• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1 Kesimpulan

Kereta api sebagai BUMN memiliki sebuah mandat untuk ikut mensejahterakan rakyat dalam bidang transportasi. Dengan kata lain pihak kereta api sebagai bagian dari Negara memiliki kewajiban untuk menyediakan transportasi yang layak bagi masyarakat oleh karena itu pihak kereta api haruslah mengenyampingkan kepentingan pribadi dan tidak mengatas namakan untung rugi dalam memberikan pelayanan. Akan tetapi hal yang terjadi adalah sebaliknya, kebanyakan daripada individu-individu yang berada di lingkungan kereta api lebih mementingkan kepentingan pribadi. Akibatnya lahirlah sebuah aturan baru untuk memenuhi kepentingan tersebut.

Lingkungan perkeretaapian sebagai arena sosial memberikan gambaran bahwa kemajemukan hukum itu benar adanya. Dalam lingkungan perkeretaapian ini kemajemukan terjadi akibat adanya kepentingan dari masing-masing agen yang terlibat dalam kereta api itu sendiri serta adanya pengaruh legitimasi yang mengatas namakan hubungan kekeluargaan. Keberadaan kemajemukan hukum semakin diperkuat oleh hubungan relasi sosial yang terbentuk antara pihak kereta api dengan pihak swasta sebagai penanam modal dan kontak antara individu- individu yang berada di lingkungan kereta api. Tidak terlepas dari pada itu, pengaruh pengawasan yang kurang baik menjadi pemicu yang paling utama timbulnya mekanisme-mekanisme pengaturan sendiri (self regulation). Kehadiran

hukum-hukum baru (unnamed law) dan diberlakukan setara dengan hukum formal melahirkan kemajemukan hukum di lingkungan perkeretaapian.

Kehadiran kemajemukan hukum dalam dunia antropologi hukum dianggap sah untuk diberlakukan. Hal ini dikarenakan antropologi memandang hukum tidak sebatas hukum formal akan tetapi ada hukum-hukum lain yang hidup (living law) di satu lingkungan sosialyang sama. F. Benda-Beckmann juga mengatakan bahwa hukum adalah proposisi yang mengandung konsepsi normative dan konsepsi kognitif yang dapat digunakan untuk menguraikan kerumitan dalam menjelaskan kerangka pikir pluralism hukum “baru”. Hukum itu sendiri dipandang terdiri atas komponen-komponen, bagian-bagian, atau clutser yang saling bersentuhan, berpengaruh dan berinteraksi membentuk konfigurasi hukum”baru”. Selain itu juga pembahasan mengenai kompleksitas pluralisme hukum dalam perspektif global disebabkan oleh fakta mengenai konstelasi pluralism hukum yang dicirikan oleh besarnya keragaman dalam karekter sistemik dari tiap-tiap kluster. Seperti apa yang dikatakan oleh Keebet von Benda-Beckmann “ In fact, many constellations of legal pluralism are characterized by great diversity in the systemic character of each of is components”. Konteks hukumnya mungkin jelas hukum Negara, agama, adat, atau kebiasaan. Tetapi keberadaan sistem hukum secara bersama-sama itu menunjukkan adanya saling difusi, kompetisi dan tentu saja perubahan sepanjang waktu. Akibatnya muncul hukum baru yang disebut sebagai hybrid law atau unnamed law.(Sulistyowati, 2009: 38).

Begitu juga dengan permasalahan yang terjadi di perkeretaapian. Kebiasaan yang dilakukan oleh individu-individu yang berada dilingkungan

kereta api dan legitimasi yang berbeda dari hukum Negara dipandang sebagai sebuah hukum yang juga melahirkan hukum baru. Hukum-hukum inilah yang membentuk situasi kemajemukan hukum.

Kemajemukan hukum itu sendiri bila dilihat dalam perspektif hukum Negara maka dapat dikatakan sebagai hukum yang menyimpang atau dapat disebut sebagai pelanggaran hukum. Dimana akibat adanya kemajemukan hukum ini maka tidak ada acuan yang pasti dalam permasalahan hukum. Sulit memberi batasan pasti mengenai tindakan yang salah dan tindakan yang benar. Kemajemukan hukum juga dapat dikatakan sebagai cacat hukum, dimana keberadaan hukum tidak lagi dapat dibeda-bedakan dan diberi batasan atas apa yang dapat dikatakan sebagai hukum. Karena pandangan kemajemukan hukum itu sendiri semakin memburamkan eksistensi dari pengertian hukum. Sehingga yang dapat dibedakan hanyalah hukum formal dan non-formalnya saja. Yang mana keduanya dapat dibedakan atas hukum tertulis dan tidak tertulis. Dalam sebuah pengertian hukum menurut Negara yang hanya diakui adalah hukum formal akan tetapi dalam pandangan kemajemukan hukum, hukum non-formal juga diakui sebagai suatu hukum.

Jika melihat kondisi seperti ini maka jelas akan sulit terjadi suatu hukum yang benar-benar bisa mengendalikan hidup bersama. Karena kini eksistensi dari hukum itu sendiri semakin buram. Pandangan kemajemukan hukum melegalkan adanya hukum-hukum baru. Sehingga hukum-hukum baru yang lahir dari adanya kepentingan juga dilegalkan. Bayangkan!, Berapa banyak hukum yang tercipta jika masing-masing dari tiap lapisan masyarakat membentuk pengaturan sendiri

sesuai dengan kepentingannya. Ini sama saja dengan menimbulkan kesemerawutan hukum. Tidak lagi ada batasan yang jelas mengenai hukum dan sulit untuk menempatkan sanksi bagi pelanggar hukum. Untuk itulah seharusnya jika dalam pengaturan yang dibuat dalam hal hukum seharusnya tidak ada terselip kepentingan-kepentingan dari pihak tertentu. Maka bukan tidak mungkin hukum itu akan berjalan dengan baik. Namun untuk menciptakan hal yang demikian haruslah dimulai dari diri pribadi tiap individu, karena pada dasarnya kepentingan itu mendominasi di diri pribadi tiap individu. Jika tidak demikian maka mustahil untuk menciptakan hukum yang baik bagi semua pihak karena pada kondisi nyatanya keberadaan hukum itu akan selalu berada dalam konstestasinya dengan kekuatan kepentingan yang ada.

6.2 Saran

Dalam memberikan saran kepada perkereta apian Sumatera Utara maka saya selaku penulis berharap agar kereta api Sumatera utara dapat memperbaiki sistem pelayanan yang diberikan bagi penumpang. Selain itu juga pengawasan yang kurang terhadap pegawai kereta api hendaknya lebih ditingkatkan lagi. Sehingga masing-masing dari pegawai kereta api yang ada dapat benar-benar melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.

Tidak hanya sebatas itu, pihak kereta api juga harus lebih peka terhadap kondisi sekeliling. Terlebih lagi dalam melihat kondisi pemukiman liar yang ada di sekitar bantalan rel. setidaknya pihak kereta api harus mengambil langkah tegas dalam mengahadapi permasalahan ini. Karena permasalahan ini dinilai cukup

penting, terlebih hal ini terkait dengan keamanan dan keselamatan masyarakat pemukim dan penumpang. Seringnya terjadi kecelakaan antara kereta api dengan pemukim sekitar bantalan rel seharusnya menimbulkan efek jera bagi keduanya. Akan tetapi yang terlihat adalah sebaliknya antara kedua belah pihak sama sekali tidak memunculkan solusi apapun.

Mengenai aturan formal yang harus dijalankan pihak kereta api haruslah konsekuen dengan menaati peraturan tersebut. Permasalahan jarak aman antara rel kereta api dengan bangunan yang ada disekitarnya juga terlihat tidak begitu diambil pusing oleh kereta api. Pasalnya pos penjagaan palang pintu juga belum memenuhi jarak aman yang telah ditentukan.

Pihak kereta api harusnya lebih peka terhadap aturan yang telah ditetapkan. Tidak mengambil langkah yang dianggap lebih mudah. Saya juga berharap hadirnya aturan-aturan baru yang tercipta tidak mendatangkan kerugian bagi pihak lainnya yang berada di luar lingkup kereta api seperti penumpang.

Jika pihak kereta api ingin segalanya berjalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan maka haruslah melihat bagian dalam tubuh kereta api itu sendiri. Dimana agen-agen pembuat hukum yang baru tersebut tidak lain terdapat di dalam tubuh perkereta apian. Pihak kereta api juga harus melihat bahwa hukum itu tidak tunggal dan hukum tersebut tidak dapat berdiri sendiri dalam mengatur segala kehidupan manusia. Akan tetapi terdapat hukum-hukum lain yang hidup dan juga mengatur kehidupan manusia. Serta memiliki keberlakuan yang sama dengan hukum formal di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Avan, Alexander

2012 Parjis Van Soematera, Medan: Penerbit Indie. Hal 39-41 Benda-Becman, F.Von.

2000 Goyahnya Tangga Menuju Mufakat, Jakarta: Grasindo. Hal 65

Benda-Beckmann,F. Von & Benda-Beckmann, Keebet von.

2000 “The Law of Thing: Legalization and De-legalization in relationship Between The First and The Third World”, dalam E.K.M.Masinambow, ed. Hukum dan Kemajemukan Budaya: Sumbangan Karangan Untuk Menyambut Hari Ulang Tahun ke-70 Prof. Dr. T.O.Ihromi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal: 17.

Bohannan, J. Paul

2000 “Antropologi dan Hukum”, dalam T.O.Ihromi (penyunting), Antropologi dan Hukum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal: 52-53.

Bungin, Burhan.

2007 Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta:Kencana. Hal 115. Irianto, Sulistyowati.

2000 “Pluralisme Hukum dan Masyarakat Saat Krisis”, dalam E.K.M.Masinambow, ed, Hukum dan Kemajemukan Budaya: sumbangan karangan Untuk Menyambut Hari ulang Tahun ke-70 Prof. Dr. T.O.Ihromi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal: 71, 72 & 79.

2003 Perempuan Diantara Berbagai Pilihan Hukum: Studi

Mengenai Strategi Perempuan Batak Toba untuk Mendapatkan Akses Kepada Harta Waris Melalui Proses Penyelesaian Sengketa”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal: 1-306

2009 “Pluralisme Hukum Dalam Perspektif Global” dalam

Sulistyowati Irianto, ed, Hukum yang Bergerak: Tinjauan Antropologi Hukum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal: 35-40.

2012 “Pluralisme Hukum Dalam Perspektif Global” dalam Adrian.W.Bedner, Sulistyowati Irianto, Jan Michiel Otto, Theresia Dyah Wirastri, eds, Kajian Sosio-Legal, Bali: Penerbit Pustaka Larasan. Hal: 168

Klose, Joachim.

2011 “Open And Close Socienties” dalam H. James Birx eds, 21st Century Anthropology A Refrence Handbook volume 1&2, Mexico: SAGE Publication, Inc. Hal: 488

Koentjaraningrat.

1985 Pengantar Antropologi, Jakarta: Aksara Baru. Hal: 200- 201.

Masinambow, E.K.M.

2000 “Hukum dan Kemajemukan Budaya” dalam

E.K.M.Masinambow, ed, Hukum dan Kemajemukan Budaya: Sumbangan karangan Untuk Menyambut Hari Ulang Tahun ke-70 Prof. Dr. T.O.Ihromi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal: 5.

Moore, Sally Falk.

1993 “ Hukum dan Perubahan Sosial: Bidang Sosial Semi- Otonom Sebagai Suatu Topik Studi Yang Tepat”, T.O.Ihromi (penyunting), Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.Hal: 148. Rifai, Eddy.

2000 “Pluralisme Hukum dan Penegakan Hukum Pidana di

Dalam Masyarakat: Tinjauan Tentang Penyelesaian Konflik Pada Masyarakat daerah Lampung” dalam E.K.M.Masinambow, ed, Hukum dan Kemajemukan Budaya: Sumbangan karangan Untuk Menyambut Hari Ulang Tahun ke-70 Prof.Dr. T.O. Ihromi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal: 160-162.

Rositawati, Dian.

2009 ”Kedaulatan Negara Dalam Pembentukan Hukum di Era

Globalisasi” dalam Sulistyowati Irianto, ed, Hukum Yang Bergerak: Tinjauan Antropologi Hukum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal: 43-57.

Sinar, Tengku Lucman.

2007 Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan: Perwira Medan.

Sofia, Dona.

2004 Keberadaan Angkutan Kereta Api di Sumatera Timur

(1925-1935), Skripsi S1 Departemen Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Medan. Tidak diterbitkan. Hal 18

Spradley, P. James.

1997 Metode Etnografi,Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. Hal:3.

Strijbosch, F.

1989 “Legal Pluralism in Netherlands, The Case Of Molluccan Pela Law” dalam Jurnal Antropologi no. 47, Depok: Jurusan Antropologi Fisip UI. Hal: 84.

Tambunan, Engel.

2010 Kemajemukan Hukum Dalam Pengoprasian Angkutan

Kota: Studi Deskriftif Tentang Pengoprasian Angkot di Kota Medan, Departemen antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan. Tidak diterbitkan. Hal: 9-10.

Trisna, Dewi Ayu.

2006 Kajian Hukum Perdata Kedudukan Pihak-Pihak Dalam

Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Milik PT. Kereta Api (Persero) di Kota Medan, Magister Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. Tidak diterbitkan. Hal: 81, 92-94. Zuska, Fikarwin.

2008 Relasi Kuasa Antar Pelaku Dalam Kehidupan Sehari-hari: Studi Kasus di Kancah Pengelolaan Sampah Kota, Medan: Fisip USU Pres. Hal: 199.

Sumber Internet

Damanik, Erond L.

2010 “Deli Spoorweg Maatschappij: Kontribusi Perkebunan Deli Dalam Pengembangan Transportasi di Sumatera Utara, http://pussisunimed.wordpress.com/2010/01/28/deli- spoorweg-maatschappij-kontribusi-perkebunan-deli-dalam- pengembangan-transportasi-di-sumatera-utara, diakses 20 november 2013. Grew Mc. A. G 2013 Pengertian Globalisasi, www.zakapedia.com/2013/04/pengertian-globalisasi- menurut-ahli.html?=1 diakses 25 juli 2013.

Dokumen terkait