• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Daya Saing Ekspor

Dalam dokumen KEMENTERIAN PERDAGANGAN Pushaka (c) 2013 (Halaman 66-72)

BAB III KINERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN

3.2. Capaian Sasaran Perdagangan Tahun 2011

3.2.2. Sasaran Strategis 2: Ekspor dan Kerjasama Internasional

3.2.2.5. Peningkatan Daya Saing Ekspor

Ekspor Indonesia

Secara umum, 10 komoditi utama ekspor Indonesia masih memiliki daya saing yang relatif tinggi di pasar global. Hal itu dapat dilihat dari nilai RCA yang berada di atas 1 kecuali untuk produk Elektronik dan Otomotif. Produk sawit, kakao, udang, karet, hasil hutan dan kopi Indonesia memiliki tingkat daya saing yang relatif tinggi di pasar internasional. Namun, daya saing produk elektronik dan otomotif Indonesia di pasar dunia menunjukkan trend yang meningkat.

Tabel 12 Pertumbuhan Ekspor 10 Komoditi Utama

Sumber : BPS (diolah)

Upaya peningkatan Daya Saing Ekspor melalui pengamanan perdagangan

Dalam rangka peningkatan daya saing ekspor dan mempertahankan akses pasar ekspor, Kementerian Perdagangan melakukan tindakan pengamanan perdagangan melalui fasilitasi penanganan kasus tuduhan dumping, subsidi dan safeguard, bantuan teknis penanganan hambatan perdagangan dan penanganan kasus penipuan perdagangan.

Selama periode ini, terdapat beberapa kasus yang telah dihentikan tuduhannya, masih dalam proses penanganan dan beberapa kasus yang dikenakan Bea Masuk.

2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 1 9.8 10.1 9.3 11.2 13.3 1.91 1.82 1.76 1.68 1.55 2 7.9 8.6 8.7 10.5 10.8 0.41 0.42 0.46 0.42 0.37 3 6.2 7.6 4.9 9.4 14.4 5.42 5.69 4.18 5.35 5.72 4 7.9 12.4 10.4 13.5 17.3 49.35 47.76 47.43 43.13 37.44 5 7.8 8.4 6.7 8.7 8.9 3.33 3.27 2.85 3.73 3.12 6 1.6 1.9 1.7 2.5 3.3 2.41 2.40 2.26 2.49 2.50 7 2.0 2.7 1.7 2.6 3.0 0.21 0.26 0.22 0.25 0.23 8 1.0 1.1 0.8 0.9 1.2 7.95 8.09 5.94 5.16 5.23 9 0.9 1.2 1.3 1.5 1.1 11.07 11.81 9.87 9.31 6.09 10 0.6 1.0 0.8 0.8 1.0 4.36 5.27 4.38 3.20 2.51

Penghentian penyelidikan subsidi oleh Otoritas Brazil (DECOM) terhadap produk Viscose Fiber Yarn asal Indonesia

Pada tanggal 12 September 2011 DECOM menginisiasi penyelidikan subsidi terhadap produk Viscose Fiber Yarn asal Indonesia dan isu subsidi yang dituduhkan yaitu Isu Fasilitas Investasi dan Rekstrukturisasi Mesin Tekstil. Berbagai upaya yang dilakukan Ditjen Daglu yaitu:

1.

Melakukan konsultasi dengan DECOM sebelum dimulainya inisiasi penyelidikan pada tanggal 15 Agustus 2011 sehingga beberapa isu yang dituduhkan oleh DECOM menjadi tidak ada.

2.

Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan perusahaan tertuduh untuk menjawab kuesioner.

3.

Menyampaikan Concerns Pemerintah RI melalui pertemuan bilateral Mendag RI dengan Wamendag Brazil dalam pertemuan KTT ASEAN pada tanggal 14-19 November 2011.

4.

Pertemuan Mendag RI dengan Mendag Brazil di Brasilia pada saat kunjungan misi dagang ke Brazil pada tanggal 13 Maret 2012 dan pertemuan Direktur DPP dengan Direktur DECOM untuk membahas lebih detail tuduhan subsidi.

5.

Menghadiri Public Hearing yang dilakukan oleh DECOM pada tanggl 15 Mei 2012 di Brasilia;

6.

Menyampaikan submisi post hearing kepada DECOM pada tanggal 20 Mei 2012 yang intinya (i) Penerapan double measures dumping dan subsidi tidak sesuai ketentuan WTO; (ii) Keabsahan petisioner dipertanyakan karena hanya mewakili kurang dari 25% dari yang dipersyaratkan dalam ketentuan WTO sehingga penyelidikan tidak layak dilanjutkan.

Pada tanggal 28 Agustus 2012 DECOM mengumumkan penghentian penyelidikan subsidi Viscose Fiber Yarn terhadap Indonesia karena petisioner tidak memenuhi persyaratan standing petisioner, sehingga ancaman hambatan perdagangan yang menganggu ekspor Indonesia sementara waktu dapat diatasi. Adapun ekspor Indonesia ke Brazil mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu dari US$ 49 Juta pada tahun 2008, menjadi US$ 108 Juta pada tahun 2011.

Penghentian Investigasi Anti Dumping Thailand untuk produk Coated Paper dan Paper Board

Pada tanggal 9 Juli 2012, Committee on Dumping and Subsidy dengan mempertimbangkan manfaat bagi industri domestik, konsumen dan kepentingan masyarakat, memutuskan untuk menghentikan investigasi dan menarik petisi Thai Paper Co.Ltd.

Penyelidikan Tuduhan Dumping-Circumvention terhadap Produk Footwear

Perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang alas kaki akhirnya terbebas dari tuduhan praktik circumvention di Brasil. Keputusan penghentian penyelidikan anticircumvention tersebut dikeluarkan oleh Department of Commercial Defense (DECOM) Brasil dalam bentuk Final Determination pada 18 Juni 2012 yang lalu.

Dalam proses penyelidikan, Brasil tidak menemukan adanya praktik circumvention yang dilakukan oleh perusahaan alas kaki Indonesia. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah produk alas kaki Indonesia dikenakan tuduhan circumvention di Brasil. Salah satu upayanya antara lain dengan menyampaikan concern secara langsung ke Pemerintah Brasil melalui Menteri Perdagangan kedua

negara pada pertemuan bilateral di Brasilia tanggal 13 Maret 2012 membahas lebih detail mengenai tuduhan circumvention terhadap produk alas kaki tersebut. Selanjutnya, DECOM mengeluarkan hasil essential fact pada 14 Juni 2012, dan Pemerintah Indonesia menyampaikan tanggapan untuk memperkuat hasil essential fact tersebut.

Perusahaan Indonesia yang dituduh melakukan praktik circumvention oleh DECOM terdiri dari 8 perusahaan dari Grup Nike dan 8 perusahaan dari Grup Adidas. Sebanyak 5 perusahaan diantaranya bahkan dipilih sebagai sampling on the spot verification oleh DECOM. Selama proses verifikasi berlangsung (2-17 April 2012), Kemendag ikut mengawasi untuk memastikan bahwa proses verifikasi tersebut berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan bebasnya produk alas kaki Indonesia dari tuduhan circumvention Brasil, maka perusahaan Indonesia memiliki peluang besar untuk terus memperluas pangsa pasarnya di Brasil atau bahkan di kawasan Amerika Latin.

Beberapa kasus tuduhan dumping, subsidi dan safeguard dalam proses penyelidikan

Dari beberapa kasus yang masih dalam proses penanganan, terdapat satu kasus yang perlu mendapatkan perhatian yakni kasus tuduhan dumping terhadap produk Biodiesel oleh Uni Eropa dimana saat ini Pemerintah Indonesia telah melaksanakan hearing dengan Otoritas Dumping Komisi Eropa (KE). Dalam hearing tersebut telah disampaikan beberapa concerns agar menjadi pertimbangan dalam proses penyelidikan anti dumping Biodiesel. Kementerian Perdagangan masih memonitor perkembangan kasus sekaligus melakukan koordinasi intensif dengan pihak-pihak terkait. Tabel 13 Daftar Kasus Tuduhan Dumping/Subsidi/Safeguard yang Dalam Proses Penyelidikan

No. Produk yang dituduh nisiasi Negara Penuduh

DUMPING

1 Oil Country Tubular Goods 28 Maret 2012 Amerika Serikat

2 Tertahannya produk Honey 19 Juni 2012 Amerika Serikat

3 Acrylic Yarn 2 ktober 2012 Brazil

4 All Fully Drawn or Fully oriented Yarn (review)

1 Maret 2012 ndia

5 Fiber Board 11 November 2011 ndia

7 Cut Sheet Paper 29 Juni 2012 Jepang

8 Steel Wire Rods 26 Juni 2012 Malaysia

9 Biaxially Oriented Poly

Propylene (BOPP) films

24 Juli 2012 Malaysia

11 Uncoated Writing/Printing

Paper and Coated

Writing/Printing Paper

10 November 2011 Pakistan

13 Polyethylene Terethalate

(Review)

14 ebruari 2012 ni ropa

14 Threaded tube or pipe cast fittings

16 ebruari 2012 ni ropa

15 Biodiesel 29 Agustus 2012 ni ropa

16 Steel Fasteners 26 September 2012 ni ropa

17 Bicyles 26 September 2012 ni ropa

SUBSIDI

18. Uncoated Writing/Printing

Paper and Coated

Writing/Printing Paper

23 November 2011 Pakistan

Kasus pengamanan perdagangan yang masih ditangani

Beberapa kasus pengamanan perdagangan lainnya yang sedang dalam penanganan adalah kasus hambatan teknis perdagangan antara lain yaitu Notice of Data Availability (NODA) oleh Amerika Serikat, Illegal Logging Prohibition Bill 2011 dan Plain Packaging of Tobacco Products oleh Australia, Environmental Labelling Trial oleh Perancis, Proposal to Introduce Plain Packaging of Tobacco Products in New Zealand, dan Amendments of Tobacco Products Directive oleh Uni Eropa.

Ketentuan Notice of Data Availability (NODA) oleh Amerika Serikat

Notice of Data Availability (NODA) Concerning Renewable Fuels Produced From Palm Oil Under the RFS Program dikeluarkan pada bulan Desember 2011 oleh Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat. Notice of Data Availability (NODA) merupakan analisis terhadap emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari palm oil yang digunakan sebagai bahan baku produk biodiesel dan renewable diesel berdasarkan program Renewable Fuel Standard (RFS). Hasil analisis EPA menyatakan bahwa biodiesel dan renewable diesel yang berbahan baku palm oil tidak memenuhi ketentuan minimum 20% ambang batas pengurangan emisi GRK (palm oil hanya berada pada level 11-17%) yang dipersyaratkan agar dapat dimasukkan ke dalam kategori bahan bakar terbarukan (renewable fuel) sesuai dengan program RFS.

Kementerian Perdagangan pada bulan April 2012 menyampaikan tanggapan (submisi) atas hal ini yang ditujukan kepada H.E. Ron Kirk dari United States Trade Representatives (USTR). Isi submisi tersebut antara lain:

1. Concern Pemri terhadap dampak penerapan Clean Air Act (CAA) Section 211(o);

2. Komitmen Indonesia terhadap perlindungan lingkungan dan penurunan gas rumah kaca;

3. Metodologi yang digunakan oleh EPA untuk menghitung pengurangan gas rumah kaca dalam minyak sawit menggunakan metode perhitungan yang disederhanakan, sehingga hasilnya kurang akurat; 4. Pemri menawarkan sebuah metodologi yang mempertimbangkan

parameter produktifitas, pertimbangan lingkungan dan kemanusiaan. Terkait hal ini, EPA harus mempertimbangkan bahwa kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati paling efisien dibanding tanaman lainnya.

5. AS tidak boleh mengeluarkan kebijakan yang dapat menghambat perdagangan. Dalam hal ini NODA berpotensi melanggar beberapa ketentuan WTO, antara lain: Artikel 2.1, 2.2, 2.9 dan 2.12 TBT Agreement serta Artikel I:1 dan III:4 GATT 1994

Tim EPA pada bulan Oktober 2012 telah melakukan penelitian lapangan di perkebunan kelapa sawit milik PT. Musim Mas di Sorek, Provinsi Riau. Tim EPA merasa puas dengan hasil kunjungan, dimana dilihat pengelolaan lahan dan kerjasama dengan petani disekeliling dilakukan dengan baik. Demikian juga penggunaan methane capture telah mulai digunakan walaupun baru akan diwajibkan Pemerintah Indonesia pada tahun 2020. Pola kemitraan yang dikembangkan petani sekeliling mendapat apresiasi dan diharapkan pengembangan pola di atas dapat diterapkan diseluruh sektor perkebunan kelapa sawit Indonesia.

Sampai saat ini belum diketahui kapan keputusan EPA akan ditetapkan, EPA masih perlu mempelajari semua masukan. Sementara ini ekspor CPO Indonesia ke AS tetap bisa berjalan seperti biasa.

Ketentuan Plain Pacakaging of Tobacco Products in Australia.

Kebijakan Plain Tobacco Packaging memuat ketentuan dimana memberlakukan kemasan polos dengan aturan yang seragam untuk seluruh rokok yang dipasarkan dan dijual di Australia. Berikut secara ringkas isi dari peraturan tersebut:

1.

Melarang penggunaan merk dagang, logo, brand, nama produk / nama perusahaan, atau identifying mark pada kemasan maupun pada produk tembakaunya, atau

2.

Menetapkan kondisi untuk menggunakan merk dagang, logo, brand, nama produk / nama perusahaan, atau identifying mark pada kemasan maupun pada produk tembakaunya; atau

3.

Melarang penggunaan desain apapun pada kemasan maupun pada produk tembakaunya, atau

4.

Menetapkan kondisi untuk menggunakan desain apapun pada kemasan maupun pada produk tembakaunya.

5.

Bentuk dan warna kemasan yang seragam dengan warna kemasan hijau zaitun, tanpa ilustrasi, gambar, pola, gambar emboss, hiasan atau tambahan apapun.

Untuk mengatasi hal ini, Kementerian Perdagangan telah melakukan koordinasi dengan Stakeholder terkait dan dunia usaha tentang isu regulasi tembakau di Australia dimana disepakati bahwa di dalam regulasi terdapat potensi pelanggaran WTO yaitu :

1. Adanya hambatan perdagangan yang tidak diperlukan (Article 2.2 TBT Agreement);

2. Terjadi pembebanan yang tidak dapat dibenarkan pada merk dagang (Article 20 TRIPS);

3. Terjadi persaingan yang tidak sehat, (Article 10 bis Paris Convention dan GIs pada Article. 22.2(b) TRIPS;

4. Regulasi mengurangi tingkat proteksi Geographical Indication di Australia (Article 24 TRIPS).

Kementerian Perdagangan akan terus menindaklanjuti masalah ini agar rokok Indonesia yang dipasarkan di Australia tidak mendapatkan hambatan teknis sebagaimana ketentuan dalam kebijakan packaging ini.

Environmental Labelling Trial oleh Pemerintah Perancis.

Pemerintah Perancis telah meluncurkan program eco labeling untuk memandu konsumen tentang pengendalian dampak lingkungan dalam belanja sehari-hari kebutuhan mereka (Produk furniture, peralatan rumah tangga (listrik), bahan bangunan, produk perkantoran, Produk tekstil, produk pelumas, produk kertas, produk perawatan (pembersih, detergent), dan produk kebersihan (sabun, sampo), produk jasa. Program eco labeling ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang carbon footprint dan dampak lingkungan suatu produk untuk seluruh produk konsumen atau jasa yang dibelinya.

Kementerian Perdagangan telah melakukan koordinasi dengan stakeholders terkait dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) dimana hasil dari FGD ini adalah sebagai berikut:

1. Penerapan ketentuan eco-labelling oleh Perancis terhadap produk yang akan dipasarkan di wilayah Perancis dapat menjadi hambatan perdagangan bagi berbagai produk impor dari Indonesia atau negara dunia ketiga lainnya;

2. Masih tingginya anggapan konsumen Perancis terhadap beberapa produk ekspor Indonesia baik berbentuk bahan baku, produk setengah jadi maupun barang jadi yang dianggap tidak berwawasan

lingkungan (isu bio diversity dan deforestation), sehingga dikhawatirkan akan terjadi kondisi dimana produsen atau importir cenderung untuk tidak memilih bahan baku, barang setengah jadi maupun barang jadi dalam rangka sertifikasi eco-labelling;

3. Belum jelasnya pengaturan tentang lembaga sertifikasi diluar Perancis yang dapat menerbitkan sertifikasi eco-labelling. Apakah produk impor hanya bisa disertifikasi oleh lembaga sertifikasi di Perancis. 4. Dalam hal ini, kiranya perlu dipertimbangkan untuk menyusun

kerjasama kelembagaan khususnya di bidang standardisasi dalam upaya pengakuan lembaga sertifikasi di Indonesia oleh Perancis. 5. Kementerian Perdagangan akan terus berkoordinasi dengan

stakeholder terkait yaitu: KBRI Perancis, Atase perdagangan Paris, dan Dunia usaha untuk menangani hambatan teknis ini.

Proposal to Introduce Plain Pacakaging of Tobacco Products in New Zealand.

Tujuan dari regulasi ini adalah mengatur para produsen rokok yang akan memasarkan produknya di Selandia Baru untuk mengganti kemasan rokoknya dengan kemasan polos (putih). Untuk menerapkan regulasi ini Pemerintah Selandia Baru membuka konsultasi publik bagi Negara-negara mitra dagang sampai dengan 5 Oktober 2012. Sistematika penyampaian kosultasi telah diatur dalam bentuk form kuisioner sehingga responden yang akan menyampaikan submisi didorong untuk menggunakan formulir yang telah disediakan oleh Pemerintah Selandia Baru. Isi dari RUU yaitu:

1.

Menerapkan penggunaan kemasan polos atau keharusan menggunakan peringatan yang berbentuk gambar yang cukup besar pada kemasan dengan presentasi 90% di belakang dan 30% di depan kemasan;

2.

Pemerintah Selandia Baru belum menerbitkan suatu draft tertentu karena mereka baru akan merancang draft tersebut setelah mempertimbangkan submisi-submisi yang masuk. Namun berdasarkan dokumen konsultasi yang mereka terbitkan, mereka bermaksud untuk mengadopsi regulasi kemasan polos di Australia secara utuh.

Kementerian Perdagangan telah mengirimkan concern Pemerintah Indonesia kepada Pemerintah New Zealand, yang isinya antara lain:

1.

Proposal regulasi yang diajukan akan menciptakan hambatan terhadap perdagangan, dan berpotensi melanggar ketentuan WTO dimana persyaratan-persyaratan dalam consultation paper akan tidak konsisten dengan kewajiban internasional New Zealand berdasarkan aturan-aturan WTO yaitu ; Artikel 20 TRIPS Agreement, Artikel 17 TRIPS Agreement dan Artikel 2.2 TBT Agreement;

2.

Proposal regulasi ini akan menimbulkan dampak yang lebih luas, baik dalam hal ekspor produk rokok maupun HAKI terhadap merek dagang produk Indonesia. Dengan menghilangkan elemen merek dagang dan desain dari kemasan, regulasi ini akan menyulitkan konsumen dewasa untuk mengenali produk tembakau Indonesia dan akan mengurangi nilai dari merek dagang produk Indonesia.

3.

Regulasi ini, yang diterapkan bersama dengan regulasi Display Ban, akan mempengaruhi kemampuan produk tembakau Indonesia untuk bersaing dan meningkatkan market share di New Zealand.

Kementerian Perdagangan juga akan menjelaskan bahwa penerapan plain packaging masih belum jelas apakah aturan ini mampu mengurangi konsumsi tembakau secara umum hal ini perlu scientific evidence. New Zealand sebaiknya menunggu keputusan akhir WTO terhadap kebijakan plain packaging Australia yang secara substansi sama, sebelum menerapkan aturan yang serupa.

Amandemen Tobacco Products Directive (2001/37/EC) oleh Eropa.

Komisi Uni Eropa berencana melakukan amandemen Tobacco Products Directive (2001/37/EC). Rencana ini dibuat dengan tujuan antara lain untuk mengurangi konsumsi rokok terutama pada penduduk berusia antara 25-34 tahun. Rencana amandemen direktif ini berisi antara lain mengenai pengaturan labeling, peringatan kesehatan pada kemasan serta aditif yang digunakan sebagai campuran tembakau. Hal ini mendapat keberatan dari Asosiasi Pembuat Cerutu Eropa yaitu dalam hal:

- Penggunaan kemasan polos atau keharusan menggunakan peringatan yang berbentuk gambar yang cukup besar pada kemasan; - Larangan memajang produk tembakau pada gerai-gerai penjualan; - Pembatasan presentase maksimal kandungan flavor pada produk. Kementerian Perdagangan telah menyampaikan kepada DG of Trade European Commission dan DG Health and Consumers (DG SANCO) bahwa:

a.

Isu positive/negative list of ingredients, Indonesia berpandangan bahwa cengkeh (clove) seharusnya dimasukkan ke dalam positive list, ataupun dikeluarkan dari negative list, dengan pertimbangan bahwa ingredient yang digunakan tidak untuk menarik minat merokok pada generasi muda;

b.

Bahwa produk tembakau Indonesia sangat unik yaitu penambahan cengkeh pada produk tembakaunya yang disebut dengan kretek. Oleh sebab itu di dalam TPD tidak membedakan antara rokok konvensional dengan rokok kretek. Untuk itu rokok kretek harus dibedakan atau masuk dalam kategori “produk khusus”;

c.

Terkait dengan regulasi yang mewajibkan kemasan polos untuk produk tembakau, Indonesia meminta agar dalam regulasi tetap memperbolehkan branding dan labeling untuk membedakan produk dan tidak menyesatkan konsumen.

3.2.2.6 Pengembangan Produk Ekspor dan Citra

Dalam dokumen KEMENTERIAN PERDAGANGAN Pushaka (c) 2013 (Halaman 66-72)

Dokumen terkait