BAB III METODE PENELITIAN
3.2 Metode Penelitian
3.3.3 Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan menggunakan metode informal dan metode formal. Penyajian hasil analisis data secara informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata yang biasa (Sudaryanto, 1993:145). Metode ini tampak dalam penggunaan kata-kata atau
kalimat yang dikembangkan secara deduktif dan induktif. Metode formal direalisasikan melalui pemakaian tanda, gambar, dan diagram untuk menerangkan contoh-contoh data. Teknik yang digunakan dalam penyajian hasil analisis melalui teknik konflasi, yaitu penyajian beberapa kaidah tunggal secara berjalin sedemikian rupa sehingga membentuk satu gabungan kaidah ganda (Sudaryanto, 1993:145). Untuk memberikan gambaran umum mengenai metode penelitian, analisis data, dan penyajian hasil analisis data penelitian ini digambarkan dalam bentuk bagan di bawah ini.
Bagan 7
METODE PENELITIAN
KLAUSA/KALIMAT BBT
Metode Simak
PENYAJIAN HASIL ANALISIS DATA
METODE PENELITIAN
T. Sisip T. Perluas Teknik Catat
Metode Padan
TIPOLOGI SINTAKSIS BBT
Metode Informal
T. Ubah wujud T. Lesap T. Ganti ANALISIS DATA PENGUMPULAN DATA
Metode
Wawancara Metode
Agih
Metode Formal
Teknik sadap
T. Balik Teknik Dasar
Unsur Langsung
Teknik Konflasi
Teknik Lanjutan
BAB IV
PAPARAN DATA PENELITIAN
Penelitian ini memaparkan fenomena sintaksis BBT yang berada pada area klausa dan kalimat bahasa tersebut. Berdasarkan data yang ditemukan dalam BBT, terdapat ragam klausa dan kalimat yang telah mengalami pengklasifikasian untuk mempermudah pembahasan mengenai relasi dan aliansi gramatikal;
tataurutan kata; predikasi dan struktur argumentasi; pentopikalan; uji pivot; dan temuan tipologi gramatikal BBT.
4.1 Struktur Dasar Klausa BBT
Paparan data yang ditemukan dari ragam tuturan lisan BBT, klausa BBT dapat dibagi atas dua kajian dasar, yakni klausa yang berpredikat bukan verbal dan predikat verbal. Berdasarkan hubungan antara fungsi dan kategori, klausa BBT bukan verba dapat dibagi atas (i) klausa nominal, (ii) klausa adjektival, (iii) klausa adverbial.
(i) klausa nominal
(10) Partonun do omakna (DLW) Pertenun T ibunya
‘Ibunya (pembuat) tenun’
(11) Sibaso do namboruna (DLW) Dukun beranak T bibinya ‘Bibinya dukun beranak’
(12) Parende parnijabuna hape. (DLW) Penyanyi istrinya ternyata ‘Istrinya ternyata penyanyi’
(ii) klausa adjektival
(13) Parmuruk situtu do namboru i. (DLP) Suka marah T bibi itu
‘Bibi itu suka marah’
(14) Bernit tung bernit parniahapanmi (DLP) Susah sangat susah penderitaanmu
Klausa BBT yang struktur dasarnya berupa predikat verbal lebih banyak ditemukan daripada predikat bukan verbal. Berdasarkan data yang diperoleh, ditemukan klausa BBT yang terdiri dari verba intransitif dan verba transitif.
(17) Muruk ibana (DLP)
(22) Hundul ma natorop i (DLW) Duduk T orang banyak itu ‘Orang banyak itu duduk’
Dari contoh di atas (17) – (22) ditemukan klausa BBT yang terdiri dari verba intransitif (muruk, ro, dungo, modom, rumpak, hundul) menduduki fungsi predikat klausa tersebut, dan satu argumen subjek (ibana, hami, si butet,au, hau, natorop).
(23) Mangan ibana di lapo (DLW) Makan dia di kedai
‘Dia makan di kedai.’
(24) Jongjong si Tigor di jolo (DLP) Berdiri si Tigor di depan ‘Si Tigor berdiri di depan.’
(25) Modom ibana di lage (DLP) Tidur dia di tikar
‘Dia tidur di tikar.’
(26) Borhat nasida tu udean (DLW) Pergi mereka ke kuburan ‘Mereka pergi ke kuburan.’
(27) Mulak bapa sian hauma (DLP) Pulang bapak dari sawah ‘Bapak pulang dari sawah.’
Dari contoh (23) – (27) ditemukan klausa intransitif yang struktur dasarnya memiliki verba dasar tanpa afiks dengan satu argumen dan unsur keterangan (di lapo, di jolo, di lage, tu udean, sian hauma).
(28) Manuhor pege uma. (DLW) AKT-beli jahe ibu
‘Ibu membeli jahe.’
(29) Marmahan horbo do ibana. (DLW) AKT- gembala kerbau T dia
‘Dia menggembalakan kerbau.’
(30) Maneat Sigagatduhut do paranak i. (DLW) AKT-potong kerbau/kambing T pihak lelaki itu ‘Pihak lelaki memotong kerbau/kambing’
(31) Mangido hepeng do anggim. (DLP) AKT-minta uang T adekmu
‘Adekmu meminta uang.’
(32) Manduda itak si Marina (DLP) AKT-tumbuk tepung si Marina ‘Si Marina menumbuk tepung.’
(33) Mangalului hutu do au (DLP) AKT-cari kutu T aku
‘Aku mencari kutu.’
Dari data di atas (28) – (33) ditemukan klausa transitif dengan struktur dasar terdiri dari verba berafiks dengan dua argumen baik subjek dan objek pada posisi pos-verba. Ditemukan juga klausa transitif dengan struktur dasar terdiri dari verba tanpa afiks, misalnya:
(34) Minum kopi ma ama-ama i (DLW) Minum kopi T bapak-bapak itu ‘Bapak – bapak itu minum kopi.’
(35) Dabu rautna dibahen anggina (DLW) Jatuh pisaunya dibuat adeknya
‘Pisaunya dijatuhkan adeknya.’
(36) Ponggol hau i alani alogo (DLP) Patah pohon itu karena angin ‘Pohon itu patah karena angin.’
Dari data di atas (34) – (36) ditemukan klausa transitif dengan struktur dasar terdiri dari verba tak-berafiks dengan dua argumen baik subjek dan objek pada posisi pos-verba.
4.2 Tataurutan Kata
Fenomena relasi dan aliansi gramatikal ini berhubungan dengan pola urutan kata (word order) yang berkaitan dengan sifat-perilaku verba yang menempati predikat. Prototipe word order BBT dalam penelitian ini merujuk ke
urutan dasar pada klausa netral yang paling lazim digunakan. Akan tetapi, karena relasi dan aliansi gramatikal tidak dapat dipisahkan dari kajian struktur klausa dan kalimat, maka akan ditampilkan kembali paparan data mengenai struktur klausa dan kalimat sebelumnya.
(37) Marsuan eme do nasida nuaeng. (DLP) (V-O-S) AKT-tanam padi T mereka sekarang
‘Mereka menanam padi sekarang.’
(38) Didangggur nasida utte nami nantoari. (DLP) (V-O-S) PAS-lempar mereka jeruk kami kemarin
‘dilempar mereka jeruk kami kemarin.’
(39) Marsibuka tugona do nasida sude. (DLP) (V-O-S) AKTsaling-membuka sarapannya T mereka semua
‘Mereka semua membuka sarapannya masing-masing.’
(40) Mangaloppiti paheanna ma ibana. (DLP) (V-O-S) AKT-lipat pakaiannya T dia
‘Dia melipat sendiri bajunya.’
(41) Mangaloppa indahanna do ibana. (DLP) (V-O-S) AKT-masak nasinya T dia
(44) Manabur boni dope ahu marsogot. (DLW) (V-O-S) AKT-tabur benih lagi aku besok
‘Besok aku masih menabur benih.’
(45) Paiashon gobar do ibana di sunge. (DLP) (V-O-S) AKT-bersihkan selimut T dia ke sungai
‘Dia membersihkan selimut ke sungai.’
(46) Masitaruhon napuran do nasida nadua. (DLP) (V-O-S) AKT-Saling mengantar sirih T mereka berdua
‘Mereka berdua saling mengantar sirih.’
Berdasarkan konstruksi di atas, BBT mempunyai satu pola yang lazim yaitu pola urutan V-O-S. Kostruksi verba mendahului objek dan subjek, sehingga keberterimaan posisi predikator berapa pada posisi awal ujaran (klausa/kalimat).
(47) Dialap ma tugona tu lapo. (DLP) (V-O-K)
PAS-Dijemput T sarapannya ke kedai ‘Sarapannya dijemput ke kedai.’
(48) Tinogihon ma sada parhobas di huria i.(DLA) (V-O-K) PAS-Diajak T satu pelayan di jemaat itu
‘Seorang pelayan diajak ke jemaat itu.’
Keberterimaan kalimat (47) dan (48) di atas memiliki pola urutan yang hampir sama dengan pola urut yang lazim di atas. Hal ini diperlihatkan keberadaan objek setelah posisi verba. Akan tetapi, yang berbeda ialah keberadaaan posisi konstruksi setelah objek tidak diisi oleh posisis subjek, tetapi K yang dinyatakan dalam adverbia tempat.
(49) Marsigotilan ma nasida namariboto i. (DLP) (V-S) AKT-saling cubit T mereka yang berkakak-adek itu
‘Kakak-adek itu saling mencubit.’
(50) Marsitiopan do nasida nadua manaripar. (DLP) (V-S) AKT-saling berpegangan tangan T mereka berdua menyeberang ‘Mereka berdua berpegangan saat menyeberang.’
(51) Disonggopi Darapati i ma bona ni Pinasa. (DLP) (V-S-K) PAS-hinggap T Merpati itu ke batang Nangka
‘Merpati itu hinggap di dahan Nangka.’
(52) Manghulhul do ibana di balatuk. (DLP) (V-S-K) AKT-gulung benang T dia di tangga
(54) Dipaborhat nasida ma anakna i tu pangarantoan. (DLP) (V-S-K) PAS-antar mereka T anaknya itu ke perantauan
‘Anaknya diantar pergi ke perantauan.’
Urutan kata dalam konstruksi tersebut adalah V-S-K. Verba mendahului posisi S akan tetapi tidak terdapat keberadaan objek di dalamnya, tetapi digantikan oleh keberadaan K yang dinyatakan dalam keberadaan nomina, adjektiva, dan adverbia.
4.3 Relasi dan Aliansi Gramatikal
Konstruksi subjek, objek, oblik tidak dapat dipisahkan dari konstruksi agen dan pasien. Hal ini disebabkan relasi subjek, objek, oblik merupakan relasi yang bersifat gramatikal sintaktik, sedangkan peran agen dan pasien merupakan relasi gramatikal semantik. Pengujian perilaku subjek didasari oleh sifat-perilaku gramatikal yang telah dilakukan oleh Artawa (1998: 11-17) terhadap bahasa Bali. Kesubjekan dapat dilihat berdasarkan pengertian: (a) pronomina tidak-terang (PRO), (b) pengembangan penjangka (quantifier float), (c) perelatifan (relativisation). Pengujian sifat-perilaku S dapat diperhatikan berikut ini.
(a) Pronomina Tidak-Terang (PRO)
(55) Ibana naeng [ PRO manungkun bapa] (DLW) Dia hendak [PRO AKT-tanya bapak]
‘Dia hendak menanyai bapak’
(56) Ibana naeng [PRO disungkun bapa] (DLW) Dia hendak [PRO PAS-tanya bapak]
‘Dia hendak ditanyai bapak’
(56a) Ibana naeng [PRO bapa sungkun]
Dia hendak [PRO bapak tanya]
‘Dia hendak bapak tanya’
Pada konstruksi di atas, subjek tidak-terang (PRO) pada klausa transitif (55) dan (56) dapat dirujuksilangkan ke subjek ibana (56a).
(b) Pengembangan Penjangka (quantifier float)
Penjangka yang sering digunakan pada posisi lebih satu (mengambang) dalam BBT adalah sude ‘semua’, sudena ‘semuanya’.
(57a) Mangaranto sudena ianakkonna (DLW) AKT-merantau semua anaknya
‘Semua anaknya merantau’
(57b) Mangaranto ianakkonna sudena AKT-merantau anaknya semua ‘Semua anaknya merantau’
(57c) Sudena mangaranto ianakkonna Semua merantau anaknya
‘Semua anaknya merantau’
Dalam klausa intransitif BBT terlihat pada (57a-c) bahwa posisi penjangka sudena dapat berada sesudah maupun sebelum FN pos-verba menduduki fungsi subjek gramatikal, yang merupakan satu-satunya argumen. Hal ini membuktikan bahwa posisi sudena selalu menunjukkan jumlah penjangka FNnya.
(c) Perelatifan (relativisation)
Klausa relatif dalam BBT dimarkahi oleh penanda relatif na ‘yang’.
(58) Halak [na mangallang indahan i] anggiku. (DLP) Orang [yang AKT-makan nasi itu] adikku
‘Orang yang makan nasi itu adikku.’
(59) Indahan [na dipangan halak i]tabo. (DIN) Nasi [yang PAS-makan orang itu]enak ‘Nasi yang dimakan orang itu enak.’
Berdasarkan konstruksi di atas, BBT merelatifkan kedua FN pos-verba, yaitu FN 2 pos-verba halak yang berfungsi sebagai S dan FN 1 pos-verba indahan yang berfungsi sebagai objek gramatikal. Jadi klausa transitif dengan verba dasar dapat merelatifkan kedua FN pos-verbanya yang masing-masing merupakan S dan O gramatikal.
Pengujian keobjekan dan penetapan O dalam BBT dapat dilakukan dengan seperangkat pengujian secara gramatikal yang sesuai dengan sifat perilaku sintaksis. Untuk menganalisisnya dapat diperhatikan contoh berikut ini.
(60) Manuhor ladang do tulangnai. (DLP) AKT-beli ladang T pamannya
‘Pamannya membeli ladang’
(61) Manutung gulamo do inanna i ganup ari. (DLP) AKT-bakar ikan asin T ibunya itu setiap hari
‘Ibunya membakar ikan asin setiap hari.’
Konstruksi yang ditandai dengan FN eme dan solop yang langsung mengikuti verba adalah objek kalimat tersebut. Teridentifikasi bahwa (i) objek BBT adalah FN yang langsung berada mengikuti verba; (ii) objek BBT adalah FN yang tidak berterima jika disisipi advebia.
Relasi oblik dalam BBT dapat dijajaki dengan mengamati contoh-contoh berikut ini.
(62a) Manuhor timbaho uma laho tu bapa.(DLP) AKT-beli tembakau ibu untuk bapak
‘Ibu membeli tembakau untuk bapak.’
(62b) Uma manuhor timbaho laho tu bapa.
Ibu AKT-beli tembakau untuk bapak ‘Ibu membeli tembakau untuk bapak.’
(62c) Timbaho dituhor uma laho tu bapa.
Tembakau PAS-beli ibu untuk bapak
‘Tembakau dibeli ibu untuk bapak’
(62d) Laho tu bapa timbaho dituhor uma.
Untuk bapak tembakau PAS-beli ibu ‘Untuk bapak tembakau dibeli ibu’
(62e) Laho tu bapa dituhor uma timbaho.
Untuk bapak PAS-beli ibu tembakau ‘Untuk bapak dibelikan ibu tembakau’
(62f) *Timbaho dituhor laho tu bapa uma.
Tembakau PAS-beli untuk bapak ibu ‘Tembakau dibelikan untuk bapak ibu’
Dari pengamatan data di atas, dapat diindentifikasi bahwa OBL dalam BBT merupakan argumen (FN) yang berpreposisi FN. FN (Prep) ini merupakan OBL sehingga tidak bisa dijadikan S kalimat pasif melalui kaidah pemasifan, diperlihatkan ternyata hanya objek yang tidak berpreposisi saja yang dapat dinaikkan ke posisi subjek kalimat pasif (62a, b, c). Akan tetapi, kalimat berikutnya (62d, e) meskipun berterima secara semantis, namun secara gramatikal objek berpreposisi laho tu bapa bukan objek kalimat pasif tersebut tetapi merupakan OBL.
Pemaparan data yang ditemukan dalam menganalisis peran agen, yang diistilahkan aktor, dan pasien disebut undergoer (tempat jatuh perbuatan/penderita). Berikut ini contoh BBT yang memperlihatkan adanya peran agen dan pasien.
(63) Borhat ma amanai (DLP) Pergi T bapaknya
‘Bapaknya pergi’
(64) Marlojong ma anaknai tu udean. (DLW) AKT-Berlari T anaknya itu ke kuburan ‘Anaknya itu berlari ke kuburan.’
(65) Marsahit ibana. (DLW) Sakit dia
‘Dia sakit’
(66) Madabu si Mirna, (DLP) Jatuh si Mirna
‘Si Mirna jatuh’
(67) Manuhor ulos halak opung boru. (DLP) AKT-beli ulos orang nenek
‘Nenek membeli ulos.’
(68) Mandiori hutu halak si Butet di alaman. (DLP) AKT-cari kutu orang si Butet di halaman
‘Si Butet mencari kutu di halaman.’
(69) Mangaloppa suhat namboru. (DLP) AKT-masak talas bibi
‘Bibi memasak talas.’
(70) Manuhat boras uma. (DLP) AKT-timbang beras ibu ‘Ibu menimbang beras.’
Pada konstruksi (63) dan (64) (amanai dan anaknai) adalah agen. Pada (65) dan (66) relasi gramatikal ibana dan si Mirna tidak sama dengan kalimat sebelumnya (63) dan (64). Relasi gramatikal ditentukan oleh verba (predikator) marsahit dan madabu. Pada konstruksi ini, subjek gramatikal merupakan pasien, sebab marsahit dan madabu tidak dilakukan oleh subjek gramatikal, melainkan dikenai/tempat perbuatan tersebut. Keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi dan jenis verba yang menduduki fungsi predikat akan mempengaruhi aliansi gramatikal agen dan pasien bahasa tersebut.
Pada konstruksi (65), (66), (67), (68), (69), dan (70) diidentifikasi sebagai verba transitif, dengan dua argumen. Argumen tersebut dikategorikan sebagai subjek dan objek gramatikal. Relasi gramatikal yang menunjukkan subjek pada masing-masing kalimat adalah opung boru, si butet, namboru, uma, merupakan
agen dan objek gramatikal pada masing-masing konstruksi adalah ulos, hutu, suhat, boras merupakan pasien dalam konstruksi tersebut.
4.4 Predikasi dan Struktur Argumen BBT
Dalam kajian tipologi, keberadaan predikator dan argumen dimarkahi dalam fitur-fitur gramatikal, baik pemarkah agen (pelaku) dan pasien (penderita).
Wujud kalimat yang terdiri atas predikat dan argumennya dalam penelitian ini disebut predikasi. Berdasarkan temuan data BBT, terdapat dua penggolongan besar bentuk predikasi, yaitu: predikasi BBT dengan predikat verba dan predikasi BBT dengan predikat bukan verba.
Predikasi BBT dengan predikat verba (71) Mardalan pat nasida tu onan. (DLP) AKT-jalan kaki mereka ke pasar ‘Mereka berjalan ke pasar’
(72) Mandanggur bola si Butet nasogot. (DIN) AKT-lempar bola si Butet tadi pagi
‘Si Butet melempar bola tadi pagi.’
(73) Masibuka bukuna ma nasida. (DIN) AKTsaling-membuka bukunya T mereka ‘Mereka membuka bukunya masing-masing’
(74) Mangaloppiti ulosna ibana dungi maridi. (DIN) AKT-lipat selimutnya dia kemudian mandi ‘Dia melipat selimutnya kemudian mandi.’
(75) Mangalap gaji do bapa tu kantor.(DIN) AKT-jemput gaji T bapak ke kantor ‘Bapak menjemput gaji ke kantor.’
(76) Hundul di lage do hami. (DIN) Duduk di tikar T kami
‘Kami duduk di tikar.’
Predikasi BBT dengan predikat bukan verba (77) Di hauma dope opungmu. (DLP)
Di sawah masih kakek (nenek)mu ‘Kakek (nenekmu) masih di sawah.’
(78) Di tingki muruk ibana (DLP) Di waktu marah dia
‘Ketika dia marah’
(79) Sintua do bapa nai (DLP) Penatua T bapaknya itu ‘Bapaknya (seorang) penatua’
(80) Tolu halak nasida marhamaranggi (DLP) Tiga orang mereka bersaudara
‘Mereka bersaudara tiga orang’
Konstruksi di atas merupakan paparan data predikasi verbal dan nonverbal yang masing-masing memiliki argumen yang berbeda-beda. Terdapat paparan data yang memiliki satu argumen, tetapi ada juga yang memiliki argumen lebih dari satu. Akibat perbedaan ini diperlukan analisis secara mendalam pada bagian pembahasan dalam bab selanjutnya.
4.5 Pentopikalan BBT
Paparan data mengenai pentopikalan (topicalisation) BBT berkaitan dengan analisis struktur kalimat yang menonjolkan subjek, ataukah kecenderungan merujuk struktur topik-komen. Hal ini memperlihatkan adanya hubungan yang dekat antara subjek dan topik. Berdasarkan pendapat Gundel (dalam Artawa, 1998), bila satu bahasa dalam kaidah penciptaan subjek dan pelepasan kiri merupakan struktur kalimat dalam bahasa tersebut, maka ia digolongkan pada bahasa yang menonjolkan subjek. Selanjutnya, bahasa yang
menonjolkan topik apabila struktur topik tersebut merupakan struktur dasar kalimat tersebut,dan memiliki subjek ganda yang berorientasi pada topiknya.
(81a) Mangalap hau bapana tu tombak. (DLP) (V-O-S)
Kalimat (81a) dan (82a) memiliki pola (V-O-S) dan (V-S), pola yang paling lazim dan berterima, sedangkan kalimat (81b) dan (82b) berpola (S-V-O) dan (S-V) dengan intonasi/penekanan pada unsur yang dipentingkan sehingga menjadikan kalimat tersebut berterima. Kalimat (81a) dan (82a) disebut kalimat pentopikalan yakni bagian unsur yang ditopikkan diletakkan pada posisi depan.
(83a) Maronan uma tu pasar (DLP)
(84b) Nasida marende di gareja Mereka AKT-nyanyi di gereja ‘Mereka bernyanyi di gereja’
(84c) Di gareja marende nasida Di gereja AKT-nyanyi mereka ‘Di gereja bernyanyi mereka’
(84d) Di gareja nasida marende Di gereja mereka AKT-nyanyi ‘Di gereja mereka bernyanyi’
Dari paparan data di atas, kalimat (83a), (84a) (merupakan kalimat paling berterima. Kalimat (83b) merupakan kalimat yang mendapat penekanan pada S uma dan unsur yang ditopikkan tersebut diletakkan di awal. Kalimat (83a) termasuk pentopikalan, sementara kalimat (83c), (84c), (84d) bukan merupakan pentopikalan karena unsur yang ditopikkan atau dikedepankan bukanlah argumen inti tetapi hanya unsur komplemen. Pembahasan lebih dalam mengenai pentopikalan dipaparkan pada bab pembahasan berikutnya.
4.6 Sistem Pivot
Penganalisisan data dalam sistem pivot dapat memperkuat identifikasi posisi S/A atau S/P. Berdasarkan data yang telah ditemukan, sistem pivot BBT dapat diperhatikan dalam struktur kalimat berikut ini.
(85a) Borhat ma ibana laho mangebati simatuana. (DLW) Pergi T dia untuk AKT-kunjungi mertuanya
‘Dia pergi mengunjungi mertuanya.’
(85b) Laho mangebati simatuana, borhat ma ibana.
Untuk AKT-kunjungi mertuanya, pergi T dia ‘Untuk mengunjungi mertuanya, pergilah dia.’
(86a) Markarejo ho ringgas asa mamora. (DLP) AKT-Bekerja kamu rajin supaya kaya ‘Kamu rajin bekerja supaya kaya.’
(86b) Asa mamora ho, markarejo ringgas.
Supaya kaya kamu, AKT-bekerja rajin ‘Supaya kamu kaya, rajin bekerja.’
Kalimat (85a) dan (85b) memiliki klausa subordinatif yang berasal dari satu klausa intransitif (borhat ma ibana) dan klausa transitif (laho mangebati simatuana). Dua klausa tersebut dapat digabung secara langsung dengan merujuksilang S pada klausa pertama dan A pada klausa kedua. Kalimat (86a) dan (86b) juga dapat digabung secara langsung dengan merujuk silang S pada klausa pertamanya dan A pada klausa kedua.
(87a) Mulak do ibana asa [ ] mangalap bapa (DLP) Pulang T dia supaya AKT-jemput bapak ‘Dia pulang supaya menjemput bapak’
(87b) Asa [ ] mangalap bapa, mulak ibana Supaya AKT-jemput bapak pulang dia ‘Supaya menjemput bapak dia pulang’
(88a) Marsuri ibana denggan asa [ ] boi dohot tu onan (DLP) AKT-sisir dia bagus supaya bisa ikut ke pasar ‘Dia sisiran rapi(bagus) supaya ikut ke pasar’
(88b) Asa [ ] boi dohot tu onan, marsuri ibana denggan Supaya bisa ikut ke pasar, AKT-sisir dia bagus ‘Supaya ikut ke pasar dia sisiran bagus’
Dari contoh di atas terlihat pelesapan FN pada struktur subordinatif bersifat langsung, tidak terjadi penurunan sintaksis. Hal ini penting diperhatikan karena uji pivot menguji konstruksi sintaksis yang berupa penggabungan dua klausa.
Penggabungan ini dapat dilakukan dengan merujuksilang posisi S dan A di satu sisi atau S dan P di sisi lain. Akan tetapi, karena uji pivot sangat diperlukan dalam kajian tipologis bahasa, maka akan dibahas secara mendalam di bab selanjutnya.
4.7 Tipologi Gramatikal BBT
Berdasarkan konsep kerja teoretis yang telah diajukan sebelumnya, sifat-perilaku subjek (S) sebagai patokan penentuan tipologi bahasa dapat diperhatikan dengan pengetesan sintaksis, yaitu apakah A atau P yang diperlakukan sama atau tidak sama dengan S, akhirnya dapat diklasifikasikan bahasa tersebut ke dalam tipe bahasa tertentu, apakah BBT termasuk tipe bahasa Akusatif, Ergatif, atau S-Terpilah (bahasa aktif).
(89) Mangan amanguda (DLP) Makan paman
‘Paman makan’
(90) Manuhor jabu amanguda. (DLP) AKT-beli rumah paman
‘Paman membeli rumah.’
(91) Martangiang nasida (DLP) AKT-doa mereka
‘Mereka berdoa’
(92) Manduda eme nasida. (DLP) AKT-giling padi mereka ‘Mereka menggiling padi.’
Konstruksi pada klausa (89) dan (90) memiliki verba intransitif, dan dapat diidentifikasi bahwa amanguda dan nasida merupakan subjek gramatikal yang hanya memiliki satu argumen. Sementara itu, klausa (91) dan (92) memiliki verba transitif. Subjek gramatikal amanguda dan nasida juga diperlakukan sama dengan agen (aktor). Jadi berdasarkan paparan konstruksi di atas, diperkirakan bahwa BBT memperlakukan A pada klausa intransitif sama dengan S klausa transitif.
(93) Marsurak namboruna (DLP) AKT-teriak bibinya
‘Bibinya berteriak’
(94) Mangajar parende namboruna (DLP) AKT-ajar lagu bibinya
‘Bibinya mengajar koor (lagu)’
(95) Mangalului namboruna ibana (DLP) AKT-cari bibinya dia
‘Dia mencari bibinya’
Dalam konstruksi (93) diidentifikasi satu argumen subjek namboruna yang berperan sebagai agen. Pada konstruksi (94), argumen subjek pada klausa transitif namboruna berperan sebagai agen. Dalam hal ini subjek diperlakukan sama dengan klausa di atasnya (93) yakni sebagai agen. Klausa (95) namboruna tidak berperan sebagai agen, tetapi sebagai pasien dan digantikan ibana sebagai agen.
Paparan data BBT di atas belum cukup untuk menunjukkan bahwa BBT diidentifikasi mempunyai tipologi gramatikal akusatif. Hal ini akan dikaji lebih dalam pada bab selanjutnya.
BAB V
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
5.1 Struktur Dasar Klausa/Kalimat BBT 5.1.1 Struktur Dasar Klausa BBT
BBT mempunyai klausa dasar berpredikat verba dan juga bukan verba.
Klausa bukan verba yang dapat menduduki predikat dalam BBT adalah nomina, seperti pada contoh berikut ini:
(96) Pandita do tungganena (DLP) Pendeta T ipar laki-lakinya ‘Iparnya pendeta’
(97) Namboruhu do parumaennai (DLA) Bibiku T menantunya itu ‘Menantunya itu (adalah) bibiku’
Klausa berpredikat numeralia, seperti pada contoh berikut ini:
(98) Lima boru ni bapa (DLP) Lima putri M bapak ‘Putri bapak (ada) lima’
(99) Pitu ari pitu borngin pesta I (DLA) Tujuh hari tujuh malam pesta itu ‘Pesta itu tujuh hari tujuh malam’
(100) Saribu hepengna (DLP) Seribu uangnya
‘Uangnya seribu’
Klausa berpredikat adjektiva, seperti pada contoh berikut ini:
(101) Na hancitan panggotilmu, bah! (DLP) PR sakitan cubitanmu I
‘Cubitanmu sakit sekali’
(102) Marniang parnijabum (DLP) Kurus istrimu
‘Istrimu kurus’
Klausa berpredikat adverbia (frase preposisional) sebagaimana terlihat dalam data berikut ini:
(103) Di bagasan do anggim (DLA) Di dalam T adekmu
‘Adikmu ada di dalam’
(104) Tu luar au satongkin (DLP) Ke luar aku sebentar
‘Sebentar aku keluar’
(105) Di balian dope ibana. (DLW) Di sawah T dia
‘Dia masih di sawah’
Pada paparan data di atas, konstruksi yang menduduki predikat bukanlah verba, sehingga memerlukan bentuk lain untuk menduduki predikatnya. Pada konstruksi (96) dan (97) didahului oleh predikat nomina pandita dan namboruku. Pada temuan ini, ini klausa berupa S adalah tungganena, parumaenna; dan nomina pandita, namboruku berfungsi sebagai predikat; konstruksi (101) dan (102) memiliki inti klausa berupa S (panggotilmu, parnijabum) dan adjektiva na hancitan, marniang merupakan predikat; konstruksi (98), (99) dan (100) memiliki inti klausa berupa S (boru ni bapa, pesta, hepeng) dan numeralia lima, pituari pitu borngin, saribu merupakan predikat; konstruksi (103), (104) dan (105) memiliki inti klausa berupa S (anggim, au, ibana) dan adverbia, berupa frase preposisi dibagasan, tu luar, di balian merupakan predikat. Jadi pada konstruksi klausa BBT predikatnya dapat diduduki oleh kategori nonverbal, yaitu: nomina, adjektiva, numeralia, dan adverbia (frase preposisi).
Klausa BBT berpredikat verba akan disajikan dalam data berikut ini.
(1) Klausa Verba
Dalam menganalisis klausa verba harus dicermati dua kriteria dasar yang dibutuhkan dalam proses pengkajian klausa verba tersebut. Pertama, meneliti jenis verba tersebut (apakah trasitif atau intransitif), dan kedua, pemarkah yang terdapat dalam verba tersebut (apakah ada pemarkah afiks atau tidak). Berdasarkan kedua kriteria tersebut, klausa verba BBT dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu:
(a) Klausa Transitif
(106) Marsuan cabe ma nasida dungi. (DLP) AKT-tanam cabe T mereka setelah itu ‘Setelah itu, mereka menanam cabe.’
(107) Manaruhon gogo ni hauma do hami tusan (DLW) AKT-antar sewa ladang T kami ke sana
‘Kami mengantarkan sewa ladang ke sana.’
Berdasarkan konsep teoretis dan pemerolehan data dari lapangan, klausa transitif BBT memiliki uraian bentuk yang dikategorikan ke dalam empat jenis, yaitu:
(1) Klausa Aktif
(108) Marsigotilan bohi do nasida namarbadai. (DIN) AKT- saling cubit wajah T mereka yang bertengkar itu ‘Saat bertengkar mereka saling mencubiti wajah’
Klausa transitif yang dibangun oleh keberadan verba aktif dapat muncul dengan menggunakan afiks. Verba aktif yang mendapat pemarkah afiks juga digunakan di dalam semua jenis kalimat berdasarkan tanggapan yang diharapkan baik dalam kalimat berita, kalimat tanya, maupun kalimat perintah, sehingga disebut verba transitif umum.
(109) Manuhor solop do si Tiur tu lapo. (DLW) AKT-beli sandal T si Tiur ke kedai
‘Si Tiur membeli sandal ke kedai.’
(110) Masiboan anakonna ma nasida tu Puskesmas. (DLP) AKT-saling bawa anaknya T mereka ke Puskesmas
‘Mereka masing-masing membawa anaknya ke Puskesmas.’
Verba klausa di atas (108), (109), (110) menerima afiks sebagai pemarkahnya.
Konstruksi klausa tersebut menunjukkan pola yang lazim dengan urutan V-O-S-K. masing-masing konstruksi menunjukkan posisi S (nasida, si Tiur, nasida) berada setelah V O.
(111) Parrohahon hatani umami, Tiur! (DLP) Perhatikan perkataan ibumu, Tiur ‘Perhatikan ucapan ibumu, Tiur!’
(112) Haholongi donganmu jolma songon dirim sandiri! (DLP) Cintai temanmu manusia seperti dirimu sendiri
‘Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri!’
(113) Tu hau i tombomhon galas na di tanganmi! (DLP) Ke kayu itu sentuhkan gelas yang di tanganmu ‘Pecahkan gelas yang di tanganmu ke kayu itu!’
Konstruksi (111) dan (112) menunjukkan pola yang lazim dengan urutan V-O-S.
Subjek terletak pada posisi di belakang VO. Sementara itu, konstruksi (113) di dahului oleh frase preposisi tu hau yang dapat diletakkan di posisi lain. Akan
Subjek terletak pada posisi di belakang VO. Sementara itu, konstruksi (113) di dahului oleh frase preposisi tu hau yang dapat diletakkan di posisi lain. Akan