• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Performa Inhibitor Korosi pada Material Baja Karbon Rendah (ASTM A-36) (ASTM A-36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.6 Pengujian Performa Inhibitor Korosi pada Material Baja Karbon Rendah (ASTM A-36) (ASTM A-36)

Pengujian performa inhibitor korosi ini bertujuan untuk mengetahui performa inhibitor korosi dalam menghambat peristiwa korosi pada baja karbon rendah ASTM A-36. Pengujian dilakukan dengan metode polarisasi potensiodinamik. Alat yang akan digunakan dirangkai seperti yang terlihat pada Gambar 4.7 dan menggunakan 3 elektroda yaitu Ag/AgCl sebagai reference electrode, Pt wire sebagai counter electrode, dan material baja karbon rendah (ASTM-A36) sebagai working electrode. Counter electrode pada polarisasi potensiodinamik berfungsi untuk mengukur arus, reference electrode berfungsi untuk mengukur atau mengontrol potensial pada sistem potensial, dan working electrode adalah tempat di mana proses korosi terjadi, dan fenomena korosinya akan diamati pada pengujian ini.

Gambar 4.7. Rangkaian alat untuk uji performa inhibitor korosi

Tahap awal yang dilakukan sebelum pengujian adalah menghaluskan permukaan ASTM A36 dengan kertas amplas hingga mencapai grid 1000, untuk membersihkan permukaan baja. Setelah itu, tahap awal saat pengujian korosi adalah menentukan potensial sirkuit terbuka (Eocp) yang merupakan potensi kesetimbangan logam. Ketika reaksi elektrokimia terjadi, Eocp akan berubah hingga akhirnya mencapai kestabilan. Pada penelitian ini, baja ASTM A-36 direndam dalam larutan uji dengan variasi 5 konsentrasi (0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 500 ppm, 1000 ppm) selama 10 menit untuk mendapatkan nilai Eocp yang stabil. Nilai Eocp yang didapatkan pada pengujian telah ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Universitas Pertamina - 36 Tabel 4.6. Data nilai Eocp

Larutan Uji Nilai Eocp awal Nilai Eocp akhir Nilai Eocp rata-rata NaCl 3.5% -513 mV -604,4 mV -604,4 mV NaCl 3.5% + CI 1:6 (50 ppm) -431,6 mV -570 mV -570 mV NaCl 3.5%+ CI 1:6 (100 ppm) -410 mV -529,7 mV -529,7 mV NaCl 3.5% + CI 1:6 (500 ppm) -423,5 mV -521,8 mV -521,8 mV NaCl 3.5%+ CI 1:6 (1000 ppm) -477,9 mV -529,4 mV -529,4 mV NaCl 3.5% + CI 1:20 (50 ppm) -392,9 mV -501 mV -501 mV NaCl 3.5%+ CI 1:20 (100 ppm) -374,7 mV -584,1 mV -584,1 mV NaCl 3.5% + CI 1:20 (500 ppm) -405,9 mV -571,3 mV -571,3 mV NaCl 3.5%+ CI 1:20 (1000 ppm) -386,2 mV -538,9 mV -538,9 mV

Data Eocp merupakan data potensial dari working electrode, yang dalam penelitian ini menggunakan baja ASTM A36, di mana laju reaksi anodik dengan katodiknya berada dalam keadaan kesetimbangan tanpa diberi arus maupun potensial tambahan di dalam elektrolit uji korosif. Apabila nilai Eocp nya lebih negatif, maka kecenderungan baja untuk terkorosi cukup besar, berbeda halnya apabila Eocp nya lebih mengarah ke nilai positif, maka kecenderungan baja untuk terkorosi lebih rendah. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada saat baja didalam elektrolit uji korosif dengan adanya penambahan inhibitor korosi FAD 1:6 dan 1:20 pada konsentrasi 50 hingga 1000 ppm, nilai potensialnya lebih positif jika dibandingkan dengan hasil pengujian baja saat berada di dalam larutan uji korosif tanpa adanya inhibitor korosi, yang memiliki nilai potensial lebih negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan baja untuk terkorosi menjadi lebih rendah, apabila di dalam elektrolit atau larutan uji ditambahkan inhibitor.

Setelah itu, pengujian korosi dilakukan pada range potensial dari -1 Vocp hingga 1 Vocp dengan scan rate 0.01 V/s. Kemudian, hasil pengukuran dari uji performa inhibitor korosi menggunakan metode polarisasi potensiodinamik di dalam larutan uji korosif berupa NaCl 3,5% ditunjukkan pada Gambar 4.8 dan 4.9.

Universitas Pertamina - 37 Gambar 4.8. Tafel Hasil Uji Performa Inhibitor Korosi

(Fatty Acid Diethanolamide 1:6)

Gambar 4.9. Tafel Hasil Uji Performa Inhibitor Korosi (Fatty Acid Diethanolamide 1:20)

Universitas Pertamina - 38 Berdasarkan data Tafel pada Gambar 4.8 dan 4.9, akan didapatkan informasi mengenai seberapa efisien inhibitor korosi dalam menghambat proses korosi pada material baja. Sumbu x pada data tafel mewakili nilai potensial korosi, yang apabila pergeserannya semakin ke kanan atau semakin positif, maka material baja yang diuji akan sulit mengalami korosi. Sedangkan sumbu y pada tafel mewakili nilai densitas arus, yang apabila nilainya semakin tinggi, maka laju korosi dari proses korosi yang terjadi pada material baja akan semakin cepat. Oleh karena itu, pergeseran yang diinginkan pada pengujian kali ini adalah pergeseran ke arah kanan bawah.

Lalu, dari kedua tafel tersebut, dapat terlihat perbedaannya, yaitu pada inhibitor korosi 1:6 mengalami pergeseran yang signifikan ketika adanya penambahan inhibitor korosi pada elektrolit NaCl 3,5%. Sehingga, berdasarkan pergeseran yang terjadi, dapat diketahui bahwa konsentrasi optimum pada rasio mol 1:6 berada pada konsentrasi 100 ppm. Sedangkan pada inhibitor korosi 1:20, tidak terlihat pergeseran yang signifikan, meskipun telah adanya penambahan inhibitor korosi pada elektrolit NaCl 3,5%. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan penambahan inhibitor korosi rasio 1:20 dengan beberapa variasi konsentrasi masih belum efektif dalam melindungi permukaan baja.

Data tafel yang telah diperoleh, kemudian difitting dan didapatkan beberapa parameter elektrokimia meliputi, potensial korosi (Ecorr), densitas arus korosi (jcorr), konstanta tafel katodik (Ξ²c) dan konstanta tafel anodik (Ξ²a). Kemudian, merujuk pada ASTM – G102 [51], nilai Jcorr yang menjadi parameter elektrokimia, digunakan untuk menentukan nilai laju korosi dan persentase efisiensi penghambatan, yang dapat dihitung dengan persamaan 4.4 dan 4.5 :

Laju Korosi = πΎπ‘–π‘—π‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ

𝜌 πΈπ‘Š [4.4]

%Efisiensi penghambatan = π‘—Β°π‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿβˆ’π‘—π‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ

π‘—Β°π‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ x 100% [4.5]

Setelah dilakukan perhitungan, maka dapat diketahui nilai laju korosi dan efisiensi penghambatannya, yang tertera pada Gambar 4.10, Gambar 4.11 dan Tabel 4.7.

Universitas Pertamina - 39 Gambar 4.10. Grafik hubungan konsentrasi dengan laju korosi pada inhibitor FAD 1:6

dan 1:20

Gambar 4.11. Grafik hubungan konsentrasi dengan %efisiensi penghambatan pada inhibitor FAD 1:6 dan 1:20

Universitas Pertamina - 40 Tabel 4.7. Nilai Ecorr, jcorr, Ξ²a, Ξ²c, laju korosi, dan %efisensi penghambatan (%IE)

Larutan Sampel Ecorr (mV) jcorr (πœ‡π΄/π‘π‘š2) π›½π‘Ž (mV/dec) 𝛽𝑐 (mV/dec) Laju Korosi (mm/year) %IE NaCl 3,5 % -927,66 21,81 809,7 199,2 0,25 - NaCl 3,5 % + PKO 1:6 (50 ppm) -1020,39 16,91 93,0 46,1 0,20 22,47 NaCl 3,5 % + PKO 1:6 (100 ppm) -692,09 1,48 89,8 96,9 0,01 93,18 NaCl 3,5 % + PKO 1:6 (500 ppm) -800,90 4,39 77,5 73,6 0,05 79,87 NaCl 3,5 % + PKO 1:6 (1000 ppm) -997,91 14,85 102,1 60,5 0,17 31,91 NaCl 3,5 % + PKO 1:20 (50 ppm) -939,11 5,71 137,1 49,0 0,06 73,79 NaCl 3,5 % + PKO 1:20 (100 ppm) -962,51 10,11 180,6 43,6 0,120 53,61 NaCl 3,5 % + PKO 1:20 (500 ppm) -987,75 16,27 49,6 42,1 0,193 25,40 NaCl 3,5 % + PKO 1:20 (1000 ppm) -974,94 13,90 90,1 51,8 0,165 36,23

Merujuk pada data Tabel 4.7, nilai slope anodik dan katodik pada tafel memiliki perbedaan antara dengan dan tanpa penambahan inhibitor. Ini menunjukkan bahwa mekanisme reaksi penghambatan korosi pada baja ASTM A36 dalam 3,5% NaCl dipengaruhi oleh keberadaan inhibitor. Lalu, perubahan slope anodik diamati saat inhibitor ditambahkan, karena saat itu, inhibitor akan teradsorpsi ke permukaan logam dan menghalangi situs reaksi permukaan logam untuk menghambat jalannya reaksi oksidasi logam, sehingga hal ini mempengaruhi mekanisme reaksi anodik. Selanjutnya,

Universitas Pertamina - 41 perubahan slope katodik juga diamati pada variasi konsentrasi inhibitor. Hal ini menunjukkan bahwa inhibitor mempengaruhi dan menekan mekanisme reaksi katodik (evolusi hidrogen dan reaksi reduksi oksigen) [52]. Reaksi yang dihambat dapat dilihat pada persamaan 4.6 – 4.8 :

Fe(s) Fe2+(aq) + 2e- (reaksi pada anodik) [4.6] 2H2O(l) + O2(g) + 4e- 4OH-(aq) (reaksi pada katodik) [4.7] 2Fe(s) + 2H2O(l) + O2(g) 2Fe2+(aq) + 4OH-(aq) Fe(OH)2 [4.8]

Berdasarkan data densitas arus (πœ‡π΄/π‘π‘š2) pada pengujian inhibitor korosi FAD 1:6, didapatkan bahwa nilai densitas arusnya semakin menurun jika ada penambahan inhibitor. Penurunan nilai densitas arus tentunya berhubungan dengan penurunan laju korosi dan juga kenaikan persentase efisiensi penghambatan, sesuai dengan persamaan [4.4] dan [4.5] yang merujuk pada ASTM G-102 [50]. Nilai densitas arus (jcorr) paling rendah pada pengujian korosi dengan penambahan inhibitor berupa FAD 1:6 adalah 1,48 πœ‡π΄/π‘π‘š2 untuk konsentrasi 100 ppm, yang menghasilkan penurunan laju korosi dari 0,25 mm/year (tanpa inhibitor) menjadi 0,01 mm/year (100 ppm), dengan efisiensi penghambatan maksimum mencapai 93,18%. Sedangkan, pada pengujian terhadap inhibitor korosi FAD 1:20 konsentrasi 50 ppm, densitas arus (jcorr) paling rendah didapatkan sebesar 5,71 πœ‡π΄/π‘π‘š2, dengan penurunan laju korosi dari 0,25 mm/year (tanpa inhibitor) menjadi 0,06 mm/year dan menghasilkan efisiensi penghambatan maksimum sebesar 73,79%.

Hasil dari uji performa inhibitor korosi yang telah dilakukan, kondisi permukaan baja akan dikonfirmasi dan diobservasi menggunakan foto makro, yang tertera pada Tabel 4.8. berdasarkan data yang didapat dari perhitungan, laju korosi dan %IE, pada konsentrasi 100 ppm (1:6) dan 50 ppm (1:20) merupakan kondisi di mana laju korosi memiliki nilai terendah dan %IE tertinggi. Kemudian dikonfirmasi menggunakan foto makro, terlihat bahwa kondisi permukaan baja setelah pengujian, pada konsentrasi 100 ppm (inhibitor korosi 1:6) tidak mengalami korosi. Hal ini terjadi karena lapisan inibisi yang terbentuk, cukup efektif dalam melindungi permukaan baja dari serangan elektrolit. Sedangkan, pada konsentrasi 50 ppm (inhibitor korosi 1:20), permukaan material bajanya tertutupi oleh lapisan hitam yang dimungkinkan sebagai lapisan inhibisi dari produk inhibitor korosi ataupun produk korosi dari material baja itu sendiri. Lalu, dilihat dari foto makro pada inhibitor korosi 1:20, tidak ada perubahan yang signifikan ketika ditambahkan inhibitor korosi. Hal ini dapat berkaitan dengan adanya pengaruh penambahan dietanolamina terlalu banyak, karena berdasarkan literatur yang ada [54], dijelaskan bahwa penambahan dietanolamina terlalu banyak akan meningkatkan laju korosi pada material baja. Selain itu, perubahan laju korosi dan %IE juga dapat disebabkan oleh pengaruh dari sifat inhibitor korosi, di mana apabila konsentrasi yang ditambahkan berada dibawah atau diatas konsentrasi kritisnya, maka laju korosi pada material baja akan mengalami peningkatan. Oleh karena itu, berdasarkan foto makro, dapat diketahui bahwa pada konsentrasi 100 ppm untuk inhibitor korosi 1:6 adalah konsentrasi optimum, di mana kondisi permukaan baja tidak mengalami korosi [54].

Universitas Pertamina - 42 Tabel 4.8. Kondisi Permukaan Baja

Uji Performa Inibitor Korosi terhadap Fatty Acid Diethanolamide 1:6 Kondisi Permukaan Baja ASTM A-36 (2x2 cm)

Sebelum Pengujian Setelah pengujian dalam larutan NaCl 3,5 %

Setelah pengujian dalam larutan NaCl 3,5

% + CI 1:6 (50 ppm) Setelah pengujian dalam larutan NaCl 3,5 % + CI 1:6 (100 ppm)

Setelah pengujian dalam larutan NaCl 3,5 % + CI 1:6 (500 ppm)

Setelah pengujian dalam larutan NaCl 3,5 % + CI 1:6 (1000 ppm) Uji Performa Inhibitor Korosi terhadap Fatty Acid Diethanolamide 1:20

Kondisi Permukaan Baja

Sebelum pengujian

Setelah pengujian dalam larutan NaCl 3,5 %

Setelah pengujian dalam larutan NaCl 3,5

% + CI 1:6 (50 ppm) Setelah pengujian dalam larutan NaCl 3,5 % + CI 1:6 (100 ppm)

Setelah pengujian dalam larutan NaCl 3,5 % + CI 1:6 (500 ppm)

Setelah pengujian dalam larutan NaCl 3,5 % + CI 1:6 (1000 ppm) 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm 2 cm

Universitas Pertamina - 43

4.7 Mekanisme Penghambatan Korosi pada Permukaan Baja ASTM-A36

Gambar 4.12. Mekanisme inhibisi dengan cara adsorpsi

Berdasarkan literatur, dapat diketahui bahwa hasil penelitian menunjukkan mode penghambatan yang dilakukan oleh inhibitor korosi dalam penelitian ini, yaitu dengan menghalangi atau menyumbat permukaan melalui mekanisme adsorpsi, dengan peningkatan jumlah molekul organik yang teradsorpsi, dan menghambat difusi ion ke atau dari permukaan baja [52]. Inhibitor korosi memiliki heteroatom N dan O yang dapat teradsorpsi secara kimiawi ke dalam permukaan baja. Adsorpsi kimia yang terjadi, disebabkan karena adanya interaksi antara elektron p milik heteroatom (N dan O) dengan orbital d pada atom yang berada di permukaan baja. Kemudian, interaksi ini akan menghasilkan ikatan koordinasi antara heteroatom (N dan O) dengan permukaan baja, dan akan membentuk lapisan inhibisi yang akan menutupi permukaan baja secara cepat dan melindungi permukaan baja dari serangan elektrolit. Lalu, rantai karbon panjang yang dimiliki oleh inhibitor korosi, memiliki interaksi fisik non polar satu sama lain, karena adanya gaya tarik Vander Waals. Rantai karbon ini berguna untuk mendorong molekul air dan elektrolit agar menjauh dari permukaan baja, sehingga dapat meningkatkan keefektifan perlindungan pada permukaan baja. Kemudian, terdapat pula ikatan H antar molekul yang terbentuk melalui gugus hidroksil (OH), yang akan meningkatkan stabilitas lapisan pelindung pada permukaan baja. Selain itu, gugus hidroksil juga akan meningkatkan kelarutan dari suatu larutan inhibitor korosi di dalam air [55].

Lalu, berdasarkan Gambar 4.10 dan 4.11, pada inhibitor korosi FAD 1:6 dikonsentrasi 50 hingga 100 ppm, laju korosi mengalami penurunan dan efisiensi penghambatan mengalami kenaikan, seiring dengan pertambahan konsentrasi inhibitor. Namun, pada konsentrasi 100 ppm hingga 1000 ppm, laju korosi mengalami peningkatan dan efisiensi penghambatannya mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh proses adsorpsi di mana saat logam telah mencapai titik maksimum atau konsentrasi kritisnya dalam

Universitas Pertamina - 44 mengadsorpsi inhibitor, maka penambahan konsentrasi yang berlebih akan menyebabkan proses desorpsi atau pelepasan lapisan pelindung korosi yang dihasilkan oleh inhibitor ke dalam pelarut atau elektrolitnya. Hal ini juga berlaku saat logam mengadsorpsi FAD 1:20 pada konsentrasi 50 ppm, laju korosinya menurun dan efisiensi penghambatannya memiliki nilai yang tinggi. Namun, saat konsentrasi ditambahkan >50 ppm, laju korosi naik dan efisiensi penghambatannya mengalami penurunan.

Selain dipengaruhi oleh proses adsorpsi, kedua inhibitor juga memiliki pH yang berbeda, dan kemungkinan hal ini dapat mempengaruhi proses penghambatan laju korosi pada baja. FAD 1:6 memiliki pH = 8, sedangkan FAD 1:20 memiliki pH = 9,5. Berdasarkan penelitian sebelumnya, inhibitor organik pada pH 8 mampu menghambat korosi dengan efisiensi mencapai 91-94% [53]. Sedangkan, pada penelitian ini, FAD 1:6 pH=8, mampu menghambat korosi dengan efisiensi maksimum mencapai 93%. Hal ini menjelaskan bahwa dengan adanya peningkatan nilai pH, laju korosi yang berlangsung, tidak semakin menurun, namun lajunya mengalami peningkatan.

Universitas Pertamina - 45

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait