• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemajemukan Hukum Perkeretaapian Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kemajemukan Hukum Perkeretaapian Sumatera Utara"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

KEMAJEMUKAN HUKUM PERKERETAAPIAN

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S-1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

SRI FUSANTI

090905007

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

 

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Sri Fusanti

Nim : 090905007 Departemen : Antropologi Sosial

Judul : Kemajemukan Hukum di Perkeretaapian Sumatera Utara

Pembimbing Skripsi, Ketua Departemen,

Dr. Fikarwin Zuska Dr. Fikarwin Zuska NIP. 196212201989031005 NIP.196212201989031005

Dekan,

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

KEMAJEMUKAN HUKUM DI PERKERETAAPIAN SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau pernah diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Februari 2014

(4)

ABSTRAK

Sri Fusanti, 2014. Judul skripsi: Kemajemukan Hukum di Perkeretaapian Sumatera Utara. Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 127 halaman, 9 tabel dan 49 Gambar, 2 bagan, daftar pustaka, lampiran yang terdiri dari daftar informan dan surat keterangan penelitian.

Tulisan ini mengkaji tentang situasi kemajemukan hukum yang terjadi di perkeretaapian Sumatera Utara. Kajian ini dibuat untuk dapat memahami hukum yang sedang berlaku di masyarakat. Melalui kajian ini maka dapat dilihat bagaimana hukum itu ternyata tidak tunggal dan berdiri sendiri akan tetapi banyak hukum-hukum lain yang hidup dan diberlakukan sama. Selanjutnya tulisan ini juga menelusuri bagaimana kepentingan dari tiap individu-individu dapat membentuk sebuah hukum baru yang legal di perkeretaapian Sumatera Utara.   Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode ini digunakan untuk menggambarkan secara mendalam tentang kemajemukan hukum yang terjadi di perkeretaapian Sumatera Utara. Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik wawancara dan observasi partisipasi dengan individu-individu yang terlibat langsung dengan ruang lingkup perkeretaapian Sumatera Utara.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana sejarah perkeretaapian Sumatera Utara dan bagaimana situasi dan kondisi hukum-hukum yang ada di perkeretaapian sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum itu ternyata terdiri dari beragam bentuk. Tidak hanya sebatas hukum formal, tetapi banyak hukum-hukum lain yang berlaku dan sulit untuk mengkategorisasikan penamaan hukum tersebut apakah itu hukum adat, hukum agama tau sebagainya sehingga dalam hal ini para pengamat antropologi hukum sering menyebutnya unnamedlLaw atau hybrid law.

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama saya ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada

Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kemudahan, kelancaran dan

kemurahan rezeki sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di

Departemen Antropologi Sosial FISIP USU dan menyelesaikan skripsi mengenai

Kemajemukan Hukumdi Perkeretaapian Sumatera Utara. Dalam hal ini saya juga menyadari bahwa tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa adanya

saran, bimbingan dan dukungan dari semua pihak.

Oleh karena itu, saya memberikan penghargaan sebesar-besarnya kepada

orang tua saya Bapak Zaharuddin Sirait , Papa Ahmad Doni dan Ibu Nila Sari

yang sangat saya cintai dan sayangi. Terima kasih atas kasih sayang, ketulusan,

dukungan moral dan materi yang diberikan selama saya menyelesaikan

pendidikan. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan kemurahan rezeki

kepada Bapak, Papa dan Ibu. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada

adik-adik saya Ambran dan Azima yang selalu menyemangati saya untuk

mengerjakan skripsi ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Bapak Dr.

Fikarwin Zuska selaku Dosen Pembimbing skripsi dan ketua Departemen

Antropologi Sosial FISIP USU. Terima kasih atas bimbingan dan arahannya

kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga telah meluangkan

waktu dan tenaganya untuk memberikan kritik dan saran-sarannya guna

(6)

Selanjutnya, ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada: Bapak Prof.

Dr. Badaruddin, selaku Dekan FISIP USU; Drs. Agustrisno MSP., selaku

Sekretaris Departemen Antroplogi Soial FISIP U; Bapak Drs. Lister Berutu MA

selaku ketua Laboratorium Antropologi Sosial FISIP USU dan Drs. Ermansyah

M.Hum selaku Dosen Penasihat Akademik selama menjalani perkuliahan di

Antropologi Sosial FISIP USU; Para Dosen Departemen Antopologi Sosial, Staf

Administrasi Departemen Antropologi, Staf Pegawai FISIP, Pegawai

Perpustakaan FISIP dan Pegawai Perpustakaan USU.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada pegawai kereta api bidang

pengelolahan aset yakni Abang Joko Samudro, Akhyar selaku masinis yang mau

berbagi cerita kepada saya mengenai kereta api, pedagang-pedagang di gerbong

kereta, pegawai OTC, bapak Rajagukguk selaku Kepala SDM kereta api Divisi 1

Sumatera Utara, pegawai loket kereta api, para calo tiket dan penumpang kereta

api yang bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan dari saya saat penelitian

dilakukan. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Kakek dan Nenek

serta Paman dan Bibi yang telah mendoakan dan memberi dukungan kepada saya

selama menyelesaikan pendidikan. Saya mengucapkan terima kasih dan semoga

kakek diberikan kesehatan dari Allah SWT.

Kepada kerabat Antropologi 2009, Yohana Berlianan, Creysant Lasty,

Elisa Novarita Kahar, Nelvi Gusliana, Marlina Irene Hutagalung, Sentani Br

Purba, Rona Maria Girsang, Intan Inayati Taro, Naya Adluna, Sri Widari Zulfa,

Indah Fikria Aristi, Irfan Maulana, Imanda Hutapea, Samuel Juniko Sagala,

(7)

Gultom, Teresha Meilani Hutagaol, Lita Saragih, Razakiko Harkani Lubis,

Halimatussakhdiah, Yayuk Yusdiawati, Endang PS Tel, Anggun Nova Sastika,

Yustina Pane, dan lainnya, penulis ucapkan terima kasih atas dukungan dan

bantuannya.

Kepada teman-teman satu kontrakan yakni kak Cindy dan Ayu terima

kasih telah menemani dalam suka dan duka selama saya mengerjakan skripsi.

Terima kasih juga kepada Mita Novianty, Dewi Lestari yang telah bersedia

menemani saya selama melakukan penelitian. Terima kasih juga kepada nenek

dan kakek pemilik kontrakan yang ramah dan selalu menyayangi saya layaknya

cucunya sendiri. Saya juga menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat

kekurangan dan kelemahan, untuk itu masukan-masukan dari berbagai pihak

sangat saya harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya serta pihak-pihak yang

memerlukan.

Medan, Februari 2014

Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP

Sri Fusanti, lahir pada tanggal 14

juni 1991 di Kisaran. Anak

pertama dari 2 (dua) bersaudara

dari pasangan Bapak Zaharuddin

Sirait dan Ibu Nila Sari, beragama

Islam. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 2 Kisaran, pada

tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Kisaran, pada tahun

2006 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kisaran pada tahun 2009.

Kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi dengan jalur

PMP di Universitas Sumatera Utara Pada tahun 2009. Program Studi yang diambil

adalah Ilmu Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Alamat

email: srifusanti@yahoo.co.id

Berbagai kegiatan yang dilakukan selama masa studi antara lain:

 Anggota OSIS SMA Negeri 1 Kisaran bidang Pramuka periode 2007-2008

 Mengikuti Raimuna Ranting Kisaran Timur pada tahun 2006

 Mengikuti Perkemahan Pelantikan Dewan Kerja Ranting pada tahun 2006

 Mengikiti kegiatan Pengembaraan Pramuka Penegak dan Pandega (BARAKAPEPA) sejajaran Kwarcab Asahan yang dilaksanakan pada tahun 2007 dengan rute Desa Tangga – PTPN III – Bandar Selamat.

(9)

 Penerima Beasiswa pendidikan dari Sampoerna Foundation di SMA Negeri 1 Kisaran tahun 2006-2009.

 Mengikuti seminar Remaja “ Wujudkan Generasi Sehat Bebas HIV/AIDS tahun 2009

 Mengikuti seminar “Menjadi Apa dan Siapa di Masa Depan” tahun 2010

 Mengikuti seminar “Roadshow Film Dokumenter dan Diskusi Publik Crossing Boundaries” pada tahun 2010 di FISIP USU.

 Mengikuti Pelatihan “Training of Facilitator” angkatan I oleh Departemen Antropologi Sosial USU pada tahun 2012.

 Mengikuti seminar “ Ini Medan Demokrasi Bung” tahun 2011

 Mengikuti seminar Nasional “ Inventarisasi Kain Tenun, Hiou Simalungun tahun 2011

 Mengikuti seminar hasil penelitian “Kajian Untuk Perlindungan Ekspresi Keragaman Budaya” tahun 2012

 Mengikuti seminar “Draft Buku Sejarah Berdirinya Kabupaten Pakpak Barat” tahun 2013

 Menjadi Interviewer Indonesia Research Center dalam survey pemilu tahun 2013

(10)

KATA PENGANTAR

Skripsi merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di

Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sumatera Utara. Dalam rangka memenuhi persyararatan tersebut

penulis telah menyusun sebuah skripsi dengan judul Kemajemukan Hukum di Perkeretaapian Sumatera Utara.

Ketertarikan untuk menulis permasalahn tentang kemajemukan hukum

diawali dengan kenyataan bahwa hukum itu ternyata tidak terdiri dari satu jenis

yakni hukum formal. Akan tetapi ada hukum-hukum lain yang hidup di luar dari

pada hukum formal dan biasa disebut dengan hukum tak bernama (unnamed law).

Tidak terlepas dari pada itu, hukum juga terkadang tercipta guna pemenuhan

sebuah kepentingan dari masing-masin kelompok atau individu pembuat hukum

tersebut. Selain itu juga, pengaruh munculnya kemajemukan hukum ini

menimbulkan sebuah kondisi ketidak pastian hukum.

Dalam skripi ini saya menulis apa yang terjadi pada hukum dalam

kenyataan yang sebenarnya. Dimana melihat hukum itu melalui perspektif

antropologi hukum. hal yang ingin saya sampaikan adalah ketika berbicara hukum

maka tidak cukup dengan pengertian yang sederhana yakni aturan yang mengatur

dan bersifat formal, seperti halnya aturan tertulis dari Negara. Akan tetapi lebih

dari pada itu, harus diakui bahwa hukum itu memiliki banyak wujud. Ada yang

dikatakan sebagai hukum adat, agama, dan hukum-hukum lainnya yang muncul

(11)

Hal ini dikarenakan hukum-hukum tersebut saling mengadopsi dan bersentuhan

dengan yang lainnya sehingga menimbulkan hukum baru atau hybrid law . Sebuah

legitimasi yang mengatas namakan hubungan kekerabatan juga dapat menjadi

sebuah pelegalan tindakan. Sehingga hal yang demikian juga dapat dikatakan

sebagai hukum.

Dengan demikian skripsi ini diharapkan dapat member informasi dan

pengetahuan tentang hukum yang ditinjau secara antropologi hukum dan

menambah wawasan terhadap permasalahan hukum yang terjadi di Indonesia.

Sehingga akhirnya saya berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2014

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Lokasi Penelitian……… 24

1.5Metode penelitian ... 25

1.5.1 Teknik Pengumpulan Data ... 26

1.5.2 Tekhnik Analisa Data……….. 28

1.5.3 Rangkaian Pengalaman di Lapangan ... 29

BAB II GAMBARAN UMUM PERKERETAAPIAN SUMUT ………….… 36

2.1 Kondisi Umum Perkeretaapian Sumatera Utara ... 36

2.2Sejarah Berdirinya Kereta Api Sumatera Utara ... 37

2.2.1 Peralihan Sumatera Timur Menjadi Sumatera Utara ... 39

3.1 Ruang Lingkup Penyewaan Aset Tanah dan Bangunan ... 62

3.1.1 Prosedur Penyewaan Aset ... 63

3.1.2 Hukum Sewa Menyewa ... 65

(13)

3.2.1 Hak Dan Kewajiban Pihak Yang Terlibat Dalam

3.4 Kondisi Kemajemukan Hukum di Aset Kereta Api ... 83

BAB IV HUKUM MENGENAI TIKET DAN GERBONG KERETA ... 85

4.1Hukum Mengenai Tiket ... 85

4.1.1Loket Tiket ... 90

4.1.2Calo Tiket ... 92

4.1.3Ketentuan Pembatalan Tiket ... 95

4.2Hukum di Gerbong Kereta……….. 97

4.2.1 Pedagang di Gerbong Kereta……….. 99

4.2.2 Kondisi di Dalam Gerbong Kereta……….. 102

4.2.3 Nomor Tempat Duduk Ganda………..…. 105

4.3Kondisi Kemajemukan Hukum di Tiket dan Gerbong Kereta……… 107

BAB V HUKUM PEGAWAI KERETA API……….………. 108

1. Perlintasan Kereta Api

2. Tambahan foto selama penelitian 3. Daftar Informan

(14)

DAFTAR ISTILAH

Aset Harta atau sumber daya yang dimiliki oleh suatu

perusahaan yang berfungsi dalam operasi perusahaan dan diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi.

Bangunan Liar Bangunan (rumah/ gedung) yang berdiri di pinggiran bantalan rel.

Bantalan Rel Landasan tempat rel bertumpu dan diikat dengan penambat rel, bantalan dipasang melintang rel pada jarak antara bantalan yang satu dengan lainnya sepanjang 0,6 meter.

BPKD Badan Pemeriksa Keuangan Daerah

Calo Orang yang menjadi perantara dan memberikan

jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah.

Deli Spoorweg Matschappij Perusahaan yang membangun jaringan transportasi kereta api di tanah Deli.

Emplasment Ruangan/lapangan/halaman tempat lintas keluar-masuknya kereta api untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

Gerbong kereta Alat transportasi yang digunakan untuk

mengangkut barang atau orang.

Gudang Sebuah ruangan yang digunakan untuk

menyimpan berbagai macam barang.

Karcis Merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian

angkutan orang maka penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengangkut orang yang telah memiliki karcis dan orang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih.

(15)

dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel.

Kemajemukan Hukum Situasi dimana terdapat dua atau lebih sistem hukum yang berada dalam suatu kehidupan sosial.

Kondektur Orang yg memeriksa karcis pada saat melakukan perjalanan dengan kereta api.

Legitimasi Pelegalan suatu tundakan dengan mengatas

namakan hubungan kerabat.

Loket Tempat pelayanan tiket, revarasi, pemesanan dan pembatalan tiket.

Lokomotif Bagian dari rangkaian kereta api di mana terdapat mesin untuk menggerakkan kereta api. Biasanya lokomotif terletak paling depan dari rangkaian kereta api.

Mail Main ilmu yang merupakan istilah dari pada hukum yang diciptakan oleh pegawai kereta api.

Palang Pintu Perlintasan Rambu-rambu pengamanan yang terdapat di perpotongan jalan antara perlintasan kereta api dengan lalulintas umum.

Peron Tempat naik-turun para penumpang di stasiun dan

juga dapat dijadika tempat tunggu sebelum kereta sampai, jadi dapat disimpulakan peron adalah lantai pelataran tempat para penumpang naik-turun sekaligus tempat tunggu,serta tempat jalur rel melintas di stasiun.

OTC On Training Cleaning adalah petugas yang menjaga

kebersihan gerbong kereta api.

Polsuska Polisi khusus kereta api yang bertugas menjaga keamanan di stasiun dan gerbong kereta.

Rel Lintasan kereta api yang terdiri dari 2 buah bagian besi.

Sisip Istilah bagi pegawai masinis yang menggantikan

(16)

Spur Garis tengah rel.

Stasiun Tempat pemberhentian kereta api sekaligus

menaikkan dan menurunkan penumpang.

Suplisi Laporan mengenai pemungutan bayaran begi

penumpang yang tidak memiliki tiket.

Tarif reduksi Besarnya biaya tiket yang dikenakan bagi

(17)

DAFTAR TABEL

Judul Halaman

Tabel 2.1 Lintasan Dan Panjang Rel Kereta Api Deli Tahun 1883-1940 ... 39

Tabel 2.2 Daftar Stasiun Kereta Api ... 52

Tabel 2.3 Jadwal Operasional KA SRIBILAH ... 56

Tabel 2.4 Jadwal Operasional KA PUTRI DELI ... 56

Tabel 2.5 Jadwal Operasional KA SIREX ... 56

Tabel 2.6 Jadwal Operasional KA SRILELAWANGSA ... ..56

Tabel 2.7 Jadwal Keberangkatan Dari Medan Menuju KNIA ... .57

Tabel 2.8 Jadwal Keberangkatan Dari KNIA Menuju Medan ... .57

(18)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Struktur Organisasi Pengelolah Stasiun……….…………. 53

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: 1890-1905 Kereta api Dengan Jarak Rel Sempit Untuk Pengangkutan

Tembakau Deli Serdang, Sumatera Utara ... 37

Gambar 2: Kebun tembakau Deli ... 43

Gambar 3: Jacobus Nienhuys ... 44

Gambar 4: Pembukaan Hutan Untuk Kebun Tembakau ... 44

Gambar 5: Stasiun Medan Pada tahun 1884 ... 45

Gambar 6: Lapangan Merdeka sebelum 1890 ... 46

Gambar 7: (A) Kereta Sri Lelawangsa dan (B) Putri Deli ... 50

Gambar 8: (C) Kereta Kuala Namu dan (B) Sribilah ... 50

Gambar 9: Sky-Bridge Stasiun Bandara di Medan ... 58

Gambar 10: (A) Café-Resto Yang Terdapat di Stasiun Medan dan (B) City Check In Yang Berada di stasiun bandara ... 59

Gambar 11: (A dan B) Pemukiman Yang Berada di Pinggiran Bantalan Rel Jalan Gaharu ... 72

Gambar 12: Pelarangan Memasuki Peron Stasiun ... 89

Gambar 13: Loket Stasiun Besar Medan ... 90

Gambar 14: Loket Stasiun Bandar Khalifah ... 91

Gambar 15: (A dan B) Himbauan Untuk Menghindari Calo Tiket ... 94

Gambar 16: Gerai Pemesanan Tiket PT. Anugrah Fajar ... 95

Gambar 17: Pedagang Kripik Yang Berjualan di Gerbong Kereta ... 99

Gambar 18: Kotak P3K Yang Terlihat Kosong ... 103

Gambar 19: Stiker yang Menempel Pada Dinding Tempat Duduk ... 104

Gambar 20: Larangan Merokok di Dalam Gerbong Kereta ... 104

Gambar 21: Pegawai Loket Yang Sedang Mengisi Laporan ... 111

Gambar 22: Laporan Penjualan Tiket di Layar Komputer Pegawai Loket ... 112

Gambar 23: Loket Stasiun Lubuk Pakam Yang Terlihat Kosong ... 112

(20)

Gambar 25: Kondektur Yang Melakukan Pemeriksaan Tiket ... 117

Gambar 26: Sampah Yang Berserakan ... 119

Gambar 27: Petugas OTC ... 120

Gambar 28: (A dan B) Beberapa Capture isi BBM dengan Masinis ... 122

Gambar 29: (A) Palang Pintu Perlintasan dan (B) Penjaga Palang Pintu Perlintasan ... 123

(21)

ABSTRAK

Sri Fusanti, 2014. Judul skripsi: Kemajemukan Hukum di Perkeretaapian Sumatera Utara. Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 127 halaman, 9 tabel dan 49 Gambar, 2 bagan, daftar pustaka, lampiran yang terdiri dari daftar informan dan surat keterangan penelitian.

Tulisan ini mengkaji tentang situasi kemajemukan hukum yang terjadi di perkeretaapian Sumatera Utara. Kajian ini dibuat untuk dapat memahami hukum yang sedang berlaku di masyarakat. Melalui kajian ini maka dapat dilihat bagaimana hukum itu ternyata tidak tunggal dan berdiri sendiri akan tetapi banyak hukum-hukum lain yang hidup dan diberlakukan sama. Selanjutnya tulisan ini juga menelusuri bagaimana kepentingan dari tiap individu-individu dapat membentuk sebuah hukum baru yang legal di perkeretaapian Sumatera Utara.   Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode ini digunakan untuk menggambarkan secara mendalam tentang kemajemukan hukum yang terjadi di perkeretaapian Sumatera Utara. Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik wawancara dan observasi partisipasi dengan individu-individu yang terlibat langsung dengan ruang lingkup perkeretaapian Sumatera Utara.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana sejarah perkeretaapian Sumatera Utara dan bagaimana situasi dan kondisi hukum-hukum yang ada di perkeretaapian sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum itu ternyata terdiri dari beragam bentuk. Tidak hanya sebatas hukum formal, tetapi banyak hukum-hukum lain yang berlaku dan sulit untuk mengkategorisasikan penamaan hukum tersebut apakah itu hukum adat, hukum agama tau sebagainya sehingga dalam hal ini para pengamat antropologi hukum sering menyebutnya unnamedlLaw atau hybrid law.

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Skripsi ini menjelaskan tentang situasi kemajemukan hukum yang terjadi

pada masyarakat. Kemajemukan hukum di masyarakat terjadi di masing-masing

bidang lapangan kehidupan. Seperti halnya juga yang terjadi di lingkungan

kehidupan perkeretaapian Sumatera Utara. Kemajemukan hukum itu sendiri

diartikan oleh Masinambow adalah bahwa dalam dunia pragmatis sedikit-dikitnya

ada dua sistem norma atau dua sistem aturan yang terwujud di dalam interaksi

sosial (Masinambow, 2000:5).

Begitu juga dengan yang terjadi pada lingkungan sosial perkeretaapian

Sumatera Utara, yang mana di lingkungan perkeretaapian ini muncul situasi

kemajemukan hukum. Oleh sebab itulah, dalam skripsi ini saya berusaha

memaparkan kondisi yang sebenarnya terjadi berdasarkan fakta yang diperoleh

dari lapangan selama penelitian dilakukan.

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena pada dasarnya ketika

berbicara mengenai kereta api maka secara langsung akan berbicara mengenai

aturan-aturan yang berlaku dan hidup di lingkungan perkeretaapian Sumatera

Utara. Oleh karena itu, tidak cukup hanya membahas tentang transportasinya saja,

banyak komponen lain yang terkait dengannya, baik itu stasiun, rel, peron,

(23)

masing-masing komponen yang ada di lingkungan kereta api tersebut memiliki

aturan-aturan yang berbeda satu sama lain.

Masalah kemajemukan hukum yang terjadi di perkeretaapian Sumatera

Utara perlu dilihat dan dipahami. Hal ini dikarenakan bahwa kondisi hukum yang

ada di perkeretaapiaan Sumatera Utara terkait dengan kebijakan, relasi-realsi

sosial yang terbentuk, kontak antara individu-individu yang ada di lingkungan

kereta api dan yang semuanya juga mungkin terkait dengan proses globalisasi.

Dapat diketahui bahwa pada dasarnya hukum tidak dapat dipandang

semata-mata berwujud peraturan perudang-undangan serta tidak dapat dipandang

sebagai institusi yang terisolasi dari aspek-aspek kebudayaan yang lain. Tetapi

hukum merupakan produk dari suatu relasi sosial dalam suatu sistem kehidupan

masyarakat1. Selain itu juga hukum dalam wujudnya dapat berbentuk

peraturan-peraturan lokal yang bersumber dari suatu kebiasaan masyarakat (customary law/

folk law), termasuk pula di dalamnya mekanisme-mekanisme pengaturan dalam

masyarakat (self regulation), yang juga berfungsi sebagai sarana pengendalian

sosial (social control) dan menjadi alat untuk menjaga keteraturan sosial (social

order)2.

Sejalan dengan penjelasan di atas maka secara lebih fokus lagi tulisan ini

bercerita tentang bagaimana hukum itu ternyata diberlakuakan di lapagan. Selain

itu juga menjelaskan bahwa hukum itu bukan hanya berbentuk aturan tertulis saja

       1

I Nyoman Nurjaya (2009), artikel “ pengembangan Tema Kajian Metodologi dan Model Penggunaannya Untuk Memahami Fenomena Hukum di Indonesia. Terdapat pada http://editorsiojo85.wordpress.com/2009/03/31/antropologi-hukum/ diakses pada 12 oktober 2013. 2

(24)

melainkan banyak hukum yang tidak tertulis yang nyatanya hidup di satu

lingkungan sosial yang sama. Sebagian besar dari hukum-hukum baru yang

muncul diakibatkan oleh adanya kepentingan dari masing-masing agen pembuat

hukum tersebut.

Tidak hanya sebatas itu saja, proses saat hukum itu terbentuk juga

merupakan bagian dari pada hukum. Legitimasi yang muncul dikarenakan

pelegalan hukum dengan mengatas namakan hubungan kerabat juga termasuk

dalam pembahasan hukum. Atas dasar inilah saya tertarik untuk menulis

kemajemukan hukum yang terjadi di perkeretaapian Sumatera Utara. Dimana ada

tumpang tindih hukum yang terjadi di sini. Di satu sisi hukum Negara harus

menjadi panglima di lingkungan perkeretaapian namun kenyataannya adalah

sebaliknya. Hukum Negara pada dasarnya tidak di tolak dan tetap di berlakukan di

lingkungan kereta api akan tetapi hukum Negara tersebut hanya sebagian yang

diserap dan diberlakukan sesuai dengan kepentingan-kepentingan para agen yang

terlibat di lingkungan kereta api tersebut. Selain itu juga guna memenuhi

kepentingan dari tiap agen yang terlibat maka diciptakanlah sebuah hukum yang

baru (Unnamed law). Hukum-hukum tersebut tercipta dalam bentuk yang

beragam dan keberagaman hukum inilah yang mengakibatkan kemajemukan

hukum di perkeretaapian Sumatera Utara.

Dalam tulisan ini kesemuanya itu dipaparkan dengan cukup jelas, dimana

kemajemukan hukum itu terjadi di tiap-tiap bagian dari kereta api. Untuk saya

membagi pokok pembahasan menjadi 4 bab. Ke-4 bab tersebut masing-masing

(25)

bab. Pada bab 2 dijelaskan mengenai gambaran umum perkereta apian Sumatera

Utara. Dimana dalam bab tersebut dijelaskan mengenai awal mula kehadiran

kereta api pada tahun 1886 di Sumatera Utara hingga saat ini. Bab ini juga

menjelaskan komponen-komponen lain yang terkait dengan kereta api, struktur

organisasi serta undang-undang yang menjadi aturan formal bagi kereta api.

Pada bab selanjutnya bab 3, 4 dan 5 saya mulai berbicara mengenai

hukum-hukum yang terdapat di kereta api. Saya memutuskan membagi

pembahasan kedalam tiga bab dikarenakan agar pembahasan dalam tiap babnya

tidak terlalu melebar dan fokus. Saya juga mengklasifikasikan pembahasan yang

saling terkait kedalam satu bab yang sama. Seperti pada bab 3 yang membahas

mengenai hukum mengenai aset kereta api berupa tanah dan bangunan serta cara

penyewaan aset tersebut. Dalam bab ini diceritakan mengenai berbagai fakta

lapangan yang sama sekali beseberangan dengan aturan formal yang mengatur

perkeretaapian Sumatera Utara terutama dalam hal permasalahan aset.

Pada bab 4 skripsi ini dijelaskan mengenai hukum tiket dan gerbong

kereta. Saya memilih untuk menyatukan pembahasan mengenai tiket dan gerbong

ini karena antara keduanya memiliki keterkaitan satu dengan lainnya. Pembahasan

mengenai tiket tidak berlaku tanpa pembahasan mengenai gerbong kereta sebab

pada dasarnya penumpang yang memiliki tiket yang dapat masuk ke dalam

gerbong kereta. Untuk itulah penulis memilih menggabungkan kedua pembahasan

ini kedalam satu bab.

Dalam bab ini saya berusaha menceritakan bagaimana kondisi yang terjadi

(26)

juga saya akan berbicara mengenai percaloan tiket yang marak terjadi dan melihat

aturan-aturan yang bermain di dalamnya. Ketika berbicara mengenai hukum yang

ada di gerbong kereta api saya berusaha memaparkan situasi dan kondisi yang

terjadi di dalam gerbong kereta, aturan yang diberlakukan dan menggambarkan

kasus-kasus yang berkaitan langsung dengan hukum-hukum yang berlaku di

gerbong kereta.

Pada bab 5 saya berusaha menceritakan tentang hukum pegawai kereta api,

bab ini menceritakan bagaimana para pegawai kereta api menciptakan hukumnya

sendiri sesuai dengan apa yang diinginkan dan memenuhi kepentingan dari

masing-masing pegawai tersebut. Untuk itu dalam bab ini saya

mengklasifikasikan lagi pembahasan sesuai dengan jenis tugas dari pada pegawai

kereta api yakni, pegawai loket, pegawai pengelolahan aset, OTC, masinis,

kondektur dan juga pegawai penjaga pintu perlintasan.

Melalui tiga bab pembahasan yang ada, kesemuanya menceritakan tentang

situasi kemajemukan hukum yang terjadi di ranah perkeretaapian Sumatera Utara.

Selain itu saya ingin memperlihatkan bahwa situasi kemajemukan hukum di

perkeretaapian Sumatera Utara memang benar ada. Pihak kereta api harus

menyadari bahwa ada lebih dari satu hukum yang mengatur dalam lingkungan

kereta api. Selain itu juga pihak kereta api harus mengetahui bahwa terjadi

tumpang tindih hukum antara hukum formal dengan pengaturan sendiri yang telah

dibuat dan disepakati bersama.

Dapat diketahui bahwa undang-undang perkeretaapian yang seharusnya

(27)

kuasa antara individu-individu yang berada di lingkungan kereta api dan

melakukan kesepakatan sehingga melegalkan tindakan yang pada dasarnya

menyalahi aturan sebenarnya.

Hal menarik yang ingin saya perlihatkan adalah bagaimana hukum-hukum

yang ada saling bekerja dan diberlakuakan sama di lapangan. Serta

memperlihatkan bahwa kepentingan dari masing-masing individu dapat memicu

terciptanya hukum. Oleh karena itu ada keterkaitan antara kepentingan dengan

hukum. Selain itu juga saya ingin memperlihatkan bagaimana hubungan

kekerabatan juga dapat mendorong terciptanya suatu aturan baru, yang tanpa sadar

mengenyampingkan aturan formal.

1.2 Tinjauan Pustaka

Hukum merupakan komponen dasar dalam sebuah tertib sosial yang

mengatur berbagai jenis interaksi dalam masyarakat. Kelsen mengatakan bahwa

hukum itu adalah “ilmu normatif” yang lahir bukan karena proses alami,

melainkan karena kemauan dan akal manusia itu sendiri3. Paham sentralisme

hukum (legal centralism) mengatakan bahwa hukum sudah seharusnya bersumber

dari hukum negara, hal ini berlaku seragam untuk semua orang, berdiri sendiri dan

terpisah dari semua hukum yang lain serta dijalankan oleh seperangkat

lembaga-lembaga negara.

Namun dalam kehidupan sehari-hari dimana hukum itu bekerja dalam

arena sosial terjadi interaksi yang tidak bisa dihindari antara hukum negara

       3

(28)

dengan berbagai hukum yang ada seperti hukum adat, agama dan hukum-hukum

lainnya yang menimbulkan adanya situasi kemajemukan hukum.

Berbicara mengenai hukum adat Posposil menyebutkan adanya batasan

antara adat dan hukum adat yang disebutkannya sebagai berikut:

1. Hukum adalah suatu aktivitas di dalam rangka suatu kebudayaan yang

mempunyai fungsi pengawasan sosial. Untuk membedakan suatu

aktivitas itu dari aktivitas-aktivitas kebudayaan lain yang mempunyai

fungsi serupa dalam suatu masyarakat, seorang peneliti harus mencari

adanya empat ciri hukum, atau attribute of law.

2. Attribute yang dimaksud yang terutama disebut attribute of authority.

Atribut otoritas atau kekuasaan menentukan bahwa aktivitas

kebudayaan yang disebut hukum itu adalah keputusan-keputusan

melaui suatu mekanisme yang diberi wewenang dan kekuasaan dalam

masyarakat. Keputusan-keputusan itu memberi pemecahan terhadap

ketegangan sosial yang disebabkan karena misalnya ada: (i)

serangan-serangan terhadap diri individu; (ii) serangan-serangan-serangan-serangan terhadap hak

orang; (iii) serangan-serangan terhadap pihak yang berkuasa; (iv)

serangan-serangan terhadap keamanan umum.

3. Attribute yang kedua disebut attribute of intention of universal

application. Atribut ini menentukan bahwa keputusan-keputusan dari

pihak yang berkuasa itu harus dimaksud sebgai keputusan-keoutusan

(29)

juga terhadap peristiwa-peristiwa yang serupa dalam masa yang akan

datang.

4. Attribute yang ketiga disebut attribute of obligation. Atribut ini

menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pemegang kuasa harus

mengandung perumusan dari kewajiban pihak kesatu terhadap pihak

kedua, tetapi juga sebaliknya. Dalam hal ini kedua pihak tersebut

harus terdiri dari individu-individu yang hidup. Apabila keputusan

tidak mengandung perumusan dari kewajiban ataupun hak tadi, maka

keputusan tidak akan ada akibatnya dan bukan keputusan hukum.

apabila pihak kedua merupakan nenek moyang yang sudah

meninggal, maka keputusan yang menentukan pihak kesatu terhadap

pihak kedua itu bukan keputusan hukum, melainkan hanya suatu

keputusan yang merumuskan suatu kewajiban keagamaan.

5. Attribute yang keempat disebut attribute of sanction, dan menentukan

bahwa keputusan-keputusan dari pihak berkuasa itu harus dikuatkan

dengan sanksi dalam arti seluas-luasnya. Sanksi itu bisa berupa sanksi

jasmaniah berupa hukuman tubuh dan deprivasi dari milik (yang

misalnya amat dipentingkan dalam sistem-sistem hukum

bangsa-bangsa Eropa), tetapi juga berupa sanksi rohani seperti misalnya

menimbulkan rasa taku, malu, rasa dibenci, dan sebagainya

(Koentjaraningrat, 1981: 200-201).

Mengenai ciri-ciri hukum adat yang memberi pembatasan antara adat dan

(30)

dijelaskan bahwa untuk melihat perbedaan antara keduanya terlebih dahulu

melihat attribute of law yang dimiliki pada suatu masyarakat agar dapat dilihat

dengan jelas bagaimana sebenarnya hukum adat itu bekerja, aktivitas apa saja yang

dapat dikatakan sebagai hukum dan bukan hukum melainkan adat.

Paul J. Bohannan mengatakan bahwa hukum itu mirip seperti bunglon bila

diperhatikan bahwa dia terdapat diberbagai masyarakat dan dia mengambil bentuk

dan isi menurut kebutuhan masyarakatdi mana dia berlaku. Namun dibawah kulit

bunglon yang berubah-ubah terdapat sesuatu yang merupakan inti yang tidak

berubah. Sifatnya yang bisa berubah itu justru merupakan sifat yang paling

penting dan merupakan kekuatannya.

Dari hukum itu, walaupun beragam wajah dan penampilannya diberbagai

masyarakat yang paling penting untuk diperhatikan adalah bagaimana cara suatu

masyarakat menangani perselisihan dan kasus-kasus pertikaian. Artinya melihat

bagaimana caranya lembaga-lembaga yang berhadapan dengan

penyelewengan-penyelewengan diorganisasikan sehingga penyimpangan dapat dikendalikan atau

dibendung. Sehingga dapat dilihat bahwa lembaga itu menggeserkan kembali

perilaku manusia kepada saluran-saluran yang diakui dan diterima sehingga

kehidupan sosial dapat bertahan, karena hukum merupakan sarana untuk

menyembuhkan masyarakat dan untuk melanjutkan hidup bermasyarakat (dalam

Ihromi, 2000: 52-53).

Seorang antropolog bernama Klose menuliskan sebuah perbedaan

pandangan antara masyarakat terbuka dan masyarakat tertutup dalam melihat

(31)

kehidupan sosial mereka, yang mana mereka melihat bahwa norma/aturan yang

mengatur kehidupan sehari-hari dan lembaga yang mengaturnya merupakan karya

manusia itu sendiri. Sedangkan masyarakat tertutup menilai bahwa norma/aturan

dan institusi yang mengaturnya dianggap pemberian dari alam. (dalam Birx, 2011:

488)4.

Meminjam pernyataan yang di tuliskan oleh Klosen maka dapat dikatakan

bahwa pada masyarakat terbuka membenarkan bahwa hukum itu di buat oleh

manusia dan juga sekaligus mengatur kehidupan manusia itu sendiri. Sedangkan

masyarakat tertutup cenderung bersikap statis dalam memandang hukum tersebut.

Friedman juga memiliki pendapat tersendiri dalam melihat hukum, yang

mana ia menggolongkan hukum dalam tiga komponen yakni: (1) legal substance

yang berarti sebagai norma dan aturan yang digunakan secara institusional,

beserta pola perilaku para pelaku dalam sistem hukum; (2) legal structure yang

berarti sebagai lembaga – lembaga yang bertugas untuk menegakkan hukum,

seperti kepolisian dan peradilan (hakim, jaksa, dan pengacara ) ; (3) legal culture

yang berarti “budaya hukum”, yaitu kebiasaan, pandangan, cara bertindak dan

berfikir Lawrance M. Friedman (dalam Sulistyowati, 2000: 71).

Dari ketiga poin tersebut tidak menutup kemungkinan adanya situasi

kemajemukan hukum. Eksistensi kemajemukan hukum dapat dilihat ketika

seorang Individu menjadi subjek lebih dari satu hukum. Sehingga dapat dilihat

bagaimana individu tersebut menanggapi sistem-sistem hukum yang ada

       4

Joachim Klose merupakan Commissioner of the Konrad Adeneur Foundation for the Free State of Saxony menuliskan hal tersebut dalam tulisannya yang berjudul “Open And Close Socienties”

(32)

dihadapannya, hal ini terkait dengan budaya hukum. Budaya hukum inilah yang

akan menentukan pilihan hukum individu tersebut, yang dengan kata lain

aturan-aturan hukum yang mana dan dengan cara bagaimana ia mengadakan pilihan yang

ada5.

Pendekatan prosesual dapat digunakan untuk menjelaskan masalah hukum

yang mendominasi perkembangan antropologi hukum sampai saat ini. dalam

pandangan prosesual masalah kemajemukan hukum diartikan bahwa setiap orang

menanggapi suatu aturan hukum tertentu dengan cara yang berbeda, karena

mereka tentunya memiliki pengetahuan, harapan-harapan dan

kepentingan-kepentingan atau lebih tepatnya lagi kita sebut budaya hukum yang berbeda.

Hal ini dapat kita lihat ketika seseorang dihadapkan pada pilihan-pilihan

suatu pranata hukum yang ada. Maka seseorang tersebut akan memilih suatu

pranata hukum yang dianggapnya paling bisa memungkinkan ia untuk mendapat

akses yang lebih terhadap pemenuhan kepentingan6. Di mana ia akan memilih

satu jalur hukum tertentu dan mungkin saja ia akan melakukan kombinasi

terhadap hukum tersebut atau memilih lebih dari satu aturan hukum untuk proses

penyelesaian yang tentunya akan menguntungkannya.

Inilah yang dikatakan oleh Keebet Von Benda Beckmann sebagai istilah

forum shopping. Tidak terlepas dari pada itu Keebet juga menerangkan sebuah

istilah shopping forums yang mana tidak hanya orang-orang yang bersengketa saja

yamg memilih-milih lembaga penanganan suatu sengketa. Namun lembaga yang

terlibat itu juga memilih dan memanfaatkan suatu sengketa untuk kepentingannya

       5

Ibid hal, 72

6

(33)

sendiri terutama untuk tujuan politik lokal. Kemudian lembaga ini juga bisa

menolak suatu permasalahan sengketa yang mereka khawatirkan akan

menngancam kepentingan mereka ( K.Von Benda-Beckmann, 2000:65).

Dalam penjelasan mengenai forum shopping dan shopping forums

tersebut dapat dilihat bahwa ada proses pemilihan hukum yang dilakukan baik

oleh pihak yang bersengketa maupun lembaga hukum yang terlibat di dalammya.

Hal ini menunjukkan bahwa hukum itu tidak semata-mata tunggal namun terdapat

hukum-hukum lainnya yang menimbulkan adanya suatu pilihan terhadap hukum

itu sendiri atau dengan kata lain hukum mana yang akan digunakan.

Hukum juga harus dipelajari sebagai bagian yang integral dari kebudayaan

sebagai keseluruhan dan tidak dianggap sebagai pranata yang otonom7. Maka dari

itu antropologi tidak pernah memandang bahwa hukum itu bersifat sentral karena

fakta yang terjadi saat ini bahwa hukum yang dianut oleh suatu kelompok

masyarakat bisa saja berbeda dengan masyarakat lainnya karena dalam

masyarakat tersebut terdapat hukum yang hidup (living law)8. Sehingga ketika

kondisi ini terjadi yang muncul adalah kemajemukan hukum.

Dewasa ini bahasan mengenai kemajemukan hukum bukan merupakan hal

baru untuk diperbincangkan. Kemajemukan hukum muncul karena adanya

kemajemukan budaya. Kemajemukan budaya yang hidup di Indonesia secara

teoritis merupakan konfigurasi budaya dan jati diri bangsa Indonesia. Simbol

Bhineka tunggal ika adalah bukti nyata kemajemukan budaya bangsa Indonesia

yang terdiri dari ragam etnik, ras, suku, agama dan sebagainya.       

7

Loc,Cit Masinambow hal, 1

8

(34)

Keragaman ini lah yang kemudian membentuk satu himpunan berupa

bangsa Indonesia dan dilindungi dalam naungan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Namun, dalam keberagaman selalu ada perbedaan–perbedaan yang

menyimpan potensi konflik, jika tidak dikelola dengan baik maka potensi ini akan

berwujud pertikaian yang pada akhirnya mengancam disintegrasi bangsa. Merujuk

pada konflik maka hukum harus menjadi panglima dalam mengatasi masalah yang

ada dimasyarakat9. Oleh karenanya perlu dipertanyakan apakah praktek

penegakan hukum negara sudah dapat diterima oleh masyarakat yang memiliki

keragaman budaya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan penelitian

yang cukup serius. Namun tidak pada kesempatan ini.

Pada kesempatan ini akan diperdalam penjelasan mengenai kemajemukan

hukum itu. Banyak kasus hukum yang terjadi di Indonesia memperlihatkan

bagaimana kemajemukan hukum tersebut bekerja dalam ranah hukum yang

kompleks. Mulai dari peradilan lembaga adat sampai pengadilan tinggi. Bukti

nyata yang terjadi dapat dilihat dalam karangan Sulistyowati Irianto (2003)

mengenai perempuan diantara berbagai pilihan hukum10.

Di sini dijelaskan bahwa perempuan batak Toba tidak memndapatkan

harta warisan peninggalan orang tua mereka, karena menurut adat yang

mendapatkan harta warisan adalah anak laki-laki saja. Akses terhadap hukum adat

jelas tidak memberi jalan bagi wanita untuk mendapatkan hak waris, sehingga

menyebabkan kelompok perempuan tertentu menciptakan budaya hukumnya

       9

Achmad Syauqi Esai mengenai eksistensi hukum negara ditengah kemajemukan budaya. Terdapat pada www.achmadsyauqie.files.wordpress.com diakses 18 juni 2013

10

(35)

sendiri yang tercermin melalui cara perempuan memilih institusi peradilan dalam

proses penyelesaian sengketa waris. Para pihak yang terlibat menggunakan hukum

adat dan hukum negara secara bergantian, sehingga muncul kesepakatan antara

pihak yang terlibat.

Penelitian yang di tulis oleh Engel Tambunan juga membahas mengenai

kemajemukan hukum yang berjudul kemajemukan hukum dalam pengoprasian

angkutan kota (studi deskriptif tentang pengoprasian angkot di Medan) yang

mengatakan dalam hasil penelitiannya bahwa kemajemukan hukum yang terjadi di

sini terkait dengan adanya interaksi antara aturan organisasi dan hukum negara

dalam pengoprasian angkot yang pada akhirnya menimbulkan aturan baru dalam

hubungan sosial yang semi otonom antara aktor/ pihak – pihak tertentu11 (Engel,

2011: 9-10).

Kemajemukan hukum juga terjadi pada penegakan hukum pidana dalam

masyarakat, salah satunya terjadi pada masyarakat Lampung. Hal ini berkaitan

dengan pengaruh nilai–nilai adat Masyarakat Lampung. Sebagian besar

masyarakat Lampung kurang mengetahui isi peraturan perundang–undangan

pidana dan penegakan hukumnya tetapi masyarakat memahami substansi hukum

pidana, yaitu dalam hal pencegahan dan penyelesaian konflik. Hal ini dikarenakan

adanya konsep tata nilai budaya masyarakat lampung yang disebut piil pesenggiri

yang di dukung oleh kelima unsurnya (juluk-adek, nemui-nyimah,

nengah-       11

(36)

nyappur, sakai-sambayan dan tittei gumantei) yang pada dasarnya merupakan

kebutuhan hidup bagi masyarakat Lampung. Inilah yang menciptakan suasana

yang tentram dan damai dalam hidup bermasyarakat. Pelaksanaan penegakan

hukum pidana memerlukan adanya peraturan perundang-undangan, aparat

penegak hukum dan kesadaran hukum masyarakat. Disinilah letak kemajemukan

hukum tersebut karena kesadaran hukum masyaraka bersumber dari nilai-nilai

hidup masyarakat Lampung12 (Eddy Rifai, 2000: 160-162).

Sebuah kasus yang terjadi antara masyarakat Maluku juga mencerminkan

sebuah kemajemukan hukum. C.Cooley dan D.Bartles mengadakan penelitian

tentang masyarakat Maluku tersebut dengan hukum pela. Pela merupakan suatu

ikatan yang dilembagakan mengenai persahabatan atau persaudaraan antara semua

penduduk pribumi dari dua desa atau lebih, yang dibentuk oleh nenek moyang

menurut keadaan tertentu dan membawa kewajiban-kewajiban tertentu untuk

semua pihak yang terkait di dalamnya. kewajiban yang penting tersebut mengenai

eksogami desa. Pela dibuat untuk tujuan saling membantu atau bekerja sama. Pela

merupakan kunci kebudayaan Maluku. Orang Maluku pada kala itu banyak yang

hijrah ke Belanda karena latar belakang politik yang berbeda. Diawali dari sinilah

kasus kemajemukan hukum itu muncul.

       12

Eddy Rifai dalam tulisannya yang berjudul Pluralisme Hukum dan Penegakan Hukum Pidana di Dalam Masyarakat (Tinjauan Tentang Penyelesaian Koflik Pada Masyarakat di Daerah Lampung). Masyarakat Lampung memiliki Strata (tingkatan) berdasarkan genealogis ataupun status sosial 

adat dan apabila seseorang bersalah maka ia akan diberi hukuman berdasarkan statusnya dalam

masyarakat. Juluk-adek adalah gelar adat, Nemui-nyimah adalah sikap pemurah, Nengah-nyappur

adalah bertoleransi dan bersahabat, Sakai-sambayan adalah tolong menolong atau gotong royong,

(37)

Orang Maluku yang hijrah tersebut tersebar diseluruh negeri Belanda.

Mereka membentuk lingkungan tempat tinggal khusus dengan jumlah antara

200-2000 penduduk. Mereka juga membentuk sebuah organisasi sosial orang Maluku

di negeri Belanda dan Menerapkan hukum pela di sana. Kenyataan yang terjadi

bahwa hukum adat pela yang mereka bawa dari kampung halamannya tumbuh dan

berlaku lebih kuat di antara orang- orang Maluku yang ada di negeri Belanda dari

pada di Indonesia sendiri. Akibat adanya hukum tersebut maka terdapat dua

hukum di negeri Belanda yakni antara hukum resmi dan hukum yang tidak resmi.

Kemajemukan hukumpun terjadi si sana, yang mana golongan pendatang yakni

orang Maluku lebih menerapkan hukum pela dalam kelompok masyarakat mereka

sendiri dari pada hukum resmi yang ada di negeri Belanda. (Strijbosch, 1989:

84)13

Ketika berbicara kemajemukan hukum maka muncul sebuah konsep

dimana kemajemukan hukum itu sendiri mengacu pada keberagaman dalam

berhukum karena pada konteksnya masyarakat bersifat plural baik dalam bentuk

suku bangsa, budaya, ras, agama, kelas dan jenis kelamin. Kemajemukan hukum

menegaskan bahwa masyarakat memiliki cara berhukumnya sendiri yang sesuai

dengan rasa keadilan dan kebutuhan mereka dalam mengatur hubungan sosialnya.

Kemajemukan hukum memandang bahwa semua hukum adalah sama dan harus

diberlakukan sederajat.

       13

(38)

Kemajemukan hukum tentunya bukan merupakan sesuatu hal yang baru

untuk diperbincangkan karena hukum merupakan bagian dari kebudayaan dan

masyarakat oleh karena itu tidak mungkin mengkaji hukum secara terpisah tanpa

memperhatikan hukum – hukum lain yang ada di sekitar masyarakat tersebut.

Dilain sisi Sulistyowati (dalam Ihromi, 1993: 243) yang menyatakan

bahwa hal yang sebenarnya tidak boleh terlewat dalam pluralisme hukum yaitu

bahwa interaksi sistem-sistem hukum yang saling berbeda antara satu hukum

negara dengan hukum-huk lainnya yang terjadi dalam arena sosial. Arena sosial

inilah yang merupakan tempat terjadinya segala bentuk interaksi baik berupa

interaksi ekonomi, kontak kekerabatan dan sosial, hubungan-hubungan politik dan

keagamaan serta hubungan-hubungan lainnya.

Kemudian melalui interaksi tersebut terjadilah interaksi hukum, karena

menurut Sulityowati bahwa letak hukum adalah dalam masyarakat. Dengan

demikian yang dinamakan hukum itu bukanlah hanya sebuah peraturan saja,

melainkan proses interaksi yang terjadi dalam lingkup peraturan itu sendiri juga

merupakan sebuah hukum. Dalam hukum itu sendiri juga terjadi

pelanggaran-pelanggaran hukum.

Sulistyowati juga mengatakan bahwa pendekatan kemajemukan hukum/

pluralisme hukum dapat dilihat melalui perspektif global yang mana masyarakat

harus dilihat dalam arena yang multi-sited, karena terhubung dalam relasi bisnis,

politik, sosial, dan dihubungkan oleh penemuan teknologi komunikasi. Dengan

kata lain pengertian kemajemukan hukum semakin luas, tidak hanya sebatas pada

(39)

hukum yang berbeda – beda itu saling bersentuhan. Pendekatan hukum dalam

perspektif global juga menunjukkan pada kita pentingnya untuk melihat para aktor

yang menyebabkan hukum bergerak dan kontekstualisasi sejarah globalisasi

hukum tersebut. Kemajemukan hukum memiliki makna yang luas bukan

sebaliknya karena seiring dengan proses globalisasi yang terjadi menyebabkan

terjadinya konsepsi – konsepsi normatif dan kognitif yang berasal dari berbagai

sumber sehingga menjadikan suatu lapangan sosial sebagai arena untuk

memberlakukan konsepsi tersebut. (Sulistyowati, 2012: 168).

Berbicara mengenai kemajemukan hukum itu sendiri menurut Griffiths

(1986:1) adalah adanya lebih dari satu tatanan hukum dalam satu arena sosial “By

‘legal pluralism’ I mean the presence in a social field of more than one legal

order”14. Maka dengan kata lain kemajemukan hukum merupakan adanya lebih

dari satu norma atau aturan yang secara nyata dianut dan dipatuhi oleh masyarakat

dalam kehidupan sosial. Griffitsh (dalam Ihromi 1993:243) juga mengatakan

bahwa pluralisme hukum dan sentralisme hukum merupakan dua kutub yang

secara tegas saling berhadapan yang dalam tulisannya:

“Legal Pluralism is the fact. Legal centralism is a myth, an idel, a claim, an illusion”. “Pluralisme hukum adalah fakta. Sentralisme hukum adalah mitos, ideal, klaim, ilusi”(1993:234).

Di sini Griffits berusaha menjelaskan bahwa hukum yang ada sebenarnya

bersifat majemuk dan pandangan sentralisme hukum merupakan sebuah ilusi yang

terjadi. dalam hal kemajemukan hukum Sally Engle Marry memiliki pendapat

yang hampir sama dengan Griffiths yakni : “...is generarlly defined as a

       14

(40)

situation in which two or more legal system coexist in the same social

field”(Marry, 1988:870)15 yang berarti bahwa kemajemukan hukum itu mengacu

pada adanya lebih dari satu sistem hukum yang secara bersama-sama berada dalam

lapangan sosial yang sama. Aturan atau norma yang berlaku disini tidak bersifat

homogen melainkan heterogen yang berarti terdiri dari banyak aturan dan norma

yang dengan kata lain bersifat plural yang bersumber dari berbagai sumber hukum.

Oleh sebab itu hukum negara merupakan salah satu dari sekian banyak hukum

yang ada, namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat hukum lain yang hidup

dan berlaku bagi komunitas tertentu.

Sedangkan Sally F. Moore dalam tulisannya yang berjudul “Hukum dan

Perubahan sosial: Bidang Sosial Semi-Otonom Sebagai Suatu Topik Studi Yang

Tepat16, menjelaskan bahwa dalam suatu bidang sosial terdapat sejumlah aturan

baik yang bersumber dari bidang sosial itu sendiri atau aturan yang ada di luar

bidang sosial tersebut seperti aturan negara. Aturan-aturan tersebut kemudian

bekerja dan menciptakan pengaturan sendiri (self-regulating) dalam bidang sosial

itu. Moore mengatakan :

“….“aturan permainan” yang beroprasi, mencakup sejumlah aturan hukum dan beberapa norma serta kebiasaan lain yang cukup efektif. Pembuatan perundangan yang secara sosial penting, sering sekali merupakan usaha untuk mengubah kedudukan tawar-menawar seseorang didalam urusannya dengan orang lain di dalam lingkungan-lingkungan sosial tersebut. Urusan yang diatur oleh lingkungan sosial dan apa lagi susunan dan sifat lingkungan sosial itu

       15

Sally Engle Merry, Legal pluralism dalam Law and Socienty Rieview (journal of the law and socienty Association) 1988 http://www.jft-newspaper.aub.edu.lb/file/merry_1988.pdf diakses 21 mei 2013

16

(41)

serta transaksi-transaksi yang terjadi di dalamnya, sering kali tetap tidak tersentuh oleh undang-undang itu. Maka itu, pengaturan melalui undang-undang sering hanya berkaitan dengan satu bagian saja dari pokok yang diaturnya dan hanya menyentuh basgian tertentu dari hubungan-hubungan yang ada.” (dalam Ihromi, 2001: 148)

Di sini dijelaskan bahwa diskusi mengenai pluralisme hukum saat ini tidak

lagi berpusat pada koeksistensi antara hukum negara, adat dan agama kerena

semakin banyaknya kepentingan-kepentinan yang ada maka perspektif mengenai

pluralisme harus diperluas lagi dengan melihat bagian dari dimensi pluralisme

transnasional. Berbicara mengenai transnasional berarti berbicara mengenai

globalisasi, karena globalisasi telah membuka hubungan lintas batas dalam

berbagai aspek dan membawa pada ekspansi rezim hukum ke wilayah negara.

Globalisasi juga diasosiasikan dengan liberalisasi ekonomi dunia, perkembangan

teknologi komunikasi dan munculnya berbagai ruang kegiatan transnasional.(Dian

dalam Sulistyowati, 2009: 57)

Sulistyowati Irianto mengatakan bahwa hukum itu bergerak hal ini

berkaitan dengan globalisasi hukum, yang mana dalam globalisasi hukum dapat

dijumpai adanya mobilitas aktor dan organisasi yang menjadi media bagi lalu

lintas bergeraknya hukum. contohnya adalah migran (buruh, pedagang, NGO,

serta orang-orang yang sering berhubungan dengan luar negeri) yang membawa

hukumnya sendiri ke negara tujuan atau dengan fasilitas telekomunikasi (internet)

para aktor ini bisa menyebabkan hukum tersebut bergerak. Hukum yang dibawa

oleh para aktor diaplikasikan dengan hukum yang berlaku di negara tersebut

(42)

Secara konseptual slistyowati menggolongkan empat pokok bahasan penting

dalam pemikiran pluralisme hukum “mutakhir”.

Yang Pertama, hukum dipandang sangat memainkan peranan penting

dalam globalisasi, karena hukum bersentuhan dengan domain sosial, politik,

ekonomi. Dapat dipelajari bagaimana hubungan antara relasi kekuasaan dan

hukum, dan bagaimana hukum menjadi kekuatan yang sangat besar dalam

mendefinisikan kepentingan politik dan ekonomi dalam pergaulan antar kelompok

dan bahkan antar bangsa.

Hukum sangat berkuasa, karena mengkonstruksi segala sesuatu dalam

kehidupan kita, menentukan siapa kita dalam relasi dengan orang dan kelompok

lain, dan mengkategorikan perbuatan kita dalam kategori salah dan benar. Untuk

itu hukum dianggap memiliki kedudukan yang sangat berpengaruh di kehidupan

kita. Kedua, ada aktor-aktor yang menyebabkan hukum bergerak. Mereka adalah

para individu maupun organisasi yang sangat “mobile”. Para aktor ini penting

dalam proses globalisasi17 dan glokalisasi18, dan menjadi agen bagi terjadinya

perubahan hukum. Ketiga, pemahaman globalisasi dalam konteks sejarah

sangatlah penting. Globalisasi hukum sudah terjadi sejak dahulu, seiring dengan

terjadinya penjajahan, penyiaran agama, dan perdagangan pada masa silam.

       17

Globalisasi menurut A.G. Mc Grew adalah mengacu pada keberagaman hubungan dan saling keterkaitan antara negara dan masyarakat yang membentuk sistem dunia modern. Globalisasi adalah proses di mana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan dibelahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain. Hal ini terdapat pada situs pustyaka belajar www.zakapedia.com/2013/04/pengertian-globalisasi-menurut-ahli.html?=1 diakses pada 25 juli 2013

18

(43)

Sepanjang sejarah dapat dilihat bagaimana hukum internasional dan traktat

juga menyebabkan hukum “bergerak”. Namun pada saat ini globalisasi memiliki

karakter yang berbeda. Keempat, perkembangan dari pemikiran diatas, tidak hanya

menyebabkan perlunya redefenisi terhadap pemikiran mengenai pluralisme

hukum, tetapi juga memiliki signifikansi terhadap munculnya metodologi

antropologi “baru”. Etnografi konvensional tidak lagi dapat menjawab berbagai

permasalahan dari bergeraknaya hukum melalui para aktor dan isu-isu globalisasi

dan glokalisasi hukum. oleh karena itu, penting untuk melakuakan kajian

antropologi secara multispatial dan multisited ethnography yang dengan kata lain

harus dilakukan penelitian secara menyeluruh dengan melihat aspek-aspek yang

terkait di dalamnya. (Sulistyowati, 2009: 35-40) .Proses yang terjadi antara

hukum-hukum yang saling bersentuhan mengakibatkan hukum tersebut

melahirkan hukum baru yang ada.

Franz & Keebet Von Benda-Beckmann menjelaskan bahwa saat ini

diskusi mengenai kemajemukan hukum tidak lagi berpusat pada koeksistensi

hukum nasional resmi dan hukum tradisional, hukum agama, dan hukum lain yang

ada di tingkat nasional saja tetapi dengan semakin meningkatnya kepentingan

hukum dan politik dari konvensi-konvensi dan hukum-hukum internasional,

terutama isu-isu hak asasi manusia dan hak-hak orang asli, membuat para sarjana

harus lebih memperluas perspektif mereka pada” pluralisme hukum dimensi

transnasional”(dalam Masinambow, 2000: 17). Selain itu juga F. Benda

Beckmann mengatakan bahwa konsepsi hukum yang banyak disepakati di

(44)

konsepsi normatif dan konsepsi kognitif. Konsepsi inilah yang mendasari sebuah

tindakan yang melahirkan sebuah hukum “baru” di masyarakat (Sulistyowati,

2009: 38).

Meminjam dari apa yang dikatakan oleh Benda-Beckmann bahwa hukum

mengandung konsepsi normatif dan kognitif maka saya akan dapat dengan mudah

memahami hukum-hukum yang terdapat di perkeretaapian Sumatera Utara.

1.3 Perumusan Masalah

Untuk menjelaskan situasi kemajemukan hukum yang terjadi di

perkeretaapian Sumatera Utara, maka akan saya tuangkan ke dalam beberapa

pertanyaan penelitian berikut ini:

1. Bagaimana latar belakang sejarah perkeretaapian Sumatera Utara?

2. Bagaimana situasi dan kondisi hukum-hukum yang ada di

perkeretaapian Sumatera Utara?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari skripsi ini adalah mendeskripsikan tentang situasi

kemajemukan hukum yang terjadi di perkeretaapian Sumatera Utara. Tidak

hanya itu saja skripsi ini juga menjelaskan berbagai bentuk hukum dan melihat

hukum-hukum ideal yang ada. Melihat bagaimana persepsi setiap orang dalam

memandang hukum dan cara orang tersebut memandang hukum yang hidup.

(45)

permasalahan hukum yang terjadi di perkeretaapian Sumatera Utara. Sehingga

skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam permasalahan hukum.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah terbentuknya pola

pikir yang lebih luas dalam memandang permasalah hukum, tidak lagi

memandang bahwa hukum itu bersifat sentral karena terdapat hukum-hukum lain

yang cukup berpengaruh di dalam kehidupan sosial. Menimbulkan respon

masyarakat, peneliti maupun ilmuan sosial dan budaya untuk lebih sensitif

terhadap permasalahan kemajemukan hukum sehingga menimbulkan

konsep-konsep serta teori-teori baru mengenai kemajemukan hukum tersebut. Melalui

tulisan ini penulis berharap bahwa muncul kepekaan setiap mahasiswa antropologi

terhadap situasi yang ada disekeliling kita dalam menenggapi segala permasalahan

yang ada sehingga kajian dalam dunia antropologi dapat lebih berkembang dan

dikenal oleh kalangan masyarakat luas.

1.5 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sumatera Utara. Dengan cakupan pembahasan

mengenai kemajemukah hukum yang terjadi di perkeretaapian Sumatera Utara.

Untuk itu cakupan dalam lokasi penelitian meliputi seluruh daerah oprasional

kereta api yang berada di Sumatera Utara. Perkeretaapian Sumatera Utara

memiliki 4 klasifikasi kelas kereta penumpang, yakni eksekutif, bisnis, ekonomi

dan K.A khusus bandara. Namun untuk jenis kereta juga dapat dibedakan lagi

(46)

Sumatera Utara juga memiliki satu jenis kereta pengangkut barang, satu jenis

kereta pengangkut minyak dan pengangkut batu kerikil.

Pusat kantor kereta api Sumatera Utara terdapat di Medan. Maka dari itu

stasiun kereta api Medan memiliki peranan sangat penting bagi stasiun lainnya

yang ada di Sumatera Utara. Pasalnya stasiun kereta api Medan merupakan

stasiun yang titik point pertama bagi semua keberangkatan kereta api dengan

tujuan mana saja. Aturan yang diberlakuakan pada stasiun ini juga sedikit berbeda

dengan stasiun-stasiun lain yang berada pada Divisi regional yang sama.

Saya memilih perkeretaapian Sumatera Utara dikarenakan ada

hukum-hukum yang berbeda dengan hukum-hukum formal yang berlaku di sini. Selain itu juga

kereta api yang berstatus sebagai badan Usaha Milik Negara ini sebagian besar

asetnya di sewa oleh pihak swasta. Hingga akhirnya terlihat bahwa banyak aturan

yang muncul di lingkungan kereta api karena semakin banyak pelaku yang terlibat

di dalam perkeretaapian itu sendiri.

1.6 Metode Penelitian

Penilitian ini adalah penelitian kualitaf serta bersifat etnografi, yang mana

penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah

belajar melihat, mendengar, berbicara, berpikir, dan bertindak dengan cara-cara

yang berbeda. Tidak hanya mempelajari masyarakat, lebih dari itu etnografi

berarti belajar dari masyarakat (Spradley, 1997:3) . Metode etnografi ini akan

memberikan gambaran secara mendalam tentang situasi kemajemukan hukum

(47)

1.6.1 Tekhnik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data akan dikumpulkan melalui observasi, wawancara

serta sumber data lainnya yang mendukung terkait permasalah yang sedang

diteliti. observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan (Bungin,

2007:115). Disini saya menggunakan observasi partisipasi. Saya terjun langsung

ke kantor Kereta Api dan ke stasiun-stasiun yang ada di daerah oprasional

Sumatera Utara guna memperoleh data yang akurat. Saya juga terlibat langsung

sebagai penumpang kereta api. Observasi dilakuakan guna melihat, mendengarkan

dan mencatat kejadian-kejadian serta aktivitas yang ada di lingkup perkeretaapian

Sumatera Utara. Saya mencoba mengamati merasakan dan memahami secara emic

view yakni melalui kacamata orang lain yang sedang diteliti.

Observasi juga saya jadikan sebagai loncatan awal untuk memahami

kondisi yang ada di lingkungan kereta api. Saya mengamati gerak setiap pelaku,

mulai dari penumpang hingga pegawai kereta api. Melihat bagaimana kerja

tiap-tiap pegawai kereta api, pedagang maupun penumpang. Observasi ini saya anggap

penting karena dinilai sangat membantu dalam belajar beradaptasi dengan kondisi

yang ada dilingkungan kereta api. Selain observasi saya juga menggunakan

tekhnik wawancara (interview).

Metode wawancara digunakan guna mendapatkan informasi dari para

informan. Informan-informan yang terkait dalam penelitian ini adalah pegawai

kereta api, pedagang, penumpang serta informan lainnya yang terkait dengan

(48)

dianggap lebih efisien untuk memperoleh informasi yang akurat dari apa yang

terjadi di lapangan terkait dengan kemajemukan hukum. Metode wawancara juga

memberi keleluasaan pada saya untuk bertanya tentang apa yang belum dipahami

terkait panelitian yang sedang dilakukan. Metode ini membantu untuk

mendekatkan diri secara emosional dengan informan.

Wawancara yang digunakan disini adalah wawancara mendalam (depth

interview), wawancara bebas dan wawancara sambil lalu. Wawancara mendalam

dilakukan dengan menggunakan interview guide yaitu pedoman wawancara yang

berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Wawancara sambil lalu dan

wawancara bebas dapat dilakukan tanpa menggunakan pedoman wawancara.

Wawancara dilakukan guna mendapatkan data mengenai situasi kemajemukan

hukum yang terjadi di perkereta apian Sumatera Utara. Dalam hal wawancara saya

tidak membagi-bagi informan berdasarkan informan kunci, pangkal atau biasa.

Hal ini karena saya melihat semua informan dapat berlaku sebagai informan

kunci berdasarkan pengetahuan serta pengalaman mereka selama bekerja di kereta

api Sumatera Utara, pedagang ataupun menjadi penumpang kereta api. Informan

kunci dilihat berdasarkan tingkat keakuratan informasi yang diberikan.

Selain itu juga, saya merasa penting menjalin Rapport dengan para informan.

Karena menjalin hubungan baik dengan informan menjadi satu hal pokok yang

sangat penting ketika melakukan penelitian. Bagaimana seorang peneliti bisa

masuk dalam suatu lingkungan dan diterima agar dapat lebih mudah untuk

(49)

memposisikan diri sebagai seseorang yang tidak memiliki pengetahuan apapun

tentang hukum-hukum yang terdapat di kereta api.

Sehingga ingin belajar dari kondisi lapangan dan para informan untuk

mengetahui hukum-hukum yang terdapat di perkeretaapian tersebut. Hubungan

baik diciptakan melalui pendekatan dengan para informan, bersikap ramah dan

terbuka merupakan cara yang efektif dalam mendekatkan diri dengan informan,

membangun rasa percaya informan bahwa peneliti benar-benar ingin belajar dari

informan.

Sehingga dengan hal tersebut informan lebih terbuka untuk memberikan

informasi dan menjelaskan mengenai situasi hukum yang terjadi di kereta api.

Untuk mengadakan kontak dan membangun hubungan dengan pegawai-pegawai

kereta api di sini saya berlaku sebagai penumpang yang berstatus sebagai

mahasiswi yang sedang melakukan tugas kuliah dan bukan sedang melakukan

penelitian. Rapport yang terjalin dengan baik dihasilkan melalui tahap perkenalan

dan selanjutnya bertatap muka dengan intens. Sehingga informan tidak

menimbulkan keraguan sama sekali dengan saya sebagai peneliti.

1.6.2 Tekhnik Analisa Data

Pada hakikatnya analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur,

mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan

mengkategorikannya sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau

masalah yang ingin dijawab. Melalui serangkaian aktivitas tersebut data yang

(50)

dipahami dengan mudah. Tekhnik analisa data yang digunakan adalah dengan

mengorganisasikan data hasil observasi dan wawancara kedalam suatu pola.

Mengkategorikan setiap sumber informasi dan data dengan

menghubung-hubungkan data yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Melalui analisa

data ini dapat ditemukannya kesimpulan yang menjelaskan penelitian yang telah

disusun secara sistematis.

1.6.3 Rangkaian Pengalaman Penelitian di Lapangan

Guna mendukung data yang akurat saya akan mendeskripsikan secara

dengan sederhana pengalaman yang diperoleh selama penelitian dilakukan. Hal ini

merupakan bagian dari penelitian antropologis, yang mana dalam pengalaman

penelitian akan membantu penyempurnaan data lapangan. Pengalaman penelitian

di lapangan memberikan suatu hal yang baru bagi saya. Pengalaman tersebut

membuat saya belajar memahami situasi di sekitar wilayah penelitian. Situasi

tersebut dapat membuat saya tertawa, terharu bahkan sedih dan terkadang jengkel.

Pengalaman ini dimulai dari pengurusan surat ijin penelitian dan terjun

langsung ke lapangan. Selama penelitian saya menghadapi orang-orang baru dan

situasi baru yang sangat asing. Namun seiring dengan berjalannya penelitian saya

semakin terbiasa dengan situasi tersebut. Banyak kendala yang dihadapi saat

melakukan penelitian mengenai kemajemukan hukum yang terjadi di

perkeretaapian Sumatera Utara ini. Salah satunya adalah masalah mendapatkan

(51)

Diawali dengan pemberian surat ijin ke kantor kepala stasiun kereta api.

Saat mengantarkan surat ijin tersebut saya ditemani oleh salah seorang teman.

Sesampai di stasiun saya meminta ijin untuk mengantarkan surat ijin penelitian ke

kantor kepala stasiun. Petugas penjaga pintu masuk stasiun hanya

memperbolehkan orang yang bersangkutan dengan penelitian tersebutlah yang

diijinkan untuk masuk dan menemui kepala stasiun. Akhinya saya masuk ke

dalam kantor kepala stasiun namun yang bersangkutan tidak berada di tempat.

Hingga akhirnya surat ijin tersebut diberikan kepada wakilnya.

Di dalam kantor tersebut telah dipenuhi oleh dua orang wartawan dari

instansi yang berbeda. Mereka membicarakan tentang ijin peliputan berita dan

meminta data kelajuan penumpang sepanjang tahun 2013. Akan tetapi saya tidak

ditanya seputar penelitian yang akan dilakukan, wakil kepala stasiun tersebut

hanya memberikan sebuah penjelasan bahwa surat ini seharusnya diserahkan ke

kantor kereta api langsung dan hubungi bagian hukum yang ada di kantor tersebut.

Salah satu pegawai stasiun mengatakan pada saya bahwa “orang libur kok

kamu penelitian sih dek” saya hanya menjawab dengan senyuman. Kondisi saat

itu mendekati libur hari raya. Kemudian saya bergegas pergi meninggalkan

stasiun. Karena dalam situasi yang libur saya memilih menyerahkan surat ijin

selesai libur hari raya ke kantor kereta api yang letaknya berada di belakang

stasiun kereta api Medan. Sesampainya di kantor kereta api tersebut saya

diantarkan oleh seorang scurity menuju kantor bagian umum yang mengurus

Gambar

Gambar 1: 1890-1905 Kereta Api Dengan Jarak Rel Sempit Untuk
Tabel 2.1 Lintasan dan Panjang Rel Kereta Api Deli tahun 1883-1940
Gambar 2: Kebun Tembakau Deli 27
Gambar 4: Pembukaan Hutan Untuk Kebun Tembakau29
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada tuhan Yang Maha Esa,penulis ucapkan karena skripsi dengan judul “ Perancangan Sistem Informasi Berbasis Web pada Biro Perjalanan PT.. Rikola Tour dan

Berdasarkan pasal 58 ayat (1) dan (2) Perpres nomo 70 tahun 2012 dalam tahap pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan metode seleksi umum maupun

Pengendalian Sosial Secara Represif Sifat pengendalian sosial secara represif ini sudah dilaksanakan oleh pihak sekolah yang mana telah dikemukan oleh Elly dan

Remuk Diterjang Badai Noda Hitam di Jalan Hidup Artis Ganasnya Dampak Video “Ariel” Luna Kembali Diperiksa, Cut Tari Tumbang Tidak Nyuci Baju tapi Makan Sushi Pro-Kontra Penahanan

Tetapi mereka juga pernah mengalami perang, dimana pada saat itu terjadi miskomunikasi, ada orang yang diperintahkan oleh Datu Suppa Teddung Lompoe pergi berkunjung ke

Beberapa permasalahan keselamatan penerbangan, di antaranya: 1) kendala dalam pemenuhan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan

Nya kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “PERSEPSI IBU-IBU DI SURABAYA TERHADAP ISI SLOGAN DUA ANAK LEBIH BAIK DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT PROGRAM KELUARGA

Melalui Model Tipe Berkirim Salam dan Soal serta menyimak penjelasan guru, siswa dapat menyelesaikan operasi hitung penjumlahan bilangan berpangkat dua dengan benar..