• Tidak ada hasil yang ditemukan

23 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Bimbingan Konseling

1. Pengertian Program Bimbingan Konseling

Program didefinisikan sebagai suatu unit atau satuan kegiatan yang merupakan implementasi dari suatu kebijakan berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Program juga bisa diartikan suatu kesatuan kegiatan dan dapat disebut dengan sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan. Pelaksanaan program selalu terjadi di dalam subuah organisasi yang artinya harus melibatkan sekelompok orang (Arikunto, 2004: 3).

Bimbingan konseling merupakan terjemahan dari “guidance” dan “counseling” dalam bahasa Inggris yang berarti mengarahkan dan

mengelola. Sunaryo Kartadinata mengartikan sebagai proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal. Bimbingan merupakan bantuan atau pertolongan. Makna bantuan dalam bimbingan menunjukan bahwa yang aktif dalam mengembangkan diri, mengatasi masalah, atau mengambil keputusan adalah individu atau peserta didik sendiri. Dalam proses bimbingan, pembimbing tidak memaksakan kehendaknya sendiri, tetapi berperan sebagai fasilitator (Yusuf, 2014: 5-6).

24

Bimbingan juga dapat diartikan sebagai bagian dari keseluruhan pendidikan yang membantu menyediakan kesempetan-kesempatan pribadi dan layanan staf ahli dengan cara yang mana setiap individu dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan dan kesanggupannya (Prayitno, 2013: 94).

Konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu. Maka bantuan disini yaitu sebagai upaya untuk membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya. Dalam pengertian tersebut yang menjadi tujuan konseling adalah mengadakan perubahan perilaku pada diri klien sehingga memungkinkan hidupnya lebih produktif dan memuaskan (Yusuf, 2014: 9).

Program Bimbingan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing kepada individu melalui pertemuan atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar individu memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri. Proses pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis dari pembimbing kepada siswa melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya untuk mengungkapkan masalah siswa sehingga siswa mampu melihat masalahnya sendiri, mampu menerima dirinya

25

sendiri sesuai dengan potensinya, dan mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya (Tohirin, 2007: 26).

Kesimpulan penulis merangkum pendapat yang dirujuk dari beberapa pendapat di atas bahwa program bimbingan konseling adalah suatu program yang sangat penting yang ada di sekolah-sekolah, baik itu sekolah swasta ataupun negeri. Dengan adanya program bimbingan konseling dapat mengarahkan siswa ke jalan yang lebih baik terutama psikisnya. Dalam membimbing, konselor tidak memaksakan dan menuntut siswa untuk mengikuti kehendaknya, akan tetapi konselor hanya mendampingi dan mengarahkan siswa dalam memecahkan masalah atau memilih kehidupannya sendiri. Diarahkan kepada hal yang positif, supaya siswa dapat terhindar dari berbagai bentuk penyimpangan dan kenakalan yang ada, sehingga sekolah dapat melaksanakan pembelajaran yang efektif, nyaman dan damai.

2. Tujuan bimbingan konseling

Bimbingan konseling bertujuan membantu peserta didik mencapai tugas-tugas perkembangan secara optimal sebagai makhluk Tuhan, sosial, dan pribadi. Bimbingan konseling juga membantu individu dalam mencapai kebahagiaan hidup pribadi sebagai makhluk Tuhan, kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat, hidup bersama individu-individu lain, serta menciptakan harmoni antara cita-cita dengan kemampuan yang mereka miliki (Sukitman, 2015: 20).

26

Secara khusus bimbingan konseling bertujuan untuk membantu peserta didik agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangannya. Berikut adalah tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) yaitu agar siswa:

a. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.

b. Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.

c. Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif seperti keterampilan membaca buku, menggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.

d. Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, menetapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.

e. Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian (Yusuf, 2014: 14-15).

Tujuan bimbingan konseling dalam Islam, menurut M. Hamdan Bakran, dalam bukunya Tohirin (2007: 37-38), yang pertama adalah untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai

27

(muthmainah), bersikap lapang dada dan mendapatkan taufik serta inayah Nya. Kedua, untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri maupun orang lain. Ketiga, untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi (tasamuh), kesetiakawanan, rasa tolong menolong dan kasih sayang. Keempat, untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang keinginan untuk berbuat taat kepada Nya, ketulusan mematuhi segala perintah Nya, serta ketabahan menerima ujian Nya. Kelima, untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya dalam berbagai aspek kehidupan.

Tujuan bimbingan konseling dalam Islam merupakan tujuan yang ideal dalam rangka mengembangkan kepribadian muslim yang sempurna atau optimal (kaffah dan insan kamil). Pencapaian tujuan bimbingan konseling dalam layanan di sekolah atau madrasah berbeda setiap tingkatannya. Artinya melihat perkembangan yang optimal pada anak SD tentu tidak sama dengan melihat siswa SMP atau SMA. Begitu juga melihat kemandirian murid-murid SD tentu tidak sama dengan melihat kemandirian siswa SMP dan seterusnya. Dengan kata

28

lain penjabaran tujuan bimbingan konseling di atas di sekolah-sekolah dan madrasah, disesuaikan dengan tingkat sekolah dan madrasah yang bersangkutan. Lebih khusus lagi, pencapaian tujuan bimbingan konseling harus didasarkan atas pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah dan madrasah yang bersangkutan (Tohirin, 2007: 38-39).

Kesimpulan penulis merangkum pendapat yang dirujuk dari beberapa pendapat di atas bahwa tujuan bimbingan konseling adalah membantu siswa agar memiliki kompetensi mengembangkan potensi dirinya semaksimal mungkin. Selain itu supaya dapat menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Perubahan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

3. Fungsi-fungsi bimbingan konseling

Dalam kelangsungan perkembangan dan kehidupan manusia, berbagai pelayanan diciptakan dan diselenggarakan. Masing-masing pelayanan itu berguna dan memberikan manfaat untuk memperlancar dan memberikan dampak positif terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan itu, khusunya dalam bidang tertentu. Kegunann, manfaat, keuntungan ataupun jasa yang diperoleh dari adanya suatu pelayanan, merupakan hasil dari terlaksananya fungsi pelayanan yang dimaksud. Dengan demikian, fungsi suatu pelayanan dapat diketahui dengan melihat kegunaan, manfaat, ataupun keuntungan dan dapat diberikan oleh pelayanan yang dimaksud, suatu layanan dikatakan

29

tidak berfungsi apabila ia tidak memperlihatkan kegunann ataupun tidak memberikan manfaat atau keuntungan tertentu (Prayitno, 2013: 196-197).

Pelayanan bimbingan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui kegiatan bimbingan konseling. Fungsi-fungsi tersebut adalah:

a. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik. b. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan konseling yang akan

menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan, kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.

c. Fungsi pengentasan, fungsi ini sebagai pengganti istilah fungsi kuratif yang artinya pengobatan atau penyembuhan. Melalui fungsi pengentasan ini pelayanan bimbingan konseling akan menghasilakan teratasinya berbagai permasalahan yang dialami peserta didik.

d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan adalah fungsi bimbingan konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta

30

didik dalam rangka perkembangan dirinya secara terarah, mantap dan berkelanjutan.

e. Fungsi advokasi yaitu fungsi bimbingan konseling yang akan menghasilkan teradvokasi atau pembelaan terhadap peserta didik dalam rangka upaya pengembangan seluruh potensi secara optimal (Hallen A, 2005: 55-58).

Kesimpulan penulis merangkum pendapat yang dirujuk dari beberapa pendapat di atas bahwa fungsi bimbingan konseling diarahkan kepada terselenggaranya dan terpenuhinya keperluan akan bantuan dalam hal pendataan, informasi, konsultasi, dan komunikasi kepada siswa atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.

4. Relevansi tujuan dan fungsi bimbingan konseling dengan Islam

Fokus pelayanan bimbingan konseling adalah manusia. Oleh karena itu, melihat relevansi tujuan dan fungsi bimbingan konseling dengan ajaran Islam juga harus melihat bagaimana Islam memandang manusia, tujuan penciptaannya, dan tugas atau tanggung jawabnya serta penjelasan-penjelasan lain yang berkenaan dengan syari’at Islam.

Islam adalah agama wahyu yang langsung dari Dzat yang Maha Kuasa, Maha Sempurna, oleh sebab itu, ajaran-Nya tidak akan mungkin bertentangan dengan fitrah (potensi) manusia. Ajaran Islam justru akan membimbing manusia ke arah fitrahnya dalam rel yang benar. Pemahaman tentang ajaran Islam (melalui Al Qur’an dan Hadis) secara prefentif akan dapat mencegah individu dari segala sesuatu yang

31

bisa merugikan esensi dan eksistensi dirinya. Relevan dengan penjelasan ini, Allah SWT berfirman dalam QS. Al Ankabut ayat 45 yang berbunyi:













































Artinya: “ Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al

kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui

apa yang kamu kerjakan”. (Al-Ankabut: 45)

Setelah manusia dapat memahami dirinya sebagai makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan (fitrah) dan diserahi tugas dan tanggung jawab mengabdi beribadah kepada Allah, hendaknya manusia dapat menerima diri ia diharapkan mampu mewujudkan sikap positif seperti berperilaku baik dan berbuat insan baik kepada semuanya maupun kepada lingkungannya. Secara lebih khusus siswa di sekolah atau di madrasah juga demikian, artinya setelah siswa memahami dan menyadari serta dapat menerima diri apa adanya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT dengan segala potensi fitrah dan tugas serta tanggung jawab kemanusiaannya, selanjutnya siswa dapat mewujudkan sikap positif seperti berperilaku baik (berbuat ikhsan) kepada sesamanya dan kepada lingkungannya.

32

Fungsi pemahaman juga memberikan pengertian kepada siswa tentang manusia dan problematikanya dalam hidup dan kehidupan serta bagaimana mencari alternatif solusi terhadap problematika tertentu seperti gangguan mental ringan, spiritual dan moral, dan problematika lain yang bersifat lahiriah dan batiniah pada umumnya secara benar dan baik. Fungsi pemahaman juga akan memberikan pengertian bahwa ajaran Islam merupakan sumber yang paling lengkap, benar dan suci untuk berbagi problematika yang berkaitan dengan pribadi manusia dengan Tuhannya, pribadi manusia dengan dirinya sendiri, pribadi manusia dengan lingkungan keluarga atau sosialnya. Penjelasan ini relevan dengan QS. Al Baqarah ayat 185 yang artinya:

























…



Artinya:

“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya telah diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan

tentang petunjuk itu dan pembeda”. (Al-Baqarah: 185)

Ajaran Islam melalui Al Qur’an dan hadis juga berfungsi

pengendalian, yakni memberikan potensi yang dapat mengarahkan aktivitas setiap hamba Allah SWT, siswa agar tetap terjaga dalam pengendalian dan pengawasan-Nya. Dengan fungsi ini perilaku

33

individu (siswa) sebagai hamba-Nya tidak akan menyimpang dari ajaran Islam sehingga terwujud perilaku yang benar, baik, dan bermanfaat baik bagi dirinya maupun orang lain (lingkungannya). Melalui pengendalian diri yang baik, cita-cita dan tujuan hidup dan kehidupannya akan dapat tercapai dengan sukses dan eksistensi serta esensi diri senantiasa mengalami kemajuan. Demikian juga akan terwujud perkembangan yang positif, terjadinya keselarasan dan keharmonisan, dalam kehidupan, bersosialisasi, baik secara vertikal maupun horisontal (hablum minallah dan hablum minannas) (Tohirin, 2007: 51-57).

Kesimpulan penulis merangkum pendapat yang dirujuk dari beberapa pendapat di atas bahwa relevansi tujuan dan fungsi bimbingan konseling dengan Islam yaitu sangat relevan, hal tersebut dapat dibuktikan apabila tujuan dan fungsi tersebut dapat tercapai, maka akan terwujud manusia yang bahagia berkepribadian yang sehat, yaitu individu yang mampu menerima apa adanya dan mampu mewujudkan hal-hal yang positif sehubungan dengan penerimaan dirinya.

5. Prinsip-prinsip bimbingan konseling

Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan konseling prinsip-prinsip yang digunakan bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian

34

dan penglaman praktis tentang hakikat manusia. Rumusan prinsip-prinsip bimbingan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelaksanaan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraan pelayanan.

Dalam layanan bimbingan konseling, perlu diperhatikan sejumlah prinsip yaitu prinsip berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan individu, tujuan pelaksanaan pelayanan (Prayitno, 2013: 218).

Kesimpulan penulis merangkum pendapat yang dirujuk dari beberapa pendapat di atas bahwa prinsip digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu layanan yaitu pedoman program bimbingan konseling yang bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan penglaman praktis tentang hakikat manusia yang berkaitan dengan layanan, masalah siswa, dan tujuan layanan.

6. Asas bimbingan konseling

Pelayanan bimbingan konseling adalah pekerjaan profesional sesuai dengan makna uraian tentang pemahaman, penanganan, dan penyikapan (yang meliputi unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan) konselor terhadap kasus, pekerjaan profesional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas proses dan lain-lainnya. Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam

35

penyelenggaraan pelayanan tersebut (Prayitno, 2013: 144-145). Asas-asas bimbingan dan konseling meliputi:

a. Asas kerahasiaan

Asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam bimbingan konseling. Jika asas ini benar-benar diterapkan maka petugas BK akan mendapat kepercayaan dari peserta didik, karena dalam asas ini mengandung pengertian bahwa segala sesuatu yang dibicarakan individu dalam proses bimbingan konseling tidak boleh disampaikan kepada orang lain yang tidak berkepentingan (Sukitman, 2015: 25).

b. Asas kesukarelaan

Asas kesukarelaan mengandung pengertian bahwa pelayanan bimbingan konseling berlangsung atas dasar kesukarelaan dan ketulusan, baik dari pihak konselor maupun klien. Dalam hal ini sikap kesukarelaan harus ditumbuhkan pada diri peserta didik, sehingga tidak merasa terpaksa berada dalam suasana bimbingan konseling tersebut. Asas kesukarelaan ini sangat erat hubungannya dengan asas kerahasiaan. Jika peserta didik telah meyakini bahwa kerahasiaan masalahnya akan dijaga oleh gurunya, diharapkan ia akan mendatangi gurunya secara sukarela (Sukitman, 2015: 26). c. Asas keterbukaan

Dalam pelaksanaan bimbingan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun dari

36

klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, malahan lebih dari itu, diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. Individu yang membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya sendiri sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien dapat dilaksanakan (Prayitno, 2013: 116).

d. Asas kekinian

Masalah yang perlu ditanggulangi dalam bimbingan konseling adalah masalah yang dihadapi oleh klien pada saat sekarang, bukan masalah yang dihadapi pada masa lampau atau masalah yang dihadapi pada masa yang akan datang. Dengan demikian, pembimbing tidak akan membahas masalah yang dihadapi pada masa lampau yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan keadaan sekarang. Begitu pula pembimbing juga tidak akan menangani masalah yang dialami pada masa yang akan datang bila keadaan tersebut tidak berkaitan dengan masalah klien sekarang. Asas kekinian menghendaki permasalahan klien yang bersifat baru (Sukitman, 2015: 27).

Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien misalnya ada siswa yang mengalami masalah,

37

maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih. Dia harus mendahuluan kepentingan klien dari pada yang lain (Prayitno, 2013: 117).

e. Asas kemandirian

Pelayanan bimbingan konseling menjadikan klien dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain atau konselor. Seseorang yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok yaitu:

1) Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya. 2) Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan

dinamis.

3) Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri. 4) Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.

5) Mewujudkan diri secara optimaal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.

Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupannya sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling, dan hal itu didasari baik oleh konselor maupun klien (Prayitno, 2013: 117).

38 f. Asas kegiatan

Usaha bimbingan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan konseling. Hasil usaha bimbingan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaknya membangkitkan semangat klien sehingga ia mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling (Prayitno, 2013: 118).

g. Asas kedinamisan

Usaha pelayanan bimbingan konseling menghendaki terjadinya perubahan diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan ini tidaklah sekedar mengulang hal yang lama, yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki (Prayitno, 2013: 118).

h. Asas keterpaduan

Pelayanan bimbingan konseling berusaha memadukan sebagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki

39

berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpanduan isi dan proses layanan yang diberikan. Jangan hendaknya aspek layanan yang satu tidak serasi dengan aspek layanan yang lain.

Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya bimbingan konseling (Prayitno, 2013: 118).

i. Asas kenormatifan

Pelayanan bimbingan konseling di sekolah dilaksanakan menurut norma-norma yang berlaku, baik norma agama, adat, hukum, maupun kebiasaan sehari-hari (Sukitman, 2015: 29).

j. Asas keahlian

Asas keahlian mengandung pengertian bahwa pelayanan bimbingan konseling hendaklah dilakukan secara teratur, sistematik, dan menggunakan teknik serta peralatan yang memadai. Agar dapat melakukan berdasarkan keahlian, petugas pembimbing perlu mendapatkan latihan yang memadai sehigga layanan tersebut mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Asas keahlian menghendaki

40

supaya layanan yang diberikan kepada klien berdasarkan atas kaidah-kaidah profesional, baik dalam layanan itu sendiri maupun penegakan kode etik (Sukitman, 2015: 29-30).

k. Asas alih tangan kasus

Jika guru mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu peserta didik namun peserta didik itu belum juga mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya, maka guru harus mengalihtangankan kasus itu kepada petugas atau badan lain yang lebih ahli. Di samping itu, asas ini juga mengisyaratkan bahwa guru melayani masalah-masalah sesuai dengan kewenangannya. Jika masalah yang ditangani berada di luar kewenangannya, guru harus melimpahkannnya kepada petugas atau badan yang lebih berwenang untuk mengatasi masalah tersebut (Sukitman, 2015: 30).

Kesimpulan penulis merangkum pendapat yang dirujuk dari beberapa pendapat di atas bahwa asas bimbingan konseling yaitu suatu kaidah tentang ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan program bimbingan konseling. Beberapa asas tersebut meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, dan asas alih tangan kasus.

7. Faktor penunjang kegiatan BK di sekolah a. Faktor eksternal

41

Faktor ini meliputi aspek-aspek soaial dan non sosial. Faktor sosial adalah faktor manusia, baik yang hadir secara langsung maupun tidak langsung, seperti media yang sesuai dengan tuntutan teknologi pendidikan, maka media pendidikan ini sangat penting. Media pendidikan yang baik berupa hardware maupun softwerenya sudah mendapat perhatian.

Adapun yang dimaksud faktor nonsosial adalah keadaan suhu udara (panas, dingin), waktu (pagi, siang, malam), suasana (sepi, bising, atau rame), keadaan tempat (kualitas gedung, luas ruangan, kebersihan, ventilasi, dan kelengkapan alat-alat atau fasilitas belajar). Di sinilah penting dan perlunya program bimbingan dan konseling untuk membantu agar mereka berhasil dalam belajar. Layanan bantuan yang seyogyanya diberikan kepada para siswa adalah bimbingan belajar. Bimbingan belajar ini meliputi kegiatan layanan, baik yang bersifat preventif maupun kuratif. Layanan yang bersifat preventif di antaranya dengan memberikan layanan informasi sebagai berikut:

1) Sikap dan kebiasaan belajar yang positif; 2) Cara membaca buku yang efektif;

3) Cara membuat catatan pelajaran;

4) Cara mengikuti kegiatan belajar di dalam dan di luar kelas; 5) Cara belajar kelompok;

42

Ada beberapa faktor yang hendaknya dipenuhi agar belajar dapat berhasil, yakni meliputi fisik dan psikis. Menurut W.H. Burton faktor faktor internal yang mengakibatkan kesulitan belajar adalah sebagai berikut:

1) Ketidakseimbangan mental atau gangguan fungsi mental: (1)

Baca selengkapnya

Dokumen terkait