• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dewasa ini tidak ada satu negara pun yang tidak melakukan hubungan dengan pihak luar negeri. Bagi Indonesia, perdagangan luar negeri menjadi semakin penting, bukan saja dalam kaitannya dengan pembangunan yang berorientasi keluar, yakni menetapkan target masyarakat di negara-negara lain sebagai pasar hasil produksi dalam negeri, tetapi juga berkaitan dengan pengadaan barang-barang modal untuk memacu industri dalam negeri (Dumairy, 1995).

Perdagangan luar negeri adalah hubungan tukar-menukar barang atau jasa yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain yang saling menguntungkan (Alam, S, 2001). Hal ini dapat terjadi karena perbedaan sumber daya alam yang dimiliki masing-masing negara. Selain itu, selera, perbedaan teknologi serta tingkat efisiensi juga mendorong terjadinya perdagangan luar negeri. Perdagangan luar negeri timbul karena tidak ada suatu negara pun di dunia ini yang dapat menghasilkan semua barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Kalaupun berbagai kebutuhan tersebut dapat dihasilkan di dalam negeri, tetapi dalam banyak hal sering lebih murah mengimpor barang-barang yang diperlukan dari luar negeri daripada harus dihasilkan sendiri di dalam negeri (Deliarnov,1995).

Dengan adanya perdagangan luar negeri maka manfaat yang dapat diambil berupa sumber devisa, dengan mengekspor suatu komoditi maka kita akan mendapat devisa yang dapat digunakan untuk mengimpor barang modal dan

konsumsi. Kesempatan kerja akan semakin luas akibat perdagangan luar negeri terutama kegiatan ekspor. Selain itu, peralihan teknologi juga akan semakin cepat serta terjadi peningkatan kualitas konsumsi (Alam, S, 2001).

Perdagangan luar negeri terjadi dalam perekonomian terbuka, sedangkan dalam perekonomian tertutup hanya memiliki tiga komponen PDB yaitu pengeluaran konsumsi (C), Investasi (I), dan Pengeluaran pemerintahan (G). Ekspor bersih (Ekspor – Impor) terjadi pada perekonomian terbuka. Ekspor bersih dapat bertanda positif maupun negatif. Bila tandanya positif maka jumlah barang yang diekspor ke luar negeri lebih banyak daripada barang-barang yang diimpor. Sementara bila tandanya negatif maka jumlah barang yang diimpor lebih banyak daripada jumlah barang yang diekspor. Pendapatan nasional (Y) dapat dirumuskan dengan : Y = C + I + G + (X – M).

Perdagangan luar negeri terdiri dari ekspor dan impor. Ekspor merupakan penjualan barang yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara lain. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara-negara lain yang tidak dapat menghasilkan sendiri barang-barang yang dihasilkan oleh negara pengekspor. Ekspor merupakan salah satu komponen atau bagian dari pengeluaran agregat. Makin banyak jumlah barang yang dapat diekspor, makin besar pengeluaran agregat, dan makin tinggi juga pendapatan nasional suatu negara.

Sedangkan impor adalah barang yang dikirimkan dari luar negeri karena negara tersebut tidak dapat memproduksi barang tersebut. Impor merupakan kebalikan dari ekspor. Jika ekspor dikatakan sebagai faktor injeksi maka impor merupakan kebocoran dalam pendapatan nasional. Artinya, makin besar impor

makin banyak uang negara yang pindah ke luar negeri. Jumlah impor ditentukan oleh kemampuan dalam menghasilkan barang-barang yang bersaing dengan buatan luar negeri. Makin tinggi tingkat pendapatan nasional serta makin rendah kemampuan untuk menghasilkan barang-barang yang dapat bersaing dengan barang dari luar negeri maka makin tinggi impor. Pada Gambar 2.1 panel a) terlihat bahwa jumlah ekspor ditentukan oleh faktor eksogen dan tidak tergantung pada besarnya pendapatan nasional. Sebaliknya dari panel b) terlihat antara impor dengan pendapatan nasional terdapat kaitan yang erat. Makin besar pendapatan nasional makin besar impor, hal ini ditentukan oleh kecenderungan mengimpor (m).

(a) (b)

Gambar 2.1. Hubungan Antara Ekspor dan Impor Dengan Tingkat Pendapatan Nasional

Sumber : Deliarnov, 1995.

Ekspor bersih adalah selisih antara ekspor dan impor. Ekspor bersih mempunyai peranan penting yakni sebagai motor penggerak perekonomian nasional, sebab ekspor bersih dapat menghasilkan devisa yang selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai pembangunan sektor-sektor dalam negeri. Pada Gambar 2.2, penurunan pada ekspor bersih akan menggeser kurva pengeluaran

M = Mo + mY

Mo

0

Ekspor (X) Impor (M)

X

Pendapatan Nasional (Y)

Δ Y

Δ M

Pendapatan Nasional (Y) 0

agregat (Agregate Expenditure) ke bawah dari AE1 ke AE2, selain itu juga akan

mengakibatkan permintaan agregat (Agregate Demand) menurun dari AD1 ke

AD2, hal ini akan mendorong tingkat harga turun ke P2. Dari sisi pendapatan

nasional, pendapatan nasional (Y) akan mengalami penurunan dari Y1 menjadi Y2.

Pengurangan ekspor bersih akan menurunkan pengeluaran agregat dan pendapatan nasional riil. Sementara jika ekspor bersih meningkat maka AE1 akan bergeser ke

AE3, sehingga permintaan agregat akan bergeser ke AD3, harga akan meningkat

ke P3 dan pendapatan nasional riil akan meningkat ke Y3.

Gambar 2.2. Pembentukan Pendapatan Nasional Dengan Pendekatan Pengeluaran Sumber : Mankiw, 2000. Pengeluaran Agregat (AE) 45˚ Pendapatan Nasional Riil (Y) Y = AE ΔNX AE2 = C+I+G+ NX2 AE1 = C+I+G+NX1 Y2 Y1 AS AD2 AD1 Tingkat harga (P) P1 P2 Pendapatan Nasional Riil (Y) AE3 = C+I+G+NX3 AD3 Y3 P3 45˚ 0 0

Proses terciptanya harga komoditi relatif ekuilibrium dengan adanya perdagangan ditinjau dari analisis keseimbangan parsial dapat dilihat pada Gambar 2.3. Panel (a) merupakan pasar di Negara 1 untuk komoditi X, panel (b) merupakan hubungan perdagangan internasional dalam komoditi X, sementara panel (c) merupakan pasar di Negara 2 untuk komoditi X. Karena Px/Py lebih

besar dari P1, maka Negara 1 mengalami kelebihan penawaran komoditi X (Panel

a) sehingga kurva penawaran ekspornya atau S yang diperlihatkan oleh panel (b) mengalami peningkatan. Di lain pihak, karena Px/Py lebih rendah dari P3, maka

Negara 2 mengalami kelebihan permintaan untuk komoditi X (panel c) dan ini mengakibatkan permintaan impor Negara 2 terhadap komoditi X atau D, mengalami kenaikan (panel b).

Panel (b) juga menunjukkan bahwa hanya pada tingkat harga P2 maka

kuantitas impor komoditi ekspor yang diminta oleh Negara 2 akan sama dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh Negara 1. Dengan demikian P2 merupakan

Px/Py atau harga relatif ekuilibrium setelah berlangsungnya perdagangan diantara

kedua negara tersebut. Tapi jika Px/Py lebih besar dari P2 maka akan terjadi

kelebihan penawaran ekspor komoditi X dan hal itu akan menurunkan harga relatifnya atau Px/Py, sehingga akhirnya harga itu akan bergerak mendekati atau

sama dengan P2. Sebaliknya jika Px/Py lebih kecil dari P2, maka akan tercipta

kelebihan permintaan impor komoditi X yang selanjutnya akan menaikan Px/Py

sehingga akan sama dengan P2. Perdagangan internasional terjadi karena adanya

Negara 1 Perdagangan Negara 2 Internasional

(a) (b) (c)

Gambar 2.3. Harga Komoditi Relatif Ekuilibrium setelah Perdagangan Ditinjau dari Analisis Keseimbangan Parsial

Sumber : Salvatore, 1997.

Dokumen terkait