• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Sifat Dasar untuk Menentukan Karakteristik Kayu Mangium Pengujian kekuatan elemen bahan struktur untuk komponen rumah prefabrikasi Pengujian kekuatan elemen bahan struktur untuk komponen rumah prefabrikasi

(21) dengan rumus sebagai berikut :

D. Hasil dan Pembahasan

1. Pengujian Sifat Dasar untuk Menentukan Karakteristik Kayu Mangium Pengujian kekuatan elemen bahan struktur untuk komponen rumah prefabrikasi Pengujian kekuatan elemen bahan struktur untuk komponen rumah prefabrikasi

ini berupa pengujian sifat fisis dan sifat mekanis untuk menentukan karakteristik kayu Mangium. Sifat fisis kayu yang diukur meliput i kadar air (KA) dan berat jenis (BJ). Data nilai rata-rata sifat fisis tersaji pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Perbandingan Nilai Rata-Rata Sifat Fisis Kayu Mangium dari Data Primer dan Sekunder

Sifat fisis Data Primer 1) 2) 3)

KA (%) BJ KA (%) BJ KA (%) BJ KA (%) BJ

Rata-rata 13,01 0,58 16,5 0,47 14,48 0,57 15,00 0,53

Maksimum 14,38 0,67 19,5 0,60 18,00 0.61 16,00 0,60

Minimum 11,82 0,49 14,9 0,41 14,00 0,53 14,00 0,42

a. Sifat Fisis

1) Kadar Air (KA)

Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis artinya kayu mampu

menyerap air dari lingkungan sekitarnya (dan menahannya dalam bentuk uap atau cairan) atau melepaskan air sehingga kayu dalam keadaan setimbang dengan kandungan air di sekitarnya. Kadar air dipengaruhi oleh jenis kayu, suhu, sirkulasi udara dan kelembaban udara sekitarnya. Kandungan KA di dalam satu batang kayu dipengaruhi oleh variasi secara vertikal pada batang kayu serta pergerakan air dalam kayu (Tsoumis, 1991).

Berdasarkan Tabel 3 di atas, nilai KA berkisar antara 11,82 % sampai 14,38 % dengan nilai rata-rata 13,01 %. Nilai ini merupakan KA keseimbangan karena telah dilakukan pengeringan kayu sebelumnya yang mencapai KA ± 10 %.

2) Berat Jenis (BJ)

Berat kayu tergantung dari jumlah zat kayu, kadar air dan zat ekstraktif didalamnya. Jumlah zat kayu dan zat ekstraktif biasanya konstan, sedangkan jumlah kandungan air berubah-ubah. Untuk mendapat keseragaman, maka dalam penentuan berat jenis kayu, berat ditentukan dalam keadaan kering tanur. Pada umumnya kayu-kayu yang berat juga kuat, dan bahwa kekuatan, kekerasan dan sifat teknis lainnya berbanding lurus dengan berat jenisnya. Makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat dan semakin kuat. Tentu perbandingan ini tidak selalu benar, sebab susunan dari kayu ukuran pemakaian dengan adanya cacat tidak selalu sama.

Kebanyakan sifat mekanis kayu sangat berhubungan dengan kerapatan dan BJ. Kekuatan dan kekakuan kayu meningkat dengan meningkatnya BJ. Berat jenis kayu merupakan sifat fisis kayu yang banyak digunakan untuk menduga sifat-sifat kayu lainnya. Berat jenis kayu ditentukan oleh tebal dinding sel dan ukuran rongga sel. Bahan kimia berupa zat ekstratif yang terdapat pada dinding sel juga akan mempengaruhi nilai BJ kayu (Haygreen dan Bowyer, 1982). Berdasarkan Tabel 3 di atas, nilai BJ berkisar antara 0,49 sampai 0,67 dengan nilai rata-rata 0,58.

Hasil pengujian KA dan BJ pada kayu Mangium pada umur 8 tahun ini secara deskriptif tidak berbeda nyata dengan hasil pengujian BJ dan KA pada kayu Mangium umur yang sama dengan BJ 0,53 pada KA 15,0 % (Sulistyawati, 2009) dan umur 10 tahun dengan BJ 0,57 pada KA 14,48 % (Ginoga, 1997). Namun berbeda dengan

kayu Mangium dari Indramayu pada umur yang sama yaitu BJ 0,47 pada KA 16,5 % (Firmanti et al. 2003).

Perbedaan nilai BJ di atas disebabkan 2 kemungkinan, yaitu perbedaan KA dan tempat tumbuh asal kayu Mangium tersebut. Pada kayu Mangium umur 8 tahun, BJ diukur pada KA yang relatif rendah yaitu sekitar 13,01 %, sedangkan pada kayu umur yang sama dari Indramayu dan Bogor pada KA yang lebih tinggi yaitu 16,5 % dan 15,0 % dan pada umur 10 tahun diukur pada KA 14,48 %. Perbedaan KA kayu Mangium ini kemungkinan mempengaruhi kekuatan kayu sehingga berpengaruh terhadap nilai berat jenisnya, dimana kekuatan umumnya meningkat seiring berkurangnya KA di bawah titik jenuh serat (Haygreen dan Bowyer, 1982).

Pada umur pohon yang lebih tua akan dibentuk kayu yang lebih berat daripada umur yang lebih muda. Jika dilihat hasil perbandingan nilai BJ di atas, BJ pada kayu Mangium 8 tahun lebih tinggi dibanding umur 10 tahun. Hal ini karena adanya variasi antar pohon dalam spesies yang sama akibat perbedaan kondisi dan lingkungan tempat tumbuh serta faktor keturunan (genetik). Kayu Mangium ini berasal dari Pulau

Laut, Kalimantan Selatan sedangkan kayu Mangium umur 8 tahun (Firmanti et al.

2003), (Sulistyawati, 2009) dan umur 10 tahun (Ginoga, 1997) berasal dari Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten.

Variasi nilai BJ kayu dapat terjadi dalam satu pohon maupun antar pohon pada spesies yang sama (Tsoumis, 1991). Variasi dalam satu pohon dapat terjadi pada arah vertikal (pangkal, tengah, ujung) maupun horizontal (dekat empulur, teras dan gubal); sedangkan variasi antar pohon dalam spesies yang sama disebabkan oleh perbedaan kondisi dan lingkungan tempat tumbuh serta faktor keturunan (genetik).

b. Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu diukur dari pengujian statis dengan UTM Instron dan MPK

Panter. Kayu memiliki variabilitas sangat tinggi akibat pengaruh sifat-sifat genetik dan faktor-faktor lingkungan selama pertumbuhannya. Sifat mekanis kayu dapat menduga kekuatan kayu, khususnya lentur statis yang dicirikan dua sifat penting yaitu nilai MOE (modulus of elasticity) atau kekakuan lentur dan nilai MOR (modulus of rupture) atau keteguhan lentur patah.

1) Kekakuan Lentur berupa Nilai MOE

benda yang mampu kembali ke kondisi semula (bentuk dan ukuran) ketika beban yang mengenainya dihilangkan. Hal tersebut terjadi di bawah batas proporsi. Di atas proporsi, peningkatan tegangan akan menyebabkan deformasi yang lebih besar dari proporsi sampai tegangan yang menyebabkan benda rusak. Modulus elastisitas yang tinggi menunjukkan bahwa bahan kayu tersebut kaku (Tsoumis, 1991). Data nilai rata-rata sifat mekanis kayu Mangium tersaji pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4. Nilai rata-rata sifat mekanis kayu Mangium

Nilai Data primer MOE (kg/cm

2 ) CKBC DT FS NDT Rata-rata 126.960 117.298 Minimal 72.026 79.003 Maksimal 168.340 163.645

Nilai MOE ini menyatakan kekakuan kayu, keadaan bentuk dan posisi penampang bahan serta posisi pembebanan pada kayu tersebut. Kekakuan lentur kayu Mangium berdasarkan data CKBC-DT pada umur 8 tahun rata-rata 126.960 kg/cm2. Nilai kekakuan lentur (MOE) kayu Mangium berdasarkan data FS-NDT hasil pengujian statis pada umur 8 tahun rata-rata 117.298 kg/cm2

2) Keteguhan Lentur Patah berupa Nilai MOR

.

Keteguhan kayu ialah kemampuan kayu dalam menahan beban atau gaya yang

diberikan padanya. Tegangan patah pada beban maksimum (fiber stress at maximum

load) adalah tegangan yang terjadi pada saat benda tersebut patah. Nilai ini

merupakan sifat kritis kayu yang disebut Modulus of Rupture (MOR) atau Modulus Patah. Keteguhan lentur patah (MOR) menunjukkan kemampuan yang dimiliki kayu untuk menerima beban maksimum. Keteguhan lentur patah berupa kekuatan kayu Mangium umur 8 tahun ini berkisar antara 385 kg/cm2 sampai 1.402 kg/cm2 dengan rata-rata 1.000 kg/cm2. Sehingga kekuatannya bisa mencapai 3 sampai 4 kali lebih kuat dari kayu terlemah. Nilai ini lebih tinggi dibanding hasil pengujian kayu Mangium pada umur yang sama dari Indramayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dengan nilai MOR berkisar antara 153 kg/cm2 sampai 920 kg/cm2 dengan rata-rata 436 kg/cm2

Hasil pengujian terhadap sifat mekanis menyatakan bahwa kayu Mangium pada umur 8 tahun mempunyai nilai rata-rata MOR dan MOE berturut-turut adalah 1.000 kg/cm

(Firmanti et al., 2003).

2

dan 126.960 kg/cm2 pada data primer CKBC-DT dan nilai rata-rata MOE

penentuan kekuatan dari BJ dan keteguhan lentur statis, kayu Mangium pada umur 8 tahun termasuk kelas kuat II – III (Sulistyawati, 2009) dan umur 10 tahun (Ginoga, 1997). Kayu kelas kuat II – III di dalam aplikasinya dapat digunakan sebagai komponen kayu yang bersifat struktural (Sulistyawati, 2009).

Modulus elastisitas merupakan sifat mekanis yang peka terhadap cacat (Surjokusumo, 1982). Faktor yang mempengaruhi sifat kekuatan kayu diantaranya adalah cacat kayu dan faktor lain selain cacat yaitu BJ, KA, jangka waktu

pembebanan, jangka waktu pemakaian dan pengawetan kayu (Green et. al. 1999).

Faktor yang diduga sangat berpengaruh terhadap penentuan sifat kekuatan kayu dalam penelitian ini yaitu cacat kayu dan BJ. Dari hasil risalah cacat terhadap contoh uji berupa balok kaso ukuran (5 x 7 x 400) cm sebanyak 27 batang yang akan digunakan

sebagai rangka shearwall, ditemukan banyak cacat yang mempengaruhi kekuatan

kayu.

Jenis cacat yang ditemukan antara lain cacat mata kayu, pecah, retak, miring serat, lubang gerek dan pingul. Cacat yang mendominasi adalah cacat pecah dan mata kayu seperti terlihat pada Gambar 4 dan Lampiran 4. Dominasi cacat serat terpisah berupa cacat pecah akibat adanya internal stress pada kayu Mangium berupa stress growth yang sering terjadi pada tanaman jenis cepat tumbuh. Kayu Mangium memiliki tegangan pertumbuhan yang tinggi. Tegangan-tegangan yang dibebaskan pada kayu Mangium lebih besar dibandingkan beberapa jenis kayu daun lebar lainnya (Wahyudi et al. 1998). Ini mengindikasikan bahwa tegangan-tegangan pertumbuhan juga tinggi, oleh karenanya resiko terjadinya cacat pada kayu Mangium juga tinggi.

Tegangan tumbuh (internal stress, reaction wood dan spring) adalah aksi dari dolog yang ingin kembali ke bentuk asalnya karena dalam masa pertumbuhan, pohon mengalami tegangan karena miring, bengkok menyusup mencari sinar matahari, tiupan angin dan lain-lain. Tegangan tumbuh mudah terbentuk pada kayu-kayu cepat tumbuh pada hutan tanaman walaupun batangnya tidak miring selama pertumbuhan (Haygreen dan Bowyer, 1982). Tegangan tumbuh terjadi karena adanya gaya-gaya longitudinal, yaitu tension yang berkembang mulai dari empulur ke arah tepi dolog dan compression yang berkembang mulai dari tepi dolog ke arah empulur.

Reaksi tegangan tumbuh ini dapat dilihat pada saat dolog pertama kali atau beberapa kali digergaji, tegangan tumbuh menyebabkan pecahnya kayu gergajian dan bengkoknya sisa dolog. Keadaan ini tampak jelas pada jenis kayu Mangium. Kerugian

kayu terutama sewaktu pengeringan. Tegangan tumbuh dapat menimbulkan serat berbulu pada permukaan kayu gergajian yang menimbulkan panas pada bilah gergaji sehingga bilah tersebut tidak dapat menggergaji lurus karena menurunnya tegangan (tension) bilah.

Tegangan-tegangan pertumbuhan adalah penyebab utama timbulnya pecah pada pohon yang masih berdiri maupun pada log-log hasil penebangan, perubahan bentuk pada kayu gergajian seperti membusur dan memangkok/mencawan setelah digergaji dari log serta brittle heart dan compression failures pada pohon berdiri (Panshin dan de Zeeuw, 1980). Retak dan pecah disebabkan adanya penurunan KA pada permukaan kayu sampai pada titik rendah tertentu dan mengakibatkan timbulnya tegangan tarik maksimum tegak lurus serat yang cenderung menyebabkan terpisahnya serat-serat kayu dan menyebabkan cacat. Hal ini yang menyebabkan kayu Mangium mempunyai cacat pecah dan retak yang cukup banyak. Retak dan pecah berpengaruh terhadap kekuatan tarik, kekuatan tekan dan kekuatan geser.

Cacat alami berupa mata kayu hampir terdapat pada setiap papan akibat tumbuhnya cabang pada batang. Serat di sekitar mata kayu tumbuh melingkar mengelilingi mata kayu. Orientasi serat yang mengalami penyimpangan di sekitar mata kayu ini disamping daya kohesi antara mata kayu dengan kayu sekitarnya yang lebih lemah (dibandingkan antar serat kayu) yang menyebabkan reduksi kekuatan kayu pada umumnya. Pengaruh mata kayu terhadap kekuatan lentur dan kekakuan kayu adalah akibat penyimpangan orientasi serat. Lokasi mata kayu pada daerah tegangan tarik akan mengurangi kekuatan lentur.

Gambar 4. Histogram hasil analisis cacat 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Mata kayu sehat Mata kayu lepas

Pecah Retak Lubang

gerek

Miring serat Pingul

Pengaruh cacat terhadap kekuatan kayu berupa pemilahan pada contoh uji Full Scale dilakukan secara sensus dinyatakan dengan nilai strength ratio (SR). Nilai SR ini ditentukan dengan menggunakan standar ASTM D 245-05 dimana cacat yang kritis atau memiliki nilaiSR yang paling rendah yang dipakai dan terutama dari mata kayu. Cacat pecah tidak digunakan untuk mencari nilai SR karena sudah dihilangkan pada saat papan diolah menjadi papan-papan bentuk bilah. Data hasil pengukuran nilai SR berupa cacat mata kayu pada balok sebagai rangka shearwall ini adalah rata-rata 82,11 % dan minimum 62,00 % sebagaimana pada Lampiran 5, yang akan digunakan

dalam konversi tegangan ijin dari data CKBC (ASD) menjadi FS(ASD). Nilai SR ini

lebih rendah dibanding hasil pengukuran kayu Mangium pada umur yang sama dari Indramayu yang mencapai 86,70 % (Firmanti et al., 2003).

c. Nilai Karakteristik dan Tegangan Ijin Kayu Mangium

Tegangan patah material yang diperoleh melalui penelitian menunjukkan tegangan maksimum yang bisa diterima material, namun perencana akan mempertimbangkan keamanan struktur selama penggunaan dan hal lain yang mungkin menyebabkan kegagalan struktur yang dibangunannya. Perencana yang baik selalu memberikan tambahan ukuran material secara rasional untuk meningkatkan kapasitasnya. Tambahan ukuran material dalam perencanaan struktur dilakukan

dengan memberikan faktor penyesuaian (Adjustment Factor, AF) yang terdiri atas

faktor keamanan dan faktor lama pembebanan normal. Tegangan patah yang telah direduksi dengan faktor penyesuaian disebut dengan tegangan ijin (Fx = Fpatah

Pada material yang relatif seragam, persamaan tegangan ijin (F

*AF). Faktor lama pembebanan perlu dimasukkan untuk mereduksi tegangan patah karena sifat khas dari material kayu, yaitu kayu dapat menahan beban tiba-tiba jauh lebih baik daripada menahan beban berjangka waktu lama. Struktur kayu umumnya dirancang untuk penggunaan selama ± 10 tahun, padahal pengujian untuk mengukur tegangan patah dilakukan hanya dalam waktu singkat sekitar 5-10 menit (FPL, 1999).

x = Fpatah *AF) cukup memadai. Tetapi sebagai produk alam yang dipengaruhi oleh genetik dan faktor-faktor lingkungan selama pertumbuhannya, kayu memiliki sifat dengan variasi sangat tinggi. Oleh karena itu sangat riskan untuk menetapkan tegangan patah sebatang kayu sebagai tegangan patah bagi seluruh kayu dalam populasi. Pada kayu yang berasal dari satu batang pohon dapat diperoleh tegangan patah terkecil sebesar

umur 8 tahun ini, kekuatannya mencapai 3 sampai 4 kali lebih kuat dari kayu terlemah. Selang ini semakin besar kalau kayu berasal dari individu pohon, tempat tumbuh dan jenis yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan pendekatan statistik untuk memilih tegangan patah yang dapat mewakili seluruh populasi. Pada umumnya dipilih tegangan patah 5 % terlemah sebagai nilai bagi tegangan patah seluruh batang kayu

dalam populasi, yang disebut dengan 5 % Exclusion Limit (5 % EL). Pada ASTM D

245-05 untuk CKBC dan D 2915-03 ukuran Full Scale (FS), 5% EL disebut dengan

kekuatan karakteristik (R0,05

Tabel 5. Perbandingan nilai karakteristik, tegangan ijin dan reference resistance

kayu dari data primer dan sekunder dalam bentuk CKBC/FS pada format ASD dan LRFD

) yang bisa dihitung secara parametrik dan non parametrik.

Allowable Stress

MOR (kg/cm2)

CKBC DT P CKBC DT S FS DT S

ASD LRFD ASD LRFD ASD LRFD

R 0,05 691 655 584 572 133 230 Fx 300 254 σ lt 186 156 58 Rn 473 503 400 459 147 208 Keterangan : R 0,05

Fx = Nilai tegangan ijin bentuk CKBC pada format ASD = Nilai karakteristik kayu

σ lt = Nilai tegangan ijin bentuk FS hasil konversi pada format ASD Rn = Nilai reference resistance

Tata cara menghitung kekuatan karakteristik secara rinci diatur dalam ASTM D 2915-03. Garis regresi hubungan antara modulus patah (MOR) dengan modulus elastisitas (MOE) dipakai sebagai dasar pembentukan mutu kekuatan. Kemudian terhadap garis regresi ini dibuat garis 5 % Exclusion Limit bawah, yang artinya garis batas dimana 5 % dari batang yang diregresi berada di sebelah bawah dan 95 % berada pada dan di atas garis tersebut. Garis batas ini dibuat sejajar garis regresi (Surjokusumo, 1993). Nilai kekuatan karakteristik kayu Mangium hasil pengujian

statis pada umur 8 tahun dari HTI PT INHUTANI II adalah 691 kg/cm2 pada format

ASD dan 655 kg/cm2 pada format LRFD sebagaimana tercantum pada Tabel 5, yang

merupakan nilai 5 % Exclusion Limit. Nilai kekuatan karakteristik tersebut

merupakan penentuan nilai tegangan lentur hasil pengujian guna memperoleh nilai

tegangan yang diijinkan (allowable stress) dengan menggunakan faktor pengganda

Desain nilai tegangan ijin menurut SKI yang merupakan Standar Spesifikasi

Kayu Bangunan untuk Perumahan, menggunakan format ASD (Allowable Stress

Design). Dengan demikian tegangan ijin pada kayu dinyatakan (Fx = 5% EL.AF). Nilai Tegangan ijin bentuk CKBC pada format ASD (Fx) hasil pengujian statis pada umur 8 tahun ini adalah 300 kg/cm2

Pengkelasan mutu kayu dilakukan sesuai dengan SKI C-bo-010:1987 berdasarkan standar ASTM D 198-05 dan menghasilkan kelas mutu kayu berdasarkan tegangan lenturnya. Nilai tegangan ijin bagi tiap kelas mutu disebut Tegangan Serat (TS) seperti Tabel 1. Nilai tegangan ijin bentuk FS hasil konversi pada format

ASD hasil pengujian (CKBC primer) adalah 186 kg/cm

. Nilai tegangan ijin bentuk CKBC pada format ASD (Fx) tersebut kemudian dikonversi menjadi nilai tegangan ijin bentuk FS pada

format ASD ( ), guna pengkelasan mutu kayu berdasarkan SKI C-bo-010:1987.

Tegangan ijin setelah direduksi dengan faktor-faktor penyesuaian lain termasuk nilai

strength rationya merupakan sisi kapasitas dalam perencanaan struktur menggunakan format ASD (Bahtiar, 2008).

2

Berdasarkan pengkelasan mutu dengan SKI C-bo-010:1987, nilai MOE kayu Mangium dari data CKBC-DT data primer masuk kelas TS 7 sampai TS 22 dan rata-rata di TS 15, berdasarkan nilai MOR sebesar 186 kg/cm

(TS 18).

2

d. Nilai Reference Resistance dengan Format ASD dan LRFD

masuk kelas kuat TS 18 dan berdasarkan nilai MOE kayu Mangium dari data FS-NDT data primer masuk kelas TS 7 sampai TS 22 dan rata-rata di TS 12. Kayu Mangium umur 8 tahun dari HTI PT INHUTANI II ini cukup kaku dan kuat. Nilai ini lebih rendah dibandingkan hasil pengujian kayu Mangium sebelumnya dengan nilai TS 12 sampai TS 27 (Surjokusumo, 2006).

Load and Resistance Factor Design (LRFD) adalah metode desain struktural yang menggunakan konsep teori keterandalan dan memasukkannya ke dalam prosedur yang dapat dipakai oleh masyarakat desain. Format LRFD merupakan format praktis, sederhana dan siap pakai. Dasar penggunaan analisis keterandalan dalam menentukan faktor beban (load) dan ketahanan (resistance) untuk desain struktural mengacu kepada suatu diagram keamanan struktur.

Standar ASTM D 5457-04 mengijinkan dua cara perhitungan ketahanan referensi (reference resistance) yaitu prosedur reliability normalization dan format conversion. Reliability normalization merupakan prosedur LRFD yang dapat

mengalikan tegangan ijin (allowable stress) dalam format ASD dengan faktor konversi sebesar 2,16/ɸ. Karena itu format conversion tidak dapat menghitung keterandalan struktural dengan tepat.

SNI menganut format LRFD sehingga nilai desain bagi sifat kekuatan kayu harus ditetapkan dalam format baru. Depkimpraswil (2002) dalam Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (RSNI) mencantumkan nilai desain yang disebut Kuat Acuan Lentur yang dihitung melalui pengujian menggunakan beban tunggal di tengah bentang pada posisi flatwise, seperti tercantum pada Tabel 2. Nilai ketahanan referensi (reference resistance) data primer dalam bentuk FS pada format LRFD (Rn) hasil pengujian pada umur 8 tahun dari HTI PT INHUTANI II adalah 503 kg/cm2 sebagaimana pada Tabel 5. Hasil perhitungan reference resistance pada data

primer hasil penelitian dengan menggunakan prosedur format conversion dalam

format ASD adalah 473 kg/cm2

e. Kelas Kuat Kayu Mangium .

Berdasarkan pengkelasan mutu dengan standar RSNI 2002, nilai MOE kayu Mangium dari data CKBC primer sebagaimana tercantum pada Tabel 4 masuk kelas E7 sampai E17 dan rata-rata di E13, berdasarkan nilai MOR sebagaimana tercantum pada Tabel 5 sebesar 503 kg/cm2 (nilai reference resistance dalam bentuk FS pada

format LRFD) dan sebesar 473 kg/cm2

Kayu Mangium umur 8 tahun ini berdiameter antara 22 – 42 cm. Karena papan kayu Mangium umumnya berukuran sempit serta ukuran yang relatif pendek, maka teknologi papan sambung dan balok lamina menjadi solusi untuk mengatasi masalah tersebut (Rachman dan Balfas, 1993).

(nilai reference resistance dengan

menggunakan prosedur format conversion dalam format ASD) masuk kelas kuat E20

dan berdasarkan nilai MOE kayu Mangium dari data FS primer (Tabel 4) masuk kelas E8 sampai E17 dan rata-rata di E12. Kayu Mangium umur 8 tahun dari HTI PT INHUTANI II ini cukup kaku dan kuat. Nilai ini sama dengan hasil pengujian kayu Mangium pada umur yang sama dari Indramayu dengan nilai kuat acuan E12 (Firmanti et al., 2003) dan lebih tinggi dibanding hasil pengujian dari Bogor dengan nilai kuat acuan E10 – E12 (Sulistyawati, 2009).

2. Penelitian Tegangan Ijin dan Pengkelasan Mutu Kayu Mangium sebagai