BAB IV PAPARAN DATA PENELITAN
4.2 Tataurutan Kata
Fenomena relasi dan aliansi gramatikal ini berhubungan dengan pola urutan kata (word order) yang berkaitan dengan sifat-perilaku verba yang menempati predikat. Prototipe word order BBT dalam penelitian ini merujuk ke
urutan dasar pada klausa netral yang paling lazim digunakan. Akan tetapi, karena relasi dan aliansi gramatikal tidak dapat dipisahkan dari kajian struktur klausa dan kalimat, maka akan ditampilkan kembali paparan data mengenai struktur klausa dan kalimat sebelumnya.
(37) Marsuan eme do nasida nuaeng. (DLP) (V-O-S) AKT-tanam padi T mereka sekarang
‘Mereka menanam padi sekarang.’
(38) Didangggur nasida utte nami nantoari. (DLP) (V-O-S) PAS-lempar mereka jeruk kami kemarin
‘dilempar mereka jeruk kami kemarin.’
(39) Marsibuka tugona do nasida sude. (DLP) (V-O-S) AKTsaling-membuka sarapannya T mereka semua
‘Mereka semua membuka sarapannya masing-masing.’
(40) Mangaloppiti paheanna ma ibana. (DLP) (V-O-S) AKT-lipat pakaiannya T dia
‘Dia melipat sendiri bajunya.’
(41) Mangaloppa indahanna do ibana. (DLP) (V-O-S) AKT-masak nasinya T dia
(44) Manabur boni dope ahu marsogot. (DLW) (V-O-S) AKT-tabur benih lagi aku besok
‘Besok aku masih menabur benih.’
(45) Paiashon gobar do ibana di sunge. (DLP) (V-O-S) AKT-bersihkan selimut T dia ke sungai
‘Dia membersihkan selimut ke sungai.’
(46) Masitaruhon napuran do nasida nadua. (DLP) (V-O-S) AKT-Saling mengantar sirih T mereka berdua
‘Mereka berdua saling mengantar sirih.’
Berdasarkan konstruksi di atas, BBT mempunyai satu pola yang lazim yaitu pola urutan V-O-S. Kostruksi verba mendahului objek dan subjek, sehingga keberterimaan posisi predikator berapa pada posisi awal ujaran (klausa/kalimat).
(47) Dialap ma tugona tu lapo. (DLP) (V-O-K)
PAS-Dijemput T sarapannya ke kedai ‘Sarapannya dijemput ke kedai.’
(48) Tinogihon ma sada parhobas di huria i.(DLA) (V-O-K) PAS-Diajak T satu pelayan di jemaat itu
‘Seorang pelayan diajak ke jemaat itu.’
Keberterimaan kalimat (47) dan (48) di atas memiliki pola urutan yang hampir sama dengan pola urut yang lazim di atas. Hal ini diperlihatkan keberadaan objek setelah posisi verba. Akan tetapi, yang berbeda ialah keberadaaan posisi konstruksi setelah objek tidak diisi oleh posisis subjek, tetapi K yang dinyatakan dalam adverbia tempat.
(49) Marsigotilan ma nasida namariboto i. (DLP) (V-S) AKT-saling cubit T mereka yang berkakak-adek itu
‘Kakak-adek itu saling mencubit.’
(50) Marsitiopan do nasida nadua manaripar. (DLP) (V-S) AKT-saling berpegangan tangan T mereka berdua menyeberang ‘Mereka berdua berpegangan saat menyeberang.’
(51) Disonggopi Darapati i ma bona ni Pinasa. (DLP) (V-S-K) PAS-hinggap T Merpati itu ke batang Nangka
‘Merpati itu hinggap di dahan Nangka.’
(52) Manghulhul do ibana di balatuk. (DLP) (V-S-K) AKT-gulung benang T dia di tangga
(54) Dipaborhat nasida ma anakna i tu pangarantoan. (DLP) (V-S-K) PAS-antar mereka T anaknya itu ke perantauan
‘Anaknya diantar pergi ke perantauan.’
Urutan kata dalam konstruksi tersebut adalah V-S-K. Verba mendahului posisi S akan tetapi tidak terdapat keberadaan objek di dalamnya, tetapi digantikan oleh keberadaan K yang dinyatakan dalam keberadaan nomina, adjektiva, dan adverbia.
4.3 Relasi dan Aliansi Gramatikal
Konstruksi subjek, objek, oblik tidak dapat dipisahkan dari konstruksi agen dan pasien. Hal ini disebabkan relasi subjek, objek, oblik merupakan relasi yang bersifat gramatikal sintaktik, sedangkan peran agen dan pasien merupakan relasi gramatikal semantik. Pengujian perilaku subjek didasari oleh sifat-perilaku gramatikal yang telah dilakukan oleh Artawa (1998: 11-17) terhadap bahasa Bali. Kesubjekan dapat dilihat berdasarkan pengertian: (a) pronomina tidak-terang (PRO), (b) pengembangan penjangka (quantifier float), (c) perelatifan (relativisation). Pengujian sifat-perilaku S dapat diperhatikan berikut ini.
(a) Pronomina Tidak-Terang (PRO)
(55) Ibana naeng [ PRO manungkun bapa] (DLW) Dia hendak [PRO AKT-tanya bapak]
‘Dia hendak menanyai bapak’
(56) Ibana naeng [PRO disungkun bapa] (DLW) Dia hendak [PRO PAS-tanya bapak]
‘Dia hendak ditanyai bapak’
(56a) Ibana naeng [PRO bapa sungkun]
Dia hendak [PRO bapak tanya]
‘Dia hendak bapak tanya’
Pada konstruksi di atas, subjek tidak-terang (PRO) pada klausa transitif (55) dan (56) dapat dirujuksilangkan ke subjek ibana (56a).
(b) Pengembangan Penjangka (quantifier float)
Penjangka yang sering digunakan pada posisi lebih satu (mengambang) dalam BBT adalah sude ‘semua’, sudena ‘semuanya’.
(57a) Mangaranto sudena ianakkonna (DLW) AKT-merantau semua anaknya
‘Semua anaknya merantau’
(57b) Mangaranto ianakkonna sudena AKT-merantau anaknya semua ‘Semua anaknya merantau’
(57c) Sudena mangaranto ianakkonna Semua merantau anaknya
‘Semua anaknya merantau’
Dalam klausa intransitif BBT terlihat pada (57a-c) bahwa posisi penjangka sudena dapat berada sesudah maupun sebelum FN pos-verba menduduki fungsi subjek gramatikal, yang merupakan satu-satunya argumen. Hal ini membuktikan bahwa posisi sudena selalu menunjukkan jumlah penjangka FNnya.
(c) Perelatifan (relativisation)
Klausa relatif dalam BBT dimarkahi oleh penanda relatif na ‘yang’.
(58) Halak [na mangallang indahan i] anggiku. (DLP) Orang [yang AKT-makan nasi itu] adikku
‘Orang yang makan nasi itu adikku.’
(59) Indahan [na dipangan halak i]tabo. (DIN) Nasi [yang PAS-makan orang itu]enak ‘Nasi yang dimakan orang itu enak.’
Berdasarkan konstruksi di atas, BBT merelatifkan kedua FN pos-verba, yaitu FN 2 pos-verba halak yang berfungsi sebagai S dan FN 1 pos-verba indahan yang berfungsi sebagai objek gramatikal. Jadi klausa transitif dengan verba dasar dapat merelatifkan kedua FN pos-verbanya yang masing-masing merupakan S dan O gramatikal.
Pengujian keobjekan dan penetapan O dalam BBT dapat dilakukan dengan seperangkat pengujian secara gramatikal yang sesuai dengan sifat perilaku sintaksis. Untuk menganalisisnya dapat diperhatikan contoh berikut ini.
(60) Manuhor ladang do tulangnai. (DLP) AKT-beli ladang T pamannya
‘Pamannya membeli ladang’
(61) Manutung gulamo do inanna i ganup ari. (DLP) AKT-bakar ikan asin T ibunya itu setiap hari
‘Ibunya membakar ikan asin setiap hari.’
Konstruksi yang ditandai dengan FN eme dan solop yang langsung mengikuti verba adalah objek kalimat tersebut. Teridentifikasi bahwa (i) objek BBT adalah FN yang langsung berada mengikuti verba; (ii) objek BBT adalah FN yang tidak berterima jika disisipi advebia.
Relasi oblik dalam BBT dapat dijajaki dengan mengamati contoh-contoh berikut ini.
(62a) Manuhor timbaho uma laho tu bapa.(DLP) AKT-beli tembakau ibu untuk bapak
‘Ibu membeli tembakau untuk bapak.’
(62b) Uma manuhor timbaho laho tu bapa.
Ibu AKT-beli tembakau untuk bapak ‘Ibu membeli tembakau untuk bapak.’
(62c) Timbaho dituhor uma laho tu bapa.
Tembakau PAS-beli ibu untuk bapak
‘Tembakau dibeli ibu untuk bapak’
(62d) Laho tu bapa timbaho dituhor uma.
Untuk bapak tembakau PAS-beli ibu ‘Untuk bapak tembakau dibeli ibu’
(62e) Laho tu bapa dituhor uma timbaho.
Untuk bapak PAS-beli ibu tembakau ‘Untuk bapak dibelikan ibu tembakau’
(62f) *Timbaho dituhor laho tu bapa uma.
Tembakau PAS-beli untuk bapak ibu ‘Tembakau dibelikan untuk bapak ibu’
Dari pengamatan data di atas, dapat diindentifikasi bahwa OBL dalam BBT merupakan argumen (FN) yang berpreposisi FN. FN (Prep) ini merupakan OBL sehingga tidak bisa dijadikan S kalimat pasif melalui kaidah pemasifan, diperlihatkan ternyata hanya objek yang tidak berpreposisi saja yang dapat dinaikkan ke posisi subjek kalimat pasif (62a, b, c). Akan tetapi, kalimat berikutnya (62d, e) meskipun berterima secara semantis, namun secara gramatikal objek berpreposisi laho tu bapa bukan objek kalimat pasif tersebut tetapi merupakan OBL.
Pemaparan data yang ditemukan dalam menganalisis peran agen, yang diistilahkan aktor, dan pasien disebut undergoer (tempat jatuh perbuatan/penderita). Berikut ini contoh BBT yang memperlihatkan adanya peran agen dan pasien.
(63) Borhat ma amanai (DLP) Pergi T bapaknya
‘Bapaknya pergi’
(64) Marlojong ma anaknai tu udean. (DLW) AKT-Berlari T anaknya itu ke kuburan ‘Anaknya itu berlari ke kuburan.’
(65) Marsahit ibana. (DLW) Sakit dia
‘Dia sakit’
(66) Madabu si Mirna, (DLP) Jatuh si Mirna
‘Si Mirna jatuh’
(67) Manuhor ulos halak opung boru. (DLP) AKT-beli ulos orang nenek
‘Nenek membeli ulos.’
(68) Mandiori hutu halak si Butet di alaman. (DLP) AKT-cari kutu orang si Butet di halaman
‘Si Butet mencari kutu di halaman.’
(69) Mangaloppa suhat namboru. (DLP) AKT-masak talas bibi
‘Bibi memasak talas.’
(70) Manuhat boras uma. (DLP) AKT-timbang beras ibu ‘Ibu menimbang beras.’
Pada konstruksi (63) dan (64) (amanai dan anaknai) adalah agen. Pada (65) dan (66) relasi gramatikal ibana dan si Mirna tidak sama dengan kalimat sebelumnya (63) dan (64). Relasi gramatikal ditentukan oleh verba (predikator) marsahit dan madabu. Pada konstruksi ini, subjek gramatikal merupakan pasien, sebab marsahit dan madabu tidak dilakukan oleh subjek gramatikal, melainkan dikenai/tempat perbuatan tersebut. Keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi dan jenis verba yang menduduki fungsi predikat akan mempengaruhi aliansi gramatikal agen dan pasien bahasa tersebut.
Pada konstruksi (65), (66), (67), (68), (69), dan (70) diidentifikasi sebagai verba transitif, dengan dua argumen. Argumen tersebut dikategorikan sebagai subjek dan objek gramatikal. Relasi gramatikal yang menunjukkan subjek pada masing-masing kalimat adalah opung boru, si butet, namboru, uma, merupakan
agen dan objek gramatikal pada masing-masing konstruksi adalah ulos, hutu, suhat, boras merupakan pasien dalam konstruksi tersebut.
4.4 Predikasi dan Struktur Argumen BBT
Dalam kajian tipologi, keberadaan predikator dan argumen dimarkahi dalam fitur-fitur gramatikal, baik pemarkah agen (pelaku) dan pasien (penderita).
Wujud kalimat yang terdiri atas predikat dan argumennya dalam penelitian ini disebut predikasi. Berdasarkan temuan data BBT, terdapat dua penggolongan besar bentuk predikasi, yaitu: predikasi BBT dengan predikat verba dan predikasi BBT dengan predikat bukan verba.
Predikasi BBT dengan predikat verba (71) Mardalan pat nasida tu onan. (DLP) AKT-jalan kaki mereka ke pasar ‘Mereka berjalan ke pasar’
(72) Mandanggur bola si Butet nasogot. (DIN) AKT-lempar bola si Butet tadi pagi
‘Si Butet melempar bola tadi pagi.’
(73) Masibuka bukuna ma nasida. (DIN) AKTsaling-membuka bukunya T mereka ‘Mereka membuka bukunya masing-masing’
(74) Mangaloppiti ulosna ibana dungi maridi. (DIN) AKT-lipat selimutnya dia kemudian mandi ‘Dia melipat selimutnya kemudian mandi.’
(75) Mangalap gaji do bapa tu kantor.(DIN) AKT-jemput gaji T bapak ke kantor ‘Bapak menjemput gaji ke kantor.’
(76) Hundul di lage do hami. (DIN) Duduk di tikar T kami
‘Kami duduk di tikar.’
Predikasi BBT dengan predikat bukan verba (77) Di hauma dope opungmu. (DLP)
Di sawah masih kakek (nenek)mu ‘Kakek (nenekmu) masih di sawah.’
(78) Di tingki muruk ibana (DLP) Di waktu marah dia
‘Ketika dia marah’
(79) Sintua do bapa nai (DLP) Penatua T bapaknya itu ‘Bapaknya (seorang) penatua’
(80) Tolu halak nasida marhamaranggi (DLP) Tiga orang mereka bersaudara
‘Mereka bersaudara tiga orang’
Konstruksi di atas merupakan paparan data predikasi verbal dan nonverbal yang masing-masing memiliki argumen yang berbeda-beda. Terdapat paparan data yang memiliki satu argumen, tetapi ada juga yang memiliki argumen lebih dari satu. Akibat perbedaan ini diperlukan analisis secara mendalam pada bagian pembahasan dalam bab selanjutnya.