• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KETAHANAN BATANG BAWAH JERUK PADA

LAHAN MASAM MELALUI KULTURIN - VITRO

KARMANAH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

Judul Tesis : Peningkatan Ketahanan Batang Bawah Jeruk Pada Lahan Masam Melalui KulturIn Vitro

Nama : Karmanah

NRP : A151060061

Program Studi : Agronomi

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc Mia Kosmiatin, SSi . MSi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

PRAKATA

Alhamdullilah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan KaruniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Peningkatan Ketahanan Batang Bawah Jeruk Pada Lahan Masam Melalui KulturIn Vitro”.

Penelitian ini merupakan langkah awal yang dilakukan pada penelitian batang bawah jeruk dalam kondisi cekaman lingkungan (Cekaman Al dan pH rendah) secara in vitro, sehingga diharapkan dapat dikembangkan lagi penelitian-penelitian lanjutan untuk memperoleh batang bawah jeruk yang toleran pada Al dan pH rendah (lahan masam).

Dalam melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc dan Mia Kosmiatin, SSi. MSi selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan serta bimbingan dalam pelaksanaan penelitian maupun dalam penulisan tesis ini. Secara khusus ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Agus Purwito, MSc selaku penguji luar komisi atas saran dan kritiknya.

Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada :

1. Rektor Universitas Nusa Bangsa dan Ketua Yayasan PKMK Nusantara yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menempuh pendidikan S2 di Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS kepada penulis sehingga dapat menempuh dan menyelesaikan pendidikan S2.

3. Prof. Dr. Sudirman Yahya, MSc., Dr. Pasril Wahid, MS. APU dan Dr. Eny Widjayani, MS yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk menempuh pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 4. Ketua Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan BB-Biogen atas ijinnya juga

kepada seluruh staf Laboratorium Kultur In vitro Biologi Sel dan Jaringan atas bantuannya.

5. Prof. Dr. Nad Darga T, MS., dan Dr.Ir. H. Arie Lastario K, MSc atas arahannya serta Ir. Hj Tyas Pratiwi, MSi yang banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan S2 ini.

6. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan Program Studi Agronomi Angk 2006 : Sari, Elni, Yosi, Usi Imelda, Fahmi, B’Zul, M’Mei, B’Robi, B’Ami, B’Ifa, P’Ali dan rekan-rekan lainnya atas segala dukungan dan semangatnya.

7. Terakhir penulis sampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua penulis, bapak dan ibu mertua, suami tercinta dan anakku tersayang Ikbal Ramadhan, kakakku A’Yadi dan T’Elah, adik-adikku Ajat dan Ibeng serta seluruh keluarga atas segala do’a restu dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari akan segala keterbatasan dalam penulisan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pertanian khususnya.

Bogor, Februari 2009

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 Juni 1970, sebagai anak kelima dari Bapak H. Sukarna dan Ibu Hj. Ika. Tahun 1989 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Tajur Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Nusa Bangsa. Penulis memperoleh gelar sarjana Pertanian pada tahun 1996.

Tahun 1999 penulis diterima sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Nusa Bangsa Bogor. Pada tahun 2001 penulis menikah dengan Musa dan dikaruniai seorang putra bernama Ikbal Ramadhan.

Tahun 2006 penulis mengikuti pendidikan di Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), Departemen Pendidikan Nasional.

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR ... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Ekofisiologi Tanaman Jeruk ... 4 Jeruk Japansche Citroen (Citrus limonia Osbeck) ………. 6 Kultur Jaringan Tanaman Jeruk ... 7 Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma ... . 9 SeleksiIn Vitro... 11 Pengaruh Kemasaman Lahan terhadap Tanaman ... 12

BAHAN DAN METODE ... 15 Waktu dan Tempat ... 15 Bahan dan Alat... 15 Metodologi Penelitian ... 16 1. Mutasi Iradiasi dan perbanyakan kalus embriogenik ... 16 2. SeleksiIn Vitro pada media Al dan pH rendah ... 18 3. Regenerasi kalus terseleksi AlCl3.6H2O ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20 1. Mutasi Iradiasi dan perbanyakan kalus embriogenik ... 20 2. SeleksiIn Vitro pada media Al dan pH rendah ... 25 3. Regenerasi kalus terseleksi AlCl3.6H2O ... 29

SIMPULAN DAN SARAN ... 38 Simpulan ... 38 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma dan jenis media terhadap

diameter kalus, jumlah bakal tunas dan warna kalus ... 22

2. Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma dan media seleksi Al terhadap

diameter kalus, jumlah tunas dan visual biakan kalus ... 27

3. Jumlah kalus beregenerasi pada media regenerasi MS + VMW +

BAP 3 mg/l + Ekstrak malt 500 mg/l ... 30

4. Jumlah tunas dan Rerata tinggi tunas pada media regenerasi MS+VMW + BA 3 mg/l + Ekstrak malt 500 mg/l setelah

4 kali subkultur ... 31

5. Jumlah daun dan jumlah akar pada media regenerasi MS+VMW

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Buah Jeruk JC yang digunakan ... 17

2. Biji dari buah jeruk JC dan Embrio ... 18

3. Kerangka Alur Penelitian ... 20

4. Persentase embrio yang hidup pada berbagai tingkatan dosis iradiasi

sinar gamma umur 7, 30 dan 60 hari setelah iradiasi ... 21

5. Pembentukan dan Pertumbuhan Kalus Embriogenik pada Beberapa

Jenis Media ... 24

6. Pembentukan kalus embrio mutan dan embrio yang tidak diiradiasi ... 25

7. Persentase kalus yang hidup pada beberapa media seleksi Al, 4 MSP ... 26

8. Respon pertumbuhan kalus pada beberapa media seleksi Al ... 28

9. Pertumbuhan tunas embrio mutan 750 rad pada beberapa media

seleksi Al ... 34

10. Pertumbuhan tunas embrio yang tidak diiradiasi dan embrio mutan

yang terseleksi AlCl3.6H2O 500 ppm ... 35

11. Hasil analisis kromosom varian dari embrio yang tidak diiridiasi dan

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Sasaran produksi buah jeruk untuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri, ekspor dan pemenuhan bahan industri pengolahan

tahun 2005 -2025 ... 45

2. Luas Lahan pengembangan jeruk di 10 Proponsi di Indonesia ... 46

3. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jeruk (Citrus sp) ... 47

4. Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah ... 48

5. Keragaan batang bawah Jeruk JC ... 49

6. Komposisi Media MS ... 50

PENDAHULUAN

Latar belakang

Jeruk (Citrus sp) merupakan buah subtropik yang telah berkembang luas di Indonesia. Jeruk menjadi salah satu komoditas unggulan dalam program pengembangan usaha agribisnis buah diantara komoditas buah lainnya. Jeruk dapat tumbuh dan berproduksi baik di dataran rendah sampai dataran tinggi dan pada lahan sawah ataupun tegalan. Tercatat areal pertanaman jeruk di Indonesia tahun 2004 mencapai 72.306 ha dengan produktivitas rata-rata 17,829 ton/ha, produksi nasional jeruk pada tahun 2004 sebesar 1.600.000 ton dan masih mengimpor sebanyak 94.696 ton sedangkan ekspornya sebesar 1.261 ton (Departemen Pertanian, 2005). Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa peluang pasar domestik masih sangat terbuka. Selain itu diperkirakan permintaan buah jeruk akan terus meningkat oleh karenanya pemacuan produksi jeruk nasional menjadi sangat penting (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2005). Sasaran produksi buah jeruk untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pada tahun 2010, kebutuhan produksi buah jeruk diprediksi sebesar 2.355.550 ton dan jika produktivitasnya 17 - 20 ton per ha, maka pada tahun tersebut diperlukan luas panen kurang lebih 127.327 ha dari sekitar 70.000 ha luas panen yang tersedia pada tahun 2004. Penambahan luas areal untuk mencapai total produksi yang telah ditetapkan hingga tahun 2010 diperkirakan seluas 30.060 ha. Dari luasan ini, maka keperluan bibit jeruk diperkirakan sebanyak 15.030.000 (populasi 500 bibit/ha) (Badan Litbang Departemen Pertanian, 2005).

Berdasarkan kondisi agribisnis jeruk saat ini dan yang ingin diwujudkan masa mendatang terutama pada tahun 2010, Departemen Pertanian melalui kebijakan program revitalisasi agribisnis jeruk melaksanakan beberapa kegiatan antara lain Pengembangan kawasan sentra produksi buah jeruk di 10 Propinsi seluas 5.651.388 ha (Lampiran 2) (Badan Litbang Departemen Pertanian, 2005). Pengembangan areal tersebut meliputi lahan kering masam dan lahan pasang surut di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera.

Menurut Mulyani (2006), lahan masam yang tersedia cukup luas di Indonesia yaitu sekitar 102,8 juta ha. Namun masalah yang umum dijumpai pada pertanaman di lahan masam antara lain adalah kemasaman tanah yang rendah dan keracunan Al,

sehingga untuk mengatasinya diperlukan jenis batang bawah jeruk yang kompatibel dan toleran pada lahan masam.

Menurut Masyarakat Jeruk Indonesia (2004), pemilihan jenis batang bawah jeruk yang kompatibel dan adaptif pada beberapa jenis lahan merupakan faktor penting dalam pengembangan agribisnis jeruk di Indonesia karena akan mempengaruhi bentuk pohon, pola produksi dan produktivitas, kualitas buah serta lama masa produksi. Lebih lanjut dikatakan bahwa kriteria batang bawah yang ideal adalah : perakaran harus cukup (lebat), toleran terhadap kondisi tanah yang tidak menguntungkan, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, berkecepatan tumbuh sesuai dengan batang atas yang digunakan dan dapat memberikan produksi hasil yang baik dan berkualitas. Hingga kini belum ada satu varietas batang bawah yang dianggap ideal yang mempunyai seluruh sifat seperti tersebut di atas.

Saat ini lebih dari 95% pertanaman jeruk yang ada di Indonesia menggunakan batang-bawah Rough lemon (Citrus jambhiri Lush) atau sering disingkat RL, dan Japansche citroen (Citrus limonia Osbeck) atau sering disebut JC (Balitjestro, 2006). Kelebihan RL dan JC adalah sesuai dengan hampir semua batang atas jeruk yang ada. Batang bawah berperan terhadap kecepatan pertumbuhan batang atas dan mempengaruhi kualitas buah yang dihasilkan. Hasil penelitian Fallahi et al (1989) dalam Barus (2000), batang bawah mempengaruhi produksi, kandungan air, kandungan juice dan kandungan asam pada buah. Selain itu batang bawah juga mempengaruhi transpirasi, fiksasi CO2 dan kandungan asam amino (Moreno et al, 1994).

Meskipun JC dapat memberikan beberapa sifat baik, namun menurut Triatminingsih dan Karsinah (2004), jeruk JC sebaiknya tidak ditanam atau digunakan pada daerah endemis penyakit busuk akar Phytopthora sp dan lahan masam, karena sifatnya memang kurang toleran. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan perakitan jeruk dengan menggunakan teknik kultur jaringan guna memperoleh sifat yang toleran pada Al dan pH rendah.

Sumber ketahanan terhadap Al pada jeruk sampai saat ini masih sangat terbatas, sehingga perbaikan untuk karakter tersebut dilakukan melalui peningkatan keragaman genetik yang diikuti dengan metode seleksi in vitro. Metode seleksi in vitro ini telah digunakan untuk meningkatkan sifat resistensi pada beberapa jenis tanaman, baik terhadap cekaman biotik maupun abiotik. Seleksi in vitro untuk

meningkatkan ketahanan sel terhadap Al telah dilakukan pada tanaman tomat dan kentang (Stavarek dan Rains, 1984) ; untuk mendapatkan varian somaklon tenggang Al pada sorghum (Foy et al.,1993). Dall’Agnel et al (1996), melakukan skrining plasma nutfah alfalfa untuk ketenggangan terhadap Al secarain vitro.Seleksiin vitro untuk ketenggangan terhadap aluminium pada empat genotipe jagung juga dilakukan oleh Sutjahjo (2006), dan pada tanaman kedelai (Mariska.,et al, 2004).

Menurut Mariska et al (2004), seleksi in vitro dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan tanaman kedelai terhadap cekaman Al dan pH rendah, dimana sifat-sifat yang dihasilkan dapat diturunkan pada generasi berikutnya. Pengujian di lapang menghasilkan beberapa nomor yang memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap Al dan pH rendah dibandingkan varietas yang toleran.

Mariska et al (2004), mengatakan bahwa dalam melakukan seleksi in vitro diperlukan metode regenerasi dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Lebih lanjut dikatakan bahwa keberhasilan pengembangan metode seleksi in vitro memerlukan tersedianya (a) metode kultur jaringan yang efektif untuk regenerasi tanaman dari sel varian dalam jumlah banyak, (b) agens penyeleksi yang dapat menginduksi perkembangan dan poliferasi jaringan varian tetapi mematikan jaringan normal, dan (c) adanya korelasi antara fenotipik hasil seleksi pada tingkat sel dengan fenotipik pada tingkat tanaman.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keragaman genetik batang bawah jeruk melalui induksi mutasi iradiasi dan seleksi secarain vitro dengan menggunakan media yang selektif dan efektif untuk mendapatkan varian yang toleran pada Al dan lahan masam.

Hipotesis

1. Keragaman genetik batang bawah jeruk dapat ditingkatkan dengan perlakuan induksi mutasi iradiasi sinar gamma dan media seleksiin vitro

2. Melalui metode seleksi in vitro dengan menggunakan media yang selektif dan efektif dapat menapis varian jeruk yang toleran pada Al dan pH rendah (lahan masam).

TINJAUAN PUSTAKA

Ekofisiologi Tanaman Jeruk

Jeruk (Citrus sp) banyak dibudidayakan di daerah tropik dan sub tropik. Terdapat banyak seleksi kultivar jeruk yang berasal dari berbagai cara hibridisasi, mutasi dan poliploidi yang terjadi dalam species Citrus. Asal-usul jeruk yang terseleksi tersebut tidak jelas, sehingga sulit untuk melakukan pengelompokkan dan klasifikasi kultivar jeruk yang ada. Menurut Karsinah (1999) klasifikasi jeruk (‘true citrus’) sebagai berikut :

Famili : Rutaceae Subfamili : Aurantioideae

Suku : Citriae (‘Citrus dan Citroid’) Sub suku : Citrinae (‘Citrus’)

Grup : Jeruk (‘True Citrus’) Genus : Citrus

Umumnya jeruk diperbanyak secara komersial dengan biji. Biji tanaman jeruk mempunyai sifat poliembrional, artinya dari satu buah benih jeruk yang ditanam dapat tumbuh menjadi lebih dari satu kecambah jeruk (Rismunandar, 1981). Cara lain yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman jeruk adalah dengan melakukan penyambungan antara batang atas dan batang bawah. Batang atas biasanya berasal dari tunas vegetatif pohon induk, sedangkan bibit batang bawah biasanya merupakan hasil perbanyakan melalui biji. Perbanyakan tanaman ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi adalah jenis tanah, suhu, curah hujan serta ketinggian dari permukaan laut. Jeruk dapat tumbuh dengan baik di wilayah dataran sedang – tinggi ( 500 m dpl), pada tanah yang berdrainase baik, solum tanah minimum 50 cm, banyak mengadung bahan organik dan tekstur tidak terlalu liat (Djaenudinet al, 2000). Tingkat kemasaman tanah 4.0 – 7.8 (optimum 6), temperatur 13 – 35oC (optimum 22-23oC) dengan curah hujan 1000 – 3000 mm/thn (Masyarakat Jeruk Indonesia, 2004).

Menurut Djaenudin et al (2000), untuk tumbuh dan berproduksi tanaman jeruk dipengaruhi pula oleh kualitas lahan antara lain salinitas, alkalinitas dan toksisitas unsur hara (alumunium dan pyrit), karenanya kesesuaian lahan menjadi

sangat penting. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan. Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya yang terdiri dari tanah, iklim, topografi, hidrologi dan atau drainase sesuai untuk suatu usahatani atau komoditas tertentu yang produktif Dalam menilai kesesuaian lahan ada beberapa cara antara lain dengan perkalian parameter, penjumlahan atau meggunakan hukum minimum yaitu mencocokan (matching) antara kualitas dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lainnya yang dievaluasi.

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) adalah :

1. Ordo : Kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ini kesesuaian lahan dibedakan atas sesuai (S) dan tidak sesuai (N).

2. Kelas : Lahan yang tergolong sesuai dibedakan antara lahan yang sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai margina (S3).

Kelas S1 sangat sesuai artinya lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan.

Kelas S2 cukup sesuai artinya lahan mempunyai faktor pembatas dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitas sehingga memerlukan tambahan masukan (input).

Kelas S3 sesuai marginal artinya lahan mempunyai faktor pembatas yang berat sehingga memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2.

Kelas N tidak sesuai artinya lahan yang tidak sesuai karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan sulit diatasi.

3. Subkelas : keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas. Tergantung peranan faktor pembatas pada masing- masing subkelas, kemungkinan kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai masukan yang diberikan.

4. Unit : keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Unit yang satu berbeda dari unit yang lainnya dalam sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang

diperlukan dan sering merupakan perbedaan detil dari faktor pembatasnya. Dalam praktek evaluasi kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang dilakukan.

Persyaratan kesesuaian lahan untuk jeruk dan kriteria sifat-sifat kimia tanah dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.

Jeruk Japansche Citroen (Citrus limonia Osbeck)

Jeruk Japansche Citroen (Citrus limonia Osbeck) merupakan varietas hybrida yang dihasilkan dari persilangan antara Citroes nobilis (keprok) X Citroes medica (lemon). Japansche Citroen (JC) bersifat mirip dengan Rough Lemon, tahan terhadap kekeringan, dapat merangsang pembentukan buah lebih awal dari biasanya dan menghasilkan produksi tinggi dengan kualitas yang baik. Jenis ini peka terhadap serangan Exocortis (Sugiyarto, 1994). Exocortis adalah sejenis virus yang dapat menyebabkan terganggunya kulit tanaman dan menyebabkan tanaman menjadi kerdil (Niyomdhan, 1997).

Menurut Masyarakat Jeruk Indonesia (2004), jeruk Japansche Citroen mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pohon tegar dan produktif, ukuran sedang, cabang menyebar dan merunduk, duri kecil dan sedikit

2. Daun berwarna hijau gelap, aroma daun menyengat, pupus warna ungu

3. Bunga berukuran kecil hingga sedang, putik dan kelopak bunga berwarna ungu tua.

4. Buah berukuran kecil hingga sedang, warna kulit buah bila masak kekuningan sampai jingga kemerahan.

5. Biji jumlahnya banyak, berukuran kecil dan warna keping biji hijau muda, setiap buah berisi 8-10 biji, 100 kg buah diperoleh 8.000-10.00 biji yang baik, derajat poliembrioninya rendah yaitu 18.3%-50% semaian generatif 35%.

6. Tahan kekeringan

7. Daya dukung terhadap batang atas baik dan cepat menghasilkan buah yang berkualitas sedang hingga baik.

8. Peka terhadap Exocortis, Xyloporosis danPhytopthora 9. Tahan terhadapPsorosis dan agak tahan terhadapTristeza.

Menurut Purbiati et al (2002) Japansche Citroen memiliki kevigoran yang tinggi, ukuran biji sedang (diameter 0,5 cm), mudah beradaptasi tetapi buahnya sangat masam dan kurang layak untuk dikonsumsi, oleh karenanya direkomendasikan sebagai batang bawah. Keragaan batang bawah jeruk Japansche Citroen dapat dilihat pada Lampiran 5.

Batang bawah Japansche Citroen memiliki tingkat kompatibelitas yang baik. Hasil penelitian Susanto (2003) menunjukkan penggunaan batang bawah Japansche Citroen bersifat lebih mendorong pertumbuhan vegetatif batang atas dibandingkan Rangpur Lime dan Rough Lemon. Sedangkan hasil penelitian Rahayuni dan Hadijah (1996) menunjukkan tanaman yang berbatang bawah Japansche Citroen tumbuh lebih vigor sehingga berukuran lebih besar dibandingkan dengan batang bawah Rough Lemon,Citrus aurantifolia,Citrus amblycarpadanCitroen nobilis.

Kultur Jaringan Tanaman Jeruk

Program pengembangan tanaman jeruk menuntut adanya penyediaan bibit tanaman jeruk yang bebas penyakit, baik batang atas maupun batang bawah (Triatminingsih dan Karsinah, 2004). Pemilihan jenis batang bawah jeruk yang kompatibel dan adaptif pada beberapa jenis lahan juga merupakan faktor penting dalam pengembangan agribisnis jeruk di Indonesia karena akan mempengaruhi bentuk pohon, pola produksi dan produktivitas, kualitas buah serta lama masa produksi (Masyarakat Jeruk Indonesia, 2004).

Pada umumnya batang bawah jeruk diperbanyak dengan biji. Sebaiknya biji yang digunakan mempunyai derajat embrio nuselar yang tinggi, sehingga keseragaman batang bawah lebih terjamin (Starrantino dan Caruso, 1983). Bila materi yang tersedia terbatas, maka perbanyakan dapat dilakukan dengan teknik kultur in vitro. Pada tanaman jeruk dapat dilakukan dengan cara kultur ovul, kultur nuselar (Carimi, 2002), kultur tunas pucuk (Starrantino dan Caruso, 1983), dan kultur internode batang yang berasal dari perkecambahan in vitro maupun dari tanaman dewasa (Harada dan Murai, 1996). Teknik ini berguna untuk industri pembibitan jeruk dalam skala besar terutama untuk varietas-varietas tertentu yang ketersediaan bijinya sangat terbatas atau bergantung musim.

Kulturin vitro dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk perbanyakan tetapi juga untuk perbaikan tanaman termasuk perakitan varian yang dapat adaptif pada lahan marjinal dan penyimpanan plasma nutfah. Selain itu untuk dapat merakit varietas baru, sebaiknya penelitian tidak hanya dilakuan di laboratorium tetapi harus dilanjutkan dengan pengujian lapang, oleh karenanya sangat diperlukan kerja sama dengan para pemulia konvensional. George dan Sherington (1984) menyatakan bahwa keunggulan teknik kultur jaringan yaitu (a) dapat memperbanyak varietas hibrida baru untuk tujuan komersial, (b) dapat memperoleh tanaman baru yang bebas virus, (c) dapat memperbanyak tanaman yang sukar diperbanyak dengan biji, (d) dapat memperoleh tanaman induk yang sama sifat genetiknya dalam jumlah banyak dan (e) dapat menghasilkan tanaman baru sepanjang tahun tanpa dipengaruhi oleh musim.

Pada prinsipnya metode kultur jaringan merupakan cara untuk memperbanyak protoplas atau sel atau organ dalam media tumbuh aseptik (yang mengandung formulasi hara buatan) dengan lingkungan yang terkendali. Lestari (2008) menyatakan bahwa prinsip yang mendasari penggunaan metode kultur jaringan adalah pembuktian teori totipotensi sel.

Totipotensi sel adalah kemampuan sel untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang sempurna jika ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai dan terkendali (Lestari, 2008). Arah pertumbuhan dan perkembangan suatu sel sangat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuhnya, zat pengatur tumbuh yang ditambahkan, serta dipengaruhi oleh media tumbuhnya. Ketepatan pemilihan dan penggunaan media kultur sangat menentukan keberhasilan penggunaan teknik kultur jaringan.

Media kultur jaringan yang paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur jaringan adalah media dasar Murashige dan Skoog (1962). Walaupun pada awal mulanya unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus

Dokumen terkait