• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENUTUP

Dalam dokumen Kajian (Halaman 96-104)

PENUTUP : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1Kesimpulan Dengan mencermati rangkuman permasalahan pada Bab-Bab sebelumnya, tersebut di atas maka hasil Evaluasi RPJMN 2010-2014 adalah sebagai berikut:

Boks 5.1 a

Kesimpulan Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

1. Munculnya program/kegiatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan daerah, khususnya daerah tertinggal, perbatasan, kawasan rawan bencana, maupun kawasan strategis bidang ekonomi. Hal ini disebabkan karena kebijakan, program, maupun kegiatan banyak yang disusun dengan pendekatan top-down. Hal ini menimbulkan kesenjangan/ketidaksesuaian dengan kebutuhan daerah. Kebijakan dan program/kegiatan tidak harus selalu bersifat top down, walaupun program/kegiatan tersebut merupakan program/kegiatan milik K/L. 2. Insentif natura yang selama ini telah diberikan oleh pemerintah

ternyata tidak menarik bagi tenaga kerja untuk bekerja di daerah tertinggal dan wilayah perbatasan. Keterbatasan sarana dan

prasarana serta daya tarik daerah tertinggal dan wilayah perbatasan membuat sumber daya manusia dari daerah lain enggan untuk berbakti di lokasi tersebut.

3. Kebijakan pengembangan sarana dan prasarana yang belum seluruhnya sesuai dengan kebutuhan daerah. Seringkali sarana dan

prasarana dikembangkan dengan sudut pandang Jawa sentris atau

pulau besar. Padahal daerah/wilayah tertinggal/perbatasan biasanya berupa pulau-pulau kecil terpencil, ataupun memiliki topografi yang sulit.

4. Pemerintah Pusat perlu mendukung dan menjamin terlaksananya kebijakan dan program Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk meningkatkan hasil pembangunan daerah, terutama yang bertujuan untuk mempercepat peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

5. Dalam pengembangan pusat-pusat pertumbuhan selain melalui proses teknokratik, juga memerlukan dukungan politik (political will). Kedepan, pengembangan pusat pertumbuhan harus didorong di luar Jawa-Sumatara dalam rangka pemerataan pembangunan wilayah.

Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

93 Dalam konteks evaluasi kinerja mitra kerja bidang pembangunan Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal (KKDT) dalam pelaksanaan RPJMN 2010-2014, adalah berikut:

Boks 5.1 a (Lanjutan)

Kesimpulan Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

6. Selama ini titik berat program penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah pada tahap upaya menghadapi bencana (tanggap darurat) dan mengatasi dampak bencana (pasca bencana). Sementara, pengarusutamaan (mainstreaming) bencana dalam berbagai

program/kegiatan pembangunan di berbagai sektor maupun di masyarakat belum berjalan dengan baik.

Boks 5.1 b

Kesimpulan Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

1. Kinerja KPDT menunjukkankan kinerja yang Belum berhasil, dimana diindikasikan dari penilaian kualitas perencanaan pada tahun 2012 dan tahun 2013 yang kurang baik, dari sisi efektivitas menunjukkan kinerja Kurang Efektif, dari sisi sinergitas menunjukkan kinerja yang

Kurang Sinergi, dan dari sisi konsistensi menunjukkan kinerja yang

kurang konsisten. Meskipun dari sisi pencapaian target, KPDT mampu melewati target untuk mengangkat ketertinggalan daerah tertinggal menjadi daerah yang tidak tertinggal, tetapi indikator indikator makro seperti IPM, Pertumbuhan ekonomi dan Tingkat Kemiskinan, target tidak tercapai.

2. Kinerja pembangunan perbatasan yang dikoordinasikan oleh Badan Nasional Pembangunan Perbatasan (BNPP) menunjukkan kinerja yang

Belum Berhasil, Ketidakberhasilan pembangunan perbatasan di indikasikan dengan gagalnya BNPP untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara Republik Indonesia, dan kualitas perencanaan yang belum baik, dan efektivitas perencanaan yang Belum efektif dalam menjawab sasaran RPJMN, kegagalan BNPP dalam melakukan fungsi koordinasi perencanaan K/L dan SKPD, serta terjebak menjalankan fungsi implementing, yang semestinya tidak dijalankan.

Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

94

Boks 5.1 b (lanjutan)

Kesimpulan Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

3. Kinerja KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Langsung sampai saat ini baru tahap persiapan dan belum operasional, dan itu sesuai dengan target RPJMN dan RKP 2010 - 2014. KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung sudah ditetapkan tahun 2012 dan sudah ditetapkan lembaga pengelolanya, dan tahapnya baru Persiapan, maka analisis yang dilakukan, sebatas analisis pada tahap persiapan (On-going

Evaluation). KEK Sei Mangkei memiliki kinerja yang mengindikasikan

potensi keberhasilan, KEK Tanjung Lesung memiliki kinerja yang mengindikasikan potensi kegagalan, karena political will akan

keberlanjutan pembangunan di Sei Mangkei (contoh Pembangunan Kuala Tanjung) akan dilanjutkan, sementara Tanjung Lesung, tidak didorong sebagai prioritas (karena pusat-pusat pertumbuhan di luar Jawa yang akan didorong pada RPJMN yang akan datang (2015-2019). 4. Kinerja pembangunan KAPET menunjukkan adanya kegagalan, hal ini

ditunjukkan dengan ketidakefektifan kinerja program pembangunan KAPET dalam menjawab sasaran pembangunan yang tercantum dalam dokumen perencanaan pembangunan RPJMN dan RKP. Disamping itu juga KAPET gagal untuk menjadi mencapai targetnya sebagai prime over kawasan disekitar. Kegagalan ini diperkuat dengan dikeluarkannya Perpres 176 tahun 2014 yang mencabut berlakunya Perpres 150 tahun 2000.

5. KPBPB menunjukkan kinerja 3 (tiga) KPBPB yang berhasil, sementara 1 KPBPB yang menunjukkan kinerja yang kurang berhasil, jadi bisa disimpulkan sebenarnya kinerja KPBPB menunjukkan kinerja yang

Berhasil dengan catatan bahwa keberhasilan KPBPB Batam, banyak dipengaruhi faktor kesejarahan dan potensi letak geografisnya serta kebutuhan Negara tetangga Singapura yang memiliki wilayah yang sempit akan tetapi memiliki potensi investasi warga Negara Singapura yang sangat besar.

6. Kinerja dari pembangunan kawasan bencana/BNPB menunjukkan kinerja yang Belum berhasil. Faktor penyebab utama dari ketidakberhasilan kinerja BNPB dikarenakan kualitas perencanaan pembangunan BNPB yang kurang baik dan tidak efektifnya perencanaan yang dilakukan dalam menjawab sasaran yang ditetapkan dalam RKP.

Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

95

Boks 5.1 b (lanjutan)

Kesimpulan Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

7. Kinerja UP4B apabila menggunakan tolok ukurnya Perpres nomor 65 tahun 2011 menunjukkan banyak indikator yang belum tercapai

belum berhasil. Akan tetapi kalau perspektif kita sesuaikan dengan konteks pada saat P4B & UP4B ditetapkan, yang diwarnai dengan suasana ketidakpercayaan masyarakat Papua, yang ditandai dengan pengembalian Otsus oleh MRP maka kinerja dari P4B/UP4B adalah

berhasil, dengan pertimbangan:

a. Langkah – langkah yang dilakukan UP4B telah mampu menciptakan kondisi yang kondusif sebagai prasyarat untuk pelaksanaan pembangunan, meskipun memiliki kelemahan

karena tidak mampu melakukan koordinasi dengan pemerintah provinsi Papua dan provinsi Papua Barat.

b. P4B & UP4B meskipun tidak terakomodir dalam dokumen perencanaan RPJMN dan Renstra K/L akan tetapi terakomodir dalam dokumen perencanaan RKP 2013 dan RKP 2014, karena ditetapkan dengan Perpres sebagai kebijakan khusus yang tidak terpisahkan dengan Perpres RPJMN. Efek kehadiran UP4B telah mampu meningkatkan alokasi anggaran dari K/L untuk dialokasikan ke provinsi Papua dan provinsi Papua Barat secara signifikan.

c. Rentang waktu penugasan yang 2,5 tahun efektif sebenarnya tidak cukup dan tidak sesuai untuk menilai kinerja kebijakan pembangunan ini.

8. Dalam periode 2010-2014, pada perencanaan pembangunan kawasan khusus dan daerah tertinggal, diketemukan adanya ketidakkonsistenan antar dokumen perencanaan RKP dengan Renja KL, dan Renja K/L dengan RKAKL, yang merupakan akar penyebab ketidakefektifan perencanaan yang dilakukan pemerintah selama ini. 9. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang merupakan amanah

UU nomor 25 tahun 2004, khususnya untuk bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal tidak berjalan dan menghasilkan kinerja yang berhasil. Dari 7 (Tujuh) Program Utama Hanya KPBPB yang mengindikasikan kinerja yang berhasil, dan itupun lebih banyak dipengaruhi hasil program pendahulunya/Badan Otorita Batam.

Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

96 5.2Rekomendasi

Berdasarkan hasil evaluasi kebijakan tersebut, beberapa hal yang dapat menjadi landasan dalam menyusun RPJMN kedepan, yaitu RPJMN 2015-2019, antara lain:

Boks 5.2 a

Rekomendasi Hasil Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal 1. Menyusun kebijakan yang menggabungkan pendekatan

top-down dan bottom-up dengan lebih cermat;

2. Mendukung kebijakan daerah dengan cara mensinergikan program pusat sesuai dengan kebutuhan daerah

3. Selain insentif dalam bentuk natura, dapat pula diberikan insentif alam bentuk lain, seperti kesempatan mengembangkan dan meningkatkan diri dalam berbagai bentuk fasilitas

(pendidikan jarak jauh, pendidikan di luar negeri, pendidikan keterampilan dan lainnya);

Boks 5.1 b (lanjutan)

Kesimpulan Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

10.Banyak faktor yang membuat kinerja perencanaan pembangunan nasional mencapai kinerja seperti saat ini, diantaranya:

a. Isi Kebijakan:

Sistem perencanaan pembangunan nasional (UU nomor 25 tahun 2004)

Keuangan Negara (UU nomor 17 tahun 2003) b. Kapasitas implementing agency (Lembaga & SDM)

Sistem dan mekanisme kontroling RPJMN – RKP

Sistem dan mekanisme kontroling RKP-Renja K/L yang tidak efektif

Sistem dan mekanisme kontroling Renja K/L – RKAKL yang tidak efektif

Kapasitas SDM di lembaga mitra KKDT

c. Lingkungan yang kurang kondusif (Politik Anggaran DPR, Politik Birokrasi, Dukungan/keberpihakan terhadap kawasan perbatasan, daerah tertinggal, dan Papua).

Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

97 Sementara berdasarkan hasil evaluasi kinerja mitra kerja bidang pembangunan Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal (KKDT) dalam pelaksanaan RPJMN 2010-2014 tersebut, beberapa hal yang dapat menjadi landasan dalam menyusun RPJMN 2015-2019, antara lain:

Boks 5.2 a (Lanjutan)

Rekomendasi Hasil Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal 4. Memperkecil jarak sosial daerah tertinggal dan wilayah

perbatasan dengan meningkatkan sarana dan prasarana

komunikasi dan informasi. Hal ini dapat dikembangkan dengan kebijakan kerjasama dengan swasta (Public Private

Partnership);

5. Memberikan insentif bagi swasta/wira usaha yang menanamkan modal di daerah tertinggal dan wilayah

perbatasan, melalui berbagai kebijakan pembangunan ekonomi, dengan cara yang lebih menarik

6. Pentingnya keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, mulai dari tahap pra-bencana,

tanggap darurat, rehab-rekon. Pemanfaatan teknologi GIS untuk kebencanaan perlu didorong.

7. Penguatan kelembagaan KEK, mulai dari National Board, Badan Otorita (bisnis profesional), hingga peran swasta dan

masyarakat (ekonomi inklusif).

Boks 5.2 b

Rekomendasi Hasil Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

1. Perlu sinkronisasi antara perencanaan dan penganggaran pembangunan, serta pembagian peran yang jelas dan saling melengkapi antara kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian keuangan.

2. Lingkungan politik yang menghambat pencapaian kinerja perencanaan pembangunan yang baik perlu diminimalisir, seperti: hanya konsentrasi pada dapil partai politik pemenang pemilu legislative sementara wilayah yang kalah tidak diberikan dukungan.

Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

98

Boks 5.2 b (lanjutan)

Rekomendasi Hasil Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

3. Lingkungan politik yang mendukung pencapaian kinerja perencanaan pembangunan yang baik perlu ditingkatkan seperti dukungan dan keberfihakan stakeholder di tingkat nasional terhadap percepatan pembangunan kawasan perbatasan, daerah tertinggal dan papua.

4. Bappenas perlu melakukan evaluasi kinerja perencanaan masing-masing unit kerja secara independen dan profesional agar bisa diketahui kinerja kebijakan perencanaan secara keseluruhan, sehingga bisa diambil langkah – langkah kebijakan untuk memperbaiki kinerja perencanaan pembangunan yang kurang optimal selama ini.

5. Untuk meningkatkan kualitas perencanaan lembaga mitra Bappenas umumnya dan KKDT pada khususnya dirasakan sangat perlu untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas perencanaannya, diantaranya dengan :

Menyediakan system dan mekanisme kontroling penurunan kebijakan RPJMN ke dalam kebijakan RKP dan meningkatkan kapasitas SDM yang menangani hal tersebut.

Menyediakan sistem dan mekanisme kontroling penurunan kebijakan RKP ke dalam kebijakan Renja K/L dan meningkatkan kapasitas SDM yang menangani hal tersebut. Menyediakan System dan mekanisme kontroling Renja K/L –

RKAKL dan meningkatkan kapasitas SDM yang menangani hal tersebut.

Sistem dan mekanisme kontroling antar dokumen perencanaan semestinya terdesentralisasi, agar bisa dilakukan control yang lebih cermat dan akuran serta dan tidak ada penumpukan

6. Dalam perencanaan pembangunan daerah tertinggal, perbatasan dan Papua perlu lebih mengedepankan aspek focusing intervensi dengan cara:

Untuk kawasan perbatasan diarahkan sasaran program K/L ke Lokpri

Untuk Daerah Tertinggal diarahkan untuk memecahkan akar masalah utama ketertinggalan kabupaten tertinggal, khususnya kecamatan tertinggal di kabupaten tertinggal Untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dalam penetapan

sebuah kawasan menjadi KEK perlu mempertimbangkan

Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

99

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Ahmad, S. 2002. Flood Management: A Spatial System Dynamics Approach. Dissertation: Civil and Environmental Engineering, The University of Western Ontario. London. Billa, L. et al. 2006. Comprhehensive Planning and the Role of SDSS in Flood Disaster

Management in Malaysia. Disaster Prevention and Management. 15 (2).

Blair, N. Et al. 2007. Delivering Cross-border Spatial Planning. Proposal for The Island of Ireland. TPR 78 (4).

Goodal, K. & J. Robert. 2003. Repairing Managerial Knowledge Ability Over Distance. Organization Studies vol 24 (1153-1175).

Evams, P. 1995. Embedded Autonomy: States and Industrial Transformation. Princeton University Press. Princeton.

Hadi, S. Program Pembangunan Kawasan Perbatasan, Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, BAPPENAS.

http://www.penataanruang.net/bulletin/upload/data_artikel/program%20pemba

ngunan%20kawasan%20edisi%203.pdf. Diunduh pada tanggal 20 Agustus 2014.

(erod, A. 99 . From a Geography of Labor to a Labor Geography: Labor’s Spatial Fix and the Geography of Capitalism. Antipode 29 (1): 1-31

Jacobs, J. 1993. The City Unbound: Qualitative Approach to the City. UrbanStudies 30 (4/5).

Johanson, & Vahne. 1977. The Internationalization Process of The Firm. A Model of Knowledge Development and in Creating Foreign Market Commitment. Jpurnal of International Bussines Studies vol 8 (22-32).

Li, S. & H. Scullion. 2006. Cross-border Knowledge. Bridging the Distance : Managing Cross-Border Knowledge Holders. Asia Pacific Journal Management 23: 71-92. O’Connel. C. . White paper on Marine Zoning, an examination of some current

marine zoning effects and their potential application in LIS. LIS STAC Fellowship Report. LIS Study. Milford. CT

O’Connel. C. . Coastal and marine Spatial Plan CMSP an Ecosystem-Based Approach to Conservation and Management in Long Island Sound. Disertation: Marine and Atmospheric Sciences. Stony Brook University.

Pongsawat, P. 2007. BorderPartial Citizenship, Border Towns, and Thai-Myanmar Cross Border Development: Case Studies at the Thai Border Towns. Dissertation: City and Regional Planning. University of California, Berkeley.

Kajian Evaluasi RPJMN 2010-2014 Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

100 Roggema, R. et al. 2012. Towards a Spatial Planning Framework for Climate Adaptation.

Smart and Sustainable Built Environment. Vol I no 1 (29-58).

Sambah, A.B. & F. Miura. 2014. Integration Spatial Analysis for Tsunami Inundation and Impact Assessment. Journal of Geographic Information System. 2014:6. p. 11-22 Sihaloho, T. & N. Muna. Kajian Dampak Ekonomi Pembentukan Kawasan Ekonomi

Khusus. www.kemendag.go.id/files/pdf/2013/04/25/-1366882248.pdf. Diunduh pada 20 Agusutus 2014

Swanson, R.L. & D. Conover. 2006. Murky Wagers. The New York Times, editorial section. February 2006. New York.

Tambunan. T. Kawasan Ekonomi Khusus dan Dampaknya terhadap Indstrialisasi di Batam.

www.kadin-indonesia.or.id/enm/images/dokumen/KDIN-98-2609-17032008.pdf. Diunduh pada tanggal 20 Agustus 2014

Wu. C.T. 99 . China’s South Economic Zone, five years after. The Asian Journal 7 (2). Ye, M. et. al. 2012. Methodology and Its Application for Community Scale Evacuation

Planning Against Earthquake Disaster. Nat Hazard (61): 881-892.

Yesuari, A.P. 2010. Mengenal Kawasan Ekonomi Khusus. Buletin online Tata Ruang. (Mei-Juni, 2010).

http://www.penataanruang.net/bulletin/index.asp?mod=_fullart&idart=254 .Diakses pada 30 Agustus 2014.

Dokumen Lainnya

Midterm Review Bappenas RPJMN 2010-2014, tahun 2013.

Kajian Evaluasi Kualitas Perencanaan Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Terttinggal, Bappenas. Tahun 2012.

Kajian Evaluasi Kualitas Perencanaan Bidang Kawasan Khusus dan Daerah Terttinggal, Bappenas. Tahun 2013.

Dalam dokumen Kajian (Halaman 96-104)

Dokumen terkait