• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

4. Pengukuran Kompleksitas Soal Kontekstual

Semua kegiatan yang dilakukan manusia tidak bisa lepas dari pengukuran. Keberhasilan suatu program atau rencana yang dilakukan manusia dapat diketahui melalui suatu pengukuran. Istilah “pengukuran” merupakan terjemahan dari kata measurement. Menurut Allen dan Yen (1979: 2), pengukuran adalah prosedur pemberian angka pada individu dalam sebuah langkah sistematis sebagai sebuah pemaknaan representasi sifat-sifat individu. Tidak berbeda jauh dengan pendapat Nunnally (1981: 3) mendefinisikan pengukuran sebagai aturan-aturan untuk mengenakan bilangan kepada obyek sedemikian rupa guna menunjukkan kualitas atribut pada obyek tertentu.

Pengukuran terdiri dari aturan untuk numerik mewakili jumlah derajat atau atribut. Tujuan utama pengukuran adalah untuk menyediakan cara yang wajar dan konstisten untuk meringkas tanggapan yang dilakukan orang untuk

mengekspresikan prestasi, sikap, atau titik pandang pribadi mereka melalui instrumen seperti skala, tes prestasi, kuisioner, survei, dan skala psikologis. Mardapi (2008: 2) menyatakan bahwa pada dasarnya pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka bagi suatu obyek secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk memberikan gambaran karakteristik suatu objek.

Dari beberapa definisi mengenai pengukuran di atas, dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah proses pemberian angka atau nilai terhadap obyek maupun individu dengan suatu cara yang sistematis menurut aturan tertentu untuk memeperoleh informasi yang bersifat kuantitatif.

b. Pengukuran Kompleksitas Soal Kontekstual

Pengukuran kompleksitas soal kontekstual matematika merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui tingkat kompleksitas suatu soal kontekstual matematika. Menurut William and Clarke dalam Towards Constructing a

Measure of the Complexity of Application Task (Stillman and Galbraith, 2003)

mengusulkan untuk memperhatikan enam komponen penting yang diyakini dapat mengukur kompleksitas suatu soal kontekstual matematika yaitu: 1) Kompleksitas Konseptual, 2) Kompleksitas Matematika, 3) Kompleksitas Linguistik, 4) Kompleksitas Intelektual, 5) Kompleksitas Representasional, dan 6) Kompleksitas Kontekstual. Keenam komponen ini peneliti gunakan dalam pengembangan kemudian subkomponen yang ada dimodifikasi dengan mempertimbangkan bahwa subkomponen tersebut familiar atau masalah yang sering dijumpai ketika mengerjakan soal-soal kontekstual. Berikut penjabaran

keenam komponen, sub komponen berserta subkomponen yang peneliti gunakan untuk mengukur kompleksitas suatu soal kontekstual matematika.

1) Kompleksitas Konseptual (Conceptual Complexity)

Kompleksitas konseptual berkaitan dengan jenis dan kombinasi konsep yang digunakan dalam mengembangkan soal.

Beberapa sub komponen dari kompleksitas konseptual adalah: a) Kompleksitas konsep yang terlibat

b) Jumlah bidang topik yang terlibat c) Pengembangan pola pikir

Dalam pengembangan ini, sub komponen yang dikembangkan peneliti adalah:

a) Banyaknya topik yang terkait dalam soal

Banyaknya topik yang terkait dalam soal berkaitan dengan materi matematika yang ada pada soal. Semakin banyaknya topik atau materi yang terkait dalam soal maka kompleksitas soal tersebut akan semakin tinggi.

b) Pengembangan pola pikir

Pengembangan pola pikir dibagi dua yakni pengembangan pola pikir sebagian dan pengembangan pola pikir yang menyeluruh. Maksud dari pola pikir sebagian adalah tidak semua informasi yang didapat siswa perlu dimodelkan dalam bentuk matematika. Sedangkan pola pikir menyeluruh berarti seluruh informasi dalam soal perlu dimodelkan dalam bentuk matematika.

2) Kompleksitas Matematika (Mathematical Complexity)

Kompleksitas Matematika berkaitan dengan jenis dan kombinasi operasi yang dibutuhkan untuk melakukan tugas. Kompleksitas matematika ini telah dikembangkan dari penamaan aslinya kompleksitas numerik.

Beberapa sub komponen dari komplesitas matematika adalah: a) Jumlah teknik yang digunakan

b) Derajat latihan teknik

c) Ketidakjelasan pilihan teknik

d) Kompleksitas masing-masing teknik e) Kompleksitas kombinasi teknik f) Jenis kombinasi teknik

g) Jarak pandang antar teknik h) Jumlah langkah yang dilakukan i) Panjang solusi

j) Keakraban tipe masalah k) Jenis masalah

l) Jenis aplikasi

m) Jumlah informasi matematika yang diberikan n) Jumlah area topik yang terlibat

Dalam pengembangan ini, sub komponen yang dikembangkan peneliti adalah:

Dengan memposisikan diri sebagai peserta didik yang mengerjakan soal kontekstual, dapat diketahui banyaknya langkah yang mungkin terjadi ada satu, dua, tiga, atau lebih dari tiga. Banyaknya langkah yang mungkin terjadi juga dapat mempengaruhi tingkat kompleksitas soal kontekstual matematika.

b) Panjang solusi

Panjang solusi dibagi menjadi empat kategori, yaitu: jika panjang solusi pendek (terdiri dari 1-2 baris), jika panjang solusi sedang (terdiri dari 3-4 baris), jika solusi panjang (terdiri dari 5-7 baris) atau sangat panjang (terdiri dari 8-10 baris atau lebih).

c) Jenis masalah yang ada pada soal

Peneliti mengembangkan subkomponen ini dengan membagi jenis masalah yang ada pada soal ke dalam empat kategori. Kategori pertama jika jenis masalah pada soal familiar dalam kehidupan sehari, kategori kedua jika masalah pada soal sedikit familiar dalam kehidupan sehari, kategori ketiga jika masalah pada soal tidak familiar dalam kehidupan sehari, dan kategori keempat jika masalah pada soal sangat tidak familiar dalam kehidupan sehari. Yang dimaksud jenis masalah pada soal familiar adalah ada dalam kehidupan sehari-hari, dengan kata lain jenis masalah yang ada pada soal tidak direkayasa.

3) Kompleksitas Linguistik (Linguistic Complexity)

Kompleksitas linguistik berkaitan dengan kosa kata dan/atau struktur kalimat yang digunakan dalam menyusun soal kontekstual matematika.

Beberapa sub komponen dari komplesitas linguistik adalah a) Jumlah panduan yang diberikan

b) Stuktur kalimat c) Kosakata

d) Jumlah informasi yang diberikan dalam soal e) Keakraban kata-kata

f) Jumlah bacaan yang terlibat g) Orientasi kata-kata

h) Format

i) Relevansi informasi

Dalam pengembangan ini, sub komponen yang dikembangkan peneliti adalah:

a) Jenis bahasa yang digunakan

Jenis bahasa yang digunakan dikembangkan menjadi empat jenis, yaitu bahasa dalam kehidupan sehari-hari, bahasa teknis, bahasa matematis-teknis, dan bahasa matematis. Bahasa teknis berkaitan dengan teknik, adanya aturan, norma, atau syarat untuk menciptakan metode atau proses. Bahasa matematis berkaitan dengan matematika atau ilmu hitung.

b) Bahasa yang digunakan dalam soal

Bahasa yang digunakan dalam soal dapat dijabarkan sebagai berikut:

(1) Kejelasan Bahasa: kejelasan Bahasa yang digunakan tidak menimbulkan penafsiran/makna ganda.

(2) Kemudahan Bahasa: kemudahan memahami Bahasa yang digunakan.

(3) Kesesuaian Bahasa: kesesuaian Bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia.

(4) Penggunaan Bahasa: penggunaan Bahasa secara efektif dan efisien.

c) Struktur kalimat pada soal

Struktur kalimat pada soal berkaitan dengan penempatan kalimat, tanda baca, dan sesuai dengan SPOK.

4) Kompleksitas Intelektual (Intellectual Complexity)

Kompleksitas intelektual berkaitan dengan Taksonomi Bloom. Tingkatan Taksonomi Bloom yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi dan sintesis.

Beberapa sub komponen dari komplesitas intelektual adalah a) Solusi membutuhkan analisis

b) Solusi membutuhkan sintesis c) Pengambilan keputusan

d) Jumlah pemikiran yang dibutuhkan e) Tingkat tantangan soal

f) Jumlah langkah-langkah untuk mengintegrasikan melibatkan koordinasi mental

Dalam pengembangan ini, sub komponen yang dikembangkan peneliti adalah:

a) Solusi membutuhkan analisis

Analisis berkaitan dengan pemikiran yang dialami peserta didik ketika mengerjakan soal kontesktual.

b) Tingkat tantangan soal

Tingkat tantangan soal dibagi menjadi empat bagian, yaitu: tingkat tantangan soal mudah, sedang, sulit, atau sangat sulit.

5) Kompleksitas Representasional (Representational Complexity) Kompleksitas representasional berkaitan dengan simbol, diagram, grafik, dan bentuk representasi lainnya, yang perlu digunakan dan ditafsirkan untuk memahami dan mengembangkan masalah.

Beberapa sub komponen dari komplesitas representasional adalah a) Jumlah representasi visual

b) Jenis representasi visual

c) Solusi dapat direpresentasikan dalam diagram, grafik, gambar, tabel, atau kata-kata.

Dalam pengembangan ini, sub komponen yang dikembangkan peneliti adalah:

a) Solusi dapat direpresentasikan dengan diagram, grafik, gambar, tabel, atau kata-kata

b) Tingkat kesulitan untuk menggambarkan diagram, grafik, gambar, tabel, atau kata-kata.

6) Kompleksitas Kontekstual (Contextual Complexity)

Kompleksitas kontekstual berkaitan dengan persepsi tentang hubungan antara situasi yang dijelaskan dan prosedur matematis yang dibutuhkan.

Beberapa sub komponen dari komplesitas kontekstual adalah a) Keakraban soal kontekstual

b) Ketidakjelasan formulasi matematika c) Jenis soal

d) Tingkat kontekstualisasi

e) Jumlah info kontekstual untuk mengolah dan mengintegrasikan f) Asumsi untuk perumusan model

g) Realitas konteks

Dalam pengembangan ini, sub komponen yang dikembangkan peneliti adalah:

a) Jenis soal yang diberikan

Jenis soal yang diberikan dibagi menjadi 4 jenis, yaitu: jenis soal perhitungan matematika biasa, soal aplikasi matematika, soal pemodelan matematika, dan soal aplikasi aplikasi dan pemodelan matematika. Soal aplikasi matematika berarti mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Soal pemodelan matematika berarti memodelkan masalah sehari-hari kedalam bentuk matematika.

Kontekstual berarti berkaitan dengan konteks, dimana materi yang sedang dipelajari dihubungkan atau dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam PMRI, De Lange mengelompokkan soal-soal kontekstual ke dalam tiga bagian yaitu:

(1) Tidak ada konteks sama sekali.

Dalam kelompok ini, kebanyakan soal-soal yang tidak menggunakan konteks sama sekali, langsung dalam bentuk formal matematika.

(2) Konteks Dress-up (kamuflase)

Pada kelompok ini, soal-soal biasa diubah menggunakan bahasa cerita sehingga terasa bahwa soal tersebut memiliki konteks. (3) Konteks yang relevan dengan konsep

Disini, soal-soal betul-betul memiliki konteks yang relevan dengan konsep matematika yang sedang dipelajari.

Dari uraian di atas, peneliti mengembangkan tingkat kontekstual pada soal dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu:

(1) Tingkat kontekstual pada soal sangat terbatas

Tingkat kontekstual pada soal sangat terbatas berarti dalam soal tersebut tidak ada konteks sama sekali, dengan kata lain soal langsung disajikan dalam bentuk matematika.

(2) Tingkat kontekstual pada soal terbatas

Tingkat kontekstual pada soal terbatas berarti ada konteksnya tetapi tidak real. Maksudnya soal tersebut direkayasa,

angkanya dibuat mudah/bagus agar siswa dapat lebih mudah dalam perhitungannya.

(3) Tingkat kontekstual pada soal sedikit terbatas

Tingkat kontekstual pada soal sedikit terbatas atau dapat dikatakan konteks Dress Up (Kamuflase). Dimana soal-soal ini merupakan soal biasa namun diubah menggunakan bahasa cerita sehingga terkesan memiliki konteks.

(4) Tingkat kontekstual pada soal tidak terbatas

Tingkat kontekstual pada soal tidak terbatas dengan kata lain konteks yang relevan dengan konsep. Soal-soal betul-betul memiliki konteks yang relevan dengan konsep matematika yang sedang dipelajari.

c) Kenyataan/realita dari soal tersebut

Kenyataan/realita dari soal dibagi menjadi 4 bagian, yaitu: realita dari soal tersebut sangat direkayasa, direkayasa, sedikit direkayasa, dan tidak direkayasa atau soal tersebut benar-benar nyata dalam kehidupan sehari-hari. Maksud rekayasa dalam soal berkaitan dengan pemilihan angka yang dibuat-buat untuk mempermudah siswa dalam mengerjakan soal kontekstual yang diberikan.

Dokumen terkait