• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL OLAHAN (COOKIES UBI JALAR DAN SPF) SECARA IN

VITRO

1. Pertumbuhan BAL dalam Ekstrak Ubi Jalar dan Hasil Olahan (Cookies

Ubi Jalar dan SPF).

Tujuan dari pengujian ini untuk membandingkan kemampuan ekstrak tepung ubi jalar dan ekstrak hasil olahan (cookies ubi jalar dan SPF) dalam menstimulir pertumbuhan BAL secara in vitro. Jenis BAL yang digunakan untuk

pengujian ekstrak ubi jalar dan cookies ubi jalar adalah B. bifidum, B. longum,

L.casei Shirota, L. casei Rhamnosus, Lactobacillus F1 dan G3. Sedangkan Jenis BAL yang digunakan untuk pengujian ekstrak SPF adalah L. casei Shirota, L.casei Rhamnosus, Lactobacillus F1 dan G3. Jenis media dan metode pengujian sama dengan pengujian pada pertumbuhan BAL dalam ekstrak ubi garut dan

cookies ubi garut, akan tetapi ekstrak ubi garut atau ekstrak cookies ubi garut diganti dengan ekstrak ubi jalar atau ekstrak cookies ubi jalar atau ekstrak SPF.

2. Kompetisi Patogen dengan BAL dalam media yang mengandung ekstrak SPF.

Ekstrak SPF yang digunakan adalah ekstrak SPF yang sudah steril dan diketahui total padatan terlarutnya. Kandungan ekstrak SPF dan konsentarsi standar glukosa dalam media pengujian 0.5%. Metode pengujian kompetisi patogen dengan BAL dalam media yang mengandung ekstrak SPF sama dengan metode pengujian kompetisi patogen dengan BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut.

I. PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK HASIL OLAHAN UBI JALAR

(SPF) SECARA IN VIVO

Uji ini bertujuan untuk melihat potensi hasil olahan ubi jalar (SPF) sebagai prebiotik, L. casei Rhamnosus sebagai probiotik, dan campuran L. casei

Rhamnosus dengan SPF sebagai sinbiotik terhadap jumlah total mikroba, BAL,

E.coli, danpertumbuhan Samonellasp pada saluran pencernaan makhluk hidup.

1. Pemeliharaan Hewan Percobaan.

Hewan percobaan yang digunakan baik jenis, jumlah tikus, pembagian kelompok, penempatan tikus dalam kandang, frekuensi pemberian ransum standar dan air minum, penimbangan sisa ransum dan berat tikus, ransum standar yang diberikan, jenis BAL yang digunakan sama dengan yang dilakukan pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo. Untuk ransum SPF menggunakan ransum standar yang disubstitusi dengan 35% tepung SPF sebagai pengganti selulosa.

Jenis ransum dan pemberian perlakuan pada setiap tikus selama pengujian potensi prebiotik SPF secara in vivo dapat dilihat padaTabel 5. Periode adaptasi

selama 10 hari dilakukan dengan memberikan ransum standar sebanyak 20 g/ekor/hari dan air minum pada semua kelompok perlakuan. Pada periode perlakuan selama 10 hari, suspensi sel L. casei Rhamnosus sebanyak 1ml diberikan pada kelompok probiotik dengan cara disonde, kelompok sinbiotik disonde dengan 1ml suspensi sel L.casei Rhamnosus dan diberi ransum SPF, sedangkan kelompok prebiotik diberi ransum SPF dan disonde dengan 1ml larutan fisiologis NaCl 0.85% steril. Untuk kelompok kontrol disonde dengan 1 ml larutan garam fisiologis NaCl 0.85% steril. Cara pembuatan suspensi sel L.casei

Rhamnosus sama dengan pembuatan suspensi sel L.casei Rhamnosus pada pengujian potensi probiotik ekstrak ubi garut (Gambar 10). Pada periode pasca perlakuan setiap tikus dari semua kelompok kembali diberikan ransum standar dan air minum. Pemberian suspensi BAL dan larutan garam fisiologis NaCl 0.85% steril dilakukan dengan bantuan syringe volume 1ml, tikus yang berbeda pada kelompok yang sama menggunakan syringe yang berbeda. Setiap kali akan memberikan perlakuan, digunakan syringe baru yang masih steril. Sebelum dipegunakan untuk tikus lainnya, ujung alat sonde dilap dengan kapas yang telah dibasahi alkohol 70%. Komposisi ransum SPF dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 5 Jenis ransum dan pemberian perlakuan pada kelompok tikus selama pengujian potensi prebiotik SPF secara in vivo.

Kelompok

Periode

Adaptasi (11 hari)

Masa Perlakuan (10 hari) Pasca

Perlakuan (10 hari)

Jenis ransum Disonde

Kontrol

Ransum standar

Ransum standar 1 ml larutan fisiologis NaCl 0.85% steril

Ransum standar Prebiotik Ransum standar 1 ml suspensi sel BAL (10

9

cfu/ml) dalam larutan fisiologis NaCl 0.85% steril Probiotik Ransum SPF 1 ml larutan fisiologis NaCl 0.85% steril

Sinbiotik Ransum SPF 1 ml suspensi sel BAL (10

9

cfu/ml) dalam larutan fisiologis NaCl 0.85% steril

2. Pengambilan Sampel Feses dan Metode Pengujian Mikrobiologi.

Pengambilan sampel feses dan metode pengujian mikrobiologi potensi prebiotik SPF secara in vivo sama dengan pengambilan sampel feses dan metode pengujian mikrobiologi pada pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara

J. METODE PENGUJIAN

1. Pengukuran Total Padatan Terlarut (Apriyantono 1989).

Ekstrak tepung ubi garut, cookies ubi garut, ubi jalar, cookies ubi jalar dan SPF diukur total padatan terlarutnya. Cawan porselen dikeringkan selama 2 jam dalam oven bersuhu 100oC, didinginkan dalam desikator sehingga diperoleh berat konstan. Kemudian cawan tersebut ditimbang (a gram). Sebanyak 1 ml ekstrak ditempatkan ke dalam cawan porselen tersebut dan ditimbang berat larutan ekstrak (b gram). Cawan yang telah berisi ekstrak kemudian ditempatkan dalam oven selama sehari semalam. Setelah kering, cawan berisi sampel ekstrak didinginkan dalam desikator selama 10 menit atau hingga diperoleh berat cawan konstan. Berat cawan yang berisi ekstrak kering kemudian ditimbang (c gram). Total padatan terlarut dihitung dari hasil perbandingan berat ekstrak setelah dikeringkan dengan berat ekstrak sebelum dikeringkan dan dikalikan 100%.

% 100 x b a c TPT = −

Ekstrak tepung ubi garut, cookies ubi garut, ubi jalar, cookies ubi jalar dan SPF dipersiapkan dengan TPT 5%. Ekstrak tepung ubi garut, cookies ubi garut, ubi jalar, cookies ubi jalar dan SPF yang sudah diencerkan, kemudian disterilisasi secara bertahap dengan membran filter 0.45 µm dan 0.2 µm.

2. Penyiapan Sampel Feses

Penyiapan Sampel Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak

Ubi Garut dan SPF secara in vivo. Sampel feses dari setiap dua ekor tikus pada

kelompok yang sama sebelum dilakukan pengujian digabung, sehingga dari setiap kelompok perlakuan didapatkan 3 (tiga) sampel feses tikus atau untuk empat perlakuan ada 12 sampel. Setiap sampel kemudian dihancurkan dan dibagi dua secara aseptis dan ditimbang beratnya. Bagian pertama diencerkan dengan larutan fisiologis NaCl 0.85% steril sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Penyiapan sampel ini dilakukan untuk analisa jumlah total mikroba, BAL, dan E. coli

(AOAC 1990). Bagian kedua diencerkan dengan media Lactose Broth sehingga didapatkan pengenceran 10-1, penyiapan sampel ini dilakukan untuk analisa

3. Metode Pengujian Mikrobiologi

Total Mikroba (AOAC 1990). Suspensi sampel dalam larutan fisiologis

NaCl 0.85% (pengenceran 10-1) dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis NaCl 0.85% sehingga diperoleh pengenceran 10-2, kemudian dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3, 10-4 dan seterusnya sampai tingkat pengenceran yang diinginkan (diharapkan hasil plating didapat antara 25-250 koloni). Pada tingkat pengenceran yang sesuai, suspensi sampel dipipet 1 ml secara aseptik dan dipupukkan ke dalam cawan steril (duplo) kemudian dituangi PCA, digoyangkan supaya rata dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Pengamatan jumlah koloni yang tumbuh dihitung sebagai total mikroba.

Perhitungan jumlah E. coli (AOAC 1990). Suspensi sampel dalam

larutan fisiologis NaCl 0.85% (pengenceran 10-1) dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis NaCl 0.85% sehingga diperoleh pengenceran 10-2, kemudian dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3, 10-4 dan seterusnya sampai tingkat pengenceran yang diinginkan (diharapkan hasil plating didapat antara 25-250 koloni). Suspensi sampel dari tingkat pengenceran yang sesuai dipipet 1 ml dan dipupukkan ke dalam cawan petri steril (duplo), dituangi EMBA dan digoyang supaya rata kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah koloni fekal dan non fekal. Koloni tipikal E. coli adalah koloni berwarna hijau metalik (fekal).

Perhitungan jumlah BAL (AOAC 1990). Suspensi sampel dalam larutan

fisiologis NaCl 0.85% (pengenceran 10-1) dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis NaCl 0.85% sehingga diperoleh pengenceran 10-2, kemudian dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3, 10-4 dan seterusnya sampai tingkat pengenceran yang diinginkan (diharapkan hasil plating didapat antara 25-250 koloni). Perhitungan jumlah BAL dilakukan dengan metode tuang (sama seperti total mikroba dan E. coli), suspensi sampel dari tingkat pengenceran yang sesuai (10-5, 10-6 , 10-7 dan 10-8) dipipet 1 ml dan dipupukkan ke dalam cawan petri steril kemudian dituangi media MRSA, digoyang supaya rata dan

diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Koloni yang tumbuh dihitung sebagai jumlah BAL.

Uji Salmonella (BAM 2005). Suspensi sampel di dalam Lactose Broth

(LB) yang telah diinkubasi pada suhu ruang selama 1 jam, diinkubasikan kembali pada suhu 37oC selama 24 + 2 jam. Setelah diinkubasi, suspensi bakteri dipipet 1 ml secara aseptis dan dimasukkan ke dalam media SCB kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 + 2 jam. Apabila warna media berubah menjadi keruh maka dilakukan langkah selanjutnya.

Sampel diambil secara aseptis dengan ose kemudian digoreskan pada media HEA (digores secara kuadran) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 + 2 jam. Setelah diinkubasi, koloni-koloni tipikal yang tumbuh pada media diamati. Ciri-ciri koloni tipikal Salmonella pada HEA adalah warna biru kehijauan, dengan atau tanpa warna hitam di bagian tengah koloni, beberapa tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam di tengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna hitam. Apabila terdapat koloni tipikal tersebut maka dilakukan langkah selanjutnya.

Koloni tipikal Salmonella yang tumbuh pada media HEA diambil dan digoreskan ke agar miring TSIA dan LIA kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 + 2 jam dengan tutup tabung agak dilonggarkan untuk mencegah produksi H2S berlebih. Setelah diinkubasi, perubahan-perubahan warna pada

media diamati. Hasil reaksi spesies Salmonella yang positif pada media TSIA akan menunjukkan warna merah pada bagian atas media agar sebagai tanda diproduksinya senyawa basa pada goresan miring dan bagian dasar media agar berwarna kuning sebagai tanda diproduksinya asam di dasar tabung dengan atau tanpa produksi H2S (kehitaman pada agar). Tipikal kultur Salmonella pada media

LIA menghasilkan warna ungu (alkali) pada dasar tabung reaksi. Sedangkan bila membentuk warna kuning menunjukkan reaksi asam, berarti uji Salmonella

negatif. Umumnya Salmonella pada media LIA menghasilkan H2S. Beberapa

yang bukan kultur Salmonella menghasilkan warna merah bata pada media LIA miring.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait