• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formula Limbah Kulit Kopi Dan Bakteri Dari Lada Sebagai Pengendali Penyakit Busuk Pangkal Batang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formula Limbah Kulit Kopi Dan Bakteri Dari Lada Sebagai Pengendali Penyakit Busuk Pangkal Batang"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULA LIMBAH KULIT KOPI DAN BAKTERI DARI

LADA SEBAGAI PENGENDALI PENYAKIT

BUSUK PANGKAL BATANG

JEKVY HENDRA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Formula Limbah Kulit Kopi dan Bakteri dari Lada Sebagai Pengendali Penyakit Busuk Pangkal Batang” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

(4)
(5)

RINGKASAN

JEKVY HENDRA. Formula Limbah Kulit Kopi dan Bakteri dari Lada Sebagai Pengendali Penyakit Busuk Pangkal Batang. Dibimbing oleh WIDODO, BONNY PW SOEKARNO, HMH BINTORO DJOEFRIE, dan DYAH MANOHARA.

Kompos limbah kulit kopi yang diperkaya dengan mikroba lada dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ketahanan lada terhadap serangan P. capsici. Mikroba yang digunakan sebagai bioaktivator pada kompos diisolasi dari rizosfer memakai metode pengenceran dan jaringan lada menggunakan metoda sterilisasi permukaan dan sentrifugasi. Pembuatan kompos dari limbah kulit kopi menggunakan bakteri pendegradasi lignin. Bakteri yang digunakan sebagai bioaktivator merupakan formula yang terdiri dari 5 isolat.

Hasil isolasi bakteri diperoleh 178 isolat mempunyai kemampuan melarutkan P dan K serta menjerap N. Pengamatan berdasarkan kemampuannya sebagai antagonis terhadap P. capsici menggunakan dual culture diperoleh 15 isolat yang sangat berpotensi. Bakteri terpilih ini digunakan dalam pengujian.

Kombinasi antara dosis kompos dan formula bakteri bioaktivator mampu menekan perkembangan penyakit BPB pada tanaman lada yang sudah menunjukkan gejala BPB. Formula bakteri berpengaruh terhadap keparahan penyakit. Efektivitas penekanan penyakit berkisar antara 56,12% (F3K3) sampai 94,45% (F2K1). Perlakuan pemberian kompos dan formula bakteri bioaktivator mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Mekanisme ketahanan tanaman berkaitan dengan peroksidase dan dehidrogenase, dan peningkatan ketersediaan hara seperti P, K dan Ca.

Pengujian limbah kulit kopi, baik dalam bentuk kompos, maupun kulit kopi segar dan ekstrak dilakukan di beberapa tempat seperti tanah yang sudah terinfestasi, dan berbeda agroekosistem. Pada pengujian ini dimaksudkan untuk melihat kemampuan limbah kulit kopi untuk mencegah infeksi dan menekan perkembangan serangan dan juga melihat kemungkinan keterkaitan kimia tanah dengan keparahan penyakit. Beberapa kimia tanah yang berpengaruh terhadap keparahan penyakit adalah pH, C-N rasio, P dan K.

Pemakaian limbah kulit kopi dapat mencegah infeksi baru terhadap bibit yang ditanam pada lahan terinfestasi. Keparahan dan kejadian penyakit di bawah 50% dan menurun dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Penekanan perkembangan penyakit tertinggi terjadi karena pemberian kulit kopi segar. Kandungan peroksidase, dehidrogenase jaringan tanaman lebih tinggi dari tanaman kontrol. Pemberian limbah kulit kopi dapat meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara seperti Ca, P, Mg dan juga populasi keragaman mikroba tanah yang mempunyai keterkaitan dengan pembentukan ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen.

(6)

Lampung Timur. Perbedaan kondisi tanah menjadi penyebab mekanisme kerja penekanan terhadap P. capsici kurang bekerja dengan baik.

Percobaan induksi ketahanan tanaman lada terhadap penyakit BPB melalui pemberian ekstrak limbah kulit kopi melalui tajuk dan akar dilakukan di rumah kaca. Hasil percobaan menunjukan semakin tinggi kosentrasi ekstrak yang diberikan melalui akar maka tingkat serangan semakin rendah. Penekanan perkembangan penyakit BPB tertinggi terjadi pada aplikasi ekstrak kulit kopi. Ketahanan tanaman dapat diketahui berdasarkan perkembangan penyakit, efektifitas penekanan yang berjalan lambat dan masa inkubasi yang lama. Perlakuan ekstrak kulit kopi dengan konsentrasi 1:1 mampu menekan penyakit BPB 23,33% dengan masa inkubasi mencapai 23 hari. Penambahan kompos pada media tumbuh telah mendorong akar bibit lada tumbuh lebih baik. Pada kondisi seperti ini bibit menjadi lebih tahan terhadap P. capsici.

Aplikasi tepung kulit kopi melalui pucuk bibit lada mampu menekan perkembangan P.capsici, sehingga tingkat keparahan penyakit dapat ditekan di bawah 20 % dengan efektivitas daya hambat 55 %.

(7)

SUMMARY

JEKVY HENDRA. Formula of Coffee Waste and Bacteria from Black Pepper to Control Basal Stem Rot Disease. Supervised by WIDODO, BONNY PW SOEKARNO, HMH BINTORO DJOEFRIE, and DYAH MANOHARA.

Compost of coffee waste enriched with native microbes from black pepper can be used to increase plant resistance to P. capsici. Microbes that were used as bio-activator isolated from the rhizosphere and black pepper tissue using dilution method. Composting of coffee waste using lignin degrading bacteria. The formula of bio-activator bacteria consisting of five isolates.

Bacteria isolatation was obtained 178 isolates that has ability to dissolve P and K as well as adsorb N. After selection based on its ability as an antagonist

to P. capsici using dual culture method obtained 15 isolates potential. The selected bacteria used in the field test.

The treatment of compost dose and bio-activator bacteria formula can suppress disease development of BSR disease on infected black pepper. Formula of bacteria influenced the severity of the disease. The effectiveness of disease suppression ranged from 56,12 % (F3K3) to 94,45% (F2K1). Suppression of the disease based on the low value of AUDPC. Treatment composting and bio-activator bacterial formula affected the plant growth. Plant resistance mechanisms associated with peroxidase and dehydrogenase, and increase the availability of nutrients such as P, K, and Ca.

The testing of coffee waste, either in the form of compost, fresh coffee waste and extract were made in various location such as soil that has been infested by P. capsici, and in different agro-ecosystem. In this test is intended to look at the ability of coffee waste to prevent infection and suppresses the development of the disease, investigate the possibility relationship soil chemicals and disease severity. Some of soil chemistry that affect the disease severity were pH, CN ratio, P and K.

The use of coffee waste prevented new infections of the seedling in infested soil, so the disease severity was also low. Severity and disease incidence were lower than 50% and tends to decrease as compared with the control. Emphasis highest disease progression occurs due to the application of fresh coffee waste. The content of peroxidase and dehydrogenase plant tissue were higher than the control. The used of coffee waste can increase the availability of some nutrients such as Ca, P, Mg, and also soil microbe diversity, which was link to the formation of plant resistance to pathogen infection.

The tests in different agroecosystems locations also showed the different of disease development. The used of coffee waste showed disease inhibition higher in North Lampung than East Lampung. Differences in soil conditions caused the mechanism of suppression to P. capsici less work well.

(8)

development, the effectiveness of suppression which is running slow, and a long incubation period. In the treatment of coffee waste extract at a concentration of 1: 1, the effectiveness of suppression reached 23,33% , incubation period reach 23 days. On the disease incidence also occurred the same thing. Compost extract caused black pepper root seedlings grow better. In this condition the seedling became more resistant. The plant was not affected even if there is an infection of P. capsici.

The application of powder coffee waste through shoots can suppress the infection of P. capsici, both the incidence and severity of disease. All treatments led to the severity of the disease under 20%, and the effectiveness of its suppresiveness above 55%.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Fitopatologi

FORMULA LIMBAH KULIT KOPI DAN BAKTERI DARI

LADA SEBAGAI PENGENDALI PENYAKIT

BUSUK PANGKAL BATANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(12)

Penguji pada Sidang Tertutup: 1. Dr Ir Sudradjat, MS

(Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB).

2. Dr Ir Abdul Munif, MAgr

(Staf Pengajar Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB). Penguji pada Sidang Terbuka:

1. Dr Ir Dono Wahyuno,MSc

(Peneliti Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat). 2. Dr Ir Suryo Wiyono, MScAgr

(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan disertasi dengan judul

“Formula Limbah Kulit Kopi dan Bakteri Lada Sebagai Pengendali Penyakit Busuk Pangkal Batang”. Disertasi ini dibuat sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa pascasarjana program S3 untuk meraih gelar Doktor pada Program Studi Fitopatologi Departemen Proteksi Tanaman Fakulats Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada komisi pembimbing, Dr Ir Widodo, MS, Dr Ir Bonny PW Soekarno, MS, Prof Dr Ir HMH Bintoro Djoefrie, MAgr dan Dr Dyah Manohara, MS, atas semua bimbingan, kritik serta saran yang diberikan dengan tulus serta penuh kesabaran selama penelitian hingga penyelesaian disertasi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Sudradjat, MS dan Dr Ir Abdul Munif, MAgr, sebagai penguji pada Sidang Tertutup. Dr Ir Dono Wahyuno, Msc dan Dr Ir Suryo Wiyono, MSc Agr, sebagai penguji pada Sidang Terbuka. Saran serta pertanyaan yang diberikan sangat membantu dalam penyempurnaan disertasi ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Pimpinan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Litbang Kementerian Pertanian, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung, atas izin, kesempatan serta bantuan biaya pendidikan yang diberikan selama penulis mengikuti tugas belajar di Program Doktor Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Pimpinan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian Nasional Republik Indonesia atas bantuan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana dan biaya melalui program penelitian dari Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian tahun anggaran 2009-2011. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor IPB, Ketua Departemen Proteksi Tanaman, Ketua Program Studi Fitopatologi, staf pengajar Mayor Entomologi-Fitopatologi, serta staf administrasi Pascasarjana dan Departemen Proteksi Tanaman, atas kelancaran selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

(16)

Kepada yang mulia ayahanda Djamaluddin (alm) dan Ibunda Meynizar Ibrahim serta tante Darmiyeti Ibrahim, yang telah mencurahkan kasih sayang serta doa sehingga penulis dapat mencapai cita-cita, semoga Allah mengampuni segala dosa dan dilimpahkan rahmat dan karuniaNya. Kepada adikku Defrizal MSi, Lucy Fauzalina, S.Pi, Delvi Rahmatsyah ST, dan Dicky Gumala Putra SE, terima kasih atas doa dan semangat yang telah diberikan. Kepada ibu Mertua Rosni (alm) dan ayah mertua Basri Yunus (alm), Kakak ipar Abroka Kakito SE serta seluruh keponakanku terima kasih atas dorongan semangat serta doanya.

Terima kasih tak terhingga dihaturkan kepada istri tercinta Lola Linta, SH atas cinta, kasih sayang, semangat, pengertian, kesabaran serta doa yang tulus sehingga studi ini dapat diselesaikan. Mohon maaf atas kelalaian kekhilafan sebagai suami dan kepala rumah tangga. Kepada empat buah hatiku Vynda Levy Cahyani., Anggraeny Levy Fadillah., Arovy Levy Razzak dan Alvaj Levy Latifaziz. kalian adalah inspirasi papa, keceriaan kalian merupakan semangat papa untuk berkarya, maafkan papa yang kadangkala tidak bisa mendampingi kalian karena keterbatasan waktu.

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian studi ini, penulis ucapkan terima kasih, Insyaallah Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Semoga karya kecil ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Aamiin.

(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xviii

DAFTAR LAMPIRAN xxiii

I PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Nilai Kebaruan Penelitian 4

II TINJAUAN PUSTAKA 6

Upaya pengendalian BPB yang banyak dilakukan di Indonesia 7 Kompos dan Peran Kompos dalam Pengendalian Penyakit 8

Potensi Limbah Kulit Kopi 8

Pengendalian Hayati BPB pada Tanaman Lada 9

Kompos Diperkaya Bioaktivator 9

Bahan Organik Tanah 11

III PERANAN LIMBAH KULIT KOPI DAN GABUNGAN BEBERAPA BAKTERI DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT

BUSUK PANGKAL BATANG 12

Abstrak 12

Pendahuluan 12

Tujuan Penelitian 14

Metode 14

Hasil dan Pembahasan 22

Simpulan 34

IV PEMANFAATAN KOMPOS LIMBAH KULIT KOPI DALAM

PENGENDALIAN BUSUK PANGKAL BATANG 35

Abstrak 35

Pendahuluan 35

Tujuan Penelitian 36

Metode 37

Hasil dan Pembahasan 45

Pengujian Pengaruh Kulit Kopi terhadap Penyakit Busuk 45 Pangkal Batang pada Lahan yang Sudah Terinfestasi

Pengujian Limbah Kulit Kopi terhadap Penyakit Busuk 52 Pangkal Batang di Beberapa Lokasi

Keterkaitan Kimia Tanah dengan Keparahan Penyakit BPB 61

(18)

V INDUKSI KETAHANAN LADA OLEH EKSTRAK KOMPOS DAN LIMBAH KULIT KOPI TERHADAP PENYAKIT BUSUK

PANGKAL BATANG 63

Abstrak 63

Pendahuluan 63

Tujuan Penelitian 64

Metode 64

Hasil dan Pembahasan 68

Simpulan 75

VI PEMBAHASAN UMUM 76

VII SIMPULAN UMUM DAN SARAN 80

Simpulan 80

Saran 80

VIII DAFTAR PUSTAKA 81

LAMPIRAN 93

(19)

DAFTAR TABEL

3.1 Nilai skoring gejala BPB P. capsici pada tanaman lada 20 3.2 Karakteristik formula isolat bakteri terpilih sebagai bioaktivator

kompos limbah kopi pada pengujian in vitro 26

3.3 Penghambatan pertumbuhan P. capsici pada media PDA oleh

masing-masing formula bakteri 27

3.4 Pengaruh pemberian kompos dan formula bioaktivator terhadap

penyakit BPB 28

3.5 Pengaruh formula bioaktivator dan kompos terhadap penyakit BPB

(dalam pengamatan terakhir) 30

3.6 Pengaruh kompos limbah kulit kopi ditambah formula bakteri

terhadap komponen pertumbuhan tamaman lada 32

3.7 Hasil analisis tanah sebelum dan sesudah aplikasi kompos + formula

bioaktivator 33

4.1 Nilai skoring gejala BPB P. capsici pada tanaman lada 41 4.2 Pengaruh pemberian macam-macam kompos terhadap penekanan

penyakit BPB pada lada yang sudah terinfestasi 47 4.3 Pengaruh pemberian macam-macam limbah kulit kopi terhadap

perkembangan penyakit BPB pada lahan yang sudah terinfestasi 47 4.4 Indeks Keragaman mikroba tanah sebelum dan sesudah diberi

perlakuan limbah kulit kopi pada tanaman lada 48 4.5 Analisis kimia tanah akibat perlakuan pemberian berbagai jenis bahan

organik dari Limbah Kulit Kopi pada tanah terinfestasi 50 4.6 Pengujian limbah kulit kopi terhadap perkembangan keparahan

penyakit di beberapa lokasi di Lampung 56

4.7 Analisis jaringan daun tanaman setelah diberi limbah kulit kopi yang berkaitan dengan keparahan penyakit busuk pangkal batang 57 4.8 Pengaruh penggunaan limbah kulit kopi terhadap pertumbuhan dan

produksi lada di beberapa lokasi di Lampung 59

4.9 Analisis kimia tanah akibat perlakuan pemberian limbah kulit kopi di

(20)

4.10 Analisis kimia tanah akibat perlakuan pemberian limbah kulit kopi di

Lampung Selatan 60

4.11 Analisis kimia tanah akibat perlakuan pemberian limbah kulit kopi di

Lampung Utara 60

4.12 Nilai komponen variabel hara tanah setelah pemberian limbah kulit kopi penyusun faktor dan koefisien skor baku dalam keterkaitannya dengan keparahan penyakit Busuk Pangkal Batang 61 5.1 Nilai skoring gejala BPB P. capsici pada tanaman lada 67 5.2 Penekanan serangan P. capsici pada bibit lada setelah diberi ekstrak

kompos dan ekstrak limbah kulit kopi 68

5.3 Rerata tinggi tanaman, panjang dan berat akar lada yang terserang P. capsici karena perlakuan pemberian ekstrak cair kompos dan

limbah kulit kopi 71

5.4 Uji beda pada akar bibit lada setelah diberi ekstrak cair kompos dan limbah kulit kopi akibat infeksi P. capsici 71 5.5 Mekanisme kerja ekstrak kompos dan kulit kopi dalam

mengendalikan penyakit busuk pangkal batang pada tanaman lada 72 5.6 Pemberian Ekstrak kompos dan tepung kulit kopi melalui daun

terhadap perkembangan keparahan penyakit BPB 74 5.7 Pemberian Ekstrak kompos dan tepung kulit kopi melalui daun

(21)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Bagan alur penelitian 5

3.1 Penempatan patogen (P) dan antagonis (A) pada pengukuran

kemampuan antibiosis metode dual culture 17

3.2 Jumlah bakteri pelarut P, penambat N, dan pelarut K pada berbagai

bagian tanaman 22

3.3 Isolat bakteri yang mempunyai sifat antagonis terhadap P. capsici (tidak terbentuk zona bening; + terbentuk zona bening di sekitar koloni yang ditumbuhkan < 1 mm; ++ zona bening ≥ 1-2 mm; +++

zona bening ≥ 2-4 mm; ++++ zona bening> 4 mm) 24

3.4 Pengujian antagonis isolat terhada P. capsici 24 3.5 Aktivitas antagonisme formula isolat bakteri terhadap koloni P.

capsici pada media PDA; A= formula 1; B= formula 2; C= formula 3 27 3.6 Pengaruh penambahan kompos formula bioaktivator, terhadap

keparahan penyakit BPB tanaman lada 30

4.1 Tata letak penelitian pengaruh kompos dan limbah kulit kopi pada tiga agroekosistem yang berbeda menggunakan rancangan acak kelompok 38 4.2 Tata letak lay out penelitian pengaruh kompos dan limbah kulit kopi

pada tanah terinfestasi 45

4.3 Pengaruh kulit kopi segar, kompos kulit kopi, ekstrak kulit kopi dan ekstrak kompos terhadap perkembangan keparahan (A) dan kejadian

penyakit (B) pada lada 46

4.4 Perkembangan pertumbuhan tanaman akibat pemberian kompos dan kulit kopi pada tanah terinfestasi. A. Tinggi tanaman, B. Jumlah daun 51 4.5 Pengaruh pemberian kompos dan kulit kopi terhadap keparahan dan

kejadian penyakit BPB pada tiga agroekosistem sentra lada di Lampung 54 4.6 Perkembangan keparahan penyakit karena pengaruh pemberian limbah

kulit kopi di tiga lokasi 55

5.1 Perkembangan keparahan dan kejadian penyakit BPB pada lada karena perlakuan ekstrak cair kompos dan ekstrak cair limbah kulit kopi 69 5.2 Keparahan dan kejadian penyakit pengaruh ekstrak kompos dan kulit

kopi terhadap penyakit busuk pangkal batang pada inokulasi tajuk 73 5.3 Perkembangan tinggi tanaman akibat pemberian limbah kulit kopi

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil eksplorasi bakteri dari akar, batang, daun, buah dan tanah pada pertanaman lada di Desa Sukamarga Kecamatan Abung Selatan,

Lampung Utara 94

2 Daya hambat 87 isolat bakteri terhadap P.capsici pada dual culture

media tumbuh 94

3 Hasil pengujian terhadap 87 isolat bakteri dari pertanaman lada yang mempunyai penyerapan unsur hara optimal di Desa Sukamarga,

Kecamatan Abung Selatan, Lampung Utara 95

4 Isolat hasil seleksi berkemampuan penambatan N2 udara 95

5 Isolat hasil seleksi berkemampuan dalam pelarutan P tanah 96 6 Hasil isolat bakteri pada media Pikovskaya pelarut P 96 7 Isolat hasil seleksi pada media berkemampuan penambat K 97 8 Daya hambat isolat bakteri terpilih terhadap pertumbuhan P. capsici

pengujian dual culture karakteristik pada media tumbuh yang mempunyai kemampuan dalam menyerap unsur NPK 97 9 Anova peranan konsorsium bakteri untuk pengkayaan kompos kulit

kopi dalam pengendalian BPB lada 98

10 Identifikasi bakteri konsorsium formula 1 98

11 Anova pemanfaatan kompos limbah kulit kopi dan kulit kopi dalam

pengendalian BPB pada tanah terinfestasi 99

12 Karakteristik lokasi penelitian tanaman lada di tiga kabupaten 100 13 Analisis sidik ragam keparahan, kejadian penyakit, tinggi tanaman,

panjang dan berat akar akibat pemberian ekstrak kompos dan limbah kulit kopi segar pada lada yang terinfeksi P. capsici pada akhir

penelitian 101

(23)

17 Pengaruh aplikasi kompos + Formula bioaktivator 103 18 Inokulasi ekstrak kompos melalui daun terhadap 104

perkembangan penyakit BPB

19 Inokulasi ekstrak kopi melalui daun terhadap perkembangan 104 penyakit BPB

(24)
(25)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lada (Piper nigrum Leon) merupakan komoditas ekspor non migas yang penting setelah karet, teh, kelapa sawit dan kopi. Devisa nasional yang berasal dari komoditas lada rata-rata bernilai 22 juta dolar setiap tahun. Nilai tersebut merupakan 1,1% dari jumlah ekspor hasil perkebunan (Ditjenbun 2012). Sebagai komoditas ekspor, lada mempunyai peluang pasar yang sangat terbuka. Data Komunitas Lada Internasional menyebutkan pada tahun 2010 produksi lada hitam dunia turun hingga 316 380 ton, dibandingkan produksi lada hitam dunia tahun 2009 sebesar 318 662 ton (IPC 2011). Sementara ekspor lada hitam Indonesia tahun 2011 hanya sebesar 33 000 ton (VPA 2012). Kontribusi lada Indonesia terhadap produksi lada dunia pada tahun 2010-2011 sekitar 30,49% (Ditjenbun 2012).

Luas areal tanaman lada di Indonesia mengalami penurunan dari 191 992 ha pada tahun 2004 menjadi 178 949 ha pada tahun 2014 (Ditjenbun 2015). Tanaman lada diusahakan oleh petani secara tradisional di Indonesia terutama di sentra lada seperti Bangka dan Lampung. Propinsi Lampung merupakan penghasil lada utama di Indonesia karena 80% ekspor lada Indonesia berasal dari daerah ini (AELI 2012). Luas areal tanaman lada di Lampung 2000-2009 relatif stabil, sekitar 60 703 ha, sedangkan produksinya cenderung menurun dari 26 606 ton menjadi 20 603 ton per tahun, dengan produktivitas 595 kg/ha pada tahun 1996 menjadi 453 kg/ha pada tahun 2013 (Disbun Propinsi Lampung 2014). Produktivitas tanaman lada di Lampung sebesar 453 kg/ha tergolong rendah dibandingkan dengan rata-rata produktivitas nasional yang mencapai 771 kg/ha (Disbun Propinsi Lampung 2012).

Phytophthora capsici Leon cendawan patogen penyebab penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) dapat menyebabkan kerusakan tanaman lada 10 sampai 15% dari luas areal lada di Lampung dengan jumlah kerugian 2 370 sampai 3 555 ton setiap tahun (Kasim 1990). Lebih dari 40 000 ha tanaman lada di Lampung, Bangka dan Kalimantan Barat terinfeksi P. capsici penyebab BPB. Pada tahun 2000 lebih dari 2 000 ha tanaman lada telah mati akibat penyakit BPB (Deciyanto 2001). Di India dan negara-negara di Asia Tenggara, serangan P. capsici dapat menyebabkan kerusakan tanaman lada sampai 30% (Sarma 2002). P. capsici dapat menyerang akar, tajuk dan bahkan bagian daun tanaman lada melalui percikan hujan atau air irigasi (Núñez-Zofíoa et al. 2011). P. capsici paling berbahaya jika menyerang akar dan pangkal batang.

(26)

penutupan kebun untuk lalu lintas umum (Manohara dan Kasim 1996; Suprapto 2008).

Pengendalian hayati untuk mengendalikan penyakit busuk pangkal batang pada tanaman lada lebih difokuskan pada identifikasi mikroorganisme dari rizosfer tanaman lada yang efektif untuk menekan penyakit tersebut. Indonesia memiliki keragaman mikroba yang sangat tinggi dan banyak diantaranya berpotensi sebagai agens pengendali hayati (Supriadi 2006), salah satunya adalah kelompok bakteri endofit. Beberapa bakteri endofit meliputi Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas putida, dan Bacillus megaterium mampu menekan perkembangan penyakit P.capsici pada tanaman lada di India secara in vitro (Aravind et al. 2008). Cendawan antagonis species Trichoderma telah dikenal sangat potensial sebagai agens pengendali hayati. Cendawan tersebut menghalangi pembentukan spora dan menyebabkan lisis pada miselium dan zoospora (Manohara et al. 2005). Aplikasi Trichoderma spp. dilakukan bersamaan dengan pemberian pupuk organik. Setiap tanaman diberi sekitar 100 sampai 200 gram Trichoderma spp. yang telah dikembangkan pada media tanah dan alang-alang (Suprapto 2008). Masih banyak mikroba non patogenik yang dapat dieksplorasi untuk dimanfaatkan sebagai agensia hayati yang mampu menekan perkembangan P. capsici, seperti kelompok bakteri dan aktinomicetes.

Mikroba yang termasuk agensia hayati dari golongan bakteri (Bacillus spp., Pseudomonas spp.), aktinomisetes (Streptomyces spp.) dan cendawan (Trichoderma spp., Aspergillus spp., Penicillium spp.) banyak terdapat di dalam kompos (Chet dan Inbar 1994; Michel et al. 2002). Laporan hasil penelitian menyebutkan penambahan kompos pada substrat tanam dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen. Kompos sebagai substrat yang baik untuk pertumbuhan sejumlah mikroorganisme agensia hayati seperti Trichoderma spp, Fusarium oxysporum non patogenik (FoNP) dan Bacillus spp, sehingga aplikasi kompos ke dalam tanah dapat mengurangi serangan patogen tanaman (Noveriza et al. 2005).

Kompos dapat dimanfaatkan sebagai sumber hara tanaman karena dalam kompos tersedia hara makro dan mikro yang lengkap namun dalam kadar yang rendah sehingga untuk memperoleh hasil yang memadai diperlukan dosis kompos yang tinggi (Setyorini et al. 2006). Efektivitas kompos dapat ditingkatkan melalui pengkayaan kompos baik dengan menggunakan bahan mineral maupun mikroba tanah non-patogenik.

Kajian secara mendalam diperlukan untuk mendapatkan metode alternatif dengan pemanfaatan kompos yang diperkaya dengan mikroba sehingga sangat baik untuk pengendalian patogen dan praktis. Limbah kulit kopi merupakan bahan organik potensial sebagai kompos yang dapat dimanfaatkan dalam budidaya lada dan pengendalian penyakit BPB.

(27)

retensi air dan nutrisi, mempromosikan retensi kation dasar, dan meningkatkan mobilitas Fe. (Kasongo et al. 2010).

Mikroba tanah sangat berperan dalam membantu pertumbuhan dan peningkatan produksi tanaman serta meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit. Berbagai mikroba tanah berperan dalam penambatan N2-udara

(baik yang hidup bebas maupun bersimbiosis), pelarutan P, penyedia K, penghasil hormon tumbuh dan perangsang pembungaan, serta penghasil zat pengendali penyakit. Hasil penelitian yang dilakukan Hendra et al. (2009) menunjukan penambahan bakteri PGPR (Bakteri SR1L4 dan Bakteri SR2C3R1), asam humat dan asam fulvat mampu meningkatkan keragaman populasi mikroba pada tanah media tumbuh tanaman mentimun. Media tumbuh dengan kombinasi penambahan bakteri SR1L4 dan bakteri SR2C3R1 mampu meningkatan mikroba tanah dari golongan cendawan dengan kisaran populasi 1.5x105 sampai 8.5x107 cfu/ml. Penambahan Bakteri SR2C3R1 dengan media tumbuh mampu meningkatkan mikroba tanah dari golongan aktinomicetes dengan kisaran populasi 7x105 sampai 2x107 cfu/ml.

Perumusan Masalah

Lada merupakan komoditas perkebunan andalan Indonesia yang mendatangkan devisa negara tetapi masih menghadapi berbagai kendala, di antaranya budidaya tanaman lada. Penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan P. capsici merupakan salah satu masalah utama yang membatasi produksi lada di Indonesia. Pengendalian penyakit busuk pangkal batang yang telah dilakukan sampai saat ini belum optimal. Pemanfaatan bahan organik limbah perkebunan seperti kulit kopi, sebagai kompos dalam budidaya tanaman lada untuk meningkatkan ketahanan tanaman lada terhadap penyakit busuk pangkal batang belum banyak dilakukan. Indonesia mempunyai biodiversitas mikroba yang dapat dimanfaatkan sebagai aktivator dalam pengomposan sehingga memperkaya kualitas kompos untuk penyediaan hara untuk tanaman. Bahan seperti limbah kulit kopi sangat banyak tersedia di daerah pertanaman lada di Lampung dan sangat potensial untuk memperkaya kualitas kompos untuk meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen.

(28)

Tujuan Penelitian

1. Eksplorasi dan seleksi bakteri dari tanaman lada (akar dan daun) dan rizosfer untuk memperkaya kompos (bioaktivator) limbah kulit kopi.

2. Pemanfaatan limbah kulit kopi yang diperkaya bakteri dalam pengendalian hayati P.capsici

3. Mengkaji peran limbah kulit kopi dalam meningkatkan ketahanan tanaman lada terhadap penyakit busuk pangkal batang

Manfaat Penelitian

Paket rekomendasi formula bioaktivator dan limbah kulit kopi dalam pengendalian Busuk Pangkal Batang (BPB) dapat dijadikan pedoman dalam mengendalikan BPB dan meningkatkan produktivitas tanaman lada. Informasi ini diharapkan dapat membantu dalam penyusunan strategi pengendalian penyakit BPB yang tepat.

Nilai Kebaruan Penelitian

(29)

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KOPI DAN BIOAKTIVATOR DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG

Gambar 1.1 Bagan alur penelitian II. Pemanfaatan Kompos Limbah Kulit

I. Peranan Limbah Kulit Kopi dan Bakteri Konsorsium dalam Kopi dan Limbah Kulit Kopi untuk Pengendalian BPB.

Uji Ekstrak Kompos Limbah Kulit Kopi dan Limbah Segar Kulit Kopi: Penelitian Rumah Kaca

Kompos kulit kopi dan limbah segar kulit kopi yang dapat diaplikasikan ke

tanah

Sebagai sarana untuk pengendalian busuk pangkal batang

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Lada (Piper nigrum. L) merupakan salah satu komoditi ekspor tradisional penghasil devisa yang tidak sedikit bagi negara Indonesia dan merupakan jenis produk tertua dari rempah-rempah yang diperdagangkan di pasar dunia. Indonesia menjadi penghasil lada terbesar kedua di dunia setelah Vietnam, bahkan jika dibandingkan dengan produsen lada lainnya, permintaan akan lada dari Indonesia cukup besar karena cita rasanya yang berbeda. Permintaan lada di dalam negeri juga meningkat karena adanya aneka ragam makanan yang menggunakan lada. Konsumsi lada tahun 2014 diperkirakan menjadi 20 000 ton atau naik dari tahun lalu yang hanya 17 000 ton (Dirjenbun 2014).

Budidaya lada di Bangka-Belitung, sebagian Kalimantan dan Sulawesi diterapkan secara ekstensif dengan menggunakan tegakan kayu, sedang di Lampung pada umumnya digunakan tegakan dadap (Erythrina spp.), gamal (Gliricidiae maculata) dan kapok (Ceiba petandra). Budidaya lada dengan tegakan kayu dewasa ini banyak mengalami kendala, selain karena dapat merusak lingkungan akibat penebangan pohon-pohon, juga karena terbatasnya tegakan yang baik, harga tegakan yang mahal, serta modal yang besar untuk mendirikan dan memelihara kebun lada. Kebun-kebun lada, yang 98% merupakan perkebunan rakyat, pada umumnya mendapat pemeliharaan sangat terbatas, terutama pemupukan dan penggunaan pestisida. Kondisi tanaman pada umumnya lemah, mudah terserang berbagai hama dan penyakit, dan produksinya rata-rata hanya 1138,6 kg/ha atau 569,3 g/pohon Zaubin ( 2002).

Produktivitas lada nasional hanya 800 kg/ha atau hanya <50% dari kemampuan genetik tanaman lada 4 kg/tanaman. Salah satu kendala utama dalam budidaya lada adalah penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora capsici Leonian. P. capsici merupakan cendawan tular tanah, sulit terdeteksi keberadaannya dan mudah tersebar melalui tanah yang terkontaminasi, terbawa aliran air atau bagian tanaman yang sakit (Manohara 2007).

Gejala yang nampak di permukaan tanah berupa tanaman layu, sebagai indikasi serangan yang telah lanjut yang terjadi di dalam tanah (Manohara et al. 2005). Pengendalian penyakit BPB akan semakin sulit apabila P.capsici telah

masuk di dalam jaringan tanaman, sehingga pestisida masih menjadi satu-satunya cara untuk mengendalikan penyakit BPB lada (Schwinn1983).

Cendawan P.capsici telah ditemukan tersebar hampir disemua pertanaman lada di Indonesia (Manohara et al. 2005). Struktur populasi Phytophthora juga bervariasi. Manohara dan Sato (1992) pernah mendapatkan isolat Phytophthora asal lada yang mempunyai karakteristik morfologi yang berbeda dengan P.capsici, demikian juga dengan variasi virulensinya (Wahyuno et al. 2009).

(31)

apabila menginfeksi akar rambut yang selanjutnya menyebar ke akar utama sampai ke pangkal batang (Mulya et al.2003).

Penyakit ini biasanya ditemukan pada daerah yang memiliki kandungan hara miskin. Gejala penyakit berbeda-beda diantara spesies tanaman, tetapi umumnya menurunkan vigor dan pertumbuhan tanaman, menguning atau klorosis pada daun dan akhirnya lemas atau tanaman mati (Manohara et al. 2005). Dasar dan pangkal batang tanaman yang terinfeksi menunjukkan warna hitam dengan eksudat bewarna hitam yang mengeluarkan bau busuk, menunjukkan perkembangan infeksi lanjut patogen. Pada daun, cendawan dapat menyebabkan satu atau banyak lesio, berbentuk bulat dengan karakteristik fimbriate pada pinggirnya. Pada pagi hari sporangium dapat ditemukan di bawah permukaan daun tanaman yang sakit.

Perubahan warna pada kulit pangkal batang dan gejala pada daun yang berupa bercak coklat tua kosentris dengan warna abu-abu di pusatnya dan akhirnya layu. Gejala penyakit yang mencolok adalah gejala layu pada daun yang menjadi kuning, kusam dan lunak. Daun mulai gugur dari daun bagian bawah kemudian menuju kebagian atas tanaman, setelah 10 hari tanaman akan mati. Pada musim kering, perkembangan penyakit terjadi lebih cepat, tanaman bisa mati dalam waktu tiga atau empat hari setelah gejala layu mulai tampak. Pada kondisi ini daun-daun tetap menggantung kering dan tanaman terlihat seperti terbakar (Kasim 1978).

Infeksi pada batang biasanya terjadi dekat permukaan tanah sampai setinggi 30 cm dari pangkal batang. Bagian yang terinfeksi mengalami perubahan warna, dan bila dipotong tampak warna coklat sampai hitam. Infeksi pada daun terlihat dari adanya bercak kelabu dengan tepi berwarna coklat. Di luar bagian nekrotik tersebut terdapat zona kebasahan selebar 3 sampai 4 mm. Daun dengan gejala seperti ini akan gugur dalam beberapa hari.

Upaya Pengendalian BPB yang Banyak Dilakukan di Indonesia Berbagai upaya sudah banyak dilakukan untuk mengendalikan penyakit BPB pada tanaman lada, diantaranya penggunaan fungisida, penambahan bahan organik ke tanah, kultur tekhnis dan penanaman kultivar yang tahan/resisten. Cendawan P.capsici telah ditemukan tersebar hampir di semua pertanaman lada di Indonesia (Manohara et al. 2005). Struktur populasi Phytophthora juga bervariasi. Manohara dan Sato (1992) pernah mendapatkan isolat Phytophthora asal lada yang mempunyai karakteristik morfologi yang berbeda dengan P.capsici, demikian juga dengan variasi virulensinya (Wahyuno et al. 2009). Pengendalian BPB juga menghadapi kendala non teknis, yaitu harga lada yang tidak stabil menyebabkan perhatian dan pemeliharaan yang diberikan petani pada tanamannya berkurang saat harga rendah (Manohara et al. 2005).

(32)

terhadap P.capsici, tetapi beberapa diantaranya menunjukkan kecenderungan lebih toleran (Manohara et al. 2006; Setiyono et al. 2005). Kegiatan penelitian persilangan lada di Balittro telah dimulai sejak tahun 1997 sampai 1998. Pada tahun 2005 telah diperoleh lebih dari 30 kombinasi persilangan dan 400 nomor lada hibrida yang dapat dipertahankan keberadaannya.

Karakter morfologi berupa jumlah stomata dan ketebalan epidermis pada permukaan bawah daun tidak terkait dengan ketahanan suatu aksesi/klon lada terhadap serangan P.capsici. Ketahanan yang cenderung bersifat fisiologis dari tanaman lada lebih dominan dari pada faktor fisik yang ada (Wahyuno et al. 2009). Semua varietas lada yang dibudidayakan tidak ada yang tahan 100%

terhadap penyakit BPB, tetapi ada beberapa varietas yang toleran terhadap P. capsici antara lain Natar 1, Bangka, Pulau Laut, Merapin dan Banjarmasin.

Ravindran et al. (2000) menyatakan bahwa Natar 1 dan Natar 2 selain mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi juga toleran terhadap nematoda dan BPB. Pada daun lada jenis LDL yang diinokulasi dengan 50 isolat P.capsici asal lada mempunyai kisaran luas nekrosa antara 0 sampai 33,4%, dengan rata rata 12,2%.

Pengendalian penyakit BPB akan semakin sulit apabila P.capsici telah masuk di dalam jaringan tanaman, sehingga pestisida masih menjadi satu–satunya cara untuk mengendalikan penyakit utama lada ini (Schwinn1983). Penggunaan fungisida untuk mengendalikan BPB pada tanaman lada dapat menekan intensitas serangan P.capsici sampai 90% lebih tinggi tanpa menggunakan pestisida (Manohara et al. 2007). Penggunaan fungisida selain memberikan dampak negatif terhadap mutu buah lada juga dapat memberikan ancaman terhadap kualitas lingkungan, keseimbangan ekosistem maupun kesehatan manusia.

Kompos dan Peran Kompos dalam Pengendalian Penyakit Potensi Limbah Kulit Kopi

Kulit kopi merupakan limbah hasil pengolahan kopi yang belum termanfaatkan secara maksimal. Besarnya produksi kopi di Indonesia tentunya menghasilkan limbah kulit kopi yang semakin besar pula. Limbah kulit kopi merupakan limbah organik padat yang dihasilkan dari perkebunan kopi ataupun pabrik pengolahan kopi menjadi kopi. Besarnya limbah kulit kopi jika tidak dimanfaatkan akan terbuang dan menimbulkan pencemaran. Limbah kulit kopi belum dimanfaatkan secara optimal, padahal memiliki kadar bahan organik dan unsur hara yang dapat memperbaiki struktur tanah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk penangananjumlah limbah kulit kopi yang semakin meningkat dengan cara mengolah limbah kulit kopi menjadi kompos.

(33)

Pengendalian Hayati BPB pada Tanaman Lada

Strategi pengendalian perlu memperhatikan mekanisme ketahanan secara umum terhadap Phytophthora spp. baik ketahanan struktur dari inang, pembentukan senyawa penghambat, memacu terbentuknya struktur penghalang (barrier), reaksi hypersensitive dan pembentukan Pytoaleksin (Hwang 2001).

Selama 30 tahun terakhir ini perhatian orang terhadap penelitian dan pengembangan pengendalian hayati terus meningkat seiring dengan kebutuhan untuk pengembangan sistem pengendalian yang ramah lingkungan, yang tidak merusak ekosistem dan tidak merusak kesehatan. Pengendalian penyakit tanaman menggunakan agens antagonis dan mikroba asli berpotensi untuk dikembangkan. agens antagonis telah tersedia di alam, aktivitasnya dapat distimulasi dengan memodifikasi lingkungan atau tanaman inang, aman terhadap lingkungan, tidak mempunyai efek residu, aplikasinya tidak berulang-ulang dan relatif kompatibel dengan teknik pengendalian lainnya (Agrios 2005).

Beberapa jenis bakteri juga merupakan agen pengendali yang potensial diantaranya P.fluorescens dan Bacillus spp. (Saju 2004). Mekanisme kerja dari bakteri sebagai agen pengendali karena kemampuannya menghasilkan senyawa antibiotik dan enzim pendegradasi dinding sel patogen. Menurut Sarma (2006), pengendalian patogen tanaman secara hayati sebaiknya menggunakan campuran beberapa mikro organisme antagonis dengan variasi mekanisme pengendalian.

Menurut Saju (2004) Trichoderma spp., bakteri P.fluorescens dan Bacillus subtilis merupakan agen pengendali hayati yang potensial digunakan untuk mengendalikan cendawan patogen yang termasuk dalam golongan oomycetes. Cendawan Trichoderma spp. mempunyai kemampuan tumbuh lebih cepat dari pada patogen dengan cara parasitasi, mampu berkompetisi mendapatkan nutrisi, ruang hidup dan dapat memproduksi enzim.

Induksi ketahanan tanaman adalah fenomena dimana terjadi peningkatan ketahanan tanaman terhadap infeksi oleh patogen setelah terjadi peningkatan rangsangan. Perlindungan didasari pada mekanisme ketahanan yang distimulus oleh perubahan metabolik yang terjadi pada tanaman untuk melindungi diri mereka. Agens penginduksi dapat berupa agens biotik maupun abiotik. Agens biotik bisa berupa penggunaan patogen yang sama pada inokulasi berikutnya, patogen yang tidak kompatibel, patogen lemah, saprofit dan komponen mikrobia (Van Loon et al. 2006).

Mikroba asli yang diambil dari rizosfer tanaman lada dalam pengendalian P.capsici merupakan pengendalian yang diharapkan dapat menghasilkan zat antipatogen, fitohormon dan penyedia hara bagi tanaman lada yang tahan terhadap patogen ini. P.capsici merupakan salah satu spesies yang dapat dipengaruhi oleh mikroorganisme tanah, dimana hasil antagonisnya menyebabkan perkembang-biakkan fungi terhalang.

Kompos Diperkaya Bioaktivator

(34)

diperkaya dengan mikroba tertentu atau sering disebut sebagai kompos bioaktif akan terjadi efisiensi penggunaan pupuk buatan. Keberadaan mikroba di dalam kompos diharapkan dapat menekan populasi mikroba patogen di tanah (soilborne pathogen).

Selain sebagai biokontrol untuk mengendalikan berbagai patogen yang menginfeksi tanaman, beberapa mikroba bakteri berperan sebagai pemacu pertumbuhan. Berbagai isolat diketahui diketahui berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman (Raj et al.2005). Sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, bakteri secara kompetitif mengkolonisasi akar dan memanfaatkan eksudat dan lisat yang dikeluarkan akar tanaman. Kemampuan memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat (P), dan produksi hormon tumbuh telah banyak dilaporkan sebagai mekanisme bakteri dalam perannya sebagai agens pemacu pertumbuhan dan produksi tanaman (Bae et al.2007).

Proses dekomposisi bahan organik secara alami membutuhkan waktu yang lama (3-6 bulan) sehingga sangat menghambat upaya pelestarian penggunaan bahan organik untuk lahan-lahan pertanian. Bahan yang mengandung lignin menjadi penghalang akses enzim selulolitik pada degradasi bahan organik yang berligno selulosa dan dapat menghambat proses dekomposisi sehingga dapat menyebabkan penumpukkan limbah dan berdampak negatif bagi lingkungan (Saraswati et al. 2006).

Pengomposan dengan menggunakan mikroba perombak lignin dan selulosa dapat membantu proses dekomposisi bahan organik menjadi lebih cepat, sehingga segera dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Kompos dapat bermanfaat untuk tanah karena meningkatkan kontribusi terhadap kandungan humus tanah (Giusquiani et al.1995;Leifeld et al. 2002).

Beberapa mikroba yang termasuk agensia hayati dari golongan bakteri (Bacillus spp., Pseudomonas spp.), aktinomiset (Streptomyces spp.) dan cendawan (Trichoderma spp., Aspergillus spp., Penicillium spp.) merupakan mikroba terbanyak yang terdapat di dalam kompos (Chet dan Inbar 1994; Michel et al. 2002). Sejumlah laporan hasil penelitian menyebutkan penggunaan kompos dapat meningkatkan resistensi tanaman terhadap serangan patogen. Kompos sebagai substrat yang baik untuk pertumbuhan sejumlah mikroorganisme agensia hayati seperti Trichoderma spp., Fusarium oxysporum non patogenik (FoNP) dan Bacillus spp., sehingga aplikasi kompos ke dalam tanah dapat mengurangi serangan patogen tanaman.

Kompos merupakan sumber hara makro dan mikro yang lengkap namun dalam kadar yang rendah (Setyorini et al. 2006) sehingga untuk memperoleh hasil yang memadai diperlukan dosis kompos yang tinggi. Untuk dapat meningkatkan efektivitas kompos diperlukan pengkayaan kompos baik dengan menggunakan bahan mineral maupun mikroba tanah non patogenik.

(35)

mineral ke dalam tanah merupakan salah satu upaya untuk mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman. Mikroba tanah sangat berperan dalam membantu pertumbuhan dan peningkatan produksi tanaman serta meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit. Berbagai mikroba tanah berperan dalam penambatan N2-udara (baik yang hidup bebas maupun bersimbiose), pelarutan P,

penyedia K, penghasil hormon tumbuh dan perangsang pembungaan, serta penghasil zat pengendali penyakit.

Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah merupakan sumber utama unsur-unsur hara esensial yang dihasilkan dari proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Dekomposisi bahan organik yang tinggi atau semakin cepat turn over bahan organik, maka unsur hara semakin cepat tersedia.

Terdapat gejala penurunan kadar bahan organik tanah di banyak perkebunan lada, terutama pada tanah latosol seiring dengan makin lamanya pengusahan lahan tersebut (Pujiyanto 1996; Wibawa 1987). Jika penurunan kadar bahan organik berlangsung terus-menerus, maka keberlanjutan usaha pertanian pada lahan tersebut akan terancam. Tanah dapat menjadi rusak dan tidak produktif, sehingga tidak ekonomis lagi dimanfaatkan sebagai usaha pertanian. Guna mengembalikan sifat fisik dan fisikokimia rizosfer serta menjamin keberlangsungan pengusahaan lahan tersebut, maka degradasi lahan dapat dihindari, antara lain dengan menambahkan bahan organik berupa kompos untuk mempertahankan kandungannya pada aras minimum sebesar 3,5% atau 2% C organik (Baon et al. 2003).

Penurunan kadar bahan organik tanah merupakan salah satu indikator utama penurunan kesuburan tanah mineral di perkebunan lada. Kecenderungan penurunan kandungan bahan organik tanah (BOT) tersebut disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kehilangan dan penambahan bahan organik ke dalam tanah. Kehilangan bahan organik dari tanah dapat terjadi karena oksidasi biologis oleh mikroorganisme didalam tanah, erosi tanah lapisan atas pada umumnya berkandungan bahan organik tinggi, ataupun karena pembakaran pada saat melakukan persiapan lahan (Baon et al. 2003).

(36)

BAB III

PERANAN LIMBAH KULIT KOPI DAN GABUNGAN

BEBERAPA BAKTERI DALAM PENGENDALIAN

PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG

Abstrak

Penyakit Busuk Pangkal (BPB) umum ditemukan hampir di seluruh pertanaman lada di Indonesia. Penyakit BPB menjadi kendala utama dalam meningkatkan produktivitas lada di Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk menekan penyakit BPB menggunakan kompos limbah kulit kopi yang diperkaya bakteri bermanfaat yang diisolasi dari rizosfer dan jaringan tanaman lada. Seleksi bakteri berdasarkan kemampuannya sebagai pelarut P, K, menambat N bebas, serta antagonis terhadap Phytophthora capsici secara in vitro. Sebanyak 178 isolat bakteri dapat diisolasi dari rizosfer dan jaringan tanaman lada, 87 isolat diantaranya bersifat antagonis terhadap P.capsici. Pada pengujian antibiosis terhadap isolat bakteri yang mempunyai potensi antagonis diperoleh 15 isolat bakteri dengan kemampuan antibiosis tinggi. Dari 15 isolat bakteri terpilih di buat 3 formula yang masing-masing terdiri 5 isolat bakteri sebagai bioaktivator pada kompos tanaman lada. Pada pengujian di lapang, penambahan kompos kulit kopi yang diperkaya bioaktivator pada tanah media tumbuh dapat menekan perkembangan penyakit BPB sebesar 56,12% sampai 94,45% yang setara dengan nilai AUDPC 71,4 % sampai 7,11 % dibanding nilai AUDPC kontrol 220,50%. F2K1 merupakan formula kompos-Bioaktivator untuk menekan P.capsici. Penambahan kompos kulit kopi yang diperkaya bioaktivator juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman lada secara nyata yaitu tinggi tanaman dan kanopi tanaman lada.

Keywords: bioaktivator, kompos, P. Capsici, dehidrogenase, peroksidase Pendahuluan

(37)

Salah satu alternatif untuk stimulasi pertumbuhan tanaman dengan menginokulasi mikroba yang mampu memproduksi zat pengatur tumbuh. Terdapat tiga tipe zat pengatur tumbuh yang dapat dihasilkan oleh mikroba yaitu auxins, cytokinins and gibberellines. Zat pengatur tumbuh yang paling penting yang dihasilkan oleh mikroba adalah indole-3-acetic acid (IAA). Bakteri penghasil auxin ini diasumsikan dapat merangsang pertumbuhan akar dan memperbaiki morfologi sistem perakaran setelah mikroba diaplikasikan. Sistem perakaran yang diperbaiki inilah yang akan berpengaruh terhadap pengambilan unsur hara dari dalam tanah. Beberapa rizobakteri yang diisolasi dari perakaran tanaman mampu meningkatkan pertumbuhan dan mengendalikan penyakit tanaman. Kemampuan ini karena rizobakteri tersebut dapat menghasilkan zat pengatur pertumbuhan tanaman dan meningkatkan penyerapan hara fosfat (Agustiansyah et al. 2013)

Sistem budidaya lada yang dilakukan petani di Lampung sering ditumpangsarikan dengan tanaman kopi. Limbah kulit kopi banyak dijumpai di sekitar kebun lada dan keberadaannya belum dimanfaatkan secara baik sebagai bahan kompos untuk memupuk yang akan meningkatkan produksi tanaman lada. Pengamatan di lapangan menunjukan bahwa tanaman lada yang diberi kompos limbah kulit kopi menunjukan pertumbuhan dan produktivitas yang baik dibanding tanaman yang tidak diberi kompos limbah kulit kopi.

Pemanfaatan kompos dalam budidaya tanaman memiliki peranan positif, baik secara fisik, kimia maupun biologi. Penggunaan kompos dapat memperbaiki struktur tanah dan menjadi sumber hara utama dalam budidaya tanaman secara organik. Ketersediaan unsur hara dapat dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan sehingga bisa mengurangi penggunaan pupuk buatan. Pengkayaan kompos menggunakan bakteri bioaktivator diharapkan dapat mensubsitusi hara yang berasal dari penggunaan pupuk kimia. Aplikasi kompos bioaktivator memberi efek ganda seperti menekan mikroba patogen di tanah (soilborne pathogen) dan meningkatkan produksi melalui penyediaan unsur hara yang diperlukan tanaman.

Mikroba tanah menghasilkan metabolit yang mempunyai peran sebagai zat pengatur tumbuh yang dapat menambat nitrogen (Nasahi 2010). Bakteri pelarut posfat telah digunakan untuk memperbaiki nilai batuan posfat karena bakteri tersebut dapat merubah batuan posfat yang tidak larut menjadi bentuk larut yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Bacillus megaterium var. phosphaticum dikenal kemampuannya untuk melarutkan bahan batuan P. Bakteri pelarut K seperti Bacillus mucilaginosus, mampu meningkatkan ketersediaan K di dalam tanah dan meningkatkan kadar mineral di dalam tanaman (Subowo 2002). Aplikasi yang integrasi dari batuan P dan K dengan co-inokulasi dari bakteri yang melarutkan P dan K akan memberikan persediaan unsur hara P dan K yang lebih cepat dan terus menerus untuk membantu pertumbuhan tanaman yang optimal.

(38)

spp. penyebab penyakit rebah kecambah (dumping off) pada mentimun antara 80 sampai 100 %. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pemberian kompos dapat menumbuhkan mikroba anatagonis dan menekan penyakit BPB sebesar 3% (Manohara et al. 2005).

Sifat tanaman lada sebagai tanaman tahunan dan adanya variasi virulensi pada populasi P. capsici yang menyerang lada, menyebabkan perakitan varietas lada berproduksi tinggi dan tahan BPB memerlukan waktu yang lama (Wahyuno et al. 2010) sedangkan penggunaan fungisida akan menambah pencemaran lingkungan. Perlu dicari teknik pengendalian penyakit yang efektif, kompatibel dan berkelanjutan. Untuk dapat meningkatkan efektivitas kompos diperlukan pengkayaan kompos baik dengan menggunakan bahan mineral maupun mikroba tanah non-patogenik.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bakteri bermanfaat dalam membantu pertumbuhan dan sebagai antagonis terhadap P. capsici dari jaringan tanaman dan rizosfer lada, menganalisis peranan kombinasi limbah kulit kopi segar dan kompos serta gabungan bakteri-bakteri terpilih dalam menekan penyakit BPB pada tanaman lada.

Metode Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai Mei 2011. Penelitian dilaksanakan di beberapa lokasi seperti Desa Sukamarga Kecamatan Abung Tinggi Kabupaten Lampung Utara, Laboratorium Cendawan IPB, Bogor, Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor.

Isolasi Bakteri

Isolasi bakteri menggunakan metoda pengenceran, baik yang berasal dari rizosfer ataupun jaringan daun dan akar lada. Tanah rizosfer ataupun jaringan tanaman yang dijadikan sebagai sumber bakteri diambil dari kebun lada yang terdapat serangan penyakit BPB. Tanaman yang dipilih adalah tanaman sehat yang berada di antara tanaman yang menunjukkan gejala BPB.

Isolasi bakteri dari rizosfer mengikuti prosedur Dhingra dan Sinclair (1983). Sampel tanah rizosfer yang merupakan sampel komposit dari tiga titik pengambilan seberat 10 g dicampur dengan 90 ml aquades steril dan kemudian diaduk rata. Suspensi ini kemudian diencerkan berseri mulai 10-2 sampai 10-8 dengan cara memindahkan 1 ml suspensi ke dalam tabung reaksi dan kemudian ditambahkan 9 ml aquades steril secara berseri.

(39)

Isolasi Bakteri Endofit dari Jaringan Tanaman Lada

Metode isolasi bakteri endofit mengacu pada prosedur metode yang dilakukan oleh Munif (2001). Bakteri endofit diisolasi dari akar dan daun. Masing-masing sampel akar dan daun dicuci dengan air yang mengalir sampai bersih, kemudian dikeringkan dengan menggunakan kertas tissue dan ditimbang sebanyak 4 g. Selanjutnya sampel jaringan tanaman disterilisasi permukaannya dengan menggunakan NaOCl 3% yang telah diberi Tween 20 selama 3 menit kemudian akar dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali. Untuk mengetahui apakah sterilisasi permukaan yang dilakukan berhasil atau tidak, diuji dengan meletakkan jaringan tanaman yang sudah disterilkan kedalam cawan yang telah berisi media Natrium Agar (NA) dan diinkubasi selama 48 jam. Jika media di dalam cawan petri tersebut masih ditumbuhi mikroorganisme, maka proses sterilisasi permukaan diulangi kembali, sebaliknya jika tidak terdapat mikroorganisme maka isolasi dilanjutkan ketahap selanjutnya.

Sampel jaringan tanaman lada yang telah steril dihancurkan dengan menggunakan mortar steril sampai halus kemudian ekstrak dimasukkan kedalam 9 ml air steril dalam tabung reaksi. Suspensi jaringan tanaman tersebut kemudian diencerkan dengan cara: mengambil 1 ml suspensi tersebut dan dimasukkan ke dalam 9 ml air steril yang baru hingga kepekatan mencapai 106 dan ditumbuhkan pada media NA dan PDA di dalam cawanpetri dengan teknik sebar selama 48 jam. Koloni bakteri yang terbentuk dihitung berdasarkan kesamaan morfologi (ukuran, bentuk, warna dan tekstur koloni). Sebagai satu isolat, masing-masing

isolat ditumbuhkan pada media Luria Broth (LB) dan diinkubasi selama 24 jam selanjutnya disimpan pada gliserol 40% dengan perbandingan suspensi: gliserol 40% (1:1 v/v), penyiapan dilakukan pada tabung eppendorf 1,5 ml dan disimpan pada suhu -20oC.

Karakterisasi Bakteri

Karakterisasi bakteri yang berhasil diisolasi baik dari rizosfer ataupun jaringan akar dan daun berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan P dan K, menambat N, mempunyai kemampuan sebagai antagonis terhadap P.capsici, mempunyai reaksi negatif pada uji HR.

Kemampuan Melarutkan P

(40)

isolat pada setiap isolat yang unggul kemudian simpan di dalam alat pendingin pada suhu 5oC yang akan digunakan sebagai sumber inokulan. Aktivitas mikroba pelarut fosfat diindikasikan dengan adanya zona bening pada media disekeliling koloni bakteri.

Kemampuan Melarutkan K

Uji kemampuan bakteri melarutkan K menggunakan media semi selektif menurut Rossa et al. (2006). Langkah pertama dilarutkan 1 g contoh tanah ke dalam 9 ml akuades steril, kemudian dibuat deret pengenceran 10-1, 10-2, 10-3 dan 10-4, biosida ditambahkan pada setiap deret pengenceran tersebut. Larutan dari pengenceran 10-2, 10-3 dan 10-4 dipipet masing-masing 1 ml dan secara aseptik dituang ke dalam cawan petri. Pada cawan petri masing-masing mikroba yang tumbuh dilakukan isolasi. Isolat yang sudah didapat dimasukkan ke dalam media cair dishaker selama tiga hari. Media yang berisi isolat dituangkan ke dalam petridish dan diberi beberapa potongan kecil-kecil kertas saring yang telah disterilisasi dan direndam kurang lebih 10 menit. Kertas saring kemudian ditempelkan pada media selektif (mengandung silikat) dengan menggunakan pinset, selanjutnya inkubasi pada suhu kamar selama 3–6 hari, amati pertumbuhan koloni setelah 3-6 hari inlubasi. Koloni dipilih yang mempunyai zona bening (halozone) paling lebar dan paling jernih untuk diisolasi secara aseptik. Koloni yang telah dipilih diambil dengan ose steril kemudian goreskan pada media agar dan inkubasi pada suhu kamar selama 3 – 6 hari. Koloni yang tumbuh terpisah diambil secara aseptik dengan ose dan goreskan ke permukaan media agar miring media selektif. Beri kode isolat pada setiap isolat yang unggul kemudian simpan di dalam alat pendingin pada suhu 5oC yang akan digunakan sebagai sumber inokulan.

Kemampuan Menambat N Bebas

Isolasi dan seleksi mikroba endofitik diazotrof (Penambat Nitrogen Bebas) memakai media Nfb menurut metode Dobereiner (1992). Contoh tanah 10 g dimasukkan ke dalam 90 ml larutan garam fisiologis steril kemudian dikocok dan dibuat seri pengenceran 10–1 hingga 10–7. Inokulasi serial pengenceran ke dalam medium seleksi Nfb semi-padat (sebanyak lima ulangan per seri pengenceran), kemudian diinkubasi selama 3 sampai 5 hari sehingga terbentuk pelikel cincin berwarna putih (berarti positif) dan yang tidak membentuk pelikel (berarti negatif), selanjutnya amati pertumbuhannya. Isolasi pelikel dan gores pada media agar yang sama tetapi diberi agar 15 g/l dan ditambahkan 0,02 yeast extract, kemudian inkubasi selama 6 sampai 7 hari. Apabila sudah ada koloni tunggal (kecil, putih agak kering dan keriting), satu koloni dipindahkan ke media semi-padat nitrogen bebas yang baru dan dimurnikan dengan menggoreskannya pada medium kentang. Setelah inkubasi koloni kecil putih agak kering dan keriting akan muncul dan berubah agak merah muda setelah 1 minggu, kemudian dipindahkan ke semi-padat Nfb dalam botol kecil untuk identifikasi di bawah mikroskop. Aktivitas bakteri penambat nitrogen bebas diindikasikan dengan adanya pelikel/cincin pada tabung reaksi.

Penyiapan Inokulum P. capsici

(41)

Aromatik Bogor (Manohara 2005). Isolat cendawan tersebut diperbanyak pada media vegetable 8 (V8) di dalam cawan petri, kultur diinkubasikan pada suhu ruang selama 7 hari sebelum diperlakukan untuk pengujian terhadap bakteri yang telah diseleksi (Manohara 2005). Pembuatan media V8 memerlukan bahan yaitu 200 ml V8, 3 - 3,5 g CaCO3, agar 15 gr yang dilarutkan ke dalam 800 ml aquades.

Media tanpa CaCO3 dipanaskan terlebih dahulu dengan menggunakan api sedang,

kemudian disaring dan direbus kembali sampai mendidih. Api lalu dikecilkan, kemudian CaCO3 dimasukkan saat larutan media hangat. Media tersebut

kemudian disterilisasi menggunakan autoclave dengan tekanan 1 atm pada suhu 121oC selama 15 menit (Shurtleff dan Awerre 1997) di dalam cawan petri, kultur diinkubasikan pada suhu ruang selama 7 hari sebelum diperlakukan untuk pengujian terhadap bakteri yang telah diseleksi (Manohara 2005).

Uji Kemampuan Antibiosis Terhadap P. capsici

Semua isolat yang mempunyai kemampuan melarutkan P dan K, serta menambat N bebas diuji kemampuannya sebagai antagonis terhadap P. capsici. Pengujian kemampuan antibiosis menggunakan metoda dual culture pada media agar kentang (PDA). Pengujian antibiosis dilakukan di Laboratorium Cendawan Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB. Pemilihan isolat yang mempunyai kemampuan antibiosis ditentukan oleh terbentuknya zona bening antara kandidat antagonis dengan koloni patogen. Isolat bakteri yang menunjukkan daya hambat yang tinggi terhadap P.capsici dipilih untuk pengujian lanjutan. Kriteria penilaian zona bening adalah sebagai berikut: 1) + = zona bening < 1 mm; 2) ++ = zona bening 1-2 mm; 3) +++ = zona bening 2-4 mm; 4) ++++ = zona bening > 4 mm; 5) - = tidak ada zona bening. Pada tahap ini isolat bakteri yang terpilih untuk dijadikan formula karena memperlihatkan zona bening 2 mm sampai >4mm.

Penentuan kemampuan sebagai antagonis dilakukan terhadap isolat bakteri terpilih yang akan dijadikan konsorsium. Penentuan kemampuan antagonis

berdasarkan pada antibiosis menggunakan rumus (Baker and Cook 1983): (r2-r1)/r2 x 100%. Penempatan antara antagonis dan patogen sesuai gambar 3.2.

Gambar 3.1. Penempatan patogen (P) dan antagonis (A) pada pengukuran kemampuan antibiosis metode dual culture. (r1) radius koloni patogen yang tumbuhnya ke arah antagonis. (r2) radius koloni patogen yang tumbuhnya menjauh dari patogen.

A

r2

P P

(42)

Pengukuran cara di atas juga dilakukan terhadap isolat-isolat bakteri yang sudah digabung dalam bentuk formula dan ini dijadikan sebagai bioaktivator.

Jenis Hubungan Antar Agens Biokontrol (Pengelompokkan Formula Lima Isolat)

Sinergisme antar isolat bakteri yang diuji dihitung, dengan menggunakan rumus Abbott‟s (Guetsky et al. 2002). Berdasarkan rumus tersebut apabila nilai faktor sinergi kurang dari 1, maka jenis hubungan antar isolat bakteri bersifat antagonis.

Untuk mengetahui tingkat sinergisme antara dua agens hayati diprediksi menggunakan rumus Abbott‟s (Guetsky et al. 2002), yaitu:

E(exp) = a + b ̶ a x b/ 100 dan SF (Synergy Factor) = E(obs)/E(exp)

a = Keefektifan pengendalian oleh agens hayati I b = Keefektifan pengendalian oleh agens hayati II E(exp) = Keefektifan pengendalian dugaan oleh campuran agens E(obs) = Keefektifan pengendalian oleh campuran berdasarkan hasil

pengamatan

Nilai SF = 1 ; interaksi antar agens hayati bersifat additif SF < 1 ; interaksi antar agens hayati bersifat antagonis SF > 1 ; interaksi antar agens hayati bersifat sinergis Uji Hipersensitif

Uji hipersensitif (HR) dengan menggunakan tanaman tembakau yang berumur 1 bulan, bakteri yang terpilih diuji patogenisitasnya pada tanaman tembakau dengan menyuntikkan suspensi bakteri yang berpotensi sebagai agen hayati tanaman lada. Setelah dua hari, diamati apakah tanaman tembakau tersebut menunjukkan adanya zona hipersensitif dapat dilihat dengan adanya bercak coklat pada daun yang biasa disebut nekrosis yang merupakan bentuk reaksi ketahanan tanaman terhadap patogen, jika terdapat bercak coklat pada daun berarti bakteri yang diuji merupakan patogen (Schad et al. 2001).

Pengujian Lapangan Pemakaian Kompos Limbah Kulit Kopi yang Diperkaya dengan Bakteri Bioaktivator

(43)

Pembuatan Kompos Limbah Kulit Kopi

Limbah kulit kopi yang akan dijadikan kompos dimasukan ke dalam lubang 5 m3, kemudian diberi air sampai jenuh. Proses pengomposan menggunakan bakteri penghancur lignin (koleksi pribadi) yang sudah dalam bentuk kemasan dengan bahan pembawanya berupa gambut steril. Jumlah bakteri dalam pengomposan sebanyak 1:100 (w/w) dan dicampur rata dengan limbah kulit kopi. Setelah itu campuran ini diinkubasi selama 32 hari. Agar tidak terkena sinar matahari langsung dan hujan pada lubang diberi atap penutup yang terbuat dari terpal plastik.

Pembuatan Formula Bakteri sebagai Bioaktivator

Isolat-isolat bakteri terpilih yang mewakili kemampuan melarutkan P, K, menambat N dan kemampuan sebagai antagonis dicampurkan jadi satu formula. Untuk keperluan penelitian dibuat 3 formula yang masing-masing terdiri dari 5 isolat. Sebelum dijadikan formula, setiap jenis isolat diperbanyak dalam media cair Tryptic Soy Broth (TSB). Perbanyakan bakteri dalam media cair dilakukan selama 72 jam. Selama masa perbanyakan tersebut biakan bakteri selalu dikocok dengan kecepatan 120 rpm menggunakan alat pengocok.

Masing-masing komposisi isolat bakteri sesuai formula dicampur menjadi satu dan dicampurkan dengan bahan pembawa berupa gambut steril. Setiap 1 kg gambut dicampur dengan 250 ml suspensi campuran biakan bakteri. Formula bioaktivator bakteri yang sudah dicampur dengan gambut siap digunakan sebagai pencampur kompos ataupun limbah kulit kopi.

Pencampuran Kompos Limbah Kulit Kopi dengan Bakteri Bioaktivator Bahan organik yang digunakan sebagai pupuk adalah kompos limbah kulit kopi. Kompos sebelum digunakan sebagai pupuk terlebih dahulu ditambahkan bioaktivator. Setiap 100 kg bahan tanaman dicampur dengan 1 kg bioaktivator dan kemudian diinkubasi selama 7 hari. Kompos limbah kulit kopi yang sudah dicampur dengan formula bioaktivator siap digunakan sebagai pupuk organik. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 tanaman. Perlakuan yang dimaksud adalah dosis pemberian kompos yang terdiri dari 1 kg, 2 kg dan 3 kg per tanaman, jenis formula bakteri sebagai bioaktivator yang terdiri dari formula 1, 2 dan 3.

Pengamatan

Parameter pengamatan meliputi perkembangan penyakit, pertumbuhan tanaman dan ketahanan tanaman. Pengamatan perkembangan penyakit terdiri dari keparahan penyakit dilakukan setiap 1 bulan. Untuk perkembangan penyakit juga ditentukan AUDPC. Pertumbuhan tanaman meliputi variabel pertambahan tinggi tanaman, diameter batang dan diameter kanopi yang pengamatannya dilakukan setiap bulan. Parameter ketahanan tanaman berupa kandungan peroksidase dan dehidrogenase ditentukan pada akhir penelitian.

(44)

Biologi dan Kesehatan Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor. Sampel tanah yang dianalisis merupakan komposit dari 5 titik pengambilan pada diagonal kebun. Analisis Data

Data yang dimaksud meliputi keparahan AUDPC, pertambahan tinggi, pertambahan diameter batang dan pertambahan diameter kanopi. Analisis data menggunakan analisis varian (ANOVA) pada program SAS 9.1 for Windows. Keparahan penyakit ditentukan menggunakan rumus:

KP = Keparahan penyakit

ni = Jumlah tanaman yang terinfeksi pada setiap kategori vi = Nilai numerik masing-masing kategori serangan Z = Nilai numerik kategori serangan tertinggi N = Jumlah tanaman yang diamati.

Penentuan kategori serangan pada penyakit BPB berdasarkan kriteria Holliday dan Mowat (1963) yang dimodifikasi. Nilai skor tertera pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Nilai skoring gejala BPB P. capsici pada tanaman lada. Skala Skoring gejala

0 0 tanaman sehat

1 1 % - 25% gejala daun menguning 2 26 % - 50% gejala layu

3 51 % - 75% gejala layu daun hitam 4 > 76 % daun mulai rontok

Selain nilai keparahan penyakit, dihitung nilai AUDPC (Area Under Disease Progress Curve) untuk melihat perkembangan penyakit. Rumus AUDPC dihitung berdasarkan rumus Van der Plank (1963) dalam Cooke et al. (2006).

Dengan yi+1 = Data pengamatan ke-i +1

yi = Data pengamatan ke-i

ti +1 = Waktu pengamatan ke-i +1

ti = Waktu pengamatan ke-i

Dilakukan pula perhitungan terhadap index penekanan penyakit (keefektifan pengendalian) dengan rumus:

DIc = AUDPC pada perlakuan kontrol

Gambar

Gambar 1.1   Bagan alur penelitian
Gambar 3.2 Jumlah bakteri pelarut P, penambat N, dan pelarut K pada berbagai bagian
Gambar 3.4.  Pengujian antagonis isolat terhadap P. Capsici. zona hambat
Tabel 3.2.  Karakteristik formula isolat bakteri terpilih sebagai bioaktivator kompos  limbah kopi pada pengujian in vitro
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat potensi limbah kulit kakao dan daun kelor sangat besar,yaitu dapat menggantikan unsur hara tanah yang hilang dikarenakan oleh proses oksidasi biologis

Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 adalah “Analisis Kualitas Standar Mutu Pupuk Kompos Yang Dihasilkan dari Limbah Kulit Kopi

Pada penelitian ini telah dihasilkan film plastik biodegradable dengan penambahan gliserol dan limbah kulit kopi dengan variasi konsentrasi kitosan sebesar 0, 2, 4, 6, dan

Penelitian ini bertujuan mengetahui kualitas unsur hara makro (N, P, K), mikro (Ca, Mg, Fe) dan unsur C pada kompos campuran kulit pisang kepok Musa paradisiaca dan Azolla

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang mutu hedonik daging burung puyuh dengan pemberian tepung limbah kulit kopi daram ransum bahwa dengan pemberian

Penelitian ini bertujuan mengetahui kualitas unsur hara makro (N, P, K), mikro (Ca, Mg, Fe) dan unsur C pada kompos campuran kulit pisang kepok Musa paradisiaca dan

Pengaruh Pemberian Limbah Kulit Kopi Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L.) Dalam Upaya Pembuatan Brosur Bagi Masyarakat.. Jurusan

Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Lulur Tradisional dari Pemanfaatan Limbah Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) dan Ampas Kopi (Coffea sp.) Kulit jeruk nipis dan