• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.2 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yang bersifat deskriptif melalui studi kasus dengan tujuan untuk membuat suatu gambaran secara sistematis mengenai fakta-fakta serta hubungan antara fenomena yang diteliti. Ciri-ciri metode ini adalah :

1) memberikan gambaran tentang situasi atau suatu kejadian

2) menerangkan hubungan-hubungan antara beberapa kasus yang kerapkali terjadi

3) pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka, studi lapangan, wawancara dan kuesioner terhadap responden

Gambar 6. Perairan Pelabuhan Tanjung Emas dan sekitarnya

48

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : 1) Jumlah dan jenis pelanggaran hukum di laut. 2) Organisasi, fungsi dan tata kerja instansi terkait. 3) Jumlah peralatan/kapal pengawasan dan pengamanan.

4) Personil yang melakukan tugas pengawasan dan pengamanan di laut. 5) Sumberdaya kelautan yang dimiliki.

6) Kerusakan lingkungan yang dialami/ditemukan. 7) Isu-isu kritis dan potensi konflik.

8) Kebijakan dan pengaturan yang tersedia.

9) Peristiwa atau kejadian sosial yang terjadi di masyarakat sekitar dengan penyelesaian yang konstruktif.

Sebagian data bersifat primer, dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner, wawancara, pengamatan (observasi) di lapangan, sedangkan sebagian lagi bersifat sekunder dikumpulkan dengan cara studi pustaka, laporan dan data intern instansi terkait, Badan Pusat Statistik daerah dan lain-lain.

Data kualitatif berupa visi, misi, tugas, tujuan, dan organisasi terkait dan lain-lain yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung di obyek penelitian dengan cara wawancara, pengamatan dan pengamatan/wawancara yang terencana menggunakan kuesioner. Pengamatan dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang lokasi, situasi dan kegiatan pelaksanaan operasional satuan pengawasan dan pengamanan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat, pengusaha dan pemerintah di laut.

Wawancara dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan atau pendirian (pendapat sendiri) secara lisan dari informan dengan langsung bertatap muka, sedangkan pengamatan terencana dilakukan secara langsung kepada responden. Selain itu juga wawancara dilakukan terhadap instansi terkait seperti pemerintah, LSM terkait dan usahawan para wiraswasta yang berada di obyek penelitian. Daftar responden yang diwawancarai dan jawaban dalam penelitian ini disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti Kantor Kepala Desa, Kantor Camat, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perhubungan Laut, Dinas Imigrasi, Dinas Lingkungan Hidup, Polres, Lanal, dan instansi lain yang terkait.

3.3 Metode

Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, pengamatan, peninjauan lapangan, wawancara dan mengisi kuesioner kepada responden yang kompeten antara lain: komandan kapal patroli, para kepala instansi yang mengoperasikan kapal aparat negara di laut Perairan Pelabuhan Tanjung Emas. Data-data yang dibutuhkan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis data dan sumber data yang dibutuhkan

No Jenis Data Sumber Data Metode Pulta

1 Organisasi, Tugas dan Tata Kerja Instansi Instansi Pemerintah Survei, kuesioner 2 Jenis, type, jumlah kapal aparat 5 Instansi kapal aparat

negara Observasi, wawancara 3 Kualifikasi dan jumlah personil ABK 5 Instansi kapal aparat

Negara di laut

Observasi, wawancara 4 Lokasi dan jenis sumberdaya kelautan Dinas Kelautan dan

Perikanan Pustaka, kuesioner 5 Jumlah jenis pelanggaran hukum di laut Aparat Negara di laut Observasi, kuesioner 6 Sarana dan prasarana pangkalan kapal

apara Negara

5 Instansi Kapal aparat Negara di laut

Survei kuesioner 7 Kerusakan lingkungan BAPELDALDA Pustaka, wawancara 8 Isu kritis masalah kelautan Instansi kapal aparat

Negara di laut

Kuesioner, wawancara 9 Peraturan/UU /kebijakan Instansi pemerintah di

bidang kemaritiman Pustaka, wawancara

Dalam menganalisis dan mengelola konflik diperlukan tahapan dengan menggunakan metoda untuk memahami konflik. Menurut Fisher (2000), sebelum menangani konflik baik secara individu, kelompok atau sebagai organisasi, mencoba melakukan sesuatu untuk mengetahui sebanyak mungkin apa yang sedang terjadi dengan menggunakan berbagai alat analisis antara lain: pemetaan konflik, segitiga SPK, pohon konflik, analisa kekuatan konflik, analogi pilar, piramida segi tiga tingkat 3 dan lain-lainnya.

William (2000) mengatakan tentu akan ditemukan adanya perbedaan sudut pandang yang tidak dapat dihindari. Ketika mengkaji suatu masalah konflik secara bersama, mereka semua pasti akan sampai pada satu analisis saja. Kenyataannya tidak demikian, banyak perbedaan yang akan muncul dalam berbagai dimensi: status, kekuasaan, kekayaan, usia, peran menurutanjungender, keanggotaan dalam suatu kelompok sosial tertentu dan sebagainya. Indikator-indikator posisi dalam masyarakat itu sering berarti bahwa orang menginginkan

hal-hal yang berbeda dalam situasi yang sama. Ketika sasaran dan kepentingan mereka bertentangan atau tidak sesuai, maka terjadilah konflik.

Rangkaian kegiatan analisis untuk mengelola konflik tersebut diperlukan sebagai masukan untuk menunjang berhasilnya suatu tugas pengawasan dan pengamanan dalam satu sistem yang kompak

Dari 14 instansi yang memiliki tugas kewenangan penegakan hukum dan SAR di laut terdapat 6 instansi dalam penugasannya dilengkapi dengan unsur kapal laut yang masing-masing kapal bertugas secara sektoral. 8 instansi lainnya tidak dilengkapi unsur kapal laut dan bertugas di darat atau di pelabuhan sebagai pintu masuk. Melihat kondisi ini maka efektivitas pelaksanaan UU dan Keppres oleh 14 instansi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas-tugas penangkalan dan pencegahan di laut untuk tidak sampai masuk ke wilayah Indonesia tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan efektif.

Banyaknya instansi pemerintah dalam melaksanakan UU untuk penegakan hukum di laut (Tabel 1) menunjukan banyaknya jenis pelanggaran hukum di laut yang harus ditangani oleh masing-masing departemen terkait dengan bekerja secara sektoral. Dibeberapa negara maju di dunia dan negara-negara tetangga kita penanganan pelanggaran hukum di laut dan dikenal dengan nama Coast Guard. Indonesia yang telah meratifikasi berbagai konvensi maritim internasional seperti UNCLOS III 1982 pada pasal 107, 111, 224; Solas 1974; ISPS Code 2002 berkewajiban menyelenggarakan penjagaan pantai dan laut oleh otoritas nasional di bidang keselamatan, keamanan dan perlindungan lingkungan maritim seperti yang telah dilaksanakan oleh berbagai negara.

Pelaksanaan penegakan hukum di laut saat ini menunjukkan ketidakefisienan dan menghambat kelancaran usaha kemaritiman di Indonesia. Kapal-kapal patroli dengan berbagai atribut kesatuan dari instansi penegak hukum di laut menunjukan kesatuan patroli tersebut bekerja sektoral yang akan menghasilkan belanja negara yang besar.