• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.4 Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Observasi inspeksi sanitasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan upaya-upaya penyehatan lingkungan rumah sakit secara deskriptif. Upaya-upaya tersebut dirangkum dalam penilaian pemeriksaan kesehatan lingkungan rumah sakit yang mengacu pada Kepmenkes No.1204/Menkes/SK/X/2004. Hal ini merupakan pendukung gambaran kinerja petugas sistem manajemen kesehatan lingkungan di Rumah Sakit Umum Daerah dr.H.Yuliddin Away Tapaktuan.

Kriteria pertama adalah penyehatan lingkungan rumah sakit. Penyehatan ini meliputi penyehatan terhadap lingkungan dan konstruksi bangunan rumah sakit yang dilakukan. Dimulai dari lantai dan dinding yang kuat, bersih, utuh, rata, kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan. Ventilasi yang dipilih adalah ventilasi gabungan, dengan lubang ventilasi minimum 15% x luas lantai, dan ventilasi mekanis (AC). Semua upaya ini terlaksana dan memenuhi persyaratan kesling rumah sakit. Skor observasi ≥ skor minimal rumah sakit.

Kriteria penyehatan ruangan rumah sakit yaitu terdiri dari ruang perawatan tidak bebas kuman dengan angka kuman maksimal 200-500 CFU/m3 udara (hal ini dibuktikan dengan belum terlaksananya pemeriksaan kualitas analisis kuman udara dan lantai dengan metode SWAB pada tiap-tiap ruang perawatan rumah sakit). Rasio luas lantai dengan tempat tidur tidak sesuai ukuran 4,5 m2/tt (dewasa) dan 2 m2/tt (anak/bayi). Rasio tempat tidur dengan kamar mandi 1-10 tt/km mandi dan toilet. Lingkungan internal ruangan tidak bebas rokok, terlihat masih ada pengunjung yang bebas merokok. Saluran drainage aliran masih ada yang tidak lancar. Penyehatan di

ruang operasi untuk upaya bebas kuman patogen dan angka kuman CFU/m3

Penyehatan makanan dan minuman merupakan dimensi fisik yang dilakukan petugas. Bahan makanan dan makanan jadi secara bakteriologis memenuhi syarat. Hal ini jika memenuhi syarat berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan tentu tidak, namun memenuhi persyaratan secara bakteriologis berdasarkan bahan makanan telah dimasak dengan suhu tertentu untuk menghilangkan unsur bakteriologis patogen. Penyajian makanan tidak menggunakan kereta dorong tertutup, namun menggunakan

udara, hal ini belum ada data yang menunjukkan adanya pemeriksaan analisis kuman di udara ruang operasi tersebut. Hal ini tentu dipengaruhi oleh sarana/prasarana dan dana yang tersedia untuk mendukung upaya tersebut. Ruang laboratorium menunjukkan upaya pelaksanaan kesling rumah sakit, ruang sterilisasi hanya saja tidak dilaksanakannya pemisahan pintu masuk dengan pintu keluar dan dindingnya tidak terbuat dari porselin/keramik setinggi 1,5 m dari lantai. Ruang radiologi tidak adanya upaya pelapisan timah hitam antara dinding, daun pintu dan kaca jendela beserta belum adanya pemisahan hubungan dengan ruang gelap harus dengan loket. Ruang pendingin di dapur memenuhi persyaratan yang ada. Ruang mayat hanya saja letaknya berjauhan dengan bagian patologi/laboratorium. Toilet dan kamar mandi tidak tersedia di setiap unit/ruang dan tidak terpisah antara pria, wanita dan karyawan. Rasionya tidak memenuhi 1:10 tempat tidur, hal ini berkemungkinan akibat sarana/prasarana yang kurang memadai dan kekurangan dana yang ada. Skor total observasi ≤ skor minimal rumah sakit, sehingga tidak memenuhi syarat kesling rumah sakit.

kereta dorong terbuka tetapi makanan yang akan disajikan telah ditutupi terlebih dahulu dengan menggunakan alat penutup/wadah makanan. Lalu lintas makanan yang akan disajikan tidak menggunakan jalur khusus. Hal ini disebabkan Rumah Sakit Umum dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan merupakan rumah sakit daerah yang bertipe C, yang tentunya dengan ukuran kecil jika dibandingkan rumah sakit yang berkelas A atau B. Dapur setelah digunakan dibersihkan baik dengan sapu ataupun dengan pengepelan, namun tidak memenuhi upaya dalam pengepelan menggunakan antiseptik. Penjamah makanan baik disaat perekrutan maupun di saat produktif bekerja tidak memiliki surat keterangan sehat yang berlaku. Skor observasi yang dilakukan menyatakan ≤ skor minimal rumah sakit sehingga tergolong belum terlaksana dengan baik dan belum memenuhi persyaratan kesling rumah sakit.

Penyehatan air dilakukan mengingat air merupakan kebutuhan pokok untuk semua kegiatan rumah sakit. Penyehatan air meliputi penyehatan baik secara kuantitas, kualitas, sarana. Secara kuantitas air yang ada tidak selalu mencukupi kebutuhan rumah sakit, ditandai dengan observasi yang dilakukan bahwa terjadi kekurangan air pada sat dan waktu tertentu, namun menurut keterangan dikarenakan rumah sakit telah meningkatkan statusnya dengan membuka ruang rawat baru yang tentunya merencanakan kebutuhan air pula. Secara kualitas air yang digunakan telah memmenuhi syarat bakteriologis, dimana dilakukannya upaya pemeriksaan air setiap hari dan bahkan telah dianggab memenuhi syarat kesling rumah sakit karena air yang digunakan berasal dari PDAM setempat. Namun air yang berasal dari sumur galian juga memenuhi kebutuhan rumah sakit dan dilakukannya upaya pemeriksaan umum

saja dan melakukan pemeriksaan air maksimal 6 bulan sekali. Dimana skor yang diperoleh bahwa skor observasi ≥ skor minimal rumah sakit sehingga penyehatan air terlaksana dengan baik dan memenuhi persyatan kesling rumah sakit.

Pengelolaan limbah merupakan bagian yang tidak dipandang sepele. Hal ini dikarenakan limbah yang dihasilkan rumah sakit sangat bervariasi dan dengan jumlah yang terus saja meningkat. Pengelolaan limbah ini antara lain pengelolaan limbah padat infeksius, sitotoksis dan farmasi dengan menggunakan incenerator. Tempat limbah padat infeksius terlihat aman. Namun tempat limbah padat (sampah) memang berasal dari bahan yang kuat, tetapi tidak tahan karat, dan tidak kedap air, artinya tempat limbah padat terbuka tanpa penutup dan tidak dilakukannya upaya desinfeksi tempat sampah setelah dikosongkan. Pengangkutan limbah padat ke pembuangan sementara di rumah sakit tidak selalu 2 kali/hari, begitu juga dengaan pengangkutan limbah padat ke TPA tidak selalu 1 kali/hari. Hal ini kemungkinan akibat tenaga SDM yang kurang, dan dibatasi oleh sarana/prasarana yang tidak memadai. Pengelolaan limbah cair dilaksanakan dengan IPAL rumah sakit yang memenuhi syarat kesling rumah sakit. Namun kesimpulan dari pemeriksaan secara deskriptif yang dilakukan peneliti menyimpulkan hasil dimana pengelolaan limbah secara umum belum terlaksana dengan baik dan belum memenuhi syarat kesling rumah sakit karena skor observasi ≤ skor minimal rumah sakit.

Pengelolaan tempat pencucian linen (laundry), dengan penilaian antara lain adanya pemilahan antara linen infeksius dan non-infeksius. Tetapi tidak adanya keran air panas untuk desinfeksi awal, dan tidak tersedianya ruang pemisah antara barang

bersih dan kotor. Pengelolaan tempat pencucian linen ini belum terlaksana dengan baik dan belum memenuhi syarat kesling rumah sakit, dengan skor observasi ≤ skor minimal rumah sakit.

Pengendalian serangga/tikus adalah kriteria kesling rumah sakit yang juga penting. Dimana secara fisik konstruksi bangunan, tempat penampungan air, penampungan sampah tidak memungkinkan sebagai tempat berkembang biaknya serangga dan tikus. Secara kimia insektisida yang digunakan memiliki toksisitas rendah terhadap manusia dan tidak bersifat persisten. Kriteria ini memiliki skor observasi ≥ skor minimal rumah sakit. Sehingga pengendalian serangga/tikus telah terlaksana dengan baik dan memenuhi syarat kesling rumah sakit.

Penyuluhan kesehatan lingkungan rumah sakit dinilai dari adanya upaya penyuluhan kesehatan secara langsung maupun tidak langsung kepada karyawan, pasien dan pengunjung. Hal ini dapat dikatakan telah terlaksana dengan baik dan memenuhi syarat kesling rumah sakit (dengan skor observasi ≥ skor minimun).

Depkes (2004), menyatakan bahwa pelaksanaan kesehatan lingkungan rumah sakit disesuaikan dengan tipe rumah sakit. Rumah Sakit Umum Daerah dr. H.Yuliddin Away Tapaktuan adalah rumah sakit bertipe C. pelaksanaan kesehatan lingkungan rumah sakit hanya 75% dari setiap usaha yang dilakukan.

Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit menurut penelitian Hapsari (2010), menyatakan bahwa pengelolaan limbah di rumah sakit belum dapat menangani timbulan limbah setiap hari yang dihasilkan oleh aktivitas rumah sakit. Menurut Djaja (2006) yang melakukan penelitian sebanyak 648 rumah sakit di Indonesia belum

melaksanakan penanganan limbah dengan baik dan benar. Ditambah oleh kajian Depkes RI dan WHO, bahwa hampir 65% rumah sakit belum melaksanakan pemilahan antara limbah medis dan limbah domestik dan sebanyak 98% rumah sakit belum melakukan pencatatan dan pelaporan masalah pengelolaan limbah rumah sakit.

Adisasmito (2007) menyatakan bahwa penerapan kesehatan lingkungan rumah sakit bermanfaat untuk perlindungan lingkungan, manajemen lingkungan rumah sakit yang lebih baik, pengembangan SDM, kontinuitas peningkatan performa lingkungan rumah sakit, peraturan perundang-undangan, bagian dari manajemen mutu terpadu (TQM, total Quality Management), pengurangan dan penghematan biaya serta paling penting adalah untuk meningkatkan citra rumah sakit.

Dokumen terkait