25 BAB II
LANDASAN TEORI A. Kajian Teori
1.Pendidikan Anak Usia Dini a. Pengertian Anak Usia Dini
Istilah anak usia dini sudah tidak asing lagi di tengah masyarakat kita, bahkan istilah tersebut sering menjadi topik pembicaraan di tengah-tengah masyarakat. Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat. Perkembangan ini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan mereka di masa yang akan datang dan akan sangat berguna dalam menapaki kehidupan selanjutnya. Hasan Alwi, dkk dalam kamus besar bahasa Indonesia, sebagaimana dikutip oleh Wiyani (2015: 21), mengungkapkan bahwa anak adalah manusia yang masih kecil, yaitu yang baru berumur enam tahun.
Menurut Sujiono (2009: 6) , berdasarkan Undang-undangnomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berkaitan dengan Pendidikan Anak Usia Dini tertulis pada pasal 28 ayat yang berbunyi, “Pendidikan Anak Usia
Dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
26
Kemudian menurut Widarmi, dkk sebagaimana dikutip oleh Wiyani (2015: 22), berdasarkan rentang usia pada anak usia dini, maka setidaknya ada empat tahapan yang dilalui oleh anak pada masa usia dini, yaitu:
1) Masa bayi dari usia lahir sampai dengan 12 bulan (satu tahun).
2) Masa kanak-kanak/batita dari usia 1 tahun hingga 3 tahun. 3) Masa prasekolah dari usia 3 tahun sampai 6 tahun.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anak usia dini atau yang bisa disingkat dengan AUD adalah anak yang berusia 0 hingga 6 tahun yang melewati masa bayi, masa batita, dan masa prasekolah.
b.Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Dewasa ini, banyak bermunculan lembaga-lembaga pendidikan yang bergerak dalam bidang anak usia dini. Hal ini merupakan salah satu bentuk kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya pendidikan bagi anak usia dini dan juga merupakan bentuk perhatian dari pemerintah terhadap anak usia dini, karena kita ketahui bersama bahwa dalam masa usia dini inilah seseorang mempunyai masa golden age atau lebih kita kenal dengan masa emas.
Pendidikan bagi anak usia dini merupakan sebuah upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian
27
kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan ketrampilan anak.
Menurut Sujiono (2009: 6), berdasarkan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bab 1 pasal 1 ayat 14 ditegaskan bahwa.
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu petumbuhan dan perkembangan jasmani dan rokhani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Sedangkan menurut Suyadi (2014: 22), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada hakikatnya adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang diperuntukkan untuk anak usia 0-6 tahun, untuk membina dan merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak pada semua aspek perkembangan.
c. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Sama halnya dengan pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan atas, penyelenggaraan pendidikan
28
anak usia dini juga mempunyai tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
Menurut Suyadi (2014: 25), secara praktis tujuan pendidikan anak usia dini adalah sebagai berikut:
1) Kesiapan anak memasuki pendidikan lebih lanjut. 2) Mengurangi angka mengulang kelas.
3) Mengurangi angka putus sekolah (DO).
4) Mempercepat pencapaian wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
5) Menyelamatkan anak dari kelalaian didikan wanita karier dan ibu berpendidikan rendah.
6) Meningkatkan mutu pendidikan. 7) Mengurangi angka buta huruf muda.
8) Memperbaiki derajat kesehatan dan gizi anak usia dini. 9) Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Sedangkan menurut Sujiono (2009: 42), tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini dapat dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan pendidikan anak usia dini adalah sebagai berikut:
1) Dapat mengidentifikasi perkembangan fisiologis anak usiadini dan mengaplikasikan hasil identifikasi tersebut dalam pengembangan fisiologis yang bersangkutan.
29
2) Dapat memahami perkembangan kreativitas anak usia dini dan usaha-usaha yang terkait dengan pengembangannya. 3) Dapat memahami kecerdasan jamak dan kaitannya dengan
perkembangan anak usia dini.
4) Dapat memahami arti bermain bagi perkembangan anak usia dini.
5) Dapat memahami pendekatan pembelajaran dan aplikasinya bagi pengembangan anak usia kanak-kanak.
Sedangkan tujuan pendidikan anak usia dini secara umum adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Selain tujuan yang telah dikemukakan di atas, Sujiono (2009: 43), juga menyatakan bahwa tujuan pendidikan anak usia dini adalah:
1) Untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan dimasa dewasa.
2) Untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
30
3) Intervensi dini dengan memberikan rangsangan sehingga dapat menumbuhkan potensi-potensi yang tersembunyi (hidden potency) yaitu dimensi perkembangan anak (bahasa, intelektual, emosi, sosial, motorik, konsep diri, minat dan bakat.
4) Melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi yang dimiliki anak.
2. Aspek Perkembangan Kognitif a. Pengertian Perkembangan
Setiap mahluk hidup pasti mengalami proses perkembangan selama hidupnya. Perkembangan yang dialami oleh mahluk hidup tidak hanya dalam aspek psikologis saja, tetapi juga pada aspek biologis.
Susanto (2011: 19), mengemukakan bahwa,
“perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif”. Perkembangan
tidak ditekankan pada segi material, melainkan pada segi fungsional.
Menurut Hasnida (2014: 61), istilah perkembangan (development) secara khusus diartikan sebagai perubahan-perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang menyangkut aspek mental psikologis manusia, seperti
31
perubahan-perubahan yang yang berkaitan dengan aspek pengetahuan, kemampuan, sifat social, moral, keyakinan agama, kecerdasan, dan lain-lain.
Sedangkan Yusuf Syamsu (dalam Susanto, 2009: 19), mengemukakan bahwa, perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju kedewasaannya atau kematangannya (maturation), yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa perkembangan adalah perubahan yang bersifat kualitatif daripada fungsi-fungsi, misalnya kemampuan melakukan gerakan koordinasi, dan lain sebagainya.
b. Pengertian Kognitif
Para ahli yang berkecimpung dalam bidang pendidikan , banyak yang berbeda pendapat dalam mendefinisikan kognitif. Orang awam biasanya lebih mengenal kognitif dengan kata kecerdasan intelektual. Perkembangan kognitif setiap individu pun berbeda-beda
Menurut Susanto (2009: 47), “kognitif adalah suatu
proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu
32
kejadian atau peristiwa”. Proses kognitif berhubungan dengan
tingkat kecerdasan (intelegensi), yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada kemunculan ide-ide baru dalam memecahkan suatu persoalan yang dihadapi.
Menurut Gardner seperti dikutip oleh Munandar dan
Susanto, (2009: 47), mengemukakan bahwa, “inteligensi
sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah atau untuk mencipta karya yang dihargai dalam suatu kebudayaan atau
lebih”. Lebih lanjut Gardner mengajukan konsep pluralitas dari inteligensi dan membedakannya kepada delapan jenis inteligensi. Dalam kehidupan sehari-hari inteligensi tidak berfungsi secara murni, tetapi setiap individu memiliki campuran (blend) yang unik dari sejumlah inteligensi yaitu inteligensi linguistik, logis, spasial, musik, kinestetik, intrapribadi dan antarpribadi, dan naturalis.
Mampu berhitung dengan baik merupakan salah satu ciri seorang anak mempunyai kecerdasan logika matematika. Menurut Arum (2016: 73), kecerdasan logika matematika meruapakan kemampuan dalam menghitung, mengukur, dan mempertimbangkan proposisidan hipotesis serta menyelesaikan operasi-operasi matematis. Kecerdasan logis matematis
33
melibatkan ketrampilan mengolah angka dan kemahiran menggunakan logika atau akal sehat.
c. Urgensi Perkembangan Kognitif
Pada dasarnya pengembangan kognitif dimaksudkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui panca inderanya, sehingga anak mendapatkan pengetahuan yang akan berguna baginya dalam melangsungkan hidup.
Adapun proses kognisi meliputi berbagai aspek, seperti persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah. Oleh karenanya Piaget (dalam Susanto, 2009: 48), berpendapat bahwa pentingnya seorang guru mengembangkan kognitif pada anak, adalah:
1) Agar anak mampu mengembangkan daya persepsinya berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan, sehingga anak akan memiliki pemahaman yang utuh dan komprehensif.
2) Agar anak mampu melatih ingatannya terhadap semua peristiwadan kejadian yang pernah dialaminya.
3) Agar anak mampu mengembangkan pemikiran-pemikirannya dalam rangka menguhubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya.
34
4) Agar anak mampu memahami simbol-simbol yang tersebar di dunia sekitarnya.
5) Agar anak mampu melakukan penalaran-penalaran, baik yang terjadi secara alamiah (spontan), maupun melalui proses ilmiah (percobaaan).
6) Agar anak mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapinya, sehingga pada akhirnya anak akan menjadi individu yang mampu menolong dirinya sendiri.
d. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Seperti halnya pada aspek perkembangan lainnya, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif, yaitu sebagai berikut:
1) Faktor hereditas/keturunan
Seorang ahli filsafat Schopenhauer mempelopori sebuah teori hereditas atau nativisme. Menurut Schopenhaeur (dalam Susanto, 2009: 59), berpendapat
bahwa, “manusia lahir sudah membawa potensi-potensi
tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan”.
Dikatakan pula bahwa, taraf inteligensi sudah ditentukan sejak lahir.
2) Faktor lingkungan
Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John Locke. Menurut Locke (dalam Susanto, 2009: 59),
35
mengemukakan bahwa, “manusia dilahirkan dalam keadaan
suci seperti kertas putih yang masih bersih belum ada tulisan atau noda sedikitpun”. Teori ini dikenal dengan
sebutan teori tabula rasa. Berdasarkan pendapat Locke, taraf inteligensi sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya. 3) Faktor kematangan
Setiap organ baik fisik maupun psikis, dapat dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan tersebut berhubungan erat dengan usia kronologis (usia kalender).
4) Faktor pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang memengaruhi perkembangan inteligensi. Pembentukan dapat dibedakan menjadi pembentukan sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
5) Faktor minat dan bakat
Minat yang dimiliki oleh seseorang dapat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik lagi. Sedangkan bakat diartikan sebagai kemampuan
36
bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat yang dimiliki seseorang akan memengaruhi tingkat kecerdasannya, artinya seorang yang memiliki bakat tertentu, maka akan semakin mudah dan cepat mempelajarinya.
6) Faktor kebebasan
Kebebasan adalah keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar), yang berarti bahwa manusia dapat memilih metode-metode tertentu dalam memecahkan masalah-masalah, juga bebas dalam memilih masalah sesuai kebutuhannya.
3. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran.
Media sangat erat kaitannya dengan dunia komunikasi, karena media merupakan salah satu bentuk alat untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Suwarna, (dalam Fadlillah, 2012: 205), menyatakan bahwa, “secara istilah media berasal dari kata jamak medium, yang memiliki arti perantara”.
Sedangkan menurut Heinich 1996, (dalam Sutirman, 2013: 15), mengartikan media sebagai perantara yang mengantar informasi dari sumber kepada penerima.
Arsyad (1997: 3) mengemukakan bahwa, “media apabila
37
kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa
mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan, atau sikap”.
Rusman, (dalam Fadlillah, 2012: 206) juga mengemukakan bahwa, “media adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (materi pembelajaran), merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa sehingga dapat mendorong proses
pembelajaran”.
Sedangkan Asnawir dan Usman, (2002: 11), mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai media, mereka menyatakan bahwa.
National Education Association (NEA) mengartikan
media sebagai benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beseta instrument yang dipergunakan, baik dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat memengaruhi efektivitas program instruksional.
Pendapat lain dikemukakan oleh Miarso, 2007 (dalam
Fadlillah, 2012: 206) bahwa, “media pembelajaran segala
sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si pembelajar, sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali”.
Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa media merupakan suatu alat yang dijadikan sebagai saran perantara untuk menyampaikan sebuah pesa, supaya pesan
38
yang diinginkan dapat tersampaikan dengan tepat, mudah, dan diterima serta dipahami sebagaimana mestinya.
b. Tujuan dan Manfaat Media Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, sangat diperlukan adanya media guna memperlancar proses komunikasi pembelajaran. Dengan adanya media pembelajaran akan lebih memudahkan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran, serta membuat pembelajaran menjadi lebih terarah sesuai tujuan yang dikehendaki.
Fadlillah (2012: 207), mengemukakan bahwa, “tujuan
media dalam kegiatan pembelajaran adalah untuk membantu siswa lebih cepat mengetahui, memahami, dan upaya terampil
dalam mempelajari sebuah materi yang dipelajari”. Selain itu
juga untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menarik, aktif, efektif, dan efisien.
Mengenai manfaat media pembelajaran, banyak tokoh yang mengungkapkan pendapatnya masing-masing. Arsyad (2014: 15) menyatakan bahwa fungsi utama media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.
39
Sedangkan menurut Kemp dan Dayton, (dalam Fadlillah, 2012: 207), diantara manfaat media dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan. 2) Proses pembelajaran menjadi lebih menarik.
3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif.
4) Jumlah waktu belajar mengajar dapat dikurangi. 5) Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan.
6) Proses pembelajaran dapat terjadi di mana saja dan kapan saja.
7) Sikap positif siswa terhadap proses belajar dapat ditingkatkan.
8) Peran guru dapat berubah kea rah yang lebih positif dan produktif.
Asnawir dan Usman (dalam Fadlillah, 2012: 208), juga mengemukakan bahwa penggunaan media dalam proses pembelajaran mempunyai nilai-nilai praktis sebagai berikut: 1) Media dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman
yang dimiliki siswa atau mahasiswa. 2) Media dapat mengatasi ruang kelas.
3) Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungan.
40
5) Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkret, dan realitas.
6) Media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru.
7) Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar.
8) Media dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu yang konkret sampai kepada yang abstrak.
Selain manfaat media yang telah dikemukakan di atas, Levied dan Lentz, (dalam Arsyad, 1997: 16) mengemukakan empat fungsi media pengajaran, khususnya media visual, yaitu: 1) Fungsi atensi, fungsi ini merupakan inti yaitu menarik dan
mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
2) Fungsi afektif, fungsi ini dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca0 teks yang bergambar.
3) Fungsi kognitif, fungsi ini terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambing visual atau gambar memperlancar pencapian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
41
4) Fungsi kompensatori, fungsi ini terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.
Pendapat lain mengenai kegunaan media pembelajaran disebutkan oleh Sadiman (dalam Sutirman, 2013: 17), yaitu: 1) Memperjelas penyajian pesan.
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera. 3) Mengatasi sikap pasif, sehingga siswa menjadi lebih
semangat dan lebih mandiri dalam belajar.
4) Memberikan rangsangan, pengalaman, dan persepsi yang sama terhadap materi belajar.
Tujuan dan manfaat media pembelajaran yang tersebut diatas akan dapat terwujud dan berjalan dengan baik, apabila dalam penggunaan media sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Oleh karenanya diperlukan adanya sebuah perencanaan yang matang dalam hal penentuan dan penggunaan media pembelajaran.
c. Macam-macam Media Pembelajaran Anak Usia Dini
Bila dikaitkan dengan anak usia dini, media pembelajaran dimaksudkan sebagai alat yang menjadi perantara dalam meyampaikan pembelajaran kepada anak usia dini. Terdapat
42
banyak media yang dapat digunakan untuk anak usia dini. Prinsipnya, media yang digunakan tersebut dapat memberikan rangsangan semangat untuk anak usia dini sehingga dapat belajar dengan mudah dan menyenangkan sehingga mereka tidak merasa jenuh atau bosan dalam mengikuti proses pembelajaran.
Adapun macam-macam media pembelajaran untuk anak usia dini dapat digolongkan menjadi tiga, sebagaimana dikemukakan oleh Fadillah (2012: 211), yaitu:
1) Media audio
Media audio adalah sebuah media pembelajaran yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (pendengaran), serta hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio dan kaset.
Untuk anak usia dini media ini dapat digunakan untuk memutarkan sebuah cerita ataupun lagu-lagu untuk anak-anak. Melalui media ini anak diperintahkan untuk menyimak, mendengarkan, atau bahkan menirukan cerita atau lagu yang diputarkan. Manfaat media audio untuk anak usia dini adalah dapat merangsang perkembangn imajinasi dan perkembangan bahasanya.
43 2) Media visual
Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Contoh media visual adalah mediagrafis dan media proyeksi. Yang dimaksud media grafis adalah media visual yang mengkomnikasikannya antara fakta dan data yang berupa gagasan atau kata-kata verbal dengan gambar, seperti poster, kartun, dan komik. Sedangkan media proyeksi adalah media proyektor yang mempunyai unsur cahaya dan lensa atau cermin,misalnya OHP, slide, dan filmstrip.
3) Media audiovisual
Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan gambar. Jenis media ini dibedakan menjadi dua, yaitu audiovisual diam, dan audiovisual gerak. Audiovisual diam adalah media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai, film rangkai suara, dan cetak suara. Sedangkan audiovisual gerak adalah media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak, seperti film suara dan video-cassete.
4. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) tentang Aspek Kognitif
Dalam Permendikbud RI nomor 137 tahun 2014 tentang standar nasional PAUD, disebutkan mengenai Standar Tingkat
44
Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA), untuk semua aspek perkembangan, baik aspek kognitif, bahasa, sosial emosional, fisik motorik, maupun nilai agama dan moral, untuk anak usia baru lahir sampai 6 tahun. Berikut ini adalah STPPA pada aspek kognitif untuk anak usia 4-5 tahun, sebagaimana yang terinci dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak
Lingkup Perkembangan Usia 4-5 Tahun
Belajar dan Pemecahan Masalah
1. Mengenal benda berdasarkan fungsi
(pisau untuk memotong, pensil untuk menulis).
2. Menggunakan benda-benda sebagai
permainan simbolik (kursi sebagai mobil).
3. Mengenal konsep sederhana dalam
kehidupan sehari-hari (gerimis,
hujan, gelap, terang, dan lain-lain).
4. Mengetahui konsep banyak dan
sedikit.
5. Mengkreasikan sesuatu sesuai
dengan idenya sendiri yang terkait
dengan berbagai pemecahan
masalah.
6. Mengamati benda dan gejala dengan
rasa ingin tahu.
7. Mengenal pola kegiatan dan
menyadari pentingnya waktu.
8. Memahami kedudukan/posisi dalam
keluarga, ruang, lingkungan sosial (misal: sebsgai peserta didik/anak/ teman).
45
Berfikir Logis
1. Mengklasifikasikan benda
berdasarkan fungsi, bentuk, warna, atau ukuran.
2. Mengenal gejala sebab akibat yang terkait dengan dirinya.
3. Mengklasifikasikan benda ke dalam
kelompok yang sama, atau
kelompok yang sejenis, atau
kelompok yang berpasangan dengan dua variasi.
4. Mengenal pola (misal: AB-AB, atau
ABC-ABC) dan mengulanginya.
5. Mengurutkan benda berdasarkan 5
seriasi ukuran atau warna.
Berfikir Simbolis
1. Membilang banyak benda satu
sampai sepuluh.
2. Mengenal konsep bilangan.
3. Mengenal lambing bilangan.
4. Mengenal lambing huruf.
B. Kajian Materi Penelitian
1. Hakikat Berhitung Permulaan a. Pengertian Berhitung Permulaan
Kemampuan berhitung merupakan salah satu kemampuan yang perlu dikembangkan kepada anak sebagai bekal kehidupan mereka di masa yang akan datang. Menurut Munandar (dalam Susanto, 2011: 97), menyebutkan bahwa,
“kemampuan merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan”. Senada dengan
46
bahwa, “kemampuan merupakan suatu kapasitas berbagai tugas
dalam suatu pekerjaan tertentu”.
Dari kedua pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa kemampuan merupakan suatu daya atau kesanggupan dalam diri setiap individu dimana daya ini dihasilkan dari pembawaan dan juga latihan yang mendukung individu dalam menyelesaikan tugasnya.
Adapun yang dimaksud dengan kemampuanberhitung permulaan sebagaimana diungkapkan oleh Susanto (2011: 98), bahwa.
Kemampuan berhitung permulaan adalah kemampuan yang dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik perkembangannya, dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan dirinya, sejalan dengan perkembangan kemampuan anak dapat meningkat ke tahap pengertian mengenai jumlah , yaitu mengenai jumlah dan pengurangan.
b. Tahapan Kemampuan Berhitung Pemulaan
Para ahli memiliki pendapat yang berbeda mengenai tahapan berhitung anak usia dini. Menurut Susanto (2011: 100), tahapan bermain hitung atau matematika anak usia dini, dengan mengacu pada hasil penelitian jean Piaget tentang intelektual, yang menyatakan bahwa anak usia 2-7 tahun berada pada tahap pra-operasional, maka penguasaan kegiatan berhitung atau matematika pada anak usia dini akan melalui tahapan sebagai berikut:
47
1) Tahap konsep atau pengertian
Pada tahap ini anak berekspresi untuk menghitung segala macam benda-benda yang dapat dihitung dan yang dapat dilihatnya. Kegiatan menghitung ini harus dilakukan dengan menarik, sehingga mudah dipahami oleh anak dan anak tidak merasa bosan.
2) Tahap transmisi atau peralihan
Tahap transmisi merupakan masa peralihan dari konkret ke lambang. Tahap ini adalah saat anak mulai benar-benar memahami. Untuk itulah tahap ini diberikan