasi), pertumbuhan tanaman (tinggi, diameter batang dan jumlah daun), nutrisi tanah dan tanaman (kandungan kimia tanah dan jaringan tanaman), biologi tanah (mikroba tanah), ketahanan tanaman (Peroksidase, dehidrogense, kandungan di jaringan tanaman).

Pengukuran keparahan dan kejadian penyakit dilakukan setiap 15 hari selama 195 hari. Masa inkubasi ditetapkan berdasarkan lama waktu mulai penanaman di lapangan setelah diberi perlakuan sampai gejala tersebut terbentuk. Untuk perkembangan penyakit juga ditentukan AUDPC.

Pengukuran tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun ditentukan mulai 15 hari setelah pemberian perlakuan. Pengukuran diulang setiap 15 hari selama 195 hari. Tinggi tanaman diukur menggunakan alat ukur mulai dari permukaan tanah sampai pucuk tanaman, pengukuran diameter batang dan jumlah daun yang muncul selama pengamatan. Parameter ketahanan tanaman berupa kandungan peroksidase dan dehidrogenase ditentukan pada akhir penelitian.

Pengukuran sifat kimia dan biologi tanah dilakukan sebelum diberi perlakuan kompos dan pada akhir penelitian. Pada masing-masing lokasi penelitian sampel tanah diambil komposit dari 10 titik pengambilan yang ditetapkan secara acak. Setiap titik diambil 1 kg, kemudian digabungkan untuk diambil 1 kg. Sampel tanah ini digunakan untuk keperluan analisis kimia dan biologi tanah.

Pengukuran sifat kimia tanah lengkap dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor. Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur hara yang terkandung di dalam contoh tanah yang akan digunakan dalam penelitian, sedangkan analisis biologi tanah dilakukan untuk mengetahui keragaman dan populasi mikroba yang terdapat dalam contoh tanah yang akan digunakan dalam penelitian. Analisis jaringan dilakukan untuk menentukan kandungan unsur N, P, dan K dalam jaringan daun lada.

Penghitungan populasi bakteri dari sampel tanah menggunakan metoda pengenceran. Isolasi bakteri dari rizosfer tanaman lada mengikuti prosedur Dhingra dan Sinclair (1983). Sampel tanah rizosfer yang merupakan komposit dari tiga titik pengambilan seberat 100 g dicampur dengan 900 ml aquades steril, dan kemudian diaduk rata. Suspensi ini kemudian diencerkan berseri mulai 10-2 sampai 10-8 dengan cara memindahkan 1 ml suspensi ke dalam tabung reaksi dan kemudian ditambahkan 9 ml aquades steril secara berseri. Tahapan pengenceran tertera pada gambar 3.1. Pengenceran 10-4 sampai 10-7 ditumbuhkan pada media TSA (tryptone soya agar). Koloni yang muncul pada media TSA dihitung dan dibedakan menjadi isolat-isolat berdasarkan bentuk, ukuran, warna, tepi dari masing-masing koloni. Koloni bakteri ini untuk selanjutnya dilakukan penghitungan keragaman dan populasinya.

Penghitungan peroksidase dan dehidrogenase dan kandungan Si pada jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah, Balai

Penelitian Tanah Bogor. Sampel jaringan tanaman yang digunakan dalam analisis setelah diberi perlakuan berbagai bentuk limbah kulit kopi.

Analisis Data

Data keparahan dan kejadian penyakit, tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang pada akhir penelitian di analisis keragamannya. Uji lanjut dilakukan pada perlakuan yang menunjukkan pengaruh menggunakan uji Duncan pada taraf 5 %. Analisis data menggunakan analisis varian (ANOVA) pada program SAS 9.1 for Windows.

Perkembangan keparahan penyakit ditentukan dengan menghitung AUDPC, yang ditentukan dengan menggunakan rumus :

KP = Keparahan penyakit

ni = Jumlah tanaman yang terinfeksi pada setiap kategori vi = Nilai numerik masing-masing kategori serangan Z = Nilai numerik kategori serangan tertinggi N = Jumlah tanaman yang diamati.

Penentuan katagori serangan pada penyakit BPB berdasarkan kriteria Holliday & Mowat (1963) yang dimodifikasi. Nilai skor tertera pada Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Nilai skoring gejala BPB P. capsici pada tanaman lada. Skala Skoring Gejala

0 Tanaman sehat

1 1 % - 25 % gejala daun menguning 2 26 %- 50 % gejala layu

3 51 % - 75 % gejala layu daun hitam 4 > 76 % daun mulai rontok

Selain nilai keparahan penyakit, dihitung nilai AUDPC (Area Under Disease Progress Curve) untuk melihat perkembangan penyakit. Rumus AUDPC dihitung berdasarkan rumus Van der Plank (1963) dalam Cooke et al. (2006).

Dengan yi+1 = Data pengamatan ke-i +1

yi = Data pengamatan ke-i

ti +1 = Waktu pengamatan ke-i +1

ti = Waktu pengamatan ke-i

Dilakukan pula perhitungan terhadap index penekanan penyakit (keefektifan pengendalian) dengan rumus:

DIc = AUDPC pada perlakan kontrol

Pengukuran pertambahan tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur tinggi mulai dari permukaan tanah sampai pucuk. Nilai pertambahan tinggi merupakan selisih antara nilai pengukuran pada bulan tertentu dikurangi dengan tinggi tanaman sebelum diberi perlakuan pupuk kompos. Hal yang sama juga pengukuran diameter batang dan diameter kanopi. Diameter batang setinggi dada orang dewasa diukur menggunakan jangka sorong. Diameter kanopi diukur menggunakan alat ukur (meteran) mulai satu sisi terluar kanopi tanaman ke sisi berlawanan dari tepi kanopi tanaman.

Aktivitas Peroksidase

Kandungan aktivitas peroksidase (POD) pengukurannya dilakukan di Laboratorium Rekayasa Bioproses, Pusat Antar Universitas, IPB, Bogor. Cara yang digunakan adalah prosedur Cohen Cit yang dikemukakan oleh Simon dan Ross (1970) yang telah dimodifikasi dalam Hendra 2009. Aktivitas POD diukur dengan menggunakan spektofotometer. Ekstrasi dan kuantifikasi POD dilakukan pada akhir percobaan.

Daun lada dihancurkan dengan mortar dalam bufer fosfat 0,01 M pH 6,0 dengan perbandingan 1:4 (g/ml). Hasil hancuran disaring dengan kain dan disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 8000 rpm pada suhu 4oC. Supernatan (sebagai sumber enzim) diencerkan dengan bufer fosfat 0,01 M pada pH 6,0 (1:3) dan dihomogenkan. Untuk pengamatan aktivitas enzim 0,1 ml sumber enzim ditambahkan pada pereaksi yang terdiri atas 2,5 ml larutan pirogalol 0,5 M (terbuat dari 10 ml pirogalol 0,5 M ditambah dengan 12,5 ml bufer fosfat 0,066 M pH 6,0) dan 0,25 ml H2O2 1% di dalam kuvet. Blanko

disiapkan dengan memasukkan bahan-bahan di atas ke dalam kuvet tanpa sumber enzim. Campuran tersebut dihomogenkan selama 5 hingga 10 detik dan diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Nilai absorban diamati setiap 30 detik selama 0-150 detik. Perhitungan unit aktivasi enzim yang dinyatakan dengan perubahan nilai absorbansi (unit per gram contoh daun), dilakukan sebagai berikut:

Nilai absorban yang diperoleh dikurangi dengan blanko. Rata-rata atau slope nilai absorban (b) dari suatu pengamatan dicari dengan menggunakan persamaan regresi (Y= a + bx)

UAE =  OD x sediaan enzim (ml) Berat daun uji (gram)

 OD : optical density (nilai absorban) rata-rata/slope Analisis Dehidrogenase

Aktivitas dehidrogenase dilakukan sesuai metode yang dikembangkan Casida (1964). Metode ini berdasarkan estimasi laju reduksi triphenyltetrazolium chloride (TTC) menjadi triphenylformazan (TPF) di dalam tanah setelah inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Triphenylformazan yang dihasilkan diekstrak dengan methanol, kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 485 nm. Aktivitas dehidrogenase diekspresikan sebagai ug TPF per gram berat kering dan waktu inkubasi. Aktivitas dehidrogenase dihitung dengan rumus:

TPF (ug)/ml x 45 TPF (ug)/BK (g) =

BK x 5 BK = berat kering 1 g tanah lembab 5 = berat tanah yang digunakan (g)

45 = volume larutan yang ditambahkan ke dalam contoh tanah (ml) Analisis Silikat Kasar

Analisis silikat kasar sesuai dengan metoda yang dikembangkan Association Official Agriculture Chemists (2000). Abu dalam pinggan platina bekas penetapan kadar abu dibasahi dengan air bebas ion panas. Ditambahkan 3 ml HCl pekat dan diuapkan sampai kering di atas penangas air. Pengerjaan ini diulangi dua kali lagi. Kemudian ditambahkan 1 ml HC pekat dan 20 ml air bebas ion panas. Dipanaskan di atas penangas air selama 5 menit. Selanjutnya disaring dengan kertas saring dan dibilas empat kali dengan air bebas ion panas. Kertas saring yang berisi endapan silikat dipindahkan ke dalam cawan kuarsa yang telah dipijarkan dan diketahui bobotnya. Dipijarkan dalam tanur mula-mula pada suhu 300 oC selama setengah jam dan dilanjutkan hingga 600 oC selama tiga jam hingga tinggal endapan putih SiO2. Lakukan pendinginan selama 45 menit dalam eksikator dan timbang.

Kandungan silikat kasar dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar SiO2 (%) = bobot SiO2/bobot contoh asal x 100 x fk

Keterangan :

100 = faktor konversi ke %

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air) Analisis Populasi Mikroba

Analisis populasi mikroba dilakukan sebelum tanam dan sesudah perlakuan. Setiap sampel tanah diambil sebanyak 10 g, kemudian ditambahkan dengan larutan NaCl (8,5 gram/1 liter) sebanyak 90 ml dimasukkan dalam erlemenyer, Suspensi tanah dihomogenkan dengan shaker (150 rpm selama 30 menit). Pengenceran dilakukan hingga 10-6. Pada pengenceran 10-4, suspensi diambil 0,1 ml dengan pipet mikrometer, disebar pada media PDA dengan 3 ulangan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5-7 hari. Pengenceran 10-6 diambil sebanyak 0,1 ml, ditumbuhkan pada media NA dengan tiga ulangan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5-7 hari. Pengamatan koloni berupa jumlah dan keanekaragaman populasi mikroba. Isolasi dilakukan secara aseptik di laminar air flow. Populasi koloni bakteri ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut :

Populasi mikroba (cfu) = Koloni mikroba satu jenis yg tumbuh Tingkat pengenceran x volume yg disebarkan Analisis Jaringan Tanaman (NPK) dan Tanah

Analisis contoh tanah dilakukan untuk mengetahui perubahan sifat kimia tanah, aktivitas kitinase tanah, dehidrogenase tanah dan populasi miroba tanah setelah dilakukan perlakuan. Pengukuran kimia tanah antara lain: C-organik dengan metode Walkley and Black; N-total dengan metode Kjeldahl; P dan K

potensial dengan HCl 25%; nilai tukar kation dan KTK dengan metode NH4-

Acetat 1 N, pH 7.

Analisis jaringan tanaman dilakukan untuk dapat melihat seberapa jauh kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara dan mempergunakannya serta kemampuan mencegah invasi patogen lebih lanjut dalam jaringan tanaman. Analisis jaringan tanaman sesuai dengan metoda Sudjadi et al (1971). Timbang 2.000 g contoh daun tanaman ukuran < 2 mm, dimasukkan ke dalam botol kocok dan ditambahkan 10 ml HCl 25% lalu kocok dengan mesin kocok selama 5 jam. Masukkan ke dalam tabung reaksi, dibiarkan semalam atau disentrifuse. Pipet 0,5 ml ekstrak jernih contoh ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 9,5 ml air bebas ion (pengenceran 20 x) dan dikocok. Pipet 2 ml ekstrak contoh encer dan deret standar masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml larutan pereaksi pewarna P dan dikocok. Dibiarkan selama 30 menit, lalu ukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 889 nm. Untuk kalium, ekstrak contoh encer dan deret standar K diukur langsung dengan alat SSA secara Emisi. Kandungan analisis jaringan diukur dengan menggunakan rumus:

Kadar P potensial (mg P2O5 100 g-1)

= ppm kurva x (ml ekstrak/1.000 ml) x 100 g (g contoh)-1 x fp x (142/190) x fk = ppm kurva x 10/1.000 x 100/2 x 20 x 142/190 x fk

= ppm kurva x 10 x 142/190 x fk Kadar K potensial (mg K2O 100 g-1)

= ppm kurva x 10 x 94/78 x fk Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air) fp = faktor pengenceran (20)

142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5

94/78 = faktor konversi bentuk K menjadi K2O

Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman dan pengendalian hama. Penyiraman dilakukan setiap hari selama berlangsungnya penelitian. Pengendalian hama dilakukan secara mekanis. Pengendalian mekanis tergantung dengan jenis hama yang menyerang. Hama kumbang dikendalikan dengan cara

menggelar kain putih didekat pangkal batang kemudian menggoyang- goyangkan tanaman lada, sehingga kumbang berjatuhan (Sartono dan Andoko

Denah Penelitian

Gambar 4.2 Tata letak penelitian pengaruh kompos dan limbah kulit kopi pada tanah terinfestasi.

Analisis Kemungkinan Ada Keterkaitan antara Kimia dan Fisik Tanah dengan Keparahan Penyakit

Analiasis yang dilakukan untuk melihat kemungkinan ada peran antara kimia dan fisik tanah terhadap keparahan penyakit menggunakan analisis komponen utama (AKU). Hasil analisis lengkap dari 4 lokasi kebun lada yang sudah diperoleh digunakan untuk menghitung hubungannya dengan data keparahan penyakit di lokasi yang sama. Analisis multivariat ini menggunakan program SAS 9.1 for windows (Aguilera dan Campbell 1997).

Hasil dan Pembahasan

Pengujian Pengaruh Kulit Kopi terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang pada Lahan yang Sudah Terinfestasi

Limbah kulit kopi yang diolah menjadi kompos ataupun dijadikan ekstrak cair ternyata dapat digunakan sebagai pengendali penyakit busuk pangkal batang. Melihat dari perkembangan penyakit akibat perlakuan pemberian limbah kopi dalam bentuk ekstrak mampu menekan keparahan penyakit di bawah 20% (Gambar 4.3). Hal ini tentu suatu hal yang menjanjikan untuk bisa

mengembangkan pemakaian limbah kopi sebagai suatu cara menekan serangan P. capsici.

Gambar 4.3 Pengaruh kulit kopi segar, kompos kulit kopi, ekstrak kulit kopi dan ekstrak kompos terhadap perkembangan keparahan (A) dan kejadian penyakit (B) pada lada.

Pemakaian limbah kulit kopi selain menekan keparahan juga dapat mencegah penyebaran patogen. Penurunan kejadian penyakit yang terjadi menandakan ada penyembuhan dari tanaman yang sudah sempat memperlihatkan gejala busuk pangkal batang. Akibat pertumbuhan tanaman lada maka akan terjadi hilangnya gejala yang awalnya sudah terlihat. Pada tanaman yang tumbuh baik, ketersediaan hara cukup maka bila terjadi kerusakan jaringan maka dengan segera tanaman berupaya mengganti dengan jaringan yang baru. Reaksi ketahanan lada diperlihatkan oleh pertumbuhan tanaman yang tidak terganggu, gejala yang terbentuk (daun menguning atau timbul bercak) menghilang karena tergantikan oleh terbentuknya jaringan tanaman yang baru (Lampiran 15).

Penambahan ekstrak kompos dan kulit kopi ke dalam tanah berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan P.capsicii pada tanaman lada. Keempat perlakuan, kompos, ekstrak cair kompos dan ekstrak cair kulit kopi dapat menekan perkembangan patogen secara signifikan dibandingkan kontrol. Kemampuan penekanan keparahan dapat dilihat pada nilai AUDPC yang rendah (Tabel 4.2). Perlakuan kompos mampu menurunkan tingkat serangan penyakit

0 10 20 30 40 50 60 70 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 Ke pa ra ha n pe ny akit (% )

Hari setelah perlakuan A 0 10 20 30 40 50 60 70 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 Ke jadia n pe ny akit (% )

Hari setelah perlakuan

1 Ekstrak limbah kopi 2 Ekstrak kompos

3 Kompos 4 Limbah kopi segar

5 Kontrol

busuk pangkal batang, termasuk juga dapat menekan kejadian penyakit (Tabel 4.3).

Tabel 4.2. Pengaruh pemberian macam-macam kompos terhadap penekanan penyakit BPB pada lada yang sudah terinfestasi.

Perlakuan Keparahan penyakit (%) AUDPC Efektivitas penekanan (%) Peroksidase (unit/mg protein) Dehidrog enase (µg /ml) Ekstrak kulit kopi 20,00 a 374,70 66,66 0,18088 208,86 Ekstrak Kompos 44,37ab 765,52 26,05 0,15152 173,26

Kompos 27,50 a 690,83 54,16 0,12048 217,97

Kulit kopi 37,50 a 755,00 37,50 0,13968 150,17

Kontrol 60,00 b 977,81 0,07024 144,98

Keterangan: * Uji beda Duncan α=0,05 dilakukan setelah data ditransformasi arsinx

Kompos lebih siap menyediakan nutrisi bagi tanaman dan mikroba sehingga dapat menekan perkembangan serangan P. capsici. Ketersediaan nutrisi yang siap digunakan menyebabkan tanaman dapat tumbuh bagus. Tetapi jika diberikan dalam bentuk ekstrak maka penyediaan nutrisi dan lingkungan fisik tanah kurang menguntungkan bagi kehidupan mikroba tanah dan perkembangan akar lada. Peranan mikroba tanah cukup penting dalam menekan popolasi P. capsici yang sudah ada di tanah dengan demikian kemampuan menginfeksi berkurang.

Tabel 4.3. Pengaruh pemberian macam-macam limbah kulit kopi terhadap perkembangan penyakit BPB pada lahan yang sudah terinfestasi. Perlakuan Keparahan penyakit (%) Kejadian penyakit (%)

Ekstrak kulit kopi 20,00 a 37,50 ab

Ekstrak Kompos 44,37 b 37,50 ab

Kompos 27,50 a 17,50 b

Kulit kopi 37,50ab 32,50 ab

Kontrol 60,00 b 65,00 a

Keterangan: * Uji beda Duncan α=0,05 dilakukan setelah data ditransformasi arsinx

Bentuk lain penekanan penyakit BPB adalah produk yang berkaitan dengan enzim sebagai indikasi terbentuknya ketahanan tanaman yang bersifat sistemik. Perlakuan yang menyebakan keparahan penyakit rendah akan diikuti kandungan protein peroksidase dan dehidrogenase. Penambahan kompos meningkatkan keragaman dan kepadatan mikroorganisme baik bakteri, aktinomycetes dan cendawan di rizosfer pada tanaman lada. Mikroorganisme yang diisolasi dari tanah pada sistem perakaran lada mempunyai potensi sebagai agensia antagonis terhadap P.capsici. Bila hal ini benar maka keragaman mikroba yang terbentuk karena penambahan bahan organik dapat menekanan perkembangan P. capsici.

Pada perlakuan kulit kopi menunjukkan populasi mikroorganisme, terutama bakteri lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan lain. Tingkat populasi dan keragaman mikroorganisme yang tinggi merupakan peran antagonis terhadap P.capsici. Tsao (1977) melaporkan Phytopthora spp. umumnya sensitif dan menunjukkan lisis bila terjadi antagonistik dengan mikroorganisme pada tanah.

Keragaman mikroba tanah (bakteri dan cendawan) akibat perlakuan penambahan beberapa bentuk kulit kopi bisa dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4 Indeks keragaman mikroba tanah sebelum dan sesudah diberi perlakuan limbah kulit kopi pada tanaman lada

Perlakuan Lampung Selatan Lampung Utara Lampung Timur Lahan Terinfestasi Kompos 1,246 0,949 0,933 1,054 Ekstrak kompos 0,915 0,624 1,138 0,722

Kulit kopi segar 0,854 1,043 1,413 1,054

Ekstrak kulit kopi segar 0,773 0,924 0,952 0,978

Kontrol 0,912 0,831 0,663 0,234

Rerata 0,940 0,874 1,020 0,808

Sebelum perlakuan 0,734 0,866 0,483 0,225

Kandungan bahan organik di dalam tanah, terutama bukan dalam bentuk cair sangat mempengaruhi aktivitas mikroba tanah yang berperan dalam proses menetralisasi, dekomposisi berbagai bahan-bahan organik dan senyawa-senyawa kimia di tanah. Indeks keragaman mikroba lebih tinggi pada perlakuan bahan organik bukan dalam bentuk cair (Tabel 4.4). Pada tanaman lada yang tanpa perlakuan kompos populasi mikroba lebih rendah bila dibandingkan dengan tanaman yang diberi perlakuan kompos. Pada kondisi tersebut tanaman lada tanpa pemberian kompos menunjukkan tingkat serangan P.capsici lebih tinggi secara nyata dan tingkat pertumbuhan yang rendah. Baon et al. (2003) menyatakan tanah dengan kandungan bahan organik tanah (BOT) yang cukup akan membentuk kondisi tanah yang baik sehingga membantu penyerapan hara oleh tanaman. Pemberian bahan semi kompos pada pertanaman cabai dapat meningkatkan populasi mikroba tanah, dan kondisi ini menyebabkan penurunan pada kejadian penyakit. Adanya produksi senyawa NH3 sejalan dengan peningkatan populasi

mikroba, dapat menurunkan viabilitas dan produksi oospora P. capsici (Nunez- Zofio 2011)

Berbagai mikroorganisme diketahui tumbuh pada kompos dan menghasilkan metabolit-metabolit dan senyawa-senyawa antimikrobial. Attra (1998) menjelaskan komponen-komponen aktif dalam kompos seperti bakteri, cendawan, aktinomycetes dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat antifungal seperti fenol dan asam amino. Atas dasar potensi kompos tersebut Jefries (1995) mengemukakan bahwa kompos banyak digunakan untuk memperbaiki struktur dan kondisi tanah, kesehatan tanaman dan pengendalian penyakit. Pada tanah yang diberi semi kompos (campuran kotoran kuda dan kotoran ayam) ternyata dapat menekan viabilitas oospora P. capsici dan menyebabkan kejadian penyakit berkurang (Nunez-Zofio et al. 2011).

Rendahnya keparahan dan perkembangan penyakit berkaitan dengan akumulasi peroksidase pada jaringan tanaman lada. Menurut Van Loon (2007) sejumlah enzim berasosiasi dengan induksi ketahanan sistemik, seperti peroksidase, phenylalanine ammonia-lyase (PAL), lipoxygenase, β-1.3 glucanase dan chitinase. Aktivitas enzim peroksidase akan meningkatkan laju polimerisasi

senyawa-senyawa fenolik menjadi senyawa-senyawa seperti lignin, yang terdeposit dalam dinding sel dan papilla yang akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan patogen (Goodman et al. 1989). Menurut Steiner (1995) dan Tuzun and Ben (2000) peningkatan aktivitas peroksidase selain dapat terjadi karena infeksi patogen, tetapi juga oleh mikroorganisme non patogenik, luka mekanis juga disebabkan oleh perlakuan bahan kimia Gentile et al. (1998) melaporkan bahwa jaringan akar tanaman tomat yang ditempatkan dalam ruang dengan suhu 510C selama 30 detik, dicelupkan dalam kloroform selama 3 menit atau diinokulasi dengan cendawan non-patogenik dengan merendam akar tanaman dalam suspensi mikrokonidia F. oxysporum f.spp. melonis selama 15 menit, akan menyebabkan peningkatan aktivitas peroksidase.

Silva et al. (2004) dan Agrios (2005) menyatakan bahwa tingginya aktivitas enzim peroksidase berhubungan dengan lignfikasi sel dan papilla, serta pembentukan hidrogen peroksida yang dapat secara langsung menghambat patogen. Peningkatan enzim peroksidase dan enzim lain yang bersifat antimikroba diatur oleh keberadaan asam jasmonat dan etilen yang keduanya diaktifkan oleh mikroorganisme yang bersifat saprofit seperti rizobakteri (Van Loon et al. 2007).

Menurut Kumar et al. (1991) pada tanaman tahan akan terjadi aktivitasi dehidrogenase dan sejumlah besar senyawa fenolik. Dehidrogenase penting pada tahap awal pertahanan inang dimana kerusakan membran menyebabkan

Dokumen terkait