• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Valuasi Ekonomi Mitigasi Bencana Banjir Sungai Bengawan Solo (Studi Kasus di Daerah Rawan Banjir Eks karisidenan Surakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SKRIPSI Valuasi Ekonomi Mitigasi Bencana Banjir Sungai Bengawan Solo (Studi Kasus di Daerah Rawan Banjir Eks karisidenan Surakarta)"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Valuasi Ekonomi Mitigasi Bencana Banjir Sungai Bengawan Solo (Studi Kasus di Daerah Rawan Banjir Eks karisidenan Surakarta)

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

DWI HARJONO SAPUTRO F0108057

JURUSAN EKONO MI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)
(3)
(4)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

v Hidup adalah rintangan yang harus dihadapi, perjuangan

yang harus dimenangkan, rahasia yang harus digali dan

anugerah yang harus dipergunakan

v Tuhan mempunyai rencana yang beda untuk hamba-Nya dan

yakinlah bahwa Tuhan telah menyiapkan rencana indah untuk

setiap hamba-Nya

v Hal kecil membentuk kesempurnaan tetapi kesempurnaan

bukanlah hal kecil

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya kecilku ini

untuk keluarga dan orang-orang terdekatku

yang selalu memberikan

harapan, semangat dan cinta dengan

(5)

ABSTRAK

Valuasi Ekonomi Mitigasi Bencana Banjir Sungai Bengawan Solo (Studi Kasus di Daerah Rawan Banjir Eks karisidenan Surakarta)

DWI HARJONO SAPUTRO F0108057

Banjir Bengawan Solo sudah seperti rutinitas tahunan yang tinggal menunggu kedatangannya tanpa ada upaya-upaya menanggulanginya. Sementara setiap tahunnya jumlah kerugian/korban banjir di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo semakin bertambah. Dengan kenyataan tersebut maka tidak dapat dipungkiri bahwa banjir adalah salah satu jenis bencana yang periodik dan merugikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan melakukan valuasi ekonomi mitigasi bencana banjir di wilayah Eks Karisidenan Surakarta yang rawan terjadinya bencana banjir. Penelitian valuasi ekonomi mitigasi bencana banjir dilakukan dengan menggunakan contingent valuation methods (CVM). Penghitungan besarnya willingness to pay (WTP)untuk mengurangi risiko bencana banjir dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap WTP dengan pendekatan CVM. Subjek penelitian ini adalah warga sekitar daerah aliran sungai Bengawan Solo di Eks karisidenan Surakarta meliputi Kabupaten Wonogiri, Sukoharjo, Surakarta, Karanganyar dan Sragen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jarak dan tinggi genanggan mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik pada derajat kepercayaan 5%. Sedangkan usia mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik pada derajat kepercayaan 10%. Jadi variabel usia, jarak dan tinggi genangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan untuk membayar melakukan tindakan mitigasi bencana banjir.

Agar tindakan mitigasi dapat berjalan dengan baik upaya pengendalian banjir tidak bisa hanya difokuskan pada penanganan fisik saja, namun harus disinergikan juga dengan pembangunan non-fisik yang menyediakan ruang lebih luas bagi munculnya keterlibatan atau partisipasi masyarakat, sehingga tercapai suatu sistem pengendalian banjir yang lebih optimal. Untuk melakukan tindakan mitigasi bencana yang berkelanjutan, maka perlunya peran serta dari masyarakat dan pemerintah dalam melakukan tindakan mitigasi.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul VALUASI EKONOMI MITIGASI BENCANA BANJIR SUNGAI BENGAWAN SOLO(Studi Kasus di Daerah Rawan Banjir Eks karisidenan Surakarta). Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan, masukan, serta dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Suryanto, S.E, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktunya, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis dengan penuh perhatian, kesabaran dan memberikan pengarahan yang sangat berharga bagi penulis.

2. Dr. Wisnu Untoro, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Supriyono, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

4. Nurul Istiqomah, S.E, M.Si., selaku pembimbing akademis.

(7)

6. Kedua orang tua, kakak, dan adik atas kasih sayangnya dan tak hentinya memberi doa, nasehat, semangat, dan dukungan untuk menyelesaikan studi. 7. Sahabat-sahabat seperjuanganku EP 2008, yang telah memberi dukungan baik

moril maupun materiil.

8. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu proses pembuatan hingga skripsi ini selesai.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta pihak-pihak yang berkepentingan.

Surakarta, Juli 2012

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

(9)

3.3 Desain penelitian ... 38

3.4 Definisi Operasional Variabel ... 38

3.5 Tehnik Analisis Data ... 40

a. Analisis Deskriptif Kualitatif ... 40

b. Regresi Linier Berganda ... 40

1. Uji F ... 43

2. Uji ... 44

3. Uji t ... 44

4. Multikolinieritas ... 46

5. Heteroskedastisitas... 46

6. Autokorelasi ... 47

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Sungai Bengawan Solo ... 49

a. Kondisi Geografis... 49

b. Luas Sungai Bengawan Solo ... 49

c. Kondisi Meterologi Sungai Bengawan Solo ... 50

d. Kondisi Topograi Sungai Bengawan Solo ... 51

e. Kondisi Geologi Sungai Bengawan Solo ... 52

4.2 Karakteristik Responden ... 53

4.3 Analisis Deskriptis Penelitian ... 58

a. Sejarah Banjir Sungai Bengawan Solo ... 58

b. Kejadian Banjir Sungai Bengawan Solo... 59

(10)

2. Pengaturan Debit Banjir... 66

3. Peningkatan Peran Masyarakat ... 67

4. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air ... 68

5. Penyediaa Dana... 68

6. Pengembangan Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat dan Rencana Tindak Darurat ... 68

4.4 Analisis Data Kuantitatif ... 72

a. Regresi Linier Berganda ... 72

b. Uji Asumsi Klasik... 73

1. Multikolinieritas ... 73

2. Heteroskedastisitas... 74

3. Autokorelasi ... 75

4. Uji F ... 75

5. Uji ... 76

6. Uji t ... 76

4.5 Pembahasan dan Interpretasi Secara Ekonomi ... 82

a. Pengaruh pendapatan terhadap kemampuan untuk membayar (WTP) ... 82

b. Pengaruh pendidikan terhadap kemampuan untuk membayar (WTP) ... 83

c. Pengaruh usia terhadap kemampuan untuk membayar (WTP) ... 84

d. Pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap kemampuan untuk membayar (WTP) ... 84

e. Pengaruh jarak terhadap kemampuan untuk membayar (WTP) ... 85

(11)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 89

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Bencana di Indonesia Pada Tahun 2012... 3

Tabel 1.2 Kejadian Banjir Beserta Dampaknya di Eks Karisidenan Surakarta ... 6

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Menurut Pendapatan per Bulan... 53

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 54

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Usia ... 55

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga... 55

Tabel 4.5 Karakteristik Responden Menurut Jarak ... 56

Tabel 4.6 Karakteristik Responden Menurut Tinggi Genangan ... 57

Tabel 4.3 Tindakan Mitigasi Masyarakat ... 65

Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Berganda Dengan Ordinary Least Square (OLS) ... 73

Tabel 4.7 Uji Multikolinearitas dengan Metode Auxiliary Regression ... 74

Tabel 4.8 Uji White... 74

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Aliran Sungai Bengawan Solo ... 3

Gambar 2.1. Alur dampak perubahan lingkungan terhadap manusia... 28

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran ... 35

Gambar 3.1 Kurva Distribusi Normal ... 45

Gambar 4.1 Sejarah Banjir 5 Kabupaten Lokasi Studi... 58

Gambar 4.2 Proses Penanganan Bencana ... 61

Gambar 4.3 Alur Tindakan Mitigasi... 63

Gambar 4.4 Uji T Untuk Variabel Pendapatan... 77

Gambar 4.5 Uji T Untuk Variabel Pendidikan ... 78

Gambar 4.6 Uji T Untuk Variabel Usia... 79

Gambar 4.7 Uji T Untuk Variabel Jumlah Anggota Keluarga ... 80

Gambar 4.8 Uji T Untuk Variabel Jarak... 81

(14)

ABSTRAK

Valuasi Ekonomi Mitigasi Bencana Banjir Sungai Bengawan Solo (Studi Kasus di Daerah Rawan Banjir Eks karisidenan Surakarta)

DWI HARJONO SAPUTRO F0108057

Banjir Bengawan Solo sudah seperti rutinitas tahunan yang tinggal menunggu kedatangannya tanpa ada upaya-upaya menanggulanginya. Sementara setiap tahunnya jumlah kerugian/korban banjir di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo semakin bertambah. Dengan kenyataan tersebut maka tidak dapat dipungkiri bahwa banjir adalah salah satu jenis bencana yang periodik dan merugikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan melakukan valuasi ekonomi mitigasi bencana banjir di wilayah Eks Karisidenan Surakarta yang rawan terjadinya bencana banjir. Penelitian valuasi ekonomi mitigasi bencana banjir dilakukan dengan menggunakan contingent valuation methods (CVM). Penghitungan besarnya willingness to pay (WTP)untuk mengurangi risiko bencana banjir dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap WTP dengan pendekatan CVM. Subjek penelitian ini adalah warga sekitar daerah aliran sungai Bengawan Solo di Eks karisidenan Surakarta meliputi Kabupaten Wonogiri, Sukoharjo, Surakarta, Karanganyar dan Sragen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jarak dan tinggi genanggan mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik pada derajat kepercayaan 5%. Sedangkan usia mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik pada derajat kepercayaan 10%. Jadi variabel usia, jarak dan tinggi genangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan untuk membayar melakukan tindakan mitigasi bencana banjir.

Agar tindakan mitigasi dapat berjalan dengan baik upaya pengendalian banjir tidak bisa hanya difokuskan pada penanganan fisik saja, namun harus disinergikan juga dengan pembangunan non-fisik yang menyediakan ruang lebih luas bagi munculnya keterlibatan atau partisipasi masyarakat, sehingga tercapai suatu sistem pengendalian banjir yang lebih optimal. Untuk melakukan tindakan mitigasi bencana yang berkelanjutan, maka perlunya peran serta dari masyarakat dan pemerintah dalam melakukan tindakan mitigasi.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sejumlah wilayah di Indonesia termasuk Jateng mulai merasakan bencana banjir. Sejumlah waduk mengalami penyusutan debit air, dan ribuan hektar sawah mengalami puso dan terancam gagal panen akibat tergenang air. Di tingkat nasional terdapat 3 wilayah di Jateng yang mengalami kerusakan terparah akibat banjir selama kurun waktu 2005 sampai 2009 yaitu Wonogiri, Grobogan dan Gunung Kidul (DIBI, 2009).

Kondisi tersebut di akibatkan oleh iklim tropis Provinsi Jawa Tengah yang terletak antara 5o40'-8o30' LS dan antara 108o30'-111o30' BT menjadikan potensi

dan ancaman bencana. Dampak dari bahaya iklim tersebut adalah banjir, kekeringan, kebakaran lahan dan badai angin. Kejadian bencana alam karena iklim dalam sepuluh tahun terakhir diantaranya adalah banjir di Demak, Semarang, Brebes, Cilacap, Kebumen dan Purworejo; kekeringan di Demak, Grobogan dan Wonogiri; kebakaran lahan di lereng Lawu, Merbabu, Merapi, Sumbing dan Slamet; terjadi pula badai angin terjadi di Kabupaten Karanganyar, Boyolali, Klaten dan bagian selatan Provinsi Jawa Tengah. (Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2008).

(16)

wilayah Pulau Jawa pada posisi 110o18’ BT sampai 112o45’ BT dan 6o49’LS

sampai 8o08’ LS. Wilayah Sungai merupakan suatu wilayah yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungai.

Luas total wilayah sungai (WS) Bengawan Solo ± 19.778 km2, terdiri dari 4 (empat) Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Bengawan Solo dengan luas ± 16.100 km2, DAS Kali Grindulu dan Kali Lorog di Pacitan seluas ± 1.517 km2, DAS kecil di kawasan pantai utara seluas ± 1.441 km2 dan DAS Kali Lamong seluas ± 720 km2. DAS Bengawan Solo merupakan DAS terluas di WS Bengawan Solo yang meliputi Sub DAS Bengawan Solo Hulu, Sub DAS Kali Madiun dan Sub DAS Bengawan Solo Hilir. Sub DAS Bengawan Solo Hulu dan sub DAS Kali Madiun dengan luas masing-masing ± 6.072 km2 dan ± 3.755 km2.

Bengawan Solo Hulu dan Kali Madiun mengalirkan air dari lereng gunung berbentuk kerucut yakni Gunung Merapi (± 2.914 m), Gunung Merbabu (± 3.142 m) dan Gunung Law u (± 3.265 m), sedangkan luas Sub DAS Bengawan Solo Hilir adalah ± 6.273 km2. Secara administratif WS Bengawan Solo mencakup 17 (tujuh belas) kabupaten dan 3 (tiga) kota, yaitu:

Kabupaten : Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar,

Sragen,Blora, Rembang, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban. Lamongan, Gresik dan Pacitan.

(17)

Gambar 1.1 Aliran Sungai Bengawan Solo (Sumber: BBWS Surakarta)

Banjir merupakan fenomena alam yang sering terjadi pada saat ini. Lebih lanjut disebutkan bahwa banjir di Indonesia pada tahun 2012 adalah bencana yang terbesar yaitu 32% yaitu 4.188 dari keseluruhan bencana di Indonesia, hal tersebut digambarkan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Bencana di Indonesia pada tahun 2012

(18)

(Sumber: DIBI 2012, data diolah)

Contoh banjir yang terjadi di indonesia yaitu: Banjir di Banyumas dan Purworejo akibat luapan Sungai Ijo dan Sungai Kecepak, Banjir di Sumatra Utara akibat luapan Sungai Batang Serangan Tanjungpura, Banjir di Jakarta Utara akibat dari luapan sungai Cisadane dan Ciliwung, termasuk banjir di Surakarta akibat dari luapan sungai Bengawan Solo.

Bengawan Solo salah satu DAS yang sering terlanda banjir, curah hujan yang tinggi menyebabkan sungai tidak mampu menampung aliran permukaan (runoff), sehingga terjadi banjir luapan. Pada tahun 2004 terdapat 760.771,3 hektar lahan kritis di Jawa Tengah, Surakarta menempati urutan Urutan kedua di

(19)

Wonogiri (84.068,57 hektar). Wilayah rawan banjir sungai bengawan solo di eks Karisidenan Surakarta adalah: Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, dan Sragen.

(20)

Tabel 1.3 Kejadian Banjir Beserta Dampaknya di Eks Karisidenan Surakarta

No. Tanggal

Lokasi Korban Jiwa Kerugian Rumah

Rusak

(Sumber:Dinas Kesbang Linmas dan Biro Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah 2007)

Pada tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Sragen melaporkan kerugian material akibat banjir yang melanda wilayah Sragen mencapai Rp 192 miliar. Kerugian terbanyak disebabkan oleh rusaknya pertanian dan infrastruktur seperti jalan, jembatan serta sekolah yang terendam banjir. Selain itu banjir yang berasal dari luapan Bengawan Solo itu telah merendam tidak kurang dari 9.000 rumah penduduk di 97 desa yang tersebar di 14 kecamatan. Ratusan rumah di antaranya tenggelam dan saat genangan air surut, terhitung sedikitnya 57 rumah yang roboh dan sama sekali tidak bisa ditempati.

(21)

jembatan penghubung antar desa di Sragen rusak. Sementara sarana pendidikan yang tidak bisa lagi dipergunakan untuk proses belajar mengajar mencapai 33 unit (Tempo Interaktif, 2008).

Kabupaten Karanganyar pada tahun 2008 mengalami kerugian akibat Banjir dan Tanah Longsor: Data sementara kerugian bencana di Karanganyar yaitu prasarana jalan Rp 11,234 miliar, prasarana jembatan, talut dan gorong-gorong Rp 22,733 miliar, prasarana irigasi Rp 23 miliar, prasarana drainase Rp 3,118 miliar, prasarana pendidikan Rp 9,493 miliar, total Rp 69,578 miliar. Kerusakan lahan pertanian akibat bencana alam: Tasikmadu 17 hektare Padi akibat banjir, Kebakkramat 52 hektare Padi akibat banjir, 4 hektare kacang tanah akibat banjir, Gondangrejo 6 hektare padi akibat banjir, Mojogedang 32 hektare padi akibat banjir, Jatiyoso 82,97 hektare padi, jagung, sayuran akibat tanah longsor, Tawangmangu 0,4 hektare ubi kayu akibat tanah longsor, 200 rumpun pisang akibat tanah longsor, Karangpandan 0,5 hektare padi akibat tanah longsor, Kerjo 0,3 hektare padi akibat tanah longsor (Solo Pos, 2008).

(22)

kerugian mencapai Rp 700 juta di mana rumah yang terendam mencapai 219 buah, tanaman yang rusak 58 hektare dan 158 ribu ekor lele yang hanyut terbawa banjir.

Berdasarkan paparan yang telah disebutkan banjir Bengawan Solo sudah seperti rutinitas tahunan yang tinggal menunggu kedatangannya tanpa ada upaya-upaya menanggulanginya. Sementara setiap tahunnya jumlah kerugian/korban banjir di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo semakin bertambah. Dengan kenyataan tersebut maka tidak dapat dipungkiri bahwa banjir adalah salah satu jenis bencana yang periodik dan merugikan.

1.2Rumusan Masalah

(23)

kerugian yang lebih besar, karena penelitian mengenai mitigasi bencana banjir belum banyak dilakukan.

1.3Tujuan Penelitian

Bertolak dari hal tersebut maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan wilayah rawan banjir di kota eks Karisidenan Surakarta ditinjau dari kondisi sosial, ekonomi masyarakat terkena resiko banjir.

2. Melakukan Valuasi Ekonomi Mitigasi risiko bencana banjir wilayah eks Karisidenan Surakarta.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar pihak–pihak yang berkepentingan dapat memperoleh data tentang valuasi ekonomi mitigasi penanganan banjir daerah penelitian dan upaya yang dilakukan pada daerah aliran sungai tersebut, oleh karena itu manfaat yang dapat diperoleh antara lain :

(24)

penelitian dalam upaya mengelola DAS secara terpadu dan berkelanjutan.

2. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang daerah rawan banjir dan kerentanannya, sehingga diharapkan akan memiliki kesadaran dan dapat berpartisipasi aktif dalam melestarikan ekosistem DAS.

(25)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengertian Bencana

Makna bencana menurut UU No. 24 Tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Pengertian secara khusus dijelaskan dalam UU No.27 tahun 2007, sebagai kejadian akibat peristiwa alam atau karena perbuatan orang, yang menimbulkan perubahan sifat fisik dan atau hayati pesisir, dan mengakibatkan korban jiwa, harta, dan atau kerusakan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dua makna bencana baik secara umum maupun secara khusus, mengandung arti bahwa tinggi rendahnya risiko dampak bencana bergantung pada kerentanan setiap komponen yang terkena dampak. Mileti dan Gottschlich dalam Hardoyo, dkk.,(2011) sebelumnya telah mengungkap tentang 3 sistem utama yang mengalami kerugian akibat bencana yaitu lingkungan fisik (physical environment), sosial kependudukan (socio-demographic), dan lingkungan terbangun (built environment). Karakteristik dari ketiga sistem tersebut menentukan derajat atau tingkat kerugian dari sebuah bencana alam.

(26)

Sistem ini berkaitan dengan proses fisik alami bumi yang selalu berubah dan dinamis, seperti perubahan iklim dan proses geologi. Kedinamisan pada sistem ini berimplikasi pada kondisi yang tidak menentu pada suatu lingkungan hidup.

b. Sosial kependudukan

Sistem ini berkaitan dengan distribusi dan komposisi penduduk yang mempengaruhi jumlah dan karakteristik penduduk yang terkena bencana. c. Lingkungan terbangun

Sistem ini berkaitan dengan kepadatan bangunan dan fasilitas umum yang menentukan besarnya kerusakan yang akan terjadi dalam sebuah peristiwa alam.

2.2 Konsep Bencana Banjir

(27)

Lokasi banjir adalah lokasi yang biasanya berhubungan dengan tanah yang marginal, pertanian subsistem, kurangnya cadangan bibit. Daerah banjir biasanya juga amat tergantung pada sistem cuaca yang lain guna mendapatkan sumber-sumber daya air. Selain hal tersebut, daerah-daerah tersebut memiliki penyimpangan kelembaban tanah yang rendah.

Dampak yang ditimbulkan dengan adanya bencana banjir adalah berkurangnya pendapatan untuk para petani, berkurangnya daya beli dari sektor pertanian, meningkatnya harga makanan pokok, naiknya tingkat inflasi, memburuknya status gizi, kelaparan, penyakit, kematian, berkurangnya sumber air minum, migrasi, meledaknya komunitas, hilangnya ternak.

2.3 Manajemen Risiko Bencana

Menurut Spengler (dalam Susanto, 2010), manajemen risiko patut diterapkan dan dikembangkan dan merupakan salah satu langkah preventif dalam aktivitas akuatik. Tindakan pencegahan dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan risiko yang lebih parah yaitu kematian.

Menurut Wijayanti (2008) secara umum manajemen risiko bencana alam dapat dilaksanakan melalui beberapa cara berikut:

a. Pengaturan pemanfaatan ruang (spasial)

(28)

b. Keteknikan

Umumnya berupa rekayasa teknis terhadap lahan, bangunan, dan infrastruktur yang disesuaikan dengan kondisi, keterbatasan, dan ancaman bencana.

c. Peningkatan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat

Mengingat permasalahan akibat bencana alam cukup rumit, bahkan seringkali menimpa kawasan dengan kondisi masyarakat yang cukup rentan terhadap kemiskinan, kuragnya kewaspadaan, ketidakberdayaan, berlokasi jauh dari pusat pemerintahan dan sulitnya aksesibilitas, maka dalam manajemen risiko bencana alam hal ini dapat diatasi melalui peningkatan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi tingkat kerentanan dan keterisolasian mereka. Untuk mewujudkannya, diperlukan elemen berikut:

1. Adanya tokoh penggerak masyarakat.

2. Tersedianya konsep penanggulangan dan penanganan bencana alam yang jelas.

3. Adanya objek aktivitas masyarakat yang jelas. 4. Kuatnya kohesivitas masyarakat setempat.

5. Bahasa komunikasi kerakyatan yang tepat berbasis pada kearifan budaya lokal.

(29)

Terkai dengan kelembagaan ada beberapa hal yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Struktur organisasi dan tata cara kerja yag jelas.

2. Fungsi perencanaan, pelaksaaan, dan pengawasan yang aplikatif.

3. Tercukupinya ketersediaan sumberdaya manusia, pembiayaan dan perlengkapan.

Untuk mewujudkan kelembagaan manajemen risiko bencana secara optimal, diperlukan kerja sama berbagai institusi, berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2005, telah dibentuk badan Koordinasi Nasional Penaganan Bencana (Bakornas PB) pada level nasional, Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkoriak) PB di tingkat provinsi, dan Satuan Pelaksana (Satiak) PB di tingkat kota/kabupaten.

(30)

Upaya non-struktur yang berupa pengelolaan dataran banjir (flood plain management). Dalam kaitan ini terdapat tiga kondisi alternatif yang dapat ditempuh, yakni:

a) Dataran banjir yang belum dikembangkan sehingga penataan ruang/pembudidayaannya dapat mengikuti pola pengelolaan dataran banjir yang benar sehingga risiko atau kerugian apabila terjadi genangan/banjir minimal. Perangkat lunak yang diperlukan berupa peta zona dataran banjir (flood zone map) untuk masukan bagi revisi penataan ruang yang telah ada.

b) Dataran banjir yang telah terlanjur berkembang dan penataan ruangnya tidak mungkin untuk direvisi. Untuk itu perlu upaya-upaya khusus seperti melakukan flood proofing terhadap bangunan, serta memodifikasi atau menyesuaikan peruntukan bangunan/ruangan yang berisiko tinggi tergenang banjir.

Berbagai upaya flood proofing antara lain dengan meninggikan lantai bangunan, memodifikasi bangunan, membangun tanggul keliling dilengkapi pompa, meninggikan jalan, membangun jalan layang. Perangkat lunak yang diperlukan berupa peta risiko banjir (flood risk map) dan rambu-rambu peringatan yang menunjukkan ketinggian/kedalaman

genangan banjir yang telah lewat maupun kemungkinan bisa terjadi. c) Penertiban lahan yang berupa daerah manfaat sungai/daerah sempadan

(31)

dibudidayakan. Upaya ini boleh jadi merupakan upaya paling sulit dilaksanakan mengingat lahan di sepanjang kanan kiri tebing sungai pada umumnya telah dipenuhi bangunan baik yang legal maupun ilegal dari permanen maupun berupa gubuk-gubuk sederhana.

Menurut Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, Sinergi antara penanganan fisik dan non-fisik dalam upaya pengendalian banjir dapat diwujudkan melalui beberapa hal sebagai berikut:

a. Pengendalian tata ruang.

Pengendalian tata ruang dilakukan dengan menggunakan perencanaan penggunaan ruang sesuai dengan kemampuannya untuk mempertimbangkan permasalahan banjir, pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya serta penegakan hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang telah memperhitungkan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai.

b. Pengaturan debit banjir

Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan penanganan fisik berupa pembangunan dan pengaturan bendungan, perbaikan sistem drainase perkotaan, normalisasi sungai dan daerah retensi banjir. Pengaturan daerah rawan banjir. Pengaturan daerah rawan banjir dilakukan dengan cara:

1. Pengaturan tata guna lahan dataran banjir (flood plain management). 2. Penataan daerah lingkungan sungai seperti: penetapan garis sempadan

(32)

3. Peningkatan peran masyarakat.

Peningkatan peran masyarakat dalam pengendalian banjir diwujudkan dalam:

a) Pengembangan Sistem Peringatan Dini ysmg Berbasis Masyarakat b) Bersama-sama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyusun

dan mensosialisasikan program pengendalian banjir.

c) Mentaati peraturan tentang pelestarian sumberdaya air antara lain tidak melakukan kegiatan kecuali dengan ijin dari pejabat yang berwenang untuk:

1) Mengubah aliran sungai.

2) Mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai.

3) Membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan atau cair ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan atau patut diduga akan mengganggu aliran,

4) pengerukan atau penggalian bahan galian golongan C dan atau bahan lainnya.

(33)

d) Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

Pengelolaan daerah tangkapan air dalam pengendalian banjir antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan:

1) Pengaturan dan pengawasan pemanfaatan lahan (tata guna hutan, kawasan budidaya dan kawasan lindung).

2) Rehabilitasi hutan dan lahan yang fungsinya rusak.

3) Konservasi tanah dan air baik melalui metoda vegetatif, kimia, maupun mekanis.

4) Perlindungan/konservasi kawasan - kawasan lindung. e) Penyediaan Dana

Penyediaan dana dapat dilakukan dengan cara:

1) Pengumpulan dana banjir oleh masyarakat secara rutin dan dikelola sendiri oleh masyarakat pada daerah rawan banjir. 2) Penggalangan dana oleh masyarakat umum di luar daerah yang

rawan banjir

3) Penyediaan dana pengendalian banjir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

f) Pengembangan Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat dan Rencana Tindak Darurat

(34)

sampai hulu. Dengan penerapan sistem ini, akan dapat memberikan informasi lebih dini bagi masyarakat yang kemungkinan akan terkena bencana sehingga ada kesempatan bagi masyarakat untuk menyelamatkan diri atau barang-barang berharganya.

Sistem tersebut harus dikembangkan secara menyeluruh sehingga dapat meyakinkan bahwa sistem tersebut dapat berfungsi ketika diperlukan dan peringatan dapat disampaikan secara segera dan mudah dimengerti oleh semua anggota masyarakat dalam berbagai kondisi dan tingkat resiko bencana. Komponen inti sistem peringatan dini datangnya banjir harus berpusat pada masyarakat terdiri dari: 1) Penyatuan dari kombinasi elemen-elemen bottom-up dan

top-down.

2) Keterlibatan masyarakat dalam proses peringatan dini. 3) Pendekatan multi bencana.

4) Pembangunan kesadaran masyarakat.

(35)

2.4 Partisipasi Masyarakat

Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, apabila berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan pemerintah dan apabila setiap masyarakat menjalankan secara objektif dan tidak hanya mengutamakan kepentingan dirinya atau kelompoknya saja, maka kerugian yang akan timbul tidak akan berarti dibandingkan manfaatnya (Suratmo, 1990:157)

Manfaat pertisipasi masyarakat:

a. Masyarakat mendapatkan informasi mengenai rencana pembangunan didaerah, sehingga dapat mengetahui dampak apa yang akan terjadi baik yang positif maupun yang negatif, dan cara menanggulangi dampak negatif yang akan dan harus dilakukan.

b. Masyarakat akan ditingkatkan pengetahuannya mengenai masalah lingkungan, pembangunan dan hubungan, sehingga pemerintah dapat menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggungjawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup.

c. Masyarakt dapat menyampaikan informasi dan pendapatan atau persepsinya kepada pemerintah terutama masyarakat di tempat proyek yang akan terkena dampak.

(36)

e. Apabila masyarakat telah mengetahui cukup banyak mengenai proyek tersebut termasuk dampak (positif dan negatif) dan usaha-usaha apa saja yang akan dilakukan untuk mengurangi dampak negatif, sedangkan dari pihak pemerintah dan pemrakarsa proyek mengetahui pendapat-pendapat masyarakat serta keinginanya atau hal-hal apa yang diperlukan, sehingga salah paham atau terjadinya konflik dapat dihindari.

f. Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat yang akan dapat dinikmati dan apabila mungkin meningkatkan manfaat tersebut (dampak positif) dan ikut menekan atau menghindari diri terkena dampak negatif. g. Dengan adanya ikut aktifnya masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup

sejak tahap penyusunan Amdal, biasanya perhatian dari instasi pemerintah yang bertanggungjawab dan pemrakarsa proyek pada masyarakat akan meningkat.

2.5 Konsep Masyarakat Tahan Bencana

(37)

terhadap bencana dan menangani bahaya lingkungan maupun bahaya-bahaya lain yang menimbulkan kerentanan.

Banyak upaya telah dilakukan untuk mendefinisikan ‘ketahanan’. Berbagai macam definisi dan konsep akademis yang ada dapat membingungkan. Agar lebih mudah bila kita bekerja dengan definisi-definisi luas dan karakteristik-karakteristik yang umum dipahami. Dengan pendekatan ini, system atau ketahanan masyarakat dapat dipahami sebagai:

a. Kapasitas untuk menyerap tekanan atau kekuatan-kekuatan yang menghancurkan, melalui perlawanan atau adaptasi

b. kapasitas untuk mengelola, atau mempertahankan fungsi-fungsi dan struktur-struktur dasar tertentu, selama kejadian-kejadian yang mendatangkan malapetaka

c. kapasitas untuk memulihkan diri atau ‘melenting balik’ setelah suatu kejadian

‘Ketahanan’ pada umumnya dipandang sebagai suatu konsep yang lebih luas dari pada ‘kapasitas’ karena konsep ini memiliki makna yang lebih tinggi dari pada sekedar perilaku, strategi-strategi dan langkah-langkah pengurangan serta manajemen risiko tertentu yang biasa dipahami sebagai kapasitas.

2.6 Mitigasi banjir

(38)

luas dari aktifitas-aktifitas dan tindakan-tindakan perlindungan yang mungkin diawali, dari yang fisik, seperti membangun bangunan-bangunan yang lebih kuat, sampai dengan yang prosedural, seperti teknik-teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana penggunaan lahan.

Dalam usaha mengurangi dampak yang ditimbulkan banjir, seringkali penanganan masalah banjir ditekankan pada usaha struktural dan dibebankan secara keseluruhan kepada pemerintah. Hal ini tentunya harus dihindari karena masyarakat merupakan elemen penting. Seperti kasus di kota Jakarta, dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan banjir, usaha pemerintah berupa perbaikan sistem pembuangan air, normalisasi saluran, dan pembangunan tanggul, apabila tidak didukung oleh kesadaran masyarakat dalam memeliharanya, maka tidak akan berjalan optimal.

Daerah tidak akan bisa dikatakan bebas dari banjir karena kemungkinan terjadi debit yang sama atau bahkan melampui debit rencana akan selalu ada dalam setiap tahunnya, karenanya usaha yang bisa dilakukan dalam mengatasi banjir adalah meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh banjir atau yang lebih dikenal sebagai mitigasi (Farid, 2010).

(39)

bahaya-bahaya individual yang mengancam tidak pernah diketahui. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk melindungi mereka tidak diketahui dan tuntutan masyarakat agar diri mereka dilindungi tidak kunjung datang. Perencanaan mitigasi harus bertujuan untuk mengembangkan “kultur keamanan” bencana di mana orang-orang sadar secara penuh akan bahaya-bahaya yang mereka hadapi, melindungi diri mereka sejauh mereka dapat lakukan dan secara penuh mendukung upaya-upaya yang dibuat demi perlindungan bagi mereka.

Langkah-langkah yang dilakukan di dalam mitigasi banjir meliputi usaha struktural dan usaha non-structural, Rahayu, 2008 (dalam Farid, 2010). Usaha struktural terkait dengan pembangunan maupun pemeliharaan sarana dan prasarana fisik dari bangunan pengendali banjir seperti saluran, pompa, dan pintu air. Sedangkan yang termasuk usaha non-struktural dalam mitigasi banjir biasanya menyangkut kebijakan seperti pengendalian tata ruang, peningkatan kesadaran masyarakat, dan sistem peringatan dini.

Menurut Worosuprojo, (2012) pada seminar nasional “Manajemen Bencana Berbasis Informasi Geografis Untuk Mewujudkan Kehidupan Masyarakat yang Harmonis dengan Alam di Indonesia” mitigasi bencana dapat dibedakan menjadi 2 pendekatan yakni:

a. Mitigasi Struktural (pembangunan fisik) yang terdiri dari:

(40)

2. Pembangunan Infrastruktur: pembangunan rumah aman gempa, tanggul laut, pemecah gelombang talud tebing, rumah panggung, dll.

b. Mitigasi non-struktural (penyadaran & peningkatan kemampuan masyarakat) yang terdiri dari:

1. Pendidikan dan pelatihan, 2. Penyuluhan/sosialisasi, 3. Simulasi/gladi lapangan.

Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana.

a. Tahap sebelum kejadian (Pra-bencana); terdiri dari kewaspadaan dan kesiapsiagaan Pembacaan tanda-tanda alam; dengan cara :

b. Dengan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), contoh: pemetaan bencana, sistem deteksi, sistem peringatan dini, dan sistem informasi kilat. c. Secara Alamiah, contoh mengenali: perubahan suhu, hembusan angin, sifat

gelombang, perilaku hewan, dan tanda-tanda lain. d. Persiapan fisik dan mental

Antisipasi Prasarana Fisik, contoh pembuatan jalur pengungsian, penyediaan tempat pengungsian, sistem trans & evakuasi, penyediaan air bersih (MCK), penyediaan makanan & obat, penyediaan tenda, tandu, tikar, dll.

(41)

a. Tahap saat kejadian (saat bencana): kesigapan tanggap darurat. 1. Penyelamatan diri.

2. Bertahan hidup (survival).

b. Tahap Setelah kejadian (Pasca bencana); semangat dan kegigihan. 1. Perbaikan (rehabilitasi), mencakup 2 hal:

Rehabilitasi Orang (korban), contoh: mental/kejiwaan, fisik/kesehatan, kegiatan keseharian, mobilitas sosial. Rehabilitasi Fasilitas Fisik, contoh: hunian sementara, sanitasi, fasilitas keseharian, prasarana mobilitas.

2. Pembangunan kembali (rekonstruksi), mencakup 2 hal:

Rekonstruksi Fisik; contoh rumah & lingkungan, prasarana transport, prasarana ekonomi, prasaran pendidikan, prasarana ibadah. Rekonstruksi Non-fisik; contoh tekad, semangat, keuletan, kegigihan, kebersamaan.

Macam informasi bencana yang diperlukan dalam manajemen bencana adalah: kerawanan (susceptibility), bahaya (hazard), bencana (disaster), risiko (risk), tata ruang berbasis bencana, infrastruktur pendukung evakuasi, sosialisasi dan pelatihan.

2.7 Valuasi Ekonomi

(42)

Menurut Sanim, 2006 (dalam Kurniawan, dkk.,2009) valuasi ekonomi lingkungan seharusnya merupakan suatu bagian integral dari prioritas pembangunan sektoral dalam menentukan keseimbangan antara konservasi dan pembangunan, serta dalam memilih standar lingkungan.

Valuasi pada dasarnya adalah member nilai moneter kepada sumber daya alam dan lingkungan. Teknik valuasi diperlukan karena ketidaktersediaan harga sumber daya alam dan lingkungan di pasar (Fauzi, 2006). Teknik yang sering digunakan untuk valuasi ekonomi adalah teknik contingent valuation. Menurut Patunru (1994) mendefinisikan contingent valuation sebagai suatu pendekatan survei untuk valuasi barang dan jasa non market berdasarkan kuesioner untuk mendapatkan informasi tentang nilai barang dan jasa dalam pertanyaan. Nilai yang diperoleh untuk barang dan jasa dikatakan contingent atas sifat pasar yang dibangun (hipotetis atau disimulasi) dan barang dan jasa digambarkan dalam skenario survei.

Gambar 2.1. Alur dampak perubahan lingkungan terhadap manusia (Freeman, 1979) EFEK LANGSUN G

Mela lui system kehidupan – mekanisme biologis Mela lui system kehidupan

(43)

Contingent valuation method merupakan suatu metode untuk mendapatkan estimasi nilai terutama jumlah yang mau dibayarkan individu atau rumah tangga untuk barang lingkungan tertentu. Freeman (1979) mengklasifikasikan banyak alur di mana kualitas lingkungan berdampak pada manusia, seperti tingkat risiko banjir, banjir, dan gempabumi. Ia menyatakan bahwa efek ini mungkin bersifat langsung atau tidak langsung melalui sistem organisme lain. Gambar 2.1. menunjukkan sumber potensial dari efek langsung dan tidak langsung tersebut.

Teori utilitas dasar digunakan dalam studi ini untuk memberi pedoman model teoritis dalam menggambarkan willingness to pay (WTP) untuk pengendalian banjir dan perbaikan ekologi. Diasumsikan bahwa individu mamaksimumkan utilitasnya dengan kendala anggaran yang dimiliki. Dalam studi ini, utilitas rumah tangga dapat digambarkan dengan suatu vektor market goods, X, dan nonmarket goods, Z. Nilai barang public nonmarket, yang tidak memiliki harga dan hanya dapat disediakan dalam jumlah tetap, ditunjukkan oleh WTP untuk nonmarket goods, yang akan berhubungan dengan surplus konsumen atau area di bawah kurva permintaan bagi nonmarket goods (Samuelson, 1954). Problem optimisasi ini ditunjukkan dengan persamaan:

(44)

dibuat fungsi permintaan untuk market good, yang ditunjukkan dengan persamaan:

Xi = Xi (P,Z,Y) (2)

Sementara itu untuk meminimumkan fungsi pengeluaran, dengan level utilitas given, ditunjukkan oleh persamaan (3) yang dapat digunakan untuk menurunkan fungsi WTP:

Minimumkan 3iPi, Xi = M subject to U(X,Z) = U* (3) U* merupakan reference level dari utilitas dan M adalah pengeluaran uang minimum yang diperlukan untuk mencapai U*. Dengan memecahkan persamaan (3), maka diperoleh fungsi pengeluaran rumah tangga:

E = E (P,Z,U*) 2.8 Penelitian Terdahulu

Kim (2002) penelitian Kim menggunakan menggunakan metode analisis CVM. Studi ini menemukan bahwa faktor individu (pendapatan, pendidikan, informasi, dan keterikatan masyarakat), kualitas air faktor daerah (lokasi

perumahan dan kedekatan dengan sungai) memiliki dampak positif pada kemauan

untuk membayar dan faktor daerah lebih kuat dari faktor individu dalam

memprediksi kemauan untuk membayar kualitas air. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa orang-orang hilir memiliki perhatian yang lebih besar untuk

perlindungan lingkungan sehingga memiliki WTP yang lebih rendah untuk

(45)

hulu yang memiliki masalah lingkungan yang lebih rendah memiliki WTP yang

lebih tinggi untuk kualitas air.

Yapin (2003) penelitian ini menggunakan menggunakan metode analisis CVM dan TCM. Hasil dari penelitian ini investigasi biaya perjalanan, telah menunjukkan bahwa kualitas air yang lebih baik menggeser kurva permintaan ke

luar. Sedikit perbedaan kelengkungan dari fungsi permintaan utama.

Perkiraan CVM telah mengambarkan mirip tren. Tapi tindakan tersebut lebih

tinggi dari nilai yang diperkirakan melalui biaya perjalanan. Sebagian

besar menunjukkan nilai penggunaan situs rekreasi sebagai konsumsi yang baik

kecuali keperluan rekreasi. Danau telah melayani tujuan lain seperti budidaya

ikan dan pasokan air, nilai tersebut tidak tercermin baik dalam pengukuran biaya

perjalanan atau nilai-nilai CV, karena itu percaya bahwa kedua perkiraan

mengecilkan nilai guna sebenarnya dari danau. Penilaian Kontinjensi adalah

variable independen dari biaya perjalanan dan jumlah pengunjung.

Responden sebenarnya bergantung pada pendapatan, pendidikan, dan

penghakiman responden terhadap kualitas air danau. Umur dan jenis

kelamin tampaknya tidak memiliki banyak dampak pada kontingen penilaian.

(46)

untuk membayar penuh biaya penyediaan kualitas air

daerah-daerah metropolitan Seoul yang lebih baik . Penelitian ini memfokuskan

pada biaya ekonomi dan manfaat bagi peningkatan kualitas air rumah

tangga Paldang Reservoir di Korea.

Saptutyningsih dan Suryanto (2009) penelitian ini menggunakan menggunakan metode analisis SIG dan Hedonic Price. Tingkat kerawanan wilayah banjir tertinggi di DIY adalah Kabupaten Kulonprogo khususnya di Kecamatan Temon, Kecamatan Wates, dan Kecamatan Panjatan. Kecamatan Temon tingkat kerentanan tertinggi adalah pada sawah irigasi, Kecamatan Wates tingkat kerentanan tertinggi adalah tegalan dan kebun, serta Kecamatan Panjatan tingkat kerentanan tertinggi pada tegalan dan kebun juga. Dalam penelitian ini terdapat variabel karakteristik properti dan tanah, lingkungan, risiko banjir, kesadaran masyarakat, dan sosial ekonomi. Penelitian menunjukkan bahwa semua koefisien-koefisien secara signifikan berbeda dari nol. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tinggi tingkat genangan banjir dapat menekan harga dari

properti dan nilai tanah. Rata-rata kesediaan membayar (MWTP) untuk

penurunan unit ketinggian tingkat genangan banjir diperkirakan mencapai jumlah

yang wajar Rp 2.175.00. Berdasarkan ukuran rendah (MWTP) tidak

ada pengaruhnya terhadap variabel sosial ekonomi, untuk itu perlu

menyosialisasikan pada masyarakat tentang kesadaran risiko bencana. Hal ini

(47)

bencana banjir, sehingga dampak yang disebabkan oleh bencana banjir dapat

diminimalkan di masa depan.

Simmons, et al. (2002) penelitian ini menggunakan menggunakan metode analisis Hedonic Price. Hasil dari penelitian ini adalah dari kedua model menunjukkan bahwa mitigasi, baik retrofit (tirai badai) dan konstruksi

(SII), sangat signifikan terhadap harga penjualan kembali rumah. Variable

individu signifikan terhadap jenis asuransi diri untuk melakukan tindakan mitigasi

dan variabel struktural dalam model retrofit menunjukan hubungan

signifikan. Koefisien pada tirai badai menggambrakan bahwa rata-rata harga

untuk rumah sekitar $ 80.000, dengan adanya badai tirai menambahkan lebih dari

5% harga jual. Namun, pesan dari penelitian ini adalah bahwa ada ruang

kebijakan untuk memberikan tindakan mitigasi dengan sukarela dan secara

insentif bagi penduduk

(48)

tangki septik mencapai Rp.15.800 per bulan, dan kesediaan membayar untuk pengangkutan sampah oleh Dinas terkait mencapai Rp.1.950 per bulan. Dalam regresi model logistik dihasilkan bahwa kondisi sosial ekonomi rumah tangga yaitu umur, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan kepala keluarga dan pengeluaran per kapita mempengaruhi kemungkinan kepemilikan fasilitas air minum yang baik yaitu air perpipaan atau air pompa, fasilitas sanitasi yang baik berupa toilet dengan tangki septik dan fasilitas pengelolaan sampah dengan diangkut Dinas terkait. Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga, semakin tinggi kemungkinan kepemilikan fasilitas air minum dan sanitasi yang baik.

(49)

2.9Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

2.10 Hipotesis

Berdasarkan penelitan-penelitian yang sudah pernah dilakukan, maka dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Variabel pendapatan mempengaruhi secara positif terhadap WTP mitigasi. 2. Variabel pendidikan mempengaruhi secara positif terhadap WTP mitigasi. 3. Variabel usia mempengaruhi secara positif terhadap WTP mitigasi.

4. Variabel jumlah anggota keluarga mempengaruhi secara positif terhadap WTP mitigasi.

5. Variabel jarak pemukiman mempengaruhi secara positif terhadap WTP mitigasi.

6. Variabel tinggi genangan mempengaruhi secara positif terhadap WTP mitigasi.

Pendapatan

Pendidikan

Usia

Jumlah Anggota Keluarga

Jarak

Tinggi Genangan

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data. Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer adalah metode survei dengan teknik wawancara langsung (direct interview) dengan dibantu daftar pertanyaan (kuesioner).

Data sekunder adalah data yang bersumber dari instansi dan lembaga-lembaga terkait di wilayah banjir di eks Karisidenan Surakarta maupun literatur pendukung lainnya. Instansi-instansi tersebut antara lain: Badan Pusat Statistik (BPS), Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWS), Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Bakornas, dan lain-lain.

Jenis data sekunder yang diperlukan antara lain: a. Data jumlah penduduk di eks Karisidenan Surakarta.

b. Karakteristik lokasi daerah rawan bencana di eks Karisidenan Surakarta. c. Data sosial ekonomi masyarakat di eks Karisidenan Surakarta.

(51)

3.2 Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dareah rawan banjir yang tersebar di Eks Karisidenan Surakarta. Jumlah Kepala Keluarga daerah rawan banjir yang berada di pemukiman sebanyak 2663 Kepala Keluarga.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode area proportional random sampling yaitu suatu metode pemilihan ukuran sampel dimana setiap anggota populasi di tiap daerah mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin yaitu (Djarwanto dan Subagyo, 1996):

Dimana:

n : jumlah sampel N : jumlah populasi

e : tingkat kekeliruan pengambilan sampel yang bisa ditolerir 1 : angka konstanta

Sesuai dengan rumus Slovin tersebut, maka jumlah sampel yang akan diambil dengan tingkat ketepatan 90% dalam penelitian ini adalah :

(52)

Berdasarkan penghitungan sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 Kepala Keluarga daerah rawan banjir yang berada di pemukiman tersebar di seluruh Eks Karisidenan Surakarta yaitu: Kabupaten Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen dan Surakarta.

3.3 Desain Penelitian

Metode contingent valuation ini penerapannya dengan menggunakan teknik survey sehingga disebut metode survey contingent valuation, dilakukan dengan memberikan daftar kuisioner atau daftar pertanyaan kepada responden tersampling. Pengisian kuisioner yang dirancang harus diisi oleh kepala rumah tangga, mengingat variabel pendapatan keluarga dan juga keputusan jumlah biaya maksimum yang ingin dibayar (WTP) merupakan variabel yang sangat diperlukan validitasnya. Namun dengan demikian dimungkinkan untuk beberapa kasus responden yang bukan kepala keluarga dapat mengisi kuisioner dengan catatan telah mendapat persetujuan dari kepala keluarga.

3.4 Definisi Operasional Variabel

a. Dependent Variable

(53)

b. Independent variable

Variabel independen (variabel bebas) yaitu variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel-variabel independen dalam penelitian adalah:

1. Pendapatan

Pendapatan setiap responden perbulan yang terkena dampak banjir bengawan solo.

2. Usia

Usia responden yang terkena dampak banjir bengawan solo. 3. Pendidikan

Pendidikan terakhir responden yang terkena dampak banjir bengawan solo.

4. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh setiap responden yang berada di daerah rawan banjir sungai bengawan solo.

5. Jarak

Lokasi pemukiman yaitu seberapa dekat pemukiman responden dengan sungai bengawan solo.

6. Tinggi genangan

(54)

5.5 Tehnik Alat Analisis

a. Analisis Deskriptif Kualitatif

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Nazir, (2005) metode deskriptif adalah suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripdi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Analisis deskriptif kualitatif ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang berbagai kondisi lapang yang bersifat tanggapan dan pandangan terhadap pelaksanaan program perkuatan serta kondisi lingkungan sosial ekonomi dan daerah sampel. Analisis kualitatif merupakan cerminan keadaan atau kondisi riil dilapang yang berupa data dan angka diperoleh dari pendapat-pendapat berbagai unsur yang terlibat langsung dengan masyarakat yang terkena dampak bencana banjir Bengawan Solo dengan kondisi ideal yang diperoleh dari studi pustaka.

b. Regresi Linier Berganda

(55)

nilai sekaligus use value dan non-use value. Kedua, CVM jawaban pertanyaan tentang WTP atau WTA dapat secara langsung dikoreksi secara teori dengan ukuran moneter pada tingkat perubahannya (Lee, 1999 : 114). Aplikasi CVM dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut.

1. Identifikasi masalah 2. Membuat kerangka masalah 3. Merumuskan pemecahan masalah

4. Merumuskan cara untuk pemecahan masalah (payment vehicle)

5. Mempersiapkan alat survei untuk mengetahui WTP/WTA secara individu, yang terdiri dari pembuatan skenario hipotesis; pertanyaan tentang WTP/WTA; dan membuat skenario tentang biaya kompensasi.

6. Menggunakan alat survei dengan sampel dari populasi yang sesuai 7. Menganalisis respon yang diperoleh sewaktu survei, yaitu dengan

menggunakan data sampel untuk mengestimasi survei yang akurat. 8. Menanggapi jawaban responden yang tidak sesuai dengan kenyataan

(protest responses)

Analisis Regresi Linear Berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel prediktor (variabel bebas) terhadap variabel terikat. Teknik analisis data yang digunakan sebagai penyelesaian adalah regresi linear berganda atas variabel dependen dengan variabel independen dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

(56)

Y= +

Di mana , adalah koefisien atau parameter

model. Model regresi linier berganda untuk populasi diatas dapat ditaksir berdasarkan sebuah sempel acak yang berukuran n dengan model regresi linier berganda untuk sampel, yaitu:

Dimana:

Model yang akan diestimasi ditunjukkan oleh persamaan berikut ini:

WTP= f(

WTP = Kesesuaian responden untuk membayar X1 = Pendapatan

X2 = Pendidikan

X3 = Usia

X4 = Jumlah anggota keluarga

X5 = Jarak pemukiman

X6 = Tinggi genangan

=Konstanta

(57)

c. Uji F (F-test)

Untuk menguji apakah variabel independen secara keseluruhan berpengaruh terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji F dengan rumus (Gujarati, 2003: 183) :

Dimana: R2 = koefisien determinasi

k = jumlah variabel independen termasuk konstanta. N = jumlah responden

Hipotesis yang digunakan untuk uji F, dirumuskan sebagai berikut:

H0 = β2 = β3 = β4 = β5 = 0, secara bersama-sama variabel

Pendapatan, Pendidikan, Usia, Jumlah Anggota Keluarga, Jarak, Tinggi Genangan terhadap kemauan membayar untuk mengurangi dampak banjir.

Ha ≠ β2≠ β3≠ β4≠ β5 ≠ 0, secara bersama-sama variabel

Pendapatan, Pendidikan, Usia, Jumlah Anggota Keluarga, Jarak, Tinggi terhadap kemauan membayar untuk mengurangi dampak banjir.

Apabila nilai probabilitas F hitung lebih besar dari level signifikansi, maka H0 diterima dan bila nilai probabilitas F hitung lebih kecil dari level

signifikansi, maka H0 ditolak yang berarti bahwa input-input yang digunakan

(58)

d. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap naik turunnya variabel dependen atau menunjukkan berapa persen (%) variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. Tingkat ketepatan regresi ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2) yang besarnya antara 0 ≤ R2 ≤ 1.

Koefisien determinasi 0 berarti variabel independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap variabel dependen dan jika mendekati 1 variabel independen semakin berpengaruh terhadap variabel dependen (Rahayu, 2007: 53)

e. Uji t (t-test)

Uji t adalah uji secara individu semua koefisien regresi yang bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen. Dengan menggunakan rumus t hitung (Rahayu, 2007: 50) :

keterangan : = koefisien regresi

Se = standart error

Untuk hipotesisnya menggunakan rumus:

(59)

Artinya: semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependent.

Ha = ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ β5 ≠ ≠0

Artinya: semua variabel independent merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependent.

1. Penghitungan nilai t, yaitu: α = 0,05

df = N – k

dimana N merupakan jumlah observasi dan k adalah jumlah input atau variabel independen termasuk konstanta.

2. Kriteria pengujian

Daerah tolak daerah tolak

-t (α/2; n-k) t (α/2; n-k) Gambar 3.1 Kurva Distribusi Normal

3. Kesimpulan:

-t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel berarti H0 diterima. Ini berarti variabel

independen tidak mempengaruhi variabel dependen. t hitung > t tabel atau t

hitung < -t tabel berarti H0 ditolak. Ini berarti variabel independen mempengaruhi

variabel dependen.

(60)

f. Uji asumsi klasik 1. Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah suatu kondisi dimana terdapat hubungan yang linear atau mendekati linear diantara variabel-variabel penjelas. Akibat adanya multikolinearitas (Priyatno, 2009: 59-60) :

a) Nilai standard error untuk tiap koefisien menjadi tinggi, sehingga t hitung menjadi rendah.

b) Standard error of estimate akan semakin tinggi dengan bertambahnya variabel independen.

c) Pengaruh masing-masing variabel independen sulit dideteksi.

Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah dengan menggunakan metode Auxiliary Regression dengan pendekatan Koutsiyannis, yaitu membandingkan nilai r2 dengan nilai R2. Model dikatakan terbebas dari masalah multikolinearitas jika nilai r2 < R2 (Rahayu, 2007: 109).

2. Heteroskedastisitas

(61)

White dilakukan dengan cara membandingkan nilai Obs*R-Squared dengan nilai χ2 tabel. Nilai χ2 tabel dalam penelitian ini sebesar 18,3

dengan df = 10 dan α = 5%. Model dikatakan terbebas dari masalah heteroskedastisitas apabila nilai Obs*R-Squared lebih kecil dari nilai χ2 tabel (Rahayu, 2007: 104).

3. Autokorelasi

Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data deret waktu) atau ruang (data cross section). Secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain.

Salah satu cara untuk mendeteksi autokorelasi adalah dengan menggunakan Uji Breusch-Godfrey (B-G Test). Langkah-langkah pengujian Uji Breusch-Godfrey (B-G Test) sebagai berikut (Rahayu, 2007: 103) :

a) Mengestimasi persamaan regresi untuk mendapatkan nilai residual

( ).

b) Meregres terhadap variabel bebas dan ...

(62)
(63)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1Kondisi Umum Sungai Bengawan Solo

a. Kondisi Geografis

Menurut data Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo adalah Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di Pulau Jawa, terletak di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan luas wilayah sungai ± 12% dari seluruh wilayah Pulau Jawa pada posisi 110o18’ BT sampai 112o45’ BT dan 6o49’LS sampai 8o08’ LS.

Wilayah Sungai merupakan suatu wilayah yang bentuk dan sifat alamnya Wilayah Sungai merupakan suatu wilayah yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungai yang melalui wilayah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari hujan dan sumber-sumber air lainnya yang penyimpanan dan pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum alam sekeliling berdasarkan keseimbangan daerah tersebut merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungai.

b. Luas Sungai Bengawan Solo

(64)

seluas ± 1.517 km2, DAS kecil di kawasan pantai utara seluas ± 1.441 km2 dan

DAS Kali Lamong seluas ± 720 km2. DAS Bengawan Solo merupakan DAS terluas di WS Bengawan Solo yang meliputi Sub DAS Bengawan Solo Hulu, Sub DAS Kali Madiun dan Sub DAS Bengawan Solo Hilir. Sub DAS Bengawan Solo Hulu dan sub DAS Kali Madiun dengan luas masing-masing ± 6.072 km2 dan ± 3.755 km2. Bengawan Solo Hulu dan Kali Madiun mengalirkan air dari lereng gunung berbentuk kerucut yakni Gunung Merapi (± 2.914 m), Gunung Merbabu (± 3.142 m) dan Gunung Lawu (± 3.265 m), sedangkan luas Sub DAS Bengawan Solo Hilir adalah ± 6.273 km2. Secara administratif WS Bengawan Solo mencakup 17 (tujuh belas) kabupaten dan 3 (tiga) kota, yaitu: Kabupaten Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen,Blora, Rembang, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban. Lamongan, Gresik dan Pacitan. Kota yang dilalui sungai Bengawan Solo adalah Surakarta, Madiun dan Surabaya.

c. Kondisi Meteorologi Sungai Bengawan Solo

(65)

d. Kondisi Topografi Sungai Bengawan Solo

Sungai Bengawan Solo dan tiga wilayah sekitarnya, i) Sub Wilayah Kali Lamong, ii) Kawasan Pantai Utara dan iii) Sub Wilayah Kali Grindulu dan Kali Lorog. Wilayah Sungai Bengawan Solo dibagi menjadi dua bagian wilayah utama, yaitu Wilayah Sungai Bengawan Solo Hulu dan Wilayah Sungai Bengawan Solo Hilir, pada pertemuan dengan Kali Madiun. Wilayah atasnya terbagi menjadi dua sub bagian wilayah : Sub SWS Bengawan Solo Hulu dan Kali Madiun dengan luas masing-masing 6.072 km2 dan 3.755 km2, oleh gunung Lawu.

Bengawan Solo Hulu dan Kali Madiun mengalirkan air dari lereng gunung berbentuk kerucut, yakni gunung Merapi (2,914 m), gunung Merbabu (3,142 m) dan gunung Lawu (3,265 m). Anak-anak sungainya banyak membawa material sedimen dari hasil erosi pada lereng-lerengnya, sehingga mengakibatkan sedimentasi yang tinggi di Bengawan Solo.

(66)

curam, sehingga sungai-sungai di wilayahnya memiliki kemiringan yang besar dengan arus yang cepat.

Sebelah utara Sub SWS Bengawan Solo Hilir terletak Kawasan Pantai Utara, dengan sekumpulan sungai-sungai kecil mengalir dalam wilayah sungai yang kecil di antara bukit-bukit di Rembang dan pantai utara Pulau Jawa. Kawasan ini mempunyai luas sekitar 1.440 km2.

e. Kondisi Geologi Sungai Bengawan Solo

Ada 6 (enam) zone geo-morfologi memanjang dari Timur-Barat, sejajar dengan garis pantai pulau Jawa yaitu: Zona Semarang-Rembang, Rembang, Randublatung, Kendeng, Solo dan Pegunungan di selatan. Dimana 6 zona membentuk secara berselang zona tertekan dan zona terangkat, disebabkan oleh aktivitas tektonik. Zona-zona Semarang-Rembang, Randublatung dan Solo (daerah rendah) terbentuk oleh batuan dasar yang terdepresi, dan tertutup endapan muda. Gunung api tunggal terdapat di zona-zona Semarang-Rembang dan Solo. Zona Rembang dan Kendeng (perbukitan) terbentuk oleh terangkatnya batuan dasar pada masa Tertier (30-2 juta tahun yang lalu), sehingga, pada zona-zona tersebut tersebar batuan sangat lunak dan tertutup material lepas tipis.

(67)

4.2Karakteristik Responden

Penelitian yang berjudul Valuasi Ekonomi Mitigasi Bencana Banjir di Eks Karisidenan Surakarta dengan mengambil sampel sebanyak 102 responden yang tersebar di 5 desa yakni Langenharjo, Sawahan, Mbutuh, Kedungringin, Nglogok dan Dungwuluh. Karakteristik responden diuraikan di bawah ini:

a. Pendapatan

Tabel 4.1 menunjukan jumlah pendapatan yang diperoleh reponden per bulannya. Persentase pendapatan responden yang paling banyak Rp 500.000,- sampai dengan kurang dari Rp 1.000.0000,- per bulan 50% sebanyak 52 orang, sisanya kurang dari 500.000,- per bulan sebanyak 2 orang, Rp 1.000.000,- sampai dengan kurang dari Rp 2.000.0000,- per bulan sebanyak 37 orang, Rp 2.000.000,- sampai dengan kurang dari Rp 3.000.0000,- per bulan sebanyak 7 orang, dan lebih besar dari Rp 5.000.000,- sebanyak 4 orang. Hasil tersebut menunjukan bahwa rata-rata penduduk didaerah rawan banjir adalah masyarakat tidak mampu atau kalangan bawah.

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Menurut Pendapatan per Bulan

No. Pendapatan (Rupiah) Jumlah Responden Prosentase (%)

1. < 500.000 2 2

2. 500.000-<1.000.0000 52 50

3. 1.000.000-<2.000.000 37 36

4. 2.000.000-<3.000.000 7 7

5. >5.000.000 4 4

Jumlah 102 100

(68)

b. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan tingkat pendidikan atau lama responden dalam mendapatkan pendidikan formal. Dari 102 responden yang paling dominan berpendidikan sekolah dasar adalah 54%. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir responden terhadap tindakan mitigasi responden. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan pola pikir responden semakin rasional.

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Prosentase (%)

1. Tamat SD 55 54

2. Tamat SMP 11 11

3. Tamat SMA 29 28

4. Diploma 3 3

5. Sarjana 4 4

Jumlah 102 100

(Sumber: Data primer diolah, 2012)

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jumlah responden yang berpendidikan SD sebanyak sebanyak 55 responden dengan rincian yang berpendidikan SMP sebanyak 11 responden, SMA sebanyak 29 responden, Diploma 3 responden dan Sarjana 4 responden. Rata-rata pendidikan responden hanya lulus SD.

c. Usia

(69)

tahun. Pada Tabel 4.4 menggambarkan bahwa rata-rata responden di daerah rawan banjir berada pada tingkat kelompok usia 51 – 60 tahun yakni sebanyak 32% dari total 102 responden yang telah diteliti. Hal itu membuktikan bahwa rata-rata responden yang berada di daerah rawan banjir eks Karisidenan Surakarta berada pada fase usia yang tidak produktif.

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Usia

No. Tingkat Usia (tahun) Jumlah Responden Prosentase (%)

1. < 40 21 21

2. 41 – 50 29 28

3. 51 – 60 32 32

4. 61 – 70 16 15

5. > 70 4 4

Jumlah 102 100

(Sumber: Data primer diolah, 2012) d. Jumlah Anggota Keluarga

(70)

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga

No. Daerah Jumlah Anggota Keluarga Prosentase (%)

1. Langenharjo 100 23

2. Mbutuh 78 18

3. Sawahan 88 21

4. Kedungringin 73 17

5. Nglogok dan

Dungwuluh

90 21

Jumlah 429 100

(Sumber: Data primer diolah, 2012)

Jumlah anggota keluarga responden sebagian besar lebih dari satu kepala keluarga (kk) yang tinggal di satu rumah, meski ada beberapa responden yang satu rumah satu kepala keluarga. Jumlah anggota keluarga yang paling sedikit 2 orang, sedangkan yang paling banyak 9 orang.

Jumlah anggota keluarga menunjukan kepadatan penduduk di daerah rawan banjir eks Karisidenan Surakarta. Diharapkan jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi responden terhadap tindakan mitigasi responden. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang berada dirumah diharapkan dapat mempengaruhi responden terhadap tindakan mitigasi responden.

e. Jarak

Gambar

Gambar 1.1 Aliran Sungai Bengawan Solo  (Sumber: BBWS Surakarta)
Tabel 1.3 Kejadian Banjir Beserta Dampaknya di Eks Karisidenan Surakarta
Gambar 2.1. Alur dampak perubahan lingkungan terhadap manusia (Freeman, 1979)
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Titik awal jalur evakuasi adalah suatu titik yang dapat dengan mudah dijangkau oleh para pengungsi sehingga warga di daerah sekitar permukiman tersebut

(c) Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel Displays Empathy mempunyai nilai koefisien regresi paling besar, sehingga variabel

Berdasarkan hasil pengujian menggunakan SPSS 16 untuk variabel jarak, koefisien variabel ini memiliki tanda negatif dan diperoleh nilai t hitung sebesar – 0,633

1) Konstanta bernilai 9,747 maka dapat disimpulkan bahwa apabila semua variabel independen memiliki nilai 0, maka loyalitas konsumen sebesar 9,747. 2) Nilai koefisien regresi

Dari hasil pengujian secara parsial, variabel leverage menunjukkan koefisien regresi positif sebesar 1,906 dengan nilai probabilitas (Sig.) 0,146 yang lebih besar dari

Berdasarkan Tabel 5 menunjukan variabel profitabilitas (ROA) nilai koefisien regresi sebesar -3.236208 dengan signifikansi sebesar 0,0000 &lt; α (0,05), sehingga

Variabel pengeluaran konsumsi keluarga mempunyai koefisien regresi sebesar 0,276 dengan probabilitas 0,033 yang berarti signifikan terhadap = 5%, variable

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui nilai konstanta waktu penyimpanan (k) dan nilai faktor berat relatif/penimbang (x), sehingga kita dapat menghitung koefisien