• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan 1 Model PDCA

Dalam dokumen BAB I KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN KESEHATAN (Halaman 75-81)

PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN

5.1 Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan 1 Model PDCA

Penjaminan mutu pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan melalui pelbagai model manajemen kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat digunakan adalah model PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang akan menghasilkan pengembangan berkelanjutan (continuous improvement) atau kaizen mutu pelayanan kesehatan. Beberapa prinsip yang harus melandasi pola pikir dan pola tindak semua pelaku manajemen kendali mutu berbasis PDCA adalah :

1. Quality first. Semua pikiran dan tindakan pengelola pelayanan kesehatan harus memprioritaskan mutu;

2. Stakeholder- in. Semua pikiran dan tindakan pengelola pelayaan kesehatan harus ditujukan pada kepuasan stakeholders;

3. The next process is our stakeholders. Setiap orang yang melaksanakan tugas dalam proses pelayanan kesehatan harus menganggap orang lain yang menggunakan hasil pelaksanaan tugasnya sebagai stakeholder-nya yang harus dipuaskan;

4. Speak with data. Setiap pelaksana pelayanan kesehatan harus melakukan tindakan dan mengambil keputusan berdasarkan analisis data yang telah diperolehnya terlebih dahulu, bukan berdasarkan pengandaian atau rekayasa ;

76

5. Upstream management. Semua pengambilan keputusan di dalam proses

pelayanan kesehatan dilakukan secara partisipatif, bukan otoritatif.

Di dalam tahap ‘check’ pada manajemen kendali mutu berbasis PDCA, terdapat titik-titik kendali mutu (quality check-points) dimana setiap orang pelaksana pelayanan kesehatan harus mengaudit hasil pelaksanaan tugasnya dengan standar mutu yang telah ditetapkan.

Sebagai contoh tindakan audit merupakan titik kendali mutu dalam proses pelayanan kesehatan, yang dilakukan untuk mengaudit apakah standar mutu pelayanan kesehatan sebagaimana dirumuskan dalam bentuk indikator pelayanan telah dapat dicapai. Apabila hasil audit ternyata positif dalam arti telah mencapai standar (S dalam SDCA) mutu sebagaimana dirumuskan dalam indikator pelayanan, maka pada proses perencanaan atau Plan (P dalam PDCA) berikutnya standar mutu tersebut harus ditinggikan, sehingga akan terjadi kaizen mutu pelayanan. Sedangkan apabila hasil evaluasi ternyata negative dalam arti standar mutu sebagaimana dirumuskan dalam indikator pelayanan belum atau tidak tercapai, maka harus segera dilakukan tindakan atau Action (A dalam PDCA) agar standar mutu dapat dicapai. Sebagai contoh, apabila hasil audit ternyata menunjukkan hasil di bawah indikator pelayanan, maka pengelola peayanan kesehatan harus melakukan Action (A dalam PDCA) yang dapat berupa review kembali kebijakan sampai dengan indikator dapat dicapai. Oleh sebab itu, menetapkan titik-titik kendali mutu (quality check-points) pada setiap satuan kegiatan dalam manajemen kendali mutu berbasis PDCA, merupakan conditio sine qua non atau a must.

5.1.2 Model USE PDCA

Penjaminan mutu pelayanan kesehatan merupakan prasyarat bagi terwujudnya peningkatan kinerja pelayanan kesehatan. Adanya disparitas mutu/kinerja yang cukup memprihatinkan perlu segera mendapatkan upaya penanganan yang serius. Untuk itu perlu adanya model penjaminan mutu yang dapat dijadikan acuan untuk memastikan terwujudnya pelayanan kesehatan efektif yang berkemampuan untuk mencapai standar-standar yang telah ditetapkan dan

77

secara terus menerus meningkatkan standar pelayanan kesehatan dari waktu ke waktu. Sehubungan dengan hal tersebut maka pelaksanaan penjaminan mutu digunakan model USE PDSA.

Model USE PDSA, seperti terlihat pada gambar 4.1 adalah mode analisis kebijaksanaan dan pengambilan keputusan untuk perbaikan terus menerus (continuous improvemnet = Kaizen) yang didasarkan pada konsep Roda Deming PDCA (Plan-Do-Check-Act) yang kemudian dikembangkan menjadi model USE PDSA.

Masing-masing huruf pada model USE PDSA mempunyai arti sebagai berikut : U = Understand the quality improvement needs (Memahami kebutuhan perbaikan kualitas)

S = State the quality problem (s) (Menyatakan masalah kualitas yang dihadapi) E = Evaluate the root cause (E) (Mengevaluasi akar penyebab masalah)

P = Plan the solution (P) (Merencanakan solusi masalah dalam perbaikan kualitas) D= Do or implement the solution (D) (Melaksanakan rencana solusi atau kualitas) S = Study the solution (S) result (mempelajari hasil-hasil solusi masalah atau perbaikan kualitas)

A = Act to standardize the solution (A) (Menstandarkan hasil-hasil solusi masalah atau perbaikan kualitas )

Adapun langkah-langkah penggunaan model USE PDSA dalam memecahkan masalah kualitas adalah sebagai berikut :

78

Langkah 1 : Understand the quality improvement needs Identifikasi masalah kualitas berdasarkan data yang ada Langkah 2 : State the quality problem (s)

Nyatakan masalah kualitas yang dihadapi dengan pernyataan yang spesifik, tegas, jelas dan dapat diukur. Jangan menggunakan kata-kata yang tidak operasional, tidak jelas sehingga tidak diukur, seperti : kata-kata kurang lebih, rendah, sedang, tinggi dan lain sebagainya. Kecuali itu pernyataan masalah harus dapat menjawab pertanyaan 5W + 1 H yaitu : What (Apa masalahnya), Where (Dimana terjadinya), Why (Mengapa terjadi), When (Kapan terjadinya), Who (Siapa pelakunya) dan How (Bagaimana solusi masalah tersebut)

Langkah 3 : Evaluate the root cause (e)

Setelah masalahnya dinyatakan dengan jelas, spesifik dan operasional, langkah selanjutnya adalah mengevaluasi akar penyebab masalah tersebut. Akar penyebab masalah dapat dievaluasi dengan menggunakan Cause -Effect Diagram (Diagram sebab akibat) atau Fish Bone Diagram (Diagram tulang ikan) atau dikenal juga dengan Ishikawa Diagram (Ishikawa adalah penemu teknik ini).

Gambar 4.2 Cause-effect Diagram

Sumber: Pohan, 2007

Langkah 4 : Plan the solution (P)

Langkah berikutnya adalah merencanakan solusi masalah. Mengacu pada hasil evaluasi penyebab akar masalah pada langkah 3. Selanjutnya direncanakan solusi masalahnya berupa rencana perbaikan masalah yang berisikan penyebab utama

79

masalah, tindakan perbaikan yang harus dilakukan, waktu pelaksanaan, biaya yang dibutuhkan serta penanggung jawab pelaksanaannya

Langkah 5 : Do or Implement the solution (D)

Imlprementasi rencana perbaikan mengikuti Daftar Rencana Tindakan yang telah disusun pada langkah 4.

Langkah 6 : Study the solution (S)

Setelah selang waktu tertentu, dilakukan studi berdasarkan data-data yang dikumpulkan guna mempelajari apakah langkah-Iangkah perbaikan telah menghilangkan atau menurunkan penyebab masalah kualitas yang dihadapi.

Langkah 7 : Act to standardize the solution (A)

Langkah terakhir dari model USE PDSA adalah menstandarisasikan hasil-hasil dan merencanakan perbaikan terus menerus (Continuous Improvement atau KAIZEN)

Terdapat 7 alat statistik utama yang biasa digunakan sebagai alat bantu dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah. Tujuh alat tersebut adalah sebagai berikut : 1. Diagram sebab dan akibat (cause effect diagram) 2. Check sheet 3. Diagram Pareto 4. Run chart dan control chart 5. Histogram 6. Stratifikasi 7. Scatter Diagram. Selain ketujuh alat tersebut, yang masih sering dipakai yaitu brain storming, dan flow chart.

5.1.3 Observasi

Pengamatan langsung atau observasi dapat menghindarkan berbagai kesulitan yang berhubungan dengan rekonstruksi kejadian hasil pemeriksaan pencatatan retrospektif dan dari jawaban terhadap wawancara atau kuesioner. Pengamatan langsung mungkin merupakan satu-satunya cara untuk melihat rincian penyelenggaraan layanan kesehatan. Dalam pelaksanaan pengamatan langsung terdapat syarat bagi pengamat yaitu:

•Harus mengerti terhadap apa yang akan diamati •Harus low profile, tidak sok pintar

•Mempunyai latarbelakang yang berhubungan dengan apa yang sedang diamati •Harus dapat bersifat objektif.

80

Instrumen dalam melaksanakan pengamatan langsung dapat berupa daftar tilik atau cheeklist. Daftar tilik merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk memudahkan pengaatan selama proses layanan kesehatan dilakukan.

Data yang diperoleh dari pengamatan langsung merupakan data paling baik. Pengamatan langsung ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: pengamatan langsung dengan daftar tilik, pengamatan langsung tanpa daftar tilik dan mistery shapper. Mistery shapper maksudnya pengamatan dilakukan oleh seseorang yang tidak dikenal atau misterius. Setelah dilatih, pengamat misterius itu akan berpura- pura menjadi pasien dan mencatat semua yang dialaminya selama menjadi pasien. Metode seperti ini biasanya digunakan untuk mengetahui atau mengukur tingkat kepuasan pasien atau tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar layanan kesehatan dari sudut pandang pasien.

5.1.4 Wawancara

Wawancara adalah salah satu cara pengumpulandata dengan melakukan tanya jawab pada seseorang atau sekelompok orang atau responden untuk meminta pendapat atau keterangan mengenai sesuatu hal yang dianggap perlu dan penting. Terdapat dua macam wawancara yaitu: perorangan dan kelompok.

Wawancara diakukan dengan pasien dan/atau keluarga/teman/petugas kesehatan. Bergantung pada kriteria yang akan dinilai, wawancara dapat terstruktr atau tidak terstruktur. Wawancara yang terstruktur terdiri dari pernyataan yag sudah mempunyai jawaban. Peran pewawancara hanya untuk meyakinkan bahwa pertanyaan benar-benar dimengerti oleh yang diwawancarai. Apabila wawancara tidak terstruktur atau gabungan antara terstruktur dan tidak terstruktur maka pewawancara akan mempuyai peran yang lebih besar karena pewawancara harus mengerti dengan jelas apa yang ingin diketahui.

Keuntungan model wawancara meliputi:

a. Pertanyaan akan lebih jelas dan dimengerti sehingga jawabannyapun jelas. b. Wawancara dapat memastikan bahwa pasien yang akan memberikan informasi. c. Pasien merasa terlibat di dalam layaan kesehatan.

81

d. Pasien mempunyai kesempatan untuk melontarkan persoalan yang terlupakan dalam menyusun wawancara..

e. Dalam wawancara tidak terstruktur, pewwancara dpat melakukan penelitian yang mendalam terhadap sikap dan pendapat pasien dan dapat menanggapi apa yang tersirat.

Wawancara mempunyai kekurangan sebagai berikut: a. Pasien sulit memberikan tanggapan yang negatif.

b. Wawancara membutuhkan waktu sehingga biayanya mahal.

c. Pewawancara secara tidak sadar dapat dipengaruhi oleh jawaban yang diberikan pasien.

5.1.5 Dokumentasi

Pemeriksaan dan penilaian dokumen atau catatan lain merupakan kegiatan yang disebut sebagai audit. Pemeriksaan rekam medik pasien atau catatan lainnya sangat berguna sebagai kegiatan awal kelompok jaminan mutu layanan kesehatan akan dengan mudah melakukan pemerikaan dan penilaian terhadap hasil pemeriksaan tersebut.

Rekam medik pasien sering sekali tidak lengkap dan tidak akurat. Namun, suatu rekam medik selalu dapat memberikan iformasi yang bermanfaat mengenai mutu layanan kesehatan. Misalnya, kesalahan diagnosis, kesalahan pengobatan, terhenti atau terputusnya suatu pengobatan, kegagalan pengobatan pada penyakit kronis, gagalnya rencana pemeriksaan ulang atau tindak lanjut yang telah dijadwalkan, kelengkapan data, dan tidak terlaksananya rujukan pasien.

Dalam dokumen BAB I KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN KESEHATAN (Halaman 75-81)

Dokumen terkait