• Tidak ada hasil yang ditemukan

15 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Manajemen Risiko

Menurut Ferry N. Idroes manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses.1 Dalam hal ini manajemen risiko dipraktikan pada perusahaan asuransi Syari’ah karena untuk mengantisipasi risiko-risiko yang akan timbul pada masa depan.

Risk Management ialah peninjauan risiko dari sudut pandang seorang manajer asuransi (risk manager). Risiko yang ada dalam masyarakat bisa kita lihat dari dua segi, yaitu: pembeli asuransi (pemegang polis) dan penjual asuransi (perusahaan asuransi). Bagi seorang risk manager yang penting untuknya ialah, melihat risiko dari segi “pembeli asuransi”. Usaha yang harus dijalankannya ialah teutama harus menitikberatkan pada prevention of loss, oleh karena demikian banyaknya risiko bisnis asuransi didalam masyarakat yang harus dihadapi. Fungsi pimpinan bagian asuransi ialah untuk memikirkan bagaimana caranya agar risiko dapat ditangani, apakah dengan jalan mempertanggungkan atau dengan menggunakan self insurance (asuransi sendiri).2 Dalam hal ini, manajemen risiko akan digunakan apabila risiko timbul pada perusahaan dan peserta asuransi serta dapat mengetahui dengan

1

Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendeketan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, h. 5

2

A. Abbas Salim,Asuransi dan Manajemen Resiko (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), h. 145

metode mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan, melaporkan dan meminimalisir risiko pada pembeli asuransi dan penjual asuransi.

Dalam Islam, konsep manajemen risiko sudah dituliskan dalam Quran sekitar abad 14 tahun yang lalu. Salah satu yang sangat indah dalam al-Quran adalah mengenai Yusuf a.s, yang dalam satu bagiannya diperkenalkan bagaimana caranya mengelola risiko. Konsep manajemen risiko juga telah ditunjukkan oleh Allah swt pada saat Dia mencatat perintah Ayah Yusuf kepada anaknya sebelum mereka berangkat ke Mesir. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surah Yusuf/12:67 berikut:





















































Artinya: Dan Dia (Ya’kub) berkata, “wahai anak-anakku! Janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berbeda; namun demikian aku tidak dapat mempertahankan kamu sedikit pun dari (takdir) Allah. Keputusan itu hanyalah bagi Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Kepada-Nya pula bertawakallah orang-orang yang bertawakal.”3

Sangat jelas bahwa dalam sudut pandang manajemen risiko, Islam mendukung semua upaya mengeliminasi atau memperkecil risiko, sekaligus mempunyai bahwa hanya keputusan Allah-lah yang akan menentukan hasilnya.4

3

Departemen Agama RI, al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2002), h.243

4

Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syari’ah dalam Praktik Upaya Menghilangkan gharar, Maisir, dan Riba (Jakarta : Gema Insani Press, 2005). Cetakan Pertama, h. 18

17

Uraian di atas menunjukkan bahwa risiko itu tidak dapat dihindarkan, namun diminimalisir agar tidak terjadi risiko-risiko yang signifikan. Dan setiap aktivitas kehidupan manusia harus menggunakan manajemen. Manajemen untuk memperkecil risiko-risiko yang akan timbul. Maka mengelola risiko sudah ada pada zaman Nabi Yusuf a.s.

1. Pengertian Manajemen

Kata manajemen berasal dari Bahasa Inggris dari kata kerja to manage, ialah mengurus, mengatur, melaksanakan, dan mengelola.5 Sinonimnya antara lainto handberarti ‘mengurus’,to control‘memeriksa’ to guide ‘memimpim’. Jadi apabila hanya dilihat dari asal katanya, manajemen berarti pengurusan, pengendalian, memimpin atau membimbing.

Manajemen sebagai suatu ilmu dan teknik untuk mengurus atau mengelola tidak dapat dilepas dari fungsi-fungsi dan kewajiban manusia yang telah ditetapkan.

Seperti yang diungkapkan George Terry dikutip oleh Mochtar Effendy, menyatakan bahwa definisi manajemen itu adalah sesuatu tindakan perbuatan seseorang yang berhak menyuruh orang lain mengerjakan sesuatu, sedangkan tanggung jawab (responsibility) tetap di tangan yang memerintah. Manajemen didefinisikan sebagai proses kerjasama dengan dan melalui orang-orang dan kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.6

Dalam hal ini manajemen dapat dikatakan untuk mengatur atau mengelola sebuah organisasi, lembaga, dan pemerintahan dengan

5

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996). h. 372

6

Mochtar Effendy, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam

menggunakan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian (POAC) dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu dibutuhkan ilmu manajemen dari berbagai aktivitas kehidupan di dunia.

2. Pengertian Risiko

Pengertian risiko menurut Kamus Inggris, risiko ialah risk, dalam asuransi “insurance risk” ialah orang yang besar risikonya bagi perasuransian.7 Risiko menurut Kamus Bahasa Arab, a’aqibatu dan awaa qiba(aqoda-ya’qidu- aqdan) ialah balasan yang baik dan akibat yang baik. (kamus bahasa arab muhamad yunus)

Dalam aktivitas sehari-hari setiap orang memiliki berbagai risiko yang akan timbul, dalam hal ini tidak lepas dengan memperoleh rezeki yang halal untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rezeki yang diberikan Allah kepada kita bukan hanya berupa harta atau benda yang dihasilkan oleh bumi saja. Rezeki dapat pula berupa kesehatan, kekuatan tubuh, keterampilan, gerak langkah dalam kehidupan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surah al-Baqarah/2:3 berikut:



















Artinya: (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan salat, dan menginfaqkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (al-Baqarah ayat 3)8

Arti rezeki dari ayat tersebut di atas yaitu: “Segala apa yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat. Contohnya; kita bisa lihat, betapa

7

John M, Echols dan Hassan Shadily,Kamus Inggris-Indonesia, h.488

8

19

banyak buruh dan karyawan yang berusaha untuk mendapat gaji besar tapi hasilnya tetap saja kecil. Adakalnya seseorang banting tulang di masa mudanya untuk mencari harta, justru baru berhasil ketika tua.9Dalam hal ini, risiko dan rezeki memiliki hubungan dalam proses aktivitas kehidupan sehari-hari, sebab rezeki diperoleh ketika seseorang akan mengalami berbagai risiko yang akan timbul, tanpa adannya risiko seseorang tidak akan mampu mencapai hasil yang maksimal dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi dengan ini seseorang dapat tolong-menolong dengan sesama untuk memperkecil risiko yang akan timbul.

Risiko adalah ketidapastian (uncertainity) mengenai kerugian, ketidakpastian yang menyebabkan kerugian. Definisi lainnya adalah karena tidak pasti terhadap kemungkinan yang dapat terjadi dalam bentuk atau peristiwa yang belum tentu dan menimbulkan rasa tidak aman. Menurut Ferry N. Idroes, Risiko merupakan bahaya: risiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai.10 Jadi risiko membahas mengenai ketidakpastian tentang masa depan, baik secara individu atau peserta dan Perusahaan (corporate) maka perlu adanya suatu pengelolaan risiko untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengendalikan tentang ketidakpastian yang akan timbul pada setiap Peserta dan Perusahaan.

9

Muhammad Mutawalli Sya’rawi,Anda bertanya Islam menjawab(Jakarta: Gema Insani Press, 1999), Cetakan 15, h. 25-26

10

Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendeketan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, h. 4

Berbicara mengenai Perusahaan Asuransi Syari’ah tidak lepas dari pengelolaan risiko yang benar untuk menyeleksi setiap risiko berdasarkan klausula. Proses hubungan dalam mekanisme pertanggungan pada Asuransi Syari’ah adalah sharing of risk (saling menanggung risiko). Apabila terjadi musibah, maka semua peserta Asuransi Syari’ah saling menanggung. Dengan demikian, tidak terjadi transfer risiko dari peserta ke Perusahaan, karena dalam praktiknya kontribusi (premi) yang dibayarkan oleh peserta tidak terjadi yang disebuttransfer of fund, status kepemilikan dana tersebut tetap melekat pada peserta sebagai shahibul mal.11 Dalam hal ini untuk membedakan sesuatu yang terjadi pada asuransi konvensional, karena yang telah dipraktikan pada asuransi konvensional berupa transfer of fund yaitu transfer risiko dari peserta ke Perusahaan. Sehinggga tidak menggunakan skema berbagi risiko pada peserta, sebagaimana yang dijelaskan dalam surah al-Maidah/5:2 berikut:





















Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa

dan permusuhan.”12

Implementasi sharing of risk (saling menanggung risiko), peserta asuransi diikat oleh akad (perjanjian) untuk saling membantu, melalui instrumen Syari’ah yang disebut dana tabarru’ (dana kebajikan). Masing-masing mengeluarkan kontribusi, yang besarnya meminjam tabel kematian

11

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari’ah (Life And General): Konsep Dan System Operasional(Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 303

12

21

(mortality table) untuk asuransi jiwa, dan untuk asuransi kerugian menghitung dengan mendasarkan pada statistik kerugian (loss statistics), misalnya menggunakan teori probabilitas (probability) teori kecenderungan (measure of kontrol tendency) dan sebagainya. Akad yang digunakan oleh Asuransi Syari’ah bergantung pada klausula yang ditentukan, akad tabarru’ dan akad wakalah bil ujrah yang pada umumnya telah dipraktikan. Sebab akad tabarru’ untuk memberikan suatu gambaran umum mengenai perhitungan kontribusi (premi) yang harus dikeluarkan pada setiap peserta asuransi dan menggunakan tabel kematian.

Uraian di atas menunjukkan bahwa sharing of risk telah diimplementasikan dari hadist riwayat Muslim bahwa Nabi saw bersabda:

:

“Mukmin terhadap mukmin yang lain seperti suatu bangunan

memperkuat satu sama lain” dan “orang-orang mukmin dalam kecintaan

dan kasih sayang mereka seperti satu badan. Apabila salah satu anggota badan menderita sakit, maka seluruh badan merasakannya.”13

3. Sebab-sebab kerugian (Risiko)

Telah dipaparkan sebelumnya bahwa risiko ketidakpastian mengenai masa depan. Ketidakapastian tersebut dapat dipahami dengan mengetahui sebab-sebab kerugian (risiko) itu timbul pada Lembaga

13

Abu al-Husain Muslim Ibnu Hajjaj Ibnu Muslim Ibnu Warod al-Qusyairi al-Nisaburi, Shahih Muslim dalm Bab Tarohumul Mukminin Wa ta’aatufuhum wata’aadhuduhum,juz 12 h.467

Keuangan Syari’ah, khususnya Asuransi Syari’ah, sebab Asuransi Syari’ah memberikan suatu konsepsharing of riskuntuk mengelola risiko.

Menurut Kuat Ismanto, sumber penyebab kerugian (risiko) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Risiko sosial adalah masyarakat, artinya tindakan orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan yang diharapkan.

b. Risiko fisik disebabkan oleh fenomena alam dan sebagian lagi diciptakan oleh manusia itu sendiri. Banyak risiko yang kompleks sumbernya tetapi termasuk, terutama, kedalam kategori fisik, sebagai contoh kebakaran, cuaca/iklim, petir, dan lain-lain.

c. Risiko ekonomi adalah inflasi, fluktuasi lokal, dan ketidakstabilan Perusahaan individual.14

Pada sebab-sebab kerugian (risiko) tersebut terjadi pada Asuransi Syari’ah dalam proses menuju risiko seperti perserta dan Perusahaan. Karena Perusahaan Asuransi Syari’ah tidak hanya mengelola risiko pada Perusahaan, namun mengelola risiko peserta pun demikian. Jadi sebab-sebab kerugian timbul karena dipengaruhi oleh risiko sosial, risiko fisik, dan risiko ekonomi. Hal tersebut dapat teridentifikasi dari daftar riwayat dan karakteristik peserta sehinggga dapat menimbulkan risiko yang besar ke dalam tiga sebab-sebab kerugian tersebut.

4. Proses manajemen risiko

Proses manajemen risiko mempunyai berbagai proses untuk mengelola risiko yang akan ditimbulkan dari berbagai aspek-aspek, pada umumnya yang digunakan sebagai berikut:

14

Kuat Ismanto, Asuransi Syari’ah Tinjauan Asas-asas Hukum Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), Cetakan Pertama, h.32

23

a. Identifikasi dan pemetaan risiko

Pada proses ini menetapkan kerangka kerja untuk implementasi strategi risiko secara keseluruhan menentukan definisi kerugian, menyusun dan melakukan kedalam kategori risiko yang dapat diterima dan tidak diterima. Konsep ini menjelaskan bahwa risiko diidentifikasi sejak dini, walaupun risiko yang akan ditimbulkan kecil namun perlu diantisipasi untuk pengelolaan risiko.

b. Melakukan peringkat risiko

Proses yang akan menjelaskan ke dalam proses mengukur risiko dan perluasan dengan memanfaatkan tolok ukur (benchmarking), permodelan (modeling), dan permalan (forecasting) yang berasal dar eksternal. Maka melakukan peringkat risiko dapat digunakan dari berbagai cara untuk mengelola risiko yang benar, agar di dalam suatu Perusahaan Asuransi dapat menilai risiko sejak dini untuk menuju tata kelola Perusahaan yang baik.

c. Menegaskan profil risiko dan rencana manajemen risiko

Menegaskan profil risiko merupakan salah satu bagian dari manajemen risiko yang penting, karena untuk melihat identifikasi selera risiko Perusahaan dan identifikasi visi stratejik. Dalam hal ini memberikan suatu pemahaman mengenai profil risiko yang akan timbul, seperti pada Perbankan Syari’ah menegaskan profil risiko dari risiko likuiditas, risiko reputasi, risiko operasional, risiko pasar, risiko legal (hukum), risiko finansial dan sebagainya. Maka pada Asuransi

Syari’ah pun akan menimbulkan risiko yang tidak jauh berbeda pada perbankan Syari’ah.

d. Solusi risiko atau implementasi tindakan terhadap risiko

Hal yang perlu diperhatikan pula solusi risiko, sebab setelah mengetahui risiko yang timbul. Maka perlu memberikan sebuah solusi untuk mengatasi terjadinya risiko. Apakah risiko yang timbul perlu dihindari (avoidance), alihkan (transfer), dan mitigasi risiko (mitigate risk).

e. Pemantauan dan Pengkinian atau kaji ulang risiko dana kontrol

Pemantauan ini akan melakukan kontrol risiko dari seluruh bagian yang ikut serta untuk mengendalikan berbagai risiko dilakukan oleh seluruh entitas Perusahaan dan pengkinian. Dengan maksud bahwa strategi manajemen risiko telah diimplementasikan dan berjalan dengan baik, mengevaluasi dan menindaklanjuti hasil evaluasi terhadap implementasi kerangka manajemen risiko yang terintegrasi ke dalam strategi risiko keseluruhan. Oleh karena itu, Perusahaan telah berhasil menggunakan manajemen risiko.

5. Tujuan manajemen risiko

Terdapat bermacam-macam tujuan manajemen risiko. Tujuan yang ingin dicapai untuk tata kelola Perusahaan dan tujuan untuk meyeleksi risiko pada setiap peserta. Secara umum tujuan manajemen risiko meliputi:

25

a. Mendukung pencapaian tujuan

Tujuan yang telah ditentukan Perusahaan akan memberikan suatu pengaruh yang besar pada Perusahaan. Karena memiliki tujuan Perusahaan, maka akan menjelaskan apa maksud Perusahaan tersebut berdiri dan bagaiman menjalankan Perusahaan yang sehat. Tujuan inilah akan menjalankan visi, misi, maksud dan tujuan serta rekam jejak Perusahaan (track record) Perusahaan.

b. Memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang memberikan peluang yang jauh lebih tinggi dengan mengambil risiko yang lebih tinggi, risiko yang lebih tinggi diambil dengan dukungan sikap ada solusi yang sesuai dengan risiko.

c. Mengurangsi kemungkinan kesalahan fatal untuk menegaskan bahwa risiko yang timbul dapat terdeteksi lebih dini dan dapat memperkecil risiko.

d. Menyadari bahwa risiko dapat terjadi pada setiap aktivitas dan tinngkatan dalam Perusahaan jadi setiap individu harus mengambil dan mengelola risiko masing-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, tujuan manajemen risiko itu adalah ingin memperkecil risiko dan mencapai tujuan untuk menjalankanGood Corporate Govenanceatau tata kelola Perusahaan yang baik dalam mengelola risiko yang akan ditimbulkan dari individu atau peserta dan Perusahaan, maka hasil manajemen risiko itu meliputi

identifikasi, menganalisis, mengukur, dan mengendalikan serta meminimalisir (mitigasi) risiko. Sehingga risiko dapat terdeteksi sejak dini oleh Perusahaan Asuransi Syari’ah.

Menurut Ferry N. Idroes, manajemen risiko yang efektif membantu organisasi untuk dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Strategi risiko dan kontrol secara komprehensif berdasarkan pertimbangan yang terkait pada toleransi terhadap risiko, filosofi terhadap risiko, dan akuntabilitas risiko.

2. Disiplin manajemen risiko pada seluruh entitas organisasi.

3. Integrasi manajemen risiko di dalam kerangka kerja tata kelola Perusahaan (corporate governance).

4. Strategi penyesuaian risiko (risk-adjudted) pada saat pengambilan keputusan.

5. Kemampuan manajemen senior untuk memahami dampak risiko terhadap keuntungan dan nilai saham.

6. Peningkatan identifikasi portofolio dan rencana aksi (action plan) 7. Memahami proses bisnis kunci

8. Sistem peringatan dini dan respon bencana yang efektif. 9. Peningkatan keamanan informasi.15

Uraian di atas menunjukkan bahwa manajemen risiko dapat memberikan manfaat bagi setiap organisasi, pelaku bisnis dan Perusahaan Asuransi untuk dapat menentukan sikap dan menetapkan solusi dari berbagai profil risiko. Karena untuk menghindari bahaya moral yang mengerikan bagi Perusahaan Asuransi. Apalagi Perusahaan Asuransi Syari’ah hadir untuk menjawab kebutuhan dan keinginan umat Muslim dalam memproteksi atau melindungi pada asuransi jiwa dan kerugian. 6. Respon Manajemen Risiko

Respon manajemen risiko merupakan suatu tindakan dari sebuah Perusahaan untuk mengelola risiko dari berbagai profil risiko. Dalam hal

15

Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendeketan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, h. 6-7

27

ini respon apakah yang harus diambil Perusahaan asuransi misalnya: menerima, menghindari atau memperkecil risiko yang timbul. Berarti memerlukan tindakan yang efektif, tepat, akurat dan terintegrasi terhadap risiko yang timbul.

Menurut Muhaimin Iqbal, respon manajemen risiko sebagai berikut: 1. Menerima atau menahan risiko. Bila tingkat risiko tersebut berada

pada tingkat yang dapat diterima, individu atau organisasi dapat memutuskan untuk menerima risiko (tidak membaginya dengan pihak lain di luar dirinya). Sumber daya yang tepat perlu dialokasikan untuk mengantisipasi dan mengompensasi bila risiko tersebut terjadi.

2. Menghindari atau mengeliminir risiko. Bila risiko tersebut tidak dapat diterima maka individu atau organisasi perlu menghindarinya. Penghindaran suatu risiko dalam beberapa hal bisa berarti individu atau organisasi memutuskan untuk tidak meneruskan kegiatan atau bisnis yang menghadirkan risiko tersebut.

3. Menetralisasi atau mengimbangi risiko merupakan bentuk penyeimbangan suatu risiko dengan risiko lain yang memiliki pengaruh yang berlawanan bila kedua risiko tersebut terjadi.

4. Mengendalikan atau mengurangi. Ini merupakan tindakan memperbaiki risiko untuk mencapai standar dan tingkat yang dapat diterima.

5. Membagi risiko dengan yang lain. Ini untuk risiko di luar kemampuan seseorang atau organisasi untuk menerima atau mengendalikannya, maka suatu individu atau organisasi dapat membagi risiko tersebut dengan orang atau organisasi lain yang memiliki sifat risiko yang mirip satu sama lain. Dalam Islam praktik ini disebut Asuransi Syari’ah atau proteksi yang mutual.16

Setelah mengetahui respon manajemen risiko apa yang harus digunakan untuk Perusahaan asuransi, maka penulis membuat kesimpulan mengenai manajemen risiko. Menurut Abbas Salim, manajemen risiko mempunyai arti yang lebih luas yaitu semua risiko yang terjadi didalam masyarakat (kerugian harta, jiwa, keuangan, usaha dan lain-lain) ditinjau

16

Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syari’ah dalam Praktik(Jakarta: Gema Insani Press, 2005), Cetakan Pertama, h. 21

dari segi manajemen Perusahaan.17 Jadi manajemen risiko adalah mengelola dari berbagai risiko yang dapat terjadi pada peserta dan Perusahaan dengan mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan, dan melaporkan risiko dari risiko sosial, risiko fisik, dan risiko ekonomi.

B. Asuransi Syari’ah

Dalam kaitan dengan Mu’ammalah, sebenarnya Syari’ah Islam cukup permisif dan mudah dipahami atau dalam bahasa yang sederhana dapat dikatakan semuanya boleh, kecuali yang secara tegas dan eksplisit dilarang di dalam Al-Qur’an atau berlawanan dengan Sunnah Nabi Muhammad saw. Sebagaimana orang-orang asuransi sangat akrab dengan istilah “All Risks”,

Syari’ah Islam dalam Muammalah mirip dengan pengertian “All Risks” tersebut, yang kurang lebih dapat diuraikan menjadi “Semua dijamin (diperbolehkan), kecuali hal-hal yang dilarang secara spesifik dan yang terdapat pada daftar pengecualian…”18

Berkenanaan dengan Asuransi Syari’ah, memiliki unsur yang dilarang dalam Asuransi Syari’ah ketika mengelola Perusahaan asuransi jiwa dan asuransi kerugian dengan prinsip Syari’ah. Hal yang dilarang dipraktikan yaitu: maisir, gharar, dan riba, riswah atau suap, penipuan, monopoli dan sebagainya atau tidak sesuai dengan Syari’ah Islam.

17

Abbas Salim,Asuransi Manajemen Risiko(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), Cetakan Ketujuh, h. 195

18

29

1. Pengertian Asuransi Syari’ah

Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, Insurance yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan “.19

Dalam menerjemahkan istilah asuransi ke dalam konteks asuransi Islam terdapat beberapa istilah, antara lain takaful (bahasa Arab), ta’min

(bahasa Arab), dan Islamic Insurance (bahasa Inggris). Istilah Takaful dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar kafala-yakfulu-takafala-yatakafal-takaful yang berarti saling menanggung atau menanggung bersama. Maka takaful dalam pengertian muammalah mengandung arti yaitu saling menanggung risiko di antara sesama manusia sehingga di antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atau risiko masing-masing.20 Asuransi Syari’ah menggunakan sharing of risk (saling menanggung risiko) sehingga apabila peserta tertimpa musibah maka peserta yang lain pun akan saling tolong-menolong denga niat ikhlas.

Seperti yang diungkapkan dalam Ensiklopedia Hukum Islam dikutip oleh AM Hasan Ali, bahwa asuransi (at-ta’min) adalah transaksi perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.21

Asuransi Syari’ah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad

19

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cetakan Pertama, h. 54

20

Gemala Dewi,Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syari’ah Di Indonesia(Jakarta: Kencana, 2007), Cetakan ke-4, h.136

21

AM. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam (Jakarta: Kencana, 2004) Cetakan pertama, h. 59

(perikatan) yang sesuai dengan Syari’ah. Akad yang mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. (Menurut Dewan Syari’ah Nasional MUI, dalam Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/IX/2001).22

Maka dapat disimpulkan Asuransi Syari’ah adalah saling tolong -menolong sesama peserta berdasarkan akad yang telah ditentukan untuk menghindari paktik gharar, maisir, dan riba.

2. Prinsip-prinsip Asuransi Syari’ah

Prinsip utama dalam Asuransi Syari’ah adalah ta’awanu ‘ala al

Dokumen terkait