• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Valuasi Ekonomi

Valuasi ekonomi lingkungan digunakan untuk memudahkan perbandingan antara nilai lingkungan hidup (environmental value) dan nilai pembangunan (development values) (Kurniawan, dkk.,2009).

Menurut Sanim, 2006 (dalam Kurniawan, dkk.,2009) valuasi ekonomi lingkungan seharusnya merupakan suatu bagian integral dari prioritas pembangunan sektoral dalam menentukan keseimbangan antara konservasi dan pembangunan, serta dalam memilih standar lingkungan.

Valuasi pada dasarnya adalah member nilai moneter kepada sumber daya alam dan lingkungan. Teknik valuasi diperlukan karena ketidaktersediaan harga sumber daya alam dan lingkungan di pasar (Fauzi, 2006). Teknik yang sering digunakan untuk valuasi ekonomi adalah teknik contingent valuation. Menurut Patunru (1994) mendefinisikan contingent valuation sebagai suatu pendekatan survei untuk valuasi barang dan jasa non market berdasarkan kuesioner untuk mendapatkan informasi tentang nilai barang dan jasa dalam pertanyaan. Nilai yang diperoleh untuk barang dan jasa dikatakan contingent atas sifat pasar yang dibangun (hipotetis atau disimulasi) dan barang dan jasa digambarkan dalam skenario survei.

Gambar 2.1. Alur dampak perubahan lingkungan terhadap manusia (Freeman, 1979) EFEK LANGSUN G

Mela lui system kehidupan – mekanisme biologis

Kesehatan manusia: kematian , tra uma , stress akibat banjir, khawatir akan banjir

Produk tifitas ekonomi dari ek osistem: menurunnya permintaan akan deve loper, menurunnya

Dampak ekosistem lainnya: penggunaan rekreasional menurun, keberaga man

EFEK TIDAK LANGSUNG Mela lui system kehidupan Kerusakan akibat ba njir

pada property, peningkatan biaya produksi, meningkatnya waktu perja lanan

Ketegangan antar komunitas, waktu/usaha/energi

Rasa estetika daerah yang terkena banjir

Contingent valuation method merupakan suatu metode untuk mendapatkan estimasi nilai terutama jumlah yang mau dibayarkan individu atau rumah tangga untuk barang lingkungan tertentu. Freeman (1979) mengklasifikasikan banyak alur di mana kualitas lingkungan berdampak pada manusia, seperti tingkat risiko banjir, banjir, dan gempabumi. Ia menyatakan bahwa efek ini mungkin bersifat langsung atau tidak langsung melalui sistem organisme lain. Gambar 2.1. menunjukkan sumber potensial dari efek langsung dan tidak langsung tersebut.

Teori utilitas dasar digunakan dalam studi ini untuk memberi pedoman model teoritis dalam menggambarkan willingness to pay (WTP) untuk pengendalian banjir dan perbaikan ekologi. Diasumsikan bahwa individu mamaksimumkan utilitasnya dengan kendala anggaran yang dimiliki. Dalam studi ini, utilitas rumah tangga dapat digambarkan dengan suatu vektor market goods, X, dan nonmarket goods, Z. Nilai barang public nonmarket, yang tidak memiliki harga dan hanya dapat disediakan dalam jumlah tetap, ditunjukkan oleh WTP untuk nonmarket goods, yang akan berhubungan dengan surplus konsumen atau area di bawah kurva permintaan bagi nonmarket goods (Samuelson, 1954). Problem optimisasi ini ditunjukkan dengan persamaan:

Maksimumkan U(X,Z) subject to 3i Pi, Xi < Y (1) Di mana Y adalah pendapatan dan P adalah vektor harga untuk barang yang dipasarkan dalam vektor X untuk menyelesaikan problem optimisasi ini, maka

dibuat fungsi permintaan untuk market good, yang ditunjukkan dengan persamaan:

Xi = Xi (P,Z,Y) (2)

Sementara itu untuk meminimumkan fungsi pengeluaran, dengan level utilitas given, ditunjukkan oleh persamaan (3) yang dapat digunakan untuk menurunkan fungsi WTP:

Minimumkan 3iPi, Xi = M subject to U(X,Z) = U* (3) U* merupakan reference level dari utilitas dan M adalah pengeluaran uang minimum yang diperlukan untuk mencapai U*. Dengan memecahkan persamaan (3), maka diperoleh fungsi pengeluaran rumah tangga:

E = E (P,Z,U*) 2.8 Penelitian Terdahulu

Kim (2002) penelitian Kim menggunakan menggunakan metode analisis CVM. Studi ini menemukan bahwa faktor individu (pendapatan, pendidikan, informasi, dan keterikatan masyarakat), kualitas air faktor daerah (lokasi perumahan dan kedekatan dengan sungai) memiliki dampak positif pada kemauan untuk membayar dan faktor daerah lebih kuat dari faktor individu dalam memprediksi kemauan untuk membayar kualitas air. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang-orang hilir memiliki perhatian yang lebih besar untuk perlindungan lingkungan sehingga memiliki WTP yang lebih rendah untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas air. Sebaliknya, orang yang hidup

hulu yang memiliki masalah lingkungan yang lebih rendah memiliki WTP yang lebih tinggi untuk kualitas air.

Yapin (2003) penelitian ini menggunakan menggunakan metode analisis CVM dan TCM. Hasil dari penelitian ini investigasi biaya perjalanan, telah menunjukkan bahwa kualitas air yang lebih baik menggeser kurva permintaan ke

luar. Sedikit perbedaan kelengkungan dari fungsi permintaan utama.

Perkiraan CVM telah mengambarkan mirip tren. Tapi tindakan tersebut lebih

tinggi dari nilai yang diperkirakan melalui biaya perjalanan. Sebagian

besar menunjukkan nilai penggunaan situs rekreasi sebagai konsumsi yang baik kecuali keperluan rekreasi. Danau telah melayani tujuan lain seperti budidaya ikan dan pasokan air, nilai tersebut tidak tercermin baik dalam pengukuran biaya

perjalanan atau nilai-nilai CV, karena itu percaya bahwa kedua perkiraan

mengecilkan nilai guna sebenarnya dari danau. Penilaian Kontinjensi adalah

variable independen dari biaya perjalanan dan jumlah pengunjung.

Responden sebenarnya bergantung pada pendapatan, pendidikan, dan

penghakiman responden terhadap kualitas air danau. Umur dan jenis

kelamin tampaknya tidak memiliki banyak dampak pada kontingen penilaian. Cho dan Kim (2004) penelitian ini menggunakan menggunakan metode analisis CVM. Hasil dari penelitan ini dimana variabel jenis kelamin, umur, pendapatan dan pembelian air menunjukan hasil yang signifikan terhadap WTP. Variabel tahun dan ukuran rumah (famno) menunjukan hasil tidak signifikan terhadap WTP. Penelitian ini menjelaskan bahwa WTP diperkirakan akan cukup

untuk membayar penuh biaya penyediaan kualitas air daerah-daerah metropolitan Seoul yang lebih baik . Penelitian ini memfokuskan pada biaya ekonomi dan manfaat bagi peningkatan kualitas air rumah tangga Paldang Reservoir di Korea.

Saptutyningsih dan Suryanto (2009) penelitian ini menggunakan menggunakan metode analisis SIG dan Hedonic Price. Tingkat kerawanan wilayah banjir tertinggi di DIY adalah Kabupaten Kulonprogo khususnya di Kecamatan Temon, Kecamatan Wates, dan Kecamatan Panjatan. Kecamatan Temon tingkat kerentanan tertinggi adalah pada sawah irigasi, Kecamatan Wates tingkat kerentanan tertinggi adalah tegalan dan kebun, serta Kecamatan Panjatan tingkat kerentanan tertinggi pada tegalan dan kebun juga. Dalam penelitian ini terdapat variabel karakteristik properti dan tanah, lingkungan, risiko banjir, kesadaran masyarakat, dan sosial ekonomi. Penelitian menunjukkan bahwa semua koefisien-koefisien secara signifikan berbeda dari nol. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tinggi tingkat genangan banjir dapat menekan harga dari

properti dan nilai tanah. Rata-rata kesediaan membayar (MWTP) untuk

penurunan unit ketinggian tingkat genangan banjir diperkirakan mencapai jumlah

yang wajar Rp 2.175.00. Berdasarkan ukuran rendah (MWTP) tidak

ada pengaruhnya terhadap variabel sosial ekonomi, untuk itu perlu

menyosialisasikan pada masyarakat tentang kesadaran risiko bencana. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat meningkatkan kesadaran terhadap risiko

bencana banjir, sehingga dampak yang disebabkan oleh bencana banjir dapat diminimalkan di masa depan.

Simmons, et al. (2002) penelitian ini menggunakan menggunakan metode analisis Hedonic Price. Hasil dari penelitian ini adalah dari kedua model menunjukkan bahwa mitigasi, baik retrofit (tirai badai) dan konstruksi (SII), sangat signifikan terhadap harga penjualan kembali rumah. Variable individu signifikan terhadap jenis asuransi diri untuk melakukan tindakan mitigasi

dan variabel struktural dalam model retrofit menunjukan hubungan

signifikan. Koefisien pada tirai badai menggambrakan bahwa rata-rata harga untuk rumah sekitar $ 80.000, dengan adanya badai tirai menambahkan lebih dari 5% harga jual. Namun, pesan dari penelitian ini adalah bahwa ada ruang kebijakan untuk memberikan tindakan mitigasi dengan sukarela dan secara insentif bagi penduduk

Harahap dan Hartono (2007) penelitian ini menggunakan menggunakan metode analisis Hedonic Price. Hasil dari penelitian ini dihasilkan bahwa: (i) ketersediaan fasilitas air minum dan air pompa mempengaruhi harga rumah di perkotaan, sementara ketersediaan fasilitas toilet yang dilengkapi dengan tangki septik mempengaruhi harga rumah baik di perkotaan maupun di perdesaan; (ii) penanganan sampah yang baik yaitu melalui pengumpulan oleh dinas terkait mempengaruhi harga rumah di perkotaan dan perdesaan; (iii) besarnya kesediaan membayar untuk air perpipaan dan air pompa di perkotaan sebesar Rp.6850 per bulan, sementara kesediaan membayar untuk ketersediaan fasilitas toilet dengan

tangki septik mencapai Rp.15.800 per bulan, dan kesediaan membayar untuk pengangkutan sampah oleh Dinas terkait mencapai Rp.1.950 per bulan. Dalam regresi model logistik dihasilkan bahwa kondisi sosial ekonomi rumah tangga yaitu umur, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan kepala keluarga dan pengeluaran per kapita mempengaruhi kemungkinan kepemilikan fasilitas air minum yang baik yaitu air perpipaan atau air pompa, fasilitas sanitasi yang baik berupa toilet dengan tangki septik dan fasilitas pengelolaan sampah dengan diangkut Dinas terkait. Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga, semakin tinggi kemungkinan kepemilikan fasilitas air minum dan sanitasi yang baik.

Kurniawan, dkk. (2009) penelitian ini menggunakan analisis pendukung spasial dalam Sistem Informasi Geografi (SIG), sedangkan untuk menghitung Valuasi ekonomi menggunakan pendekatan Willingness to Pay (WTP) dan Travel Cost Method (TCM) untuk mengetahui manfaat barang dan jasa yang dihasilkan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan air, biaya dikeluarkan masyarakat sekitar KKMP, jumlah produksi, harga bahan baku PDAM, luas sawah dan keuntungan produksi per luasan (hektar). Dari analisa data yang dilakukan dapat diketahui setiap tahunnya menghasilkan nilai guna langsung (direct use value) sebesar Rp. 1.199.918.615.100,- nilai guna tak langsung (indirect use velue) sebesar Rp. 808.117.741.600. Nilai ekonomi total dari sebagian jasa lingkungan KKMP setiap tahunnya adalah sebesar Rp. 2.072.501.086.700,-.

Dokumen terkait