• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Busuk Pangkal (BPB) umum ditemukan hampir di seluruh pertanaman lada di Indonesia. Penyakit BPB menjadi kendala utama dalam meningkatkan produktivitas lada di Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk menekan penyakit BPB menggunakan kompos limbah kulit kopi yang diperkaya bakteri bermanfaat yang diisolasi dari rizosfer dan jaringan tanaman lada. Seleksi bakteri berdasarkan kemampuannya sebagai pelarut P, K, menambat N bebas, serta antagonis terhadap Phytophthora capsici secara in vitro. Sebanyak 178 isolat bakteri dapat diisolasi dari rizosfer dan jaringan tanaman lada, 87 isolat diantaranya bersifat antagonis terhadap P.capsici. Pada pengujian antibiosis terhadap isolat bakteri yang mempunyai potensi antagonis diperoleh 15 isolat bakteri dengan kemampuan antibiosis tinggi. Dari 15 isolat bakteri terpilih di buat 3 formula yang masing-masing terdiri 5 isolat bakteri sebagai bioaktivator pada kompos tanaman lada. Pada pengujian di lapang, penambahan kompos kulit kopi yang diperkaya bioaktivator pada tanah media tumbuh dapat menekan perkembangan penyakit BPB sebesar 56,12% sampai 94,45% yang setara dengan nilai AUDPC 71,4 % sampai 7,11 % dibanding nilai AUDPC kontrol 220,50%. F2K1 merupakan formula kompos-Bioaktivator untuk menekan P.capsici. Penambahan kompos kulit kopi yang diperkaya bioaktivator juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman lada secara nyata yaitu tinggi tanaman dan kanopi tanaman lada.

Keywords: bioaktivator, kompos, P. Capsici, dehidrogenase, peroksidase Pendahuluan

Tanah yang dibudidayakan secara intensif dapat menyebabkan terbatasnya ketersediaan N, P dan K mengakibatkan produktivitas tanaman menjadi relatif lebih rendah. Produktivitas tanaman dapat diperbaiki dengan memanipulasi mikroba rizosfer seperti mikroba yang mampu menyediakan unsur hara untuk tanaman (Sutarya 2011). Inokulum mikroba bersifat ekonomis, penggunaannya sederhana dan tidak memiliki efek samping. Penggunaan mikroba yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman (termasuk bakteri penjerap N, pelarut posfat dan kalium) dianggap sebagai pupuk hayati, merupakan solusi untuk memperbaiki nutrisi tanaman dan produksi tanaman yang berkelanjutan. Posfat dan kalium merupakan unsur hara makro utama untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk P dan K diaplikasikan untuk menggantikan mineral yang terbuang dan mengoptimalkan hasil.

Salah satu alternatif untuk stimulasi pertumbuhan tanaman dengan menginokulasi mikroba yang mampu memproduksi zat pengatur tumbuh. Terdapat tiga tipe zat pengatur tumbuh yang dapat dihasilkan oleh mikroba yaitu auxins, cytokinins and gibberellines. Zat pengatur tumbuh yang paling penting yang dihasilkan oleh mikroba adalah indole-3-acetic acid (IAA). Bakteri penghasil auxin ini diasumsikan dapat merangsang pertumbuhan akar dan memperbaiki morfologi sistem perakaran setelah mikroba diaplikasikan. Sistem perakaran yang diperbaiki inilah yang akan berpengaruh terhadap pengambilan unsur hara dari dalam tanah. Beberapa rizobakteri yang diisolasi dari perakaran tanaman mampu meningkatkan pertumbuhan dan mengendalikan penyakit tanaman. Kemampuan ini karena rizobakteri tersebut dapat menghasilkan zat pengatur pertumbuhan tanaman dan meningkatkan penyerapan hara fosfat (Agustiansyah et al. 2013)

Sistem budidaya lada yang dilakukan petani di Lampung sering ditumpangsarikan dengan tanaman kopi. Limbah kulit kopi banyak dijumpai di sekitar kebun lada dan keberadaannya belum dimanfaatkan secara baik sebagai bahan kompos untuk memupuk yang akan meningkatkan produksi tanaman lada. Pengamatan di lapangan menunjukan bahwa tanaman lada yang diberi kompos limbah kulit kopi menunjukan pertumbuhan dan produktivitas yang baik dibanding tanaman yang tidak diberi kompos limbah kulit kopi.

Pemanfaatan kompos dalam budidaya tanaman memiliki peranan positif, baik secara fisik, kimia maupun biologi. Penggunaan kompos dapat memperbaiki struktur tanah dan menjadi sumber hara utama dalam budidaya tanaman secara organik. Ketersediaan unsur hara dapat dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan sehingga bisa mengurangi penggunaan pupuk buatan. Pengkayaan kompos menggunakan bakteri bioaktivator diharapkan dapat mensubsitusi hara yang berasal dari penggunaan pupuk kimia. Aplikasi kompos bioaktivator memberi efek ganda seperti menekan mikroba patogen di tanah (soilborne pathogen) dan meningkatkan produksi melalui penyediaan unsur hara yang diperlukan tanaman.

Mikroba tanah menghasilkan metabolit yang mempunyai peran sebagai zat pengatur tumbuh yang dapat menambat nitrogen (Nasahi 2010). Bakteri pelarut posfat telah digunakan untuk memperbaiki nilai batuan posfat karena bakteri tersebut dapat merubah batuan posfat yang tidak larut menjadi bentuk larut yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Bacillus megaterium var. phosphaticum dikenal kemampuannya untuk melarutkan bahan batuan P. Bakteri pelarut K seperti Bacillus mucilaginosus, mampu meningkatkan ketersediaan K di dalam tanah dan meningkatkan kadar mineral di dalam tanaman (Subowo 2002). Aplikasi yang integrasi dari batuan P dan K dengan co-inokulasi dari bakteri yang melarutkan P dan K akan memberikan persediaan unsur hara P dan K yang lebih cepat dan terus menerus untuk membantu pertumbuhan tanaman yang optimal.

Bakteri juga berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman (Plant growth promoting) seperti kelompok Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR) yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman inang terhadap hama dan patogen (Ramamoorthy et al. 2001; Ryan et al. 2008). Keberadaan mikroba di dalam kompos dapat menekan populasi mikroba patogen di tanah (soilborne pathogen). Hendra et al. (2009) mendapatkan bahwa penambahan asam humat, fulvat dan dua bakteri PGPR pada media tumbuh mampu menekan serangan fungi Pythium

spp. penyebab penyakit rebah kecambah (dumping off) pada mentimun antara 80 sampai 100 %. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pemberian kompos dapat menumbuhkan mikroba anatagonis dan menekan penyakit BPB sebesar 3% (Manohara et al. 2005).

Sifat tanaman lada sebagai tanaman tahunan dan adanya variasi virulensi pada populasi P. capsici yang menyerang lada, menyebabkan perakitan varietas lada berproduksi tinggi dan tahan BPB memerlukan waktu yang lama (Wahyuno et al. 2010) sedangkan penggunaan fungisida akan menambah pencemaran lingkungan. Perlu dicari teknik pengendalian penyakit yang efektif, kompatibel dan berkelanjutan. Untuk dapat meningkatkan efektivitas kompos diperlukan pengkayaan kompos baik dengan menggunakan bahan mineral maupun mikroba tanah non-patogenik.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bakteri bermanfaat dalam membantu pertumbuhan dan sebagai antagonis terhadap P. capsici dari jaringan tanaman dan rizosfer lada, menganalisis peranan kombinasi limbah kulit kopi segar dan kompos serta gabungan bakteri-bakteri terpilih dalam menekan penyakit BPB pada tanaman lada.

Metode Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai Mei 2011. Penelitian dilaksanakan di beberapa lokasi seperti Desa Sukamarga Kecamatan Abung Tinggi Kabupaten Lampung Utara, Laboratorium Cendawan IPB, Bogor, Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor.

Isolasi Bakteri

Isolasi bakteri menggunakan metoda pengenceran, baik yang berasal dari rizosfer ataupun jaringan daun dan akar lada. Tanah rizosfer ataupun jaringan tanaman yang dijadikan sebagai sumber bakteri diambil dari kebun lada yang terdapat serangan penyakit BPB. Tanaman yang dipilih adalah tanaman sehat yang berada di antara tanaman yang menunjukkan gejala BPB.

Isolasi bakteri dari rizosfer mengikuti prosedur Dhingra dan Sinclair (1983). Sampel tanah rizosfer yang merupakan sampel komposit dari tiga titik pengambilan seberat 10 g dicampur dengan 90 ml aquades steril dan kemudian diaduk rata. Suspensi ini kemudian diencerkan berseri mulai 10-2 sampai 10-8 dengan cara memindahkan 1 ml suspensi ke dalam tabung reaksi dan kemudian ditambahkan 9 ml aquades steril secara berseri.

Pada pengenceran 10-4 sampai 10-7 masing-masing suspensi ditumbuhkan pada media TSA (tryptic soy agar). Koloni yang muncul pada media TSA dihitung dan dibedakan menjadi isolat-isolat berdasarkan bentuk, ukuran, warna, tepi dari masing-masing koloni. Koloni bakteri ini untuk selanjutnya dilakukan karakterisasi berdasarkan kemampuannya dalam membantu menyediakan hara dan kemampuan antibiosisnya terhadap P. capsici.

Isolasi Bakteri Endofit dari Jaringan Tanaman Lada

Metode isolasi bakteri endofit mengacu pada prosedur metode yang dilakukan oleh Munif (2001). Bakteri endofit diisolasi dari akar dan daun. Masing-masing sampel akar dan daun dicuci dengan air yang mengalir sampai bersih, kemudian dikeringkan dengan menggunakan kertas tissue dan ditimbang sebanyak 4 g. Selanjutnya sampel jaringan tanaman disterilisasi permukaannya dengan menggunakan NaOCl 3% yang telah diberi Tween 20 selama 3 menit kemudian akar dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali. Untuk mengetahui apakah sterilisasi permukaan yang dilakukan berhasil atau tidak, diuji dengan meletakkan jaringan tanaman yang sudah disterilkan kedalam cawan yang telah berisi media Natrium Agar (NA) dan diinkubasi selama 48 jam. Jika media di dalam cawan petri tersebut masih ditumbuhi mikroorganisme, maka proses sterilisasi permukaan diulangi kembali, sebaliknya jika tidak terdapat mikroorganisme maka isolasi dilanjutkan ketahap selanjutnya.

Sampel jaringan tanaman lada yang telah steril dihancurkan dengan menggunakan mortar steril sampai halus kemudian ekstrak dimasukkan kedalam 9 ml air steril dalam tabung reaksi. Suspensi jaringan tanaman tersebut kemudian diencerkan dengan cara: mengambil 1 ml suspensi tersebut dan dimasukkan ke dalam 9 ml air steril yang baru hingga kepekatan mencapai 106 dan ditumbuhkan pada media NA dan PDA di dalam cawanpetri dengan teknik sebar selama 48 jam. Koloni bakteri yang terbentuk dihitung berdasarkan kesamaan morfologi (ukuran, bentuk, warna dan tekstur koloni). Sebagai satu isolat, masing-masing

isolat ditumbuhkan pada media Luria Broth (LB) dan diinkubasi selama 24 jam selanjutnya disimpan pada gliserol 40% dengan perbandingan suspensi: gliserol 40% (1:1 v/v), penyiapan dilakukan pada tabung eppendorf 1,5 ml dan disimpan pada suhu -20oC.

Karakterisasi Bakteri

Karakterisasi bakteri yang berhasil diisolasi baik dari rizosfer ataupun jaringan akar dan daun berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan P dan K, menambat N, mempunyai kemampuan sebagai antagonis terhadap P.capsici, mempunyai reaksi negatif pada uji HR.

Kemampuan Melarutkan P

Isolasi dan seleksi mikroba pelarut fosfat memakai media Pikovskaya menurut Subba-Rao (1982). Langkah pertama dilarutkan 1 g contoh tanah ke dalam 9 ml akuades steril, kemudian dibuat deret pengenceran 10-1, 10-2, 10-3 dan 10-4, biosida ditambahkan pada setiap deret pengenceran tersebut. Larutan dari pengenceran 10-2, 10-3 dan 10-4 dipipet masing-masing 1 ml dan secara aseptik dituang ke dalam cawan petri yang berisi media agar Pikovskaya, selanjutnya diberi label pada setiap cawan petri sesuai pengenceran dan diinkubasi pada suhu kamar selama 3-6 hari. Pertumbuhan koloni MPF diamati setelah 3-6 hari inkubasi. Koloni yang mempunyai zona bening (halozone) paling lebar dan paling jernih dipilih untuk diisolasi. Koloni diambil secara aseptik yang telah dipilih dengan ose steril kemudian goreskan pada media agar dan inkubasi pada suhu kamar selama 3-6 hari. Koloni yang tumbuh terpisah diambil secara aseptik dengan ose dan goreskan ke permukaan media agar miring Pikovskaya, beri kode

isolat pada setiap isolat yang unggul kemudian simpan di dalam alat pendingin pada suhu 5oC yang akan digunakan sebagai sumber inokulan. Aktivitas mikroba pelarut fosfat diindikasikan dengan adanya zona bening pada media disekeliling koloni bakteri.

Kemampuan Melarutkan K

Uji kemampuan bakteri melarutkan K menggunakan media semi selektif menurut Rossa et al. (2006). Langkah pertama dilarutkan 1 g contoh tanah ke dalam 9 ml akuades steril, kemudian dibuat deret pengenceran 10-1, 10-2, 10-3 dan 10-4, biosida ditambahkan pada setiap deret pengenceran tersebut. Larutan dari pengenceran 10-2, 10-3 dan 10-4 dipipet masing-masing 1 ml dan secara aseptik dituang ke dalam cawan petri. Pada cawan petri masing-masing mikroba yang tumbuh dilakukan isolasi. Isolat yang sudah didapat dimasukkan ke dalam media cair dishaker selama tiga hari. Media yang berisi isolat dituangkan ke dalam petridish dan diberi beberapa potongan kecil-kecil kertas saring yang telah disterilisasi dan direndam kurang lebih 10 menit. Kertas saring kemudian ditempelkan pada media selektif (mengandung silikat) dengan menggunakan pinset, selanjutnya inkubasi pada suhu kamar selama 3–6 hari, amati pertumbuhan koloni setelah 3-6 hari inlubasi. Koloni dipilih yang mempunyai zona bening (halozone) paling lebar dan paling jernih untuk diisolasi secara aseptik. Koloni yang telah dipilih diambil dengan ose steril kemudian goreskan pada media agar dan inkubasi pada suhu kamar selama 3 – 6 hari. Koloni yang tumbuh terpisah diambil secara aseptik dengan ose dan goreskan ke permukaan media agar miring media selektif. Beri kode isolat pada setiap isolat yang unggul kemudian simpan di dalam alat pendingin pada suhu 5oC yang akan digunakan sebagai sumber inokulan.

Kemampuan Menambat N Bebas

Isolasi dan seleksi mikroba endofitik diazotrof (Penambat Nitrogen Bebas) memakai media Nfb menurut metode Dobereiner (1992). Contoh tanah 10 g dimasukkan ke dalam 90 ml larutan garam fisiologis steril kemudian dikocok dan dibuat seri pengenceran 10–1 hingga 10–7. Inokulasi serial pengenceran ke dalam medium seleksi Nfb semi-padat (sebanyak lima ulangan per seri pengenceran), kemudian diinkubasi selama 3 sampai 5 hari sehingga terbentuk pelikel cincin berwarna putih (berarti positif) dan yang tidak membentuk pelikel (berarti negatif), selanjutnya amati pertumbuhannya. Isolasi pelikel dan gores pada media agar yang sama tetapi diberi agar 15 g/l dan ditambahkan 0,02 yeast extract, kemudian inkubasi selama 6 sampai 7 hari. Apabila sudah ada koloni tunggal (kecil, putih agak kering dan keriting), satu koloni dipindahkan ke media semi-padat nitrogen bebas yang baru dan dimurnikan dengan menggoreskannya pada medium kentang. Setelah inkubasi koloni kecil putih agak kering dan keriting akan muncul dan berubah agak merah muda setelah 1 minggu, kemudian dipindahkan ke semi- padat Nfb dalam botol kecil untuk identifikasi di bawah mikroskop. Aktivitas bakteri penambat nitrogen bebas diindikasikan dengan adanya pelikel/cincin pada tabung reaksi.

Penyiapan Inokulum P. capsici

Isolat cendawan P. capsici yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari isolasi di lapangan dan koleksi Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan

Aromatik Bogor (Manohara 2005). Isolat cendawan tersebut diperbanyak pada media vegetable 8 (V8) di dalam cawan petri, kultur diinkubasikan pada suhu ruang selama 7 hari sebelum diperlakukan untuk pengujian terhadap bakteri yang telah diseleksi (Manohara 2005). Pembuatan media V8 memerlukan bahan yaitu 200 ml V8, 3 - 3,5 g CaCO3, agar 15 gr yang dilarutkan ke dalam 800 ml aquades.

Media tanpa CaCO3 dipanaskan terlebih dahulu dengan menggunakan api sedang,

kemudian disaring dan direbus kembali sampai mendidih. Api lalu dikecilkan, kemudian CaCO3 dimasukkan saat larutan media hangat. Media tersebut

kemudian disterilisasi menggunakan autoclave dengan tekanan 1 atm pada suhu 121oC selama 15 menit (Shurtleff dan Awerre 1997) di dalam cawan petri, kultur diinkubasikan pada suhu ruang selama 7 hari sebelum diperlakukan untuk pengujian terhadap bakteri yang telah diseleksi (Manohara 2005).

Uji Kemampuan Antibiosis Terhadap P. capsici

Semua isolat yang mempunyai kemampuan melarutkan P dan K, serta menambat N bebas diuji kemampuannya sebagai antagonis terhadap P. capsici. Pengujian kemampuan antibiosis menggunakan metoda dual culture pada media agar kentang (PDA). Pengujian antibiosis dilakukan di Laboratorium Cendawan Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB. Pemilihan isolat yang mempunyai kemampuan antibiosis ditentukan oleh terbentuknya zona bening antara kandidat antagonis dengan koloni patogen. Isolat bakteri yang menunjukkan daya hambat yang tinggi terhadap P.capsici dipilih untuk pengujian lanjutan. Kriteria penilaian zona bening adalah sebagai berikut: 1) + = zona bening < 1 mm; 2) ++ = zona bening 1-2 mm; 3) +++ = zona bening 2-4 mm; 4) ++++ = zona bening > 4 mm; 5) - = tidak ada zona bening. Pada tahap ini isolat bakteri yang terpilih untuk dijadikan formula karena memperlihatkan zona bening 2 mm sampai >4mm.

Penentuan kemampuan sebagai antagonis dilakukan terhadap isolat bakteri terpilih yang akan dijadikan konsorsium. Penentuan kemampuan antagonis

berdasarkan pada antibiosis menggunakan rumus (Baker and Cook 1983): (r2-r1)/r2 x 100%. Penempatan antara antagonis dan patogen sesuai gambar 3.2.

Gambar 3.1. Penempatan patogen (P) dan antagonis (A) pada pengukuran kemampuan antibiosis metode dual culture. (r1) radius koloni patogen yang tumbuhnya ke arah antagonis. (r2) radius koloni patogen yang tumbuhnya menjauh dari patogen.

A

r2

P P

Pengukuran cara di atas juga dilakukan terhadap isolat-isolat bakteri yang sudah digabung dalam bentuk formula dan ini dijadikan sebagai bioaktivator.

Jenis Hubungan Antar Agens Biokontrol (Pengelompokkan Formula Lima Isolat)

Sinergisme antar isolat bakteri yang diuji dihitung, dengan menggunakan rumus Abbott‟s (Guetsky et al. 2002). Berdasarkan rumus tersebut apabila nilai faktor sinergi kurang dari 1, maka jenis hubungan antar isolat bakteri bersifat antagonis.

Untuk mengetahui tingkat sinergisme antara dua agens hayati diprediksi menggunakan rumus Abbott‟s (Guetsky et al. 2002), yaitu:

E(exp) = a + b ̶ a x b/ 100 dan SF (Synergy Factor) = E(obs)/E(exp)

a = Keefektifan pengendalian oleh agens hayati I b = Keefektifan pengendalian oleh agens hayati II E(exp) = Keefektifan pengendalian dugaan oleh campuran agens E(obs) = Keefektifan pengendalian oleh campuran berdasarkan hasil

pengamatan

Nilai SF = 1 ; interaksi antar agens hayati bersifat additif SF < 1 ; interaksi antar agens hayati bersifat antagonis SF > 1 ; interaksi antar agens hayati bersifat sinergis Uji Hipersensitif

Uji hipersensitif (HR) dengan menggunakan tanaman tembakau yang berumur 1 bulan, bakteri yang terpilih diuji patogenisitasnya pada tanaman tembakau dengan menyuntikkan suspensi bakteri yang berpotensi sebagai agen hayati tanaman lada. Setelah dua hari, diamati apakah tanaman tembakau tersebut menunjukkan adanya zona hipersensitif dapat dilihat dengan adanya bercak coklat pada daun yang biasa disebut nekrosis yang merupakan bentuk reaksi ketahanan tanaman terhadap patogen, jika terdapat bercak coklat pada daun berarti bakteri yang diuji merupakan patogen (Schad et al. 2001).

Pengujian Lapangan Pemakaian Kompos Limbah Kulit Kopi yang Diperkaya dengan Bakteri Bioaktivator

Pengujian dilakukan di Lampung Utara pada kebun lada yang tanamannya sudah terserang P. capsici. Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi tahap penyiapan dan pemilihan tanaman, pembuatan kompos limbah kulit kopi sebagai sumber bahan organik, serta pembuatan konsorsium isolat bakteri bioaktivator. Kebun lada yang digunakan milik salah satu petani di Lampung Utara. Tanaman lada yang digunakan varietas Natar 1 bermur 4 tahun. Sebelum dilakukan pemberian bahan organik tanaman yang akan digunakan ditentukan keparahan penyakitnya, sekaligus diberi label sesuai dengan perlakuan yang akan dicobakan.

Pembuatan Kompos Limbah Kulit Kopi

Limbah kulit kopi yang akan dijadikan kompos dimasukan ke dalam lubang 5 m3, kemudian diberi air sampai jenuh. Proses pengomposan menggunakan bakteri penghancur lignin (koleksi pribadi) yang sudah dalam bentuk kemasan dengan bahan pembawanya berupa gambut steril. Jumlah bakteri dalam pengomposan sebanyak 1:100 (w/w) dan dicampur rata dengan limbah kulit kopi. Setelah itu campuran ini diinkubasi selama 32 hari. Agar tidak terkena sinar matahari langsung dan hujan pada lubang diberi atap penutup yang terbuat dari terpal plastik.

Pembuatan Formula Bakteri sebagai Bioaktivator

Isolat-isolat bakteri terpilih yang mewakili kemampuan melarutkan P, K, menambat N dan kemampuan sebagai antagonis dicampurkan jadi satu formula. Untuk keperluan penelitian dibuat 3 formula yang masing-masing terdiri dari 5 isolat. Sebelum dijadikan formula, setiap jenis isolat diperbanyak dalam media cair Tryptic Soy Broth (TSB). Perbanyakan bakteri dalam media cair dilakukan selama 72 jam. Selama masa perbanyakan tersebut biakan bakteri selalu dikocok dengan kecepatan 120 rpm menggunakan alat pengocok.

Masing-masing komposisi isolat bakteri sesuai formula dicampur menjadi satu dan dicampurkan dengan bahan pembawa berupa gambut steril. Setiap 1 kg gambut dicampur dengan 250 ml suspensi campuran biakan bakteri. Formula bioaktivator bakteri yang sudah dicampur dengan gambut siap digunakan sebagai pencampur kompos ataupun limbah kulit kopi.

Pencampuran Kompos Limbah Kulit Kopi dengan Bakteri Bioaktivator Bahan organik yang digunakan sebagai pupuk adalah kompos limbah kulit kopi. Kompos sebelum digunakan sebagai pupuk terlebih dahulu ditambahkan bioaktivator. Setiap 100 kg bahan tanaman dicampur dengan 1 kg bioaktivator dan kemudian diinkubasi selama 7 hari. Kompos limbah kulit kopi yang sudah dicampur dengan formula bioaktivator siap digunakan sebagai pupuk organik. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 tanaman. Perlakuan yang dimaksud adalah dosis pemberian kompos yang terdiri dari 1 kg, 2 kg dan 3 kg per tanaman, jenis formula bakteri sebagai bioaktivator yang terdiri dari formula 1, 2 dan 3.

Pengamatan

Parameter pengamatan meliputi perkembangan penyakit, pertumbuhan tanaman dan ketahanan tanaman. Pengamatan perkembangan penyakit terdiri dari keparahan penyakit dilakukan setiap 1 bulan. Untuk perkembangan penyakit juga ditentukan AUDPC. Pertumbuhan tanaman meliputi variabel pertambahan tinggi tanaman, diameter batang dan diameter kanopi yang pengamatannya dilakukan setiap bulan. Parameter ketahanan tanaman berupa kandungan peroksidase dan dehidrogenase ditentukan pada akhir penelitian.

Selain itu dilakukan analisis lengkap tanah kebun lada yang dijadikan lokasi penelitian. Analisis tanah dilakukan sebelum diberi perlakuan kompos dan setelah diberi kompos pada akhir pengamatan. Analisis dilakukan di Laboratorium

Biologi dan Kesehatan Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor. Sampel tanah yang dianalisis merupakan komposit dari 5 titik pengambilan pada diagonal kebun. Analisis Data

Data yang dimaksud meliputi keparahan AUDPC, pertambahan tinggi, pertambahan diameter batang dan pertambahan diameter kanopi. Analisis data menggunakan analisis varian (ANOVA) pada program SAS 9.1 for Windows. Keparahan penyakit ditentukan menggunakan rumus:

KP = Keparahan penyakit

ni = Jumlah tanaman yang terinfeksi pada setiap kategori vi = Nilai numerik masing-masing kategori serangan Z = Nilai numerik kategori serangan tertinggi N = Jumlah tanaman yang diamati.

Penentuan kategori serangan pada penyakit BPB berdasarkan kriteria Holliday dan Mowat (1963) yang dimodifikasi. Nilai skor tertera pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Nilai skoring gejala BPB P. capsici pada tanaman lada. Skala Skoring gejala

0 0 tanaman sehat

1 1 % - 25% gejala daun menguning 2 26 % - 50% gejala layu

3 51 % - 75% gejala layu daun hitam 4 > 76 % daun mulai rontok

Selain nilai keparahan penyakit, dihitung nilai AUDPC (Area Under Disease Progress Curve) untuk melihat perkembangan penyakit. Rumus AUDPC dihitung berdasarkan rumus Van der Plank (1963) dalam Cooke et al. (2006).

Dengan yi+1 = Data pengamatan ke-i +1

yi = Data pengamatan ke-i

ti +1 = Waktu pengamatan ke-i +1

ti = Waktu pengamatan ke-i

Dilakukan pula perhitungan terhadap index penekanan penyakit (keefektifan pengendalian) dengan rumus:

DIc = AUDPC pada perlakuan kontrol

DIb = AUDPC pada perlakuan kombinasi kompos dan agens hayati Pengukuran pertambahan tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur tinggi mulai dari permukaan tanah sampai pucuk. Nilai pertambahan tinggi merupakan selisih antara nilai pengukuran pada bulan tertentu dikurangi dengan tinggi tanaman sebelum diberi perlakuan pupuk kompos. Hal yang sama juga pengukuran diameter batang dan diameter kanopi. Diameter batang setinggi dada

orang dewasa diukur menggunakan jangka sorong. Diameter kanopi diukur

Dokumen terkait