• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Pra-Estimasi .1 Uji Stasioneritas Data

PERDAGANGAN KOMODITAS BERAS

5 ANALISIS GUNCANGAN HARGA MINYAK MENTAH DUNIA TERHADAP HARGA BERAS DOMESTIK

5.1 Pengujian Pra-Estimasi .1 Uji Stasioneritas Data

Metode pengujian yang digunakan untuk melakukan uji stasioneritas data adalah uji ADF (Augmenteed Dicky Fuller) dengan menggunakan taraf nyata lima persen. Jika nilai t-ADF lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon, maka dapat disimpulkan data yang digunakan adalah stasioner (tidak mengandung akar unit). Pengujian akar-akar unit ini dilakukan pada tingkat level sampai dengan first difference. Hasil uji stasioneritas data dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil pengujian akar unit

Variabel Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon 5% Level 1st Difference Level 1st Difference

HBDom - 2.13 - 5.67 - 2.93 - 2.94 HMMD - 2.09 - 5.69 - 2.93 - 2.94 PB - 1.62 - 6.55 -2.93 - 2.94 HBD - 10.01 - 7.95 -2.93 - 2.94 HBI - 1.51 - 6.12 -2.93 - 2.94 NT - 0.35 - 5.74 - 2.93 - 2.94 TFP -7.79 -8.56 -2.93 - 2.94 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 1969 1971 1973 1975 1977 1979 1981 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 Rp/kg HBD HBI HBDom

Sumber : Lampiran 1 dan 2

Hasil pengujian akar unit pada level menunjukkan bahwa semua variabel belum stasioner pada taraf nyata yang digunakan yaitu lima persen. Hanya variabel harga beras dunia yang stasioner pada uji unit root tingkat level. Penelitian yang menggunakan data yang belum stasioner akan menghasilkan regresi lancung (spurious regression).

Regresi lancung adalah regresi yang menggambarkan hubungan antara dua variabel atau lebih yang nampak signifikan secara statistik tapi kenyataannya tidak atau tidak sebesar yang nampak dari regresi yang dihasilkan. Akibatnya terjadi misleading dalam penelitian terhadap suatu fenomena ekonomi yang sedang terjadi. Oleh karena itu, pengujian akar unit dilanjutkan dengan melakukan uji akar unit pada tingkat first difference. Setelah dilakukan pengujian akar unit ke tingkat first difference, semua variabel telah stasioner pada derajat yang sama, yaitu derajat integrasi satu I(1). Penggunaan data first difference

memiliki kekurangan yaitu akan menghilangkan informasi jangka panjang. Oleh karena itu untuk menganalisis informasi jangka panjang akan digunakan data level

sehingga model VAR akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan (error correction model) menjadi VECM.

5.1.2 Penentuan Selang Optimal

Langkah selanjutnya untuk mengestimasi model VAR, harus terlebih dahulu menentukan lag optimal yang akan digunakan dalam estimasi VAR. Penetapan

lag optimal penting dilakukan karena dalam metode VAR, lag optimal dari variabel endogen merupakan variabel independen yang digunakan dalam model. Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR yang digunakan sebagai analisis stabilitas VAR. Sehingga dengan digunakannya lag optimal diharapkan tidak muncul lagi masalah autokorelasi. Panjang lag optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Kandidat lag yang terpilih adalah panjang lag menurut kriteria Likehood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Crition (AIC), Schwarz Information Crition (SC), dan Hannan-Quin Crition

(HQ). Penentuan lag optimal dalam penelitian ini berdasarkan kriteria sequential modified LR test statistik(LR).

Tabel 5 Hasil pengujian lag optimal

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -1233.55 NA 3.30e+18 65.34 65.69* 65.47 1 -1177.65 85.32 5.44e+18 65.77 68.87 66.87 2 -1071.52 117.30* 9.50e+17 63.55 69.41 65.64 3 -953.54 80.72 2.62e+17* 60.71* 69.33 63.78* 4 -1233.55 NA 3.30e+18 65.34 65.69* 65.47 Sumber : Lampiran 3

Keterangan : optimum lag pada lag ke-2

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa untuk model Guncangan Harga Minyak Mentah Dunia terhadap Harga Beras Domestik berdasarkan kriteria informasi yang tersedia yaitu dalam hal ini sequential modified LR test statistik(LR), maka

lag yang optimum adalah pada lag ke-2. Implikasinya dari sisi ekonomi, penggunaan lag 2 sebagai lag optimal artinya semua variabel yang ada dalam

persamaan saling mempengaruhi satu sama lain bukan saja pada periode yang sama namun variabel-variabel tersebut saling terkait dua periode sebelumnya.

5.1.3 Pengujian Stabilitas VAR

Sebelum masuk pada tahapan analisis yang lebih jauh, hasil estimasi sistem persamaan VAR yang telah terbentuk perlu diuji stabilitasnya melalui VAR

stability condition check yang berupa roots of characteristic polynomial terhadap seluruh variabel yang digunakan dikalikan jumlah lag dari masing-masing VAR. Stabilitas VAR perlu diuji karena jika hasil estimasi stabilitas VAR tidak stabil maka analisis IRF dan FEVD menjadi tidak valid. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh akar atau roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu. Pada penelitian ini, berdasarkan uji stabilitas VAR yang ditunjukkan pada Tabel 6dapat disimpulkan bahwa estimasi stabilitas VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan FEVD telah stabil karena kisaran modulus ada diantara (0.27– 0.84) < 1.

Tabel 6 Hasil uji stabilitas

Root Modulus -0.459221 - 0.670913i 0.84 -0.459221 + 0.670913i 0.84 -0.084808 - 0.680541i 0.83 -0.084808 + 0.680541i 0.83 0.243382 - 0.612406i 0.77 0.243382 + 0.612406i 0.75 0.087174 - 0.612518i 0.75 0.087174 + 0.612518i 0.74 -0.318630 - 0.520840i 0.74 -0.318630 + 0.520840i 0.71 0.544808 0.71 -0.480892 0.68 0.372439 0.62 -0.046362 0.51 0.045290 - 0.263132i 0.27 0.045290 + 0.263132i 0.27 Sumber : Lampiran 4 5.1.4 Pengujian Kointegrasi

Tujuan dari uji kointegrasi pada penelitian ini yaitu menentukan apakah grup dari variabel yang tidak stasioner pada tingkat level tersebut memenuhi persyaratan proses integrasi, yaitu dimana semua variabel telah stasioner pada derajat yang sama yaitu derajat 1, I(1). Berdasarkan hasil yang terlihat pada Tabel 7 maka pengujian kointegrasi pada penelitian ini menggunakan metode uji kointegrasi dari Johansen Trace Statistic test.

Informasi jangka panjang diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu rank

kointegrasi untuk mengetahui berapa sistem persamaan yang dapat menerangkan dari keseluruhan sistem yang ada. Kriteria pengujian kointegrasi pada penelitian ini didasarkan pada trace statistic. Jika nilai trace statistic lebih besar daripada

kointegrasi diterima sehingga dapat diketahui berapa jumlah persamaan yang terkointegrasi dalam sistem.

Tabel 7 Hasil uji kointegrasi Hypothesized

No. of CE(s) Eigenvalue

Trace Statistic

0.05

Critical Value Prob.** None 0.96 413.66 175.17 0.00 At most 1 0.91 283.34 139.28 0.00 At most 2 0.86 191.27 107.35 0.00 At most 3 0.73 115.84 79.34 0.00 At most 4 0.54 65.13 55.25 0.01 At most 5 0.40 34.82 35.01 0.05 At most 6 0.32 15.21 18.40 0.13 Sumber : Lampiran 5

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa hasil uji Johansen terdapat minimal lima hubungan kointegrasi yaitu saat nilai Trace Statistic lebih besar daripada nilai kritisnya. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antar variabel dalam model, sehingga model VAR dapat dikombinasikan dengan ECM menjadi VECM.

5.1.5 Uji Bivariate Granger Causality

Uji kausalitas Granger (Granger Causality Test) dilakukan untuk melihat apakah dua variabel memiliki hubungan timbal balik atau tidak. Dengan kata lain, apakah satu variabel memiliki hubungan sebab akibat dengan variabel lainnya secara signifikan, karena setiap variabel dalam penelitian mempunyai kesempatan untuk menjadi variabel endogen maupun eksogen. Uji kausalitas bivariate pada penelitian ini menggunakan VAR Pairwise Granger Causality Test dan menggunakan taraf nyata lima persen. Tabel 8 berikut menyajikan hasil analisis uji Bivariate Granger Causality.

Tabel 8 Hasil analisis uji bivariate granger causality model guncangan harga minyak mentah dunia terhadap harga beras domestik, periode 1969-2011

Hipotesis nol Obs F-Stat Prob Kausalitas

DHBI tidak menyebabkan DHBDOM 39 3.29 0.05 Ya

DHBDOM tidak menyebabkan DHBI 39 7.93 0.00 Ya

DHBDOM tidak menyebabkan DPB 39 4.68 0.02 Tidak

DHBDOM tidak menyebabkan DHMMD 39 6.78 0.00 Tidak

DHBD tidak menyebabkan DHBI 39 4.52 0.02 Tidak

DHMMD tidak menyebabkan DHBD 39 5.74 0.01 Tidak

DTFP tidak menyebabkan DPB 39 3.91 0.03 Tidak

Sumber : Lampiran 6, diolah

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa terdapat enam hubungan yang signifikan (menolak Ho). Hubungan yang terjadi terdiri dari lima hubungan searah dan satu hubungan dua arah (bolak balik). Kelima hubungan searah tersebut diantaranya adalah hubungan antara : (1) Produksi beras (PB) dengan total faktor produktivitas (TFP), (2) Harga beras domestik (HBDOM) dengan produksi beras (PB), (3) Harga minyak mentah dunia (HMMD) dengan harga beras dunia (HBD), (4) Harga beras impor (HBI) dengan harga beras dunia (HBD), dan (5) Harga

beras domestik (HBDOM) dengan harga minyak mentah dunia (HMMD). Sedangkan hubungan dua arah terjadi antara harga beras impor (HBI) dengan harga beras domestik (HBDOM).

Pembahasan hasil uji Granger Causality dibatasi hanya pada hubungan harga dan produksi beras yaitu hubungan antara harga minyak mentah dunia, harga beras dunia, harga beras impor, dan harga beras domestik. Hubungan dua arah yang terjadi antara harga beras dunia (HBDOM) dan harga beras impor (HBI) memiliki arti bahwa diantara kedua variabel tersebut terjadi saling mempengaruhi satu sama lain atau terjadi kausalitas dua arah. Hal ini dapat diartikan bahwa perubahan harga pada beras impor dapat berpengaruh pada perubahan harga beras domestik. Oleh karena itu, jika terjadi shock pada harga beras dunia, maka harga beras impor akan terkena imbasnya. Demikian pula jika terjadi sebaliknya, perubahan harga beras domestik akan berpengaruh pada harga beras impor.

Sumber : Lampiran 6, diolah

Gambar 12 Hubungan antar variabel berdasarkan uji granger causality

Hubungan searah terjadi antara harga minyak mentah dunia (HMMD) dengan harga beras dunia (HBD). Artinya, perubahan harga minyak mentah dunia dapat mempengaruhi harga beras dunia, tetapi perubahan harga beras dunia tidak dapat mempengaruhi harga minyak mentah dunia. Hal ini dapat dijelaskan karena di pasar dunia, beras memiliki skala pasar yang sempit (thin market). Artinya, hanya sedikit volume beras yang diperdagangkan oleh setiap negara produsen beras di pasar dunia. Hal ini terjadi karena pada hakikatnya, komoditi beras merupakan komoditi pokok di negara-negara pengekspor, sehingga tujuan utama setiap negara adalah untuk memenuhi kebutuhan negaranya terlebih dahulu baru

kemudian sisanya di ekspor. Kondisi “thin market” ini menyebabkan jika terjadi sedikit saja shock di pasar dunia, contohnya shock dari kenaikan harga minyak mentah dunia maka akan mempengaruhi harga beras dunia.

Hubungan searah juga terjadi antara harga beras dunia (HBD) dan harga beras impor (HBI). Artinya, perubahan harga beras dunia mempengaruhi harga beras impor, tetapi perubahan harga beras impor tidak mempengaruhi harga beras dunia. Kondisi ini dapat dijelaskan karena Indonesia merupakan negara peringkat ketiga terbesar dalam mengimpor beras setelah Filipina dan Nigeria. Impor beras Indonesia terbesar dari Thailand sedangkan yang dimaksud dengan harga beras dunia dalam penelitian ini adalah harga beras Thailand. Digunakannya harga beras Thailand sebagai acuan harga beras dunia karena Thailand termasuk negara utama pengekspor beras dunia disamping Vietnam dan Pakistan. Share masing-masing negara terhadap komoditas beras yang di ekspornya adalah 28.94 persen, 21.54 persen, dan 13 persen sedangkan sisanya 36.73 persen merupakan rest of

PB HMMD

HBI

HBD HBDom

the world (ROW) (USDA, 2010). Kondisi inilah yang menyebabkan harga beras dunia dalam penelitian ini mempengaruhi harga beras impor.

Hubungan searah lainnya terjadi antara harga beras domestik (HBDom) dengan produksi beras (PB). Artinya, perubahan harga beras domestik dapat mempengaruhi produksi beras, tetapi perubahan produksi beras tidak dapat mempengaruhi harga beras domestik. Hal ini membuktikan bahwa harga merupakan sinyal atau variabel “stimulus” bagi produsen. Ketika harga beras

domestik meningkat maka peningkatan harga beras tersebut akan menstimulasi para produsen untuk meningkatkan produksi beras, begitu pula sebaliknya.

Hubungan searah terakhir adalah hubungan antara total faktor produktivitas (TFP) dengan produksi beras (PB). Hasil analisis menunjukkan TFP mempengaruhi PB tetapi PB tidak mempengaruhi TFP. Hal ini sesuai dengan teori fungsi produksi Cobb-Douglas yang dirumuskan diawal, bahwa salahsatu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya atau naiknya turunnya produksi padi selain capital (K) dan tenaga kerja (L) adalah total faktor produktivitas (A). Hubungan searah antara total faktor produktivitas (A) dan output padi (Y) mengandung arti bahwa ketika A meningkat maka Y pun akan meningkat. Hubungan kausalitas antar variabel dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 12.

Dokumen terkait