• Tidak ada hasil yang ditemukan

(21) dengan rumus sebagai berikut :

C. Analisis Data

3. Proses Pengeringan

Proses selanjutnya adalah pengeringan bahan baku berupa papan-papan kayu pacakan dari hasil penggergajian. Tujuan pengeringan kayu ini untuk peningkatan kekuatan dan keawetan kayu, stabilisasi dimensi dan peningkatan kualitas kayu baik dalam proses pengolahan maupun pada saat penggunaan dan mendapatkan standar pengeringan bagi papan-papan dari kayu Mangium. Masalah serius yang dikeluhkan dalam pengolahan kayu adalah proses pengeringan karena berlangsung lama dengan kecenderungan cacat bentuk dan pecah dalam (honeycomb defect).

a. Modifikasi Metode Konvensional (air and kiln drying)

Proses pengeringan kayu ini menggunakan metode konvensional yang dimodifikasi dengan menggunakan standar Instruksi Pengeringan Kayu Papan Mangium ketebalan 25 mm s/d 35 mm dari IFC (2008). Penggunaan standar ini karena skedul pengeringannya menggunakan tipe skedul berdasarkan kadar air (KA). Perubahan tahapan skedul didasarkan atas KA rata-rata dari kayu yang dapat diduga/diukur dengan papan contoh atau memakai load cell ataupun in kiln moisture meter. Skedul tipe ini biasa digunakan

pada kayu daun lebar seperti kayu Mangium karena proses pengeringannya lebih sulit dan sebaran kadar airnya besar.

Modifikasi metode konvensional (air and kiln drying) pada proses pengeringan kayu Mangium ini berupa penurunan suhu awal pada skedul pengeringan IFC (2008), penggunaan kilang pengering konvensional bertipe kompartemen/tunggal dan tambahan perlakuan pada proses pengeringannya. Pemakaian suhu awal diturunkan dari 45 °C pada skedul pengeringan IFC (2008) menjadi hanya 40 °C. Hal ini untuk mengurangi cacat-cacat yang terjadi selama proses pengeringan dan sebagai pengganti metode shed drying (pre-drying treatment). Penambahan suhu dilakukan secara bertahap sebesar 5 °C setiap 3 hari sampai suhu 65 °C guna mendapatkan papan dengan KA 10 %.

Menurut Basri et al., (2001), pemakaian suhu 60 °C di awal pengeringan sudah menampakkan perubahan bentuk, pecah dalam dan degradasi warna pada kayu. Hal ini menunjukkan adanya kepekaan kayu Mangium tehadap panas, terutama pada kandungan air di atas titik jenuh serat. Oleh karena itu diperlukan metode pengeringan yang sesuai sehingga dapat meningkatkan sifat pengeringan (mempercepat waktu pengeringan/laju pengeringan dan mengurangi cacat kayu/tidak menurunkan mutu kayu).

Penggunaan kilang pengering konvensional bertipe kompartemen/tunggal ini sesuai dengan karakter kayu Mangium yang sukar dikeringkan dan perlu pengeringan yang baik. Ciri tipe kilang pengering kompartemen adalah papan kayu dimasukkan dan dikeluarkan dalam satu waktu; keseluruhan skedul dilakukan di dalam satu kilang; suhu dan kelembaban sama pada semua bagian kilang dan baik digunakan untuk kayu yang sukar dikeringkan.

Beberapa tambahan perlakuan modifikasi dalam pengeringan kayu Mangium adalah

pemasangan stik setiap jarak 30 cm pada proses stacking, pemasangan klem pada

stacking untuk mengurangi cacat akibat pengeringan, penyemprotan dengan uap dingin selama 15 menit sebelum proses pengeringan untuk mendapatkan kesamaan KA dan

Damper dijalankan setiap 6 menit sekali terbuka selama 1 menit selama proses pengeringan. Cooling down dengan cara mengeluarkan kayu dari kiln dry untuk air drying minimal 24 jam tidak dilakukan karena tidak terjadi stagnasi penurunan KA pada saat KA TJS (25 – 30 %).

Setelah mencapai KA 10 %, suhu diturunkan perlahan-lahan sampai 0 °C. Kemudian Fan dan Damper tetap dihidupkan selama 24 jam, kayu masih di dalam kiln dry, pintu kecil terbuka, pintu besar tertutup dan dilanjutkan proses Seasoning dengan air drying di luar kiln dry selama 1 minggu untuk menghindari cacat pengerjaan.

b. Skedul dan Hasil Pengeringan

Hasil kegiatan pengeringan kayu ini berupa skedul penambahan suhu secara bertahap dan jumlah hari pada setiap kenaikan suhu tersebut. Waktu pengeringan kayu Mangium dengan metode konvensional (air and kiln drying) yang dimodifikasi dapat dilihat pada Tabel 17 dan diharapkan bisa menjadi standar pengeringan untuk kayu Mangium.

Tabel 17. Waktu pengeringan (drying time) metode konvensional (air and kiln drying) yang dimodifikasi pada Proses Pengeringan Kayu Mangium

No MC (%) Suhu (°C ) Jumlah hari

Laju pengeringan (drying rate),

%/hari

Keterangan

1 114-126 menjadi 65 28-32 12 hari 4,6 Air drying

2 65 menjadi 56 40 3 hari 3,0 Kiln drying

3 56 manjadi 35 45 3 hari 7,0 Kiln drying

4 35 manjadi 31 50 3 hari 1,3 Kiln drying

5 31 menjadi 26 55 3 hari 1,7 Kiln drying

6 26 menjadi 19 55 3 hari 2,3 Kiln drying

7 19 menjadi 11 60 3 hari 2,7 Kiln drying

8 11 menjadi 9 65 3 hari 0,7 Kiln drying

Total hari 33 hari

Waktu pengeringan alami (air drying) papan kayu Mangium dengan tebal 25 mm kondisi basah dari Pulau Laut memerlukan waktu sekitar 12 hari untuk menurunkan KA dari kondisi segar 114 – 126 % ke rata-rata KA 65 %. Sebagai perbandingan hasil pengujian pengeringan kayu Mangium di PT INHUTANI II menggunakan metode pengeringan alami pada kayu berupa papan dengan tebal 25 mm memerlukan waktu sekitar 1 bulan untuk menurunkan KA dari kondisi segar 70 – 80 % ke KA 40 % (Trihastoyo, 2001).

Setelah pengeringan alami (air drying) sebagai pre-drying treatment maka

dilanjutkan pengeringan dengan kiln drying sampai KA ± 10 %. Dari Tabel 17 di atas,

metode konvensional (air and kiln drying) yang dimodifikasi membutuhkan waktu 30

hari (12 hari pengeringan alami dan 18 hari pengeringan dengan kilang pengering) sampai KA 11 % dan membutuhkan waktu 33 hari (12 hari pengeringan alami dan 21 hari pengeringan dengan kilang pengering) sampai KA 9 %. Metode konvensional yang dimodifikasi ini efektif untuk mengurangi waktu pengeringan tanpa menurunkan kualitas dan tidak merubah warna papan kayu Mangium.

Bila dilihat laju pengeringan (drying rate) yang merupakan % penurunan KA per hari (% decrease in moisture content per day) terlihat bahwa di bawah KA titik jenuh serat (TJS) proses pengeringannya berjalan lambat. TJS adalah suatu keadaan dimana air dalam kayu hanya terdapat pada dinding sel sedangkan dalam rongga sel sudah kosong. Pada kondisi demikian pergerakan air ke permukaan kayu sangat sulit karena permeabilitasnya sudah berkurang, bahkan zat ekstratif dalam kayu menutup jalan bagi aliran air di dalam kayu. Oleh karena itu untuk mempercepat waktu pengeringan,

penggunaan metode kiln drying perlu ditingkatkan suhunya agar menghasilkan panas

yang lebih tinggi.

Tabel 18 berikut merupakan hasil penelitian mengenai waktu pengeringan berupa jumlah hari yang diperlukan pada papan kayu Mangium dengan 5 metode pengeringan yang pernah dilakukan di PT INHUTANI II.

Tabel 18. Waktu pengeringan pada papan kayu Mangium dengan 5 metode pengeringan di PT INHUTANI II

No Metode Pengeringan Waktu pengeringan dari kondisi

basah sampai KA 15 % (hari)

1 Metode konvensional (air + kiln drying) 40

2 Metode kiln drying 14

3 Metode shed drying 28

4 Metode shed + kiln drying 19

5 Metode konvensional (air + kiln drying)

yang dimodifikasi 30

Sumber : Basri et al. 2002

Jika dibandingkan dengan metode konvensional (air + kiln drying) yang

membutuhkan waktu selama 40 hari untuk mencapai KA 15 %, maka metode konvensional yang dimodifikasi ini relatif cepat yaitu hanya membutuhkan waktu selama 30 hari. Namun jika dibandingkan dengan metode kiln drying selama 14 hari, metode

shed + kiln drying selama 19 hari dan metode shed drying selama 28 hari untuk mencapai

KA 15 %, maka metode konvensional (air and kiln drying) yang dimodifikasi ini

membutuhkan waktu yang lebih lama namun menghasilkan kualitas kayu yang lebih baik (tidak terjadi perubahan warna dan cacat bentuk minimal akibat proses pengeringan).

Kombinasi air drying dan kiln drying yang dimodifikasi tampaknya lebih efektif untuk mengeringkan papan kayu Mangium daripada menggunakan metode konvensional (air + kiln drying), metode shed + kiln drying dan shed drying. Papan kayu Mangium

sebagai pre-drying treatment dan dilanjutkan pengeringan dengan kiln drying sampai KA yang diinginkan sebesar 10 – 15 %. Rata-rata waktu pengeringan yang dibutuhkan pada kombinasi pengeringan yang dimodifikasi ini adalah 30 hari untuk sampai KA 11 % dan 33 hari untuk sampai KA 9 %. Pengeringan sampai KA 10 % dilakukan untuk tujuan ekspor.

Kombinasi air drying dan kiln drying yang dimodifikasi ini menjadikan papan kayu Mangium akan mudah dan cepat dikeringkan dengan mutu kayu yang baik. Hasil yang baik dapat diperoleh karena titik kritis pengeringan kayu Mangium ini masih di atas TJS baik pada saat pengeringan alami yaitu KA sebesar 65 %, maupun pada saat pengeringan di dalam kilang pengering yaitu KA sebesar 56 % pada saat suhu 40°C, KA sebesar 35 % pada saat suhu 45 °C dan KA sebesar 31 % pada saat suhu mencapai 50°C .

Pre-drying treatment berupa pengeringan alami (air drying) dan penurunan suhu awal dari 45 °C pada skedul pengeringan IFC (2008) menjadi hanya 40 °C sebagai

pengganti metode shed drying, bertujuan untuk akselerasi proses pengeringan dan

mengurangi cacat kolaps dan pecah selama proses pengeringan. Namun metode ini masih lebih lambat dibandingkan dengan metode shed + kiln drying yang juga lebih baik pada perbaikan sifat pengeringannya.

Industri pengolahan kayu mempunyai masalah dalam pengeringan kayu Mangium kondisi segar. Untuk menyelesaikan masalah ini, industri telah menggunakan metode pengeringan alami sekitar 30 – 45 hari untuk menurunkan KA dari kondisi segar sampai

KA 40 %. Dibandingkan dengan metode pengeringan alami, metode konvensional (air

and kiln drying) yang dimodifikasi lebih sesuai dan efisien karena waktu pengeringannya dapat dikurangi sekitar 10 hari (40 hari pada metode konvensional dan hanya 30 hari dengan metode konvensional yang dimodifikasi pada KA akhir 15 %), walaupun masih lebih baik dengan metode shed + kiln drying yang bisa mengurangi waktu pengeringan sampai 3 minggu (Basri, et al. 2002).

Kayu Mangium termasuk jenis kayu yang sulit dikeringkan (berlangsung lama dengan kecenderungan cacat bentuk dan pecah dalam), karena :

1) Kayu Mangium termasuk jenis kayu daun lebar yang struktur selnya lebih heterogen

(persentase jari-jari kayu besar dan ukuran vessel bervariasi).

2) Proporsi kayu teras pada kayu Mangium lebih besar dibandingkan kayu gubalnya,

sehingga menghambat proses pengeringan akibat permeabilitasnya berbeda. Pada kayu teras terbentuk zat ekstratif dan tylosis yang menutup lumen-lumen sel dan

3) Kayu Mangium peka tehadap panas, terutama pada kandungan air di atas titik jenuh serat, sehingga perlu dilakukan metode baru dalam proses pengeringan berupa modifikasi metode konvensional, seperti pre-drying treatment pada shed drying method.

Dibandingkan dengan kayu lain yang berat jenisnya sama, kayu Mangium termasuk lambat mengering dengan tingkat kepekaan yang tinggi terhadap panas. Jika pengeringan dipercepat resikonya adalah pecah, berubah bentuk dan degradasi warna pada kayu. Faktor yang mempengaruhi sifat pengeringan kayu Mangium adalah struktur anatomi dan kandungan kimia kayunya. Hal ini dinyatakan dari hasil penelitian Waluyo (2003) yang memperoleh data ukuran noktah kayu Mangium sangat kecil, sedangkan frekwensi jari-jarinya sangat tinggi, serta terdapat endapan berwarna hitam dalam pembuluh kayu. Noktah antar pembuluh yang kecil serta adanya penyumbatan dalam pembuluh kayu akan menghambat proses pengeluaran air dalam kayu. Selain itu frekwensi jari-jari kayu yang tinggi menjadi titik lemah dalam pengeringan karena retak dan pecah pada kayu biasanya terjadi lewat jari-jari.

Disarankan penanganan log setelah ditebang dibiarkan dahulu 1 sampai 6 bulan untuk diperam guna menurunkan kandungan minyak atau dilakukan peneresan seperti di hutan jati. Jika kondisi segar (fresh cut) langsung diolah terjadi kesulitan pada saat pengeringan yang butuh waktu lebih lama.

Dari uraian di atas, industri harus mempertimbangkan dalam menentukan metode pengeringan kayu Mangium. Jika ingin mendapatkan produk kayu Mangium dengan mutu dan nilai jual tinggi, maka disarankan memilih metode konvensional yang dimodifikasi ini dan metode shed + kiln drying. Metode ini memerlukan waktu agak lama yaitu 30 hari untuk target KA 15 % dan tambahan biaya, namun hasilnya lebih baik. Akan tetapi jika pertimbanganya pada kuantitas produk, maka metode pengeringan yang bisa

digunakan adalah kiln drying yang hanya memerlukan waktu 14 hari, namun terdapat

kendala berupa cacat-cacat akibat proses pengeringan.

Metode konvensional (air and kiln drying) yang dimodifikasi ini efektif untuk mengurangi waktu pengeringan tanpa menurunkan kualitas dan tidak merubah warna papan kayu Mangium. Papan kayu Mangium kondisi basah dikeringkan sampai KA 65 % dengan pengeringan alami (air drying) sebagai pre-drying treatment dan dilanjutkan pengeringan dengan kiln drying sampai KA sebesar 10 %.

c. Macam-macam Cacat Teknis akibat Proses Pengeringan

Penggunaan kayu kekuatan rendah sampai menengah semakin banyak digunakan untuk bahan konstruksi kayu, karena keberadaan kayu yang kuat semakin langka. Jenis kayu yang dipakai untuk konstruksi bangunan sebagai kayu pertukangan didominasi oleh jenis-jenis kayu yang berasal dari HTI yang memiliki kekuatan rendah sampai menengah tetapi banyak terdapat cacat-cacat akibat pertumbuhan maupun saat pengerjaan kayu.

Selama proses pengolahan kayu, ditemukan cacat-cacat serat terpisah dan cacat bentuk akibat pengerjaan/pengolahan kayu tersebut (Rachman dan Malik, 2008). Ada 4 macam cacat pada 2 kategori cacat tersebut yang ditemukan pada proses pengolahan kayu Mangium ini, yaitu : cacat bentuk (warping) berupa memangkuk/mencawan (cupping) dan cacat serat terpisah berupa retak (checks), pecah tertutup (splits, honeycomb defect) dan pecah terbuka (open split, shake) sebagaimana tercantum pada Tabel 19. Sementara cacat yang lain seperti mata kayu, miring serat dan pingul tidak dihitung sebagai cacat karena produk ini untuk kebutuhan dalam negeri.

Tabel 19. Kategori dan Persentase Cacat pada Metode Penggergajian Saw Dry Rip (SDR) pada Masing-masing Pola Penggergajian

No. Metode penggergajian Kategori Cacat papan cacat ∑ total papan Persen cacat (%) cacat bentuk cacat serat terpisah

mencawan Retak pecah tertutup

pecah terbuka

1 Pola konvensional 7 8 5 9 29 192 15,10

2 Pola satu sisi 11 9 8 10 38 192 19,79

3 Pola satu sisi

dengan MOP 16 13 9 14 52 209 24,88

Jumlah total 34 30 22 33 119 593 20,07

Beberapa cacat tersebut dapat dijumpai secara bersamaan pada sebatang kayu gergajian, tetapi pada umumnya ditonjolkan cacat yang spesifik dan intensitasnya tinggi. Hal ini sangat tergantung pada persyaratan kualita yang ditetapkan dalam penggunaan kayu tersebut. Untuk menjamin keseragaman pada kekuatan kayu dalam menentukan

allowable stress untuk perencanaan bangunan, dilakukan stress grading atau pemberian mutu pada kayu bangunan. Stress grading didasarkan pada karakteristik yang ada pada kayu (adanya cacat) serta pengaruhnya terhadap kekuatan kayu. Cacat-cacat yang harus dibatasi dalam stress grading adalah mata kayu, miring serat, pingul (wane), pecah dan retak.

Dari 593 contoh uji papan yang diamati, ada 119 (20,07 %) contoh uji yang mengalami cacat pada semua pola penggergajian. Jumlah cacat tertinggi berdasarkan pola

penggergajian terjadi pada pola satu sisi dengan MOP sebanyak 52 buah (24,88 %) berupa cacat mencawan (16 buah), retak (13 buah), pecah tertutup (9 buah) dan pecah terbuka (14 buah). Diikuti oleh pola satu sisi sebanyak 38 buah (19,79 %) berupa cacat mencawan (11 buah), retak (9 buah), pecah tertutup (8 buah) dan pecah terbuka (10 buah). Cacat terendah terjadi pada pola penggergajian konvensional sebanyak 29 buah (15,10 %) berupa cacat mencawan (7 buah), retak (8 buah), pecah tertutup (5 buah) dan pecah terbuka (9 buah).

Dolog yang digergaji dengan pola satu sisi dan pola satu sisi dengan MOP menghasilkan kayu gergajian datar (flat sawn lumber). Kelemahan kayu gergajian datar adalah stabilitas dimensi dan keausan permukaan yang relatif rendah. Bentuk kayu gergajian datar menyebabkan presentase cacat pada pola satu sisi dengan MOP dan pola satu sisi lebih tinggi dibanding pola konvensional yang menghasilkan kayu gergajian relatif bervariasi. Cacat-cacat yang terjadi akibat penerapan pola penggergajian satu sisi dan proses pengeringan kayu ini yang menurunkan rendemen dan kualitas kayu Mangium.

Cacat kayu adalah kelainan atau penyimpangan pada kayu yang dapat menurunkan kekuatan atau pengaruhnya kurang baik dalam penggunaan, penampilan, atau pengerjaan lebih lanjut (Sofyan dan Surjokusumo, 1980).

Menurut berat-ringannya, cacat dikelompokkan menjadi 2 (Mardikanto, et al. 2011), yaitu :

1) Cacat berat yaitu cacat yang tidak diperkenankan (Non Permissible Defects/NPD). Yang termasuk kedalam kelompok cacat berat adalah lubang gerek besar (large borer holes), pecah, lapuk (decay), busuk (rot), serat tertekuk (compression failure) dan hati rapuh (brittle heart).

Berdasarkan kriteria tersebut, maka cacat berat yang terdapat pada kayu gergajian Mangium adalah cacat serat terpisah berupa pecah, sedangkan cacat lainnya tidak ditemukan. Cacat pecah yang terdapat pada hasil pengeringan papan kayu Mangium, terdiri dari :

a) Retak (checks), terutama disebabkan oleh tegangan yang terjadi dalam pengeringan, biasanya lebar pecah sebesar rambut (hair line) dan terputus-putus.

Gambar 19. Retak (checks) pada papan kayu gergajian Mangium b) Pecah tertutup (splits), dengan lebar tidak lebih dari 2 mm dan tidak tembus.

Gambar 20. Pecah tertutup (splits) pada papan kayu gergajian Mangium

c) Pecah dalam (honeycomb defect).

d) Pecah terbuka (open split) lebar 2 mm sampai 6 mm dan atau sudah tembus kemuka sebaliknya.

Gambar 22. Pecah terbuka (open split) pada papan kayu gergajian Mangium e) Belah (shake) yaitu pecah yang lebarnya lebih dari 6 mm.

Gambar 23. Belah (shake) pada papan kayu gergajian Mangium

Pecah tertutup (splits) dan pecah dalam (honeycomb defect) dalam rekapitulasi risalah cacat disatukan dengan istilah pecah tertutup (splits, honeycomb defect). Sedangkan pecah terbuka (open split) dan belah (shake) dalam rekapitulasi risalah cacat disatukan dengan istilah pecah terbuka (open split, shake). Bentuk pecah yang terdapat pada kayu gergajian Mangium berupa pecah ujung (end splits) yaitu pecah tertutup atau pecah terbuka/belah yang terdapat pada ujung papan.

2) Cacat Ringan ialah cacat yang diperkenankan sesuai dengan persyaratan mutu, yang meliputi mata kayu (knot), lubang jarum dan lubang gerek (pinhole), retak permukaan (surface cheks), perubahan warna (discoloration), kantong damar atau kantong getah, kayu gubal (sapwood), cacat teknis dan cacat bentuk.

Cacat ringan yang terdapat pada kayu gergajian Mangium adalah mata kayu (knots), kayu gubal (sapwood) dan cacat bentuk sedangkan cacat lainnya tidak ditemukan.

a) Mata kayu (knots)

Mata kayu adalah potongan melintang bebas cabang atau ranting yang dikelilingi oleh pertumbuhan kayu atau bagian lain dari pohon. Ada 2 jenis mata kayu, yaitu :

• Mata kayu sehat (intergrown knots) adalah apabila bebas dari pembusukan atau gejala-gejalanya, keadaannya lebih keras atau sama dengan kayu sekitarnya dengan warna biasanya lebih gelap dari warna kayu sekitarnya.

Gambar 24. Mata kayu sehat (intergrown knots) pada papan kayu Mangium

• Mata kayu busuk/lepas (encased knots) yaitu mata kayu yang telah

mengalami pembusukan, sehingga kayunya lebih lunak dari kayu di sekitarnya, biasanya dihasilkan oleh cabang atau ranting yang mati. Di dalam pengujian yang mempengaruhi mutu adalah diameter, jumlah dan jarak antara mata kayu yang satu dengan yang lainnya.

Gambar 25. Mata kayu busuk/lepas (encased knots) pada papan kayu Mangium Cacat alami berupa mata kayu hampir terdapat pada setiap papan akibat tumbuhnya cabang pada batang. Serat di sekitar mata kayu tumbuh melingkar mengelilingi mata kayu. Orientasi serat yang mengalami penyimpangan di sekitar mata kayu ini disamping daya kohesi antara mata kayu dengan kayu sekitarnya

yang lebih lemah (dibandingkan antar serat kayu) yang menyebabkan reduksi kekuatan kayu pada umumnya.

Ada dua macam mata kayu yaitu mata kayu sehat (intergrown knot) dan mata

kayu lepas (encased knot). Mata kayu sehat adalah mata kayu yang masih sehat, terikat erat pada kayu yang dihasilkan dari cabang yang masih hidup. Sedangkan mata kayu lepas yaitu mata kayu yang tidak terikat erat ke kayu hingga mudah terlepas dan dapat menjadi berlubang, dihasilkan dari cabang yang sudah mati. Pengaruh mata kayu terhadap kekuatan lentur dan kekakuan kayu adalah akibat penyimpangan orientasi serat. Lokasi mata kayu pada daerah tegangan tarik akan mengurangi kekuatan lentur.

Dalam penelitian ini tidak dilakukan penghitungan jumlah mata kayu tersebut, baik mata kayu sehat maupun mata kayu lepas/busuk, karena untuk mata kayu lepas yang besar langsung dibuang, yang kecil dilakukan pendempulan. Mata kayu sehat tidak dihitung sebagai cacat, karena produk lumber shearing ini untuk kebutuhan lokal yang tetap mengikutsertakan mata kayu sehat yang dianggap

bukan sebagai cacat karena hanya berfungsi sebagai sheathing pada rangka

dinding kayu shearwall.

b) Kayu gubal (sapwood) adalah bagian terluar dari kayu yang berbatasan dengan kulit dan merupakan bagian batang yang masih hidup (berwarna lebih terang) dan berisi zat makanan cadangan. Penilaian kayu gubal dalam penentuan mutu molding hanya pada ada tidaknya noda. Noda ini termasuk dianggap perubahan warna (discoloration).

Gambar 26. Kayu gubal (sapwood) pada papan kayu gergajian Mangium

Tebal kayu teras pada kayu Mangium lebih besar dibanding kayu gubalnya. Diameter kayu Mangium di HTI yang berumur 8 tahun ini berkisar antara 22 – 42 cm dengan tebal kayu terasnya mencapai 14 – 18 cm. Tebal kayu gubal dan kayu

teras berpengaruh terhadap kekuatan kayu. Oleh karena kayu gubal lebih bersifat inferior maka keadaannya akan menurunkan mutu dolog. Dalam rangka menurunkan daur teknis agar kayu teras lebih tebal dibanding pada pertumbuhan normalnya, dapat dipacu dengan prunning dan mempersempit jarak tanam (Pandit, 1995).

Cacat alami berupa kayu gubal hampir terdapat pada setiap papan. Dalam penelitian ini tidak dilakukan penghitungan jumlah kayu gubal, karena produk

lumber shearing ini untuk kebutuhan lokal yang menganggap kayu gubal bukan merupakan cacat.

c) Cacat bentuk umumnya terjadi akibat sistem pengeringan bahan baku (kayu

gergajian) yang tidak baik, sehingga KA kayu pada waktu pembentukan tidak merata dan dapat mengakibatkan terjadinya lengkungan (croocking), membusur (bowing), mencawan (cupping) atau memuntir (twisting).

Gambar 27. Cacat bentuk mencawan (cupping) pada papan kayu gergajian Mangium Dalam penelitian ini jenis cacat bentuk yang ditemukan adalah mencawan (cupping), sedangkan cacat bentuk yang lain tidak diketemukan. Cacat bentuk (mencawan) akibat pengeringan ini dapat dibuat efektif dengan membuat laminasi, karena kalau dipaksakan solid papan tidak akan terpakai. Rendemen dari proses pengolahan kayu Mangium adalah rendemen untuk pasar lokal yang mengikutsertakan mata kayu sehat, retak, pinhole dan kayu gubal.

Kayu Mangium memiliki tegangan pertumbuhan yang tinggi. Tegangan-tegangan yang dibebaskan pada kayu Mangium lebih besar dibandingkan

beberapa jenis kayu daun lebar lainnya (Wahyudi et al. 1998). Ini

mengindikasikan bahwa tegangan-tegangan pertumbuhan juga tinggi, oleh karenanya resiko terjadinya cacat pada kayu Mangium juga tinggi.

Tegangan tumbuh (internal stress, reaction wood dan spring) adalah aksi dari dolog yang ingin kembali ke bentuk asalnya karena dalam masa pertumbuhan, pohon mengalami tegangan karena miring, bengkok menyusup mencari sinar matahari, tiupan angin dan lain-lain. Tegangan tumbuh mudah terbentuk pada kayu-kayu cepat tumbuh pada hutan tanaman walaupun batangnya tidak miring selama pertumbuhan (Haygreen dan Bowyer, 1982). Tegangan

tumbuh terjadi karena adanya gaya-gaya longitudinal, yaitu tension yang

berkembang mulai dari empulur ke arah tepi dolog dan compression yang

berkembang mulai dari tepi dolog ke arah empulur.

Reaksi tegangan tumbuh ini dapat dilihat pada saat dolog pertama kali atau beberapa kali digergaji, tegangan tumbuh menyebabkan pecahnya kayu gergajian dan bengkoknya sisa dolog. Keadaan ini tampak jelas pada jenis kayu Mangium.