• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

4.3 Penyajian Data

Pembahasan dalam penelitian ini menggunakan Teori Pemberdayaan, dimana dalam pemberdayaan ini, peran pemerintah sebagai salah satu agen pemberdayaan sangat diperlukan dalam melakukan proses – proses pemberdayaan, hal tersebut yang menjadi bahan peneliti di lapangan dalam melakukan penelitian yang berjudul Pemberdayaan UMKM Oleh Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat.

4.3.1 Pemungkinan

Pemungkinan yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Dalam strategi pemberdayaan, pemungkinan menjadi elemen utama yang sangat No. Kode Nama Informan Status Informan

1 I1.1 Bapak Prasetyo

Produsen Tempe dan Tahu Primkopti Swakerta Semanan, Kalideres, Jakarta Bara

2 I1.2 Ibu Narti 3 I1.3 Bapak Suhari

4 I1.4 Bapak Imam Khairudin 5 I1.5

Bapak Agung Faturahman 6 I1.6 Bapak Wahidin

7 I2 Bapak Handoko Sekretaris PRIMKOPTI Swakerta 8 I3.1 Bapak Muchtar Kepala Bagian Koperasi dan UMKM 9 I3.2 Bapak Dirman

Kepala Bagian Perdagangan Dalam Negeri

penting agar potensi – potensi masyarakat dapat dikembangkan dengan optimal, maka suasana atau iklim harus dibangun oleh penggerak dari adanya perubahan, dalam hal ini adalah Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat.

Pada Tahap ini, Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat sangat berperan penting untuk menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi UMKM Tempe dan Tahu berkembang dengan optimal melalui program – program yang dibuat sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat, yaitu seperti yang disampaikan oleh Bapak Muchtar (I3.1) sebagai Kepala Bagian Koperasi dan UMKM Kota Administrasi Jakarta Barat,

“Proses pemungkinan yang membuat UMKM tempe dan tahu ini berkembang, kita membuat program – program pelaku UMKM yaitu Produsen tempe dan tahu, termasuk Koperasi dan anggota anggotanya. Program yang biasa dilakukan yaitu kegiatan bazar, dimana kegiatan bazar ini produsen tempe dan tahu semakin kreatif dalam memasarkan produk mereka, kalau mau laku di bazar ini tentu mereka harus memiliki kemasan yang baik, label merk, atau dikreasikan menjadi makanan yang bukan sekedar tempe atau tahu, misalnya keripik temped an sebagainya.” (Sumber : Wawancara dengan Bapak Muchtar, 2015 di Kantor Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat)

Pernyataan Bapak Muchtar (I3.1) diperkuat dengan pernyataan Bapak Handoko (I2) yaitu,

“Kita pernah mengikuti acara bazar yang diselenggarakan oleh Sudin, saya kebetulan juga punya produk olahan dari tempe, dibuat keripik tempe, ada kemasan dan label merk, sehingga bisa laku di pasar, kan kita juga dituntut untuk berinovasi, tapi rata – rata produsen disini

58

hanya membuat tempe yang dibungkus daun atau plastik, kalau untuk pembuatan keripik ada sendiri lagi, biasanya mereka hanya jadi penyuplay tempe” (Sumber : Wawancara dengan Bapak Handoko, 2015 di PRIMKOPTI Swakerta, Semanan, Kalideres, Jakarta Barat) Berdasarkan wawancara peneliti dengan Bapak Muchtar (I3.1) dan Bapak Handoko (I2) bahwa pada tahap pemungkinan, Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat telah membuat dan melaksanakan program yang memungkinkan usaha berkembang, yaitu adalah bazar. Namun saat peneliti menanyakan kepada salah satu produsen tempe yaitu Ibu Narti (I1.2) sebagai objek dari adanya pelaksanaan bazar ini apakah ikut berperan aktif untuk melakukan proses pemungkinan dalam pengembangan usaha yang diadakan oleh Sudin KUMKMP Kota Administrasi Jakarta Barat, mengemukakan pendapat yang berbeda yaitu,

“Saya pernah tau ada bazar, tapi ya saya gak ikut, biasanya cuma anggota yang aktif aja di koperasi, lagian kalo saya cuma bikin tempe aja udah, yang penting bisa dijual ke langganan” (Sumber: Wawancara dengan Ibu Narti, 2015 di Komplek Kopti RT. 005)

Pernyataan Ibu Narti (I1.2) kemudian diperkuat dengan pernyataan Bapak Agung Faturahman (I1.5), beliau mengatakan bahwa,

“Bazar mungkin hanya orang tertentu ya, kalau saya gak tau dan tidak ikut acara – acara kayak gitu.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Agung Faturahman, 2015 di Komplek Kopti No. 34, RT/RW : 003/011, Semanan, Kalideres )

Terkait pernyataan Ibu Narti (I1.2) dan Bapak Agung Faturahman (I1.5), diperkuat dengan pernyataan Bapak Suhari (I1.3) yaitu,

“Setau saya yang pernah menjadi pengurus koperasi, memang sering yah ada bazar, acara promosi, dan lain – lain, dulu banyak yang minat, bahkan tanpa diajak – ajak mereka mau, tapi sekarang sudah

berkurang, jadi ya kalau ada bazar atau apa rata – rata males ikut” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Suhari, 2015 di Komplek Kopti No. 11, RT/ RW: 009/011, Semanan, Kalideres, Jakarta Barat)

Berdasarkan wawancara tersebut, kemudian peneliti menanyakan tentang hambatan Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan dalam melaksanakan program pemungkinan dalam pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah yaitu pada acara bazar tersebut kepada Bapak Muchtar (I3.1), Beliau mengatakan bahwa,

“..tentang pelaksanaanya itu kita mudah yah karena sudah sejak lama dilakukan, kendalanya ya itu cuma dari peserta, karena di dalam bazar ini kan menuntut bagaimana mereka berinovasi agar saat dipamerkan dalam bazar, produk mereka ini laku, atau bukan sekedar laku, tapi ada peluang – peluang yang akan mereka dapatkan setelah itu, misalnya menambah mitra usaha dengan perusahaan swasta dan sebagainya.”(Sumber: Wawancara dengan Bapak Muchtar, 2015 di Kantor Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat)

Terkait dengan pernyataan hasil wawancara peneliti dengan narasumber, dapat disimpulkan bahwa pada tahap pemungkinan, Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan telah melaksanakan program bazar yang dapat membantu produsen tempe dan tahu berkembang yaitu dengan menampilkan produk olahan yang sudah dibuat dengan label merk serta dalam kemasan yang menarik sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi, namun produsen yang menjadi objek dari adanya kegiatan bazar yang bertujuan untuk mengembangkan usaha mereka justru tidak berperan aktif dalam kegiatan tersebut.

60

Selain pengadaan program promosi seperti bazar yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang, Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan memberikan kemudahan akses usaha produsen tempe dan tahu juga diperlukan untuk perkembangan usahanya, yaitu seperti yang dikatakan oleh Bapak Muchtar (I3.1)

“saat sekarang ini tidak sulit untuk mendirikan usaha ya khususnya untuk produsen tempe dan tahu, rata – rata mereka yang tinggal di komplek itu tertarik untuk usaha kan, mereka datang untuk meminta izin usaha, mengelola bahan baku kedelai menjadi tempe atau tahu, maka kita mengeluarkan perizinan usaha, sekarang ini mengurus Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) ditangani di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan itu gratis tanpa dipungut biaya apapun, usaha jual kedelai import pun sekarang mudah, sudah pasar bebas sekarang, kalau mereka punya modal mereka bisa mengembangkan usahanya dengan menjual kedelai impor, tidak lagi sulit atau melewati prosedur yang rumit.”(Sumber : Wawancara dengan Bapak Muchtar, 2015 di Kantor Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat)

Pernyataan Bapak Muchtar (I3.1) tersebut diperkuat dengan pernyataan Bapak Wahidin (I1.6) yaitu,

“izin usaha sekarang lebih mudah, kalau kita dari dulu memang udah punya dan dikasih, tapi kemarin juga ada temen urus izin usaha itu mudah, gak dipersulit lagi terus gratis.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Wahidin, 2015, di Kampung Gaga RT 001/03 Semanan, Kalideres Jakarta Barat)

Sependapat dengan Bapak Wahidin (I1.6), Bapak Imam Khairudin (I1.4) menyatakan bahwa,

“kalau izin usaha sekarang gampang ke walikota aja urus di PTSP sekarang, kalau dulu langsung ke SUDIN KUMKMP, gratis.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Imam Khairudin, 2015 di Komplek KOPTI No.18, RT/RW :001/011 Semanan, Kalideres, Jakarta Barat )

Berdasarkan pernyataan hasil wawancara tersebut, terkait kemudahan akses usaha dapat disimpulkan bahwa untuk mendirikan usaha, dan mengurus Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) tidak dipersulit dan gratis.

4.3.2 Penguatan

Tahap kedua dari strategi pemberdayaan yaitu Penguatan.Penguatan yaitu memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan – kebutuhannya.

Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat sebagai pembina dari adanya koperasi dan segala kegiatan usaha di wilayah Jakarta Barat memiliki peranan penting dalam memberikan sarana dan prasarana kepada koperasi maupun produsen untuk masalah permodalan dalam pengembangan usaha, berikut pernyataan Bapak Muchtar (I3.1),

“Sarana untuk masalah permodalan koperasi maupun produsen, kami sebagai pembina memfasilitasi untuk bekerjasama dengan lembaga keuangan atau perbankan, kalau di Jakarta biasanya Bank DKI ya yang bekerjasama dengan pemerintah secara langsung, ada juga LPDB (Lembaga Pengelola Dana Bergulir), LPDB ini dari Kementerian Koperasi dan UKM RI. Nah, untuk PRIMKOPTI Swakerta ini mereka sudah mendapatkan akses kesana, dapat dari LPDB, untuk kreditnya lancar, tapi kita sering juga dikirimi surat kalau mereka telat untuk bayar kredit, biasanya suka dianggap dana hibah kalau ada bantuan dari Negara atau lembaga keuangan lain, tapi untuk kredit LPDB, sejauh ini masih dikatakan sehat.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Muchtar, 2015 di Suku Dinas, Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat)

62

“LPDB itu kami dapat dari Kementerian Koperasi dan UKM RI melalui Sudin KUMKMP Jakarta Barat, karena Sudin sebagai pembina memberikan akses untuk mendapatkan modal itu dan sudah lama ya kita dapat modal itu, kemudian digunakan untuk kegiatan usaha koperasi.”(Sumber: Wawancara dengan Bapak Handoko, 2015 di PRIMKOPTI Swakerta Semanan, Kalideres, Jakarta Barat)

Namun, ketika peneliti menanyakan kepada produsen tempe dan tahu tentang masalah modal, apakah modal sendiri atau dapat dari bank, koperasi atau lembaga keuangan lain? Ibu Narti (I1.2) memberikan komentar masalah permodalan yaitu,

“Kalau masalah modal buat bikin usaha ini modal sendiri, gak ada dari pemerintah, bank, atau koperasi, saya tidak tau kalau masalah itu.Kalau saya ya modal sendiri.” (Sumber: Wawancara dengan Ibu Narti,2015 di Komplek Kopti RT 005, Semanan, Kalideres, Jakarta Barat)

Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Wahidin (I1.6), yaitu,

“Modal sendiri, semuanya sendiri.Kalau yang dapet modal itu biasanya punya aksesnya sendiri, kan koperasi udah gak ada simpan pinjam.” (Sumber : Wawancara dengan Bapak Wahidin, 2015 di Kampung Gaga,RT/RW: 001/03, Semanan, Kalideres)

Begitupun dengan pernyataan Bapak Suhari (I1.3) selaku produsen tempe dan mantan pengurus PRIMKOPTI Swakerta yang mendukung pernyataan Ibu Narti (I1.2) dan Bapak Wahidin (I1.6) yaitu,

“Rata – rata produsen disini punya modal sendiri, kalaupun ada yang dapat modal dari bank itu karena inisiatif sendiri, nah LPDB itu didapatkan sudah lama dari Kementerian Koperasi dan UKM melalui rekomendasi Sudin KUMKMP Jakarta Barat selaku pembina, LPDB ini digunakan untuk usaha – usaha koperasi, misalnya dulu itu kita kan belum punya tanah, tanah ini belum jadi hak milik, komplek ini masih punya pemerintah dulu, tapi sekarang kita udah punya sertifikat hak milik ini masing – masing, terus ada juga kontrakan itu dipake buat dapur umum, kalau orang yang baru usaha, masih kecil – kecilan dan belum punya dapur sendiri , itu ada sewanya. Terus kios juga buat dagang itu disewain sebagai bentuk usaha koperasi, dan bentuk lainnya kan ada usaha jual kedelai dari koperasi dan simpan pinjam, tapi untuk

simpan pinjam semenjak tahun kemarin sudah gak berjalan.”(Sumber: Bapak Suhari, 2015 di Komplek Kopti No. 11, RT/RW: 009/011, Semanan, Kalideres, Jakarta Barat)

Selain masalah permodalan untuk penguatan usaha dalam memecahkan masalah dalam memenuhi kebutuhan – kebutuhannya, tentu dibutuhkan juga pemecahan masalah dalam hal pengetahuan terutama dalam masalah perdagangan yaitu strategi pemasaran produk, Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat sebagai pembina mempunyai peran penting dalam pengembangan pengetahuan produsen tempe dan tahu agar dapat bersaing dan memiliki pasar yang lebih luas, seperti wawancara peneliti dengan Bapak Muchtar (I3.1) yaitu,

“Masalah pembinaan dan pengembangan dalam hal produk, maupun pemasarannya ini Sudin melaksanakan program pelatihan melalui diklat yang lebih teknis yah, membekali dengan ilmu misalnya untuk koperasi itu bagaimana sih meningkatkan keanggotaan dan keaktifan anggota di koperasi, bagaimana mengelola koperasi yang baik, mulai dari manajemen keuangan, manajemen sumber daya manusianya, menciptakan iklim usaha yang kondusif, dan untuk UMKM nya itu juga ada diklatnya tentang bagaimana mengelola keuangan usaha, pemasaran yang baik dengan kemasan yang baik, dan pengembangan usaha yang tidak sekedar menjual tempe dan tahu yang bentuknya hanya itu, misalnya kan bisa dibuat keripik tempe, kembang tahu dan sebagainya, maka kemasannya pun harus baik. Nah kira – kira melalui diklat itu, kami memberikan pengetahuan, kalau masalah takaran – takaran kedelai , berapa kilogram bisa jadi tempe berapa itu saya rasa mereka sudah lebih jago yah, paling itu aja kalau masalah diklat atau pembinaannya, karena dunia usaha ini kan terus berkembang dan menuntut yang lebih baik, kalau masalah market atau pasar mereka ini sudah dikatakan mandiri, rata – rata sudah punya langganan dan pasar sendiri.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Muchtar , 2015 di Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat)

64

Pernyataan Bapak Muchtar pun diperkuat dengan pernyataan Bapak Handoko (I2) yaitu,

“Pembinaan itu masih dilakukan sampai saat ini, komunikasi antara koperasi dan sudin terus berjalan untuk persoalan – persoalan keuangan, perdagangan, pengembangan usaha juga, diklat, dan bazar. Dari acara – acara itu kita bisa dapat pengetahuan dari Sudin UMKMP sebagai pembina kita mengelola usaha ini, lebih ke urusan pengelolaan usaha, kalau masalah pasar, udah punya langganan, dan kadang tanpa ditawarin, orang yang mau jual tempe atau tahu pasti dateng kesini karena udah tau komplek ini pusatnya tempe dan tahu” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Handoko, 2015 di PRIMKOPTI Swakerta, Semanan, Kalideres, Jakarta Barat)

Pernyataan tersebut juga dibenarkan oleh Bapak Agung Faturahman (I1.5) yaitu,

“ya, kalau diklat itu suka ada dari dulu, tapi sekarang jarang banyak yang ikut, soalnya pagi kita dagang, siangnya sampe sore bikin tempe, sibuk jadinya. Kalau saya cuma tau bikin tempe aja untuk penjualan bapak saya sudah punya langganan dari dulu ke warteg sama pasar, ada juga kios makanan kayak tempe mendoan itu kita khusus bikin tempenya.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Agung Faturahman, 2015 di Komp. KOPTI No. 34, RT/RW: 003/011 Semanan, Kalideres, Jakarta Barat)

Hal senada pun disampaikan oleh dan Bapak Suhari (I1.3) yaitu,

“Diklat ada sampai sekarang, kita juga masih suka ikut, yang sekarang ini diklatnya lebih kepada penggunaan alat modern buat bikin tempe dan tahu, misalnya yang dulu perebusannya pakai kayu diganti gas, tapi disini rata – rata masih pake kayu, terus pakai alat buat kelupasin kulit kacang juga sekarang lebih gampang dan itu ada pemberitahuan dari Sudin UMKMP, supaya hemat, cepat, dan tetap berkualitas. Menurut saya, diklat itu penting yah biar usaha kita juga makin maju, tapi orang disini susah diajak majunya, kadang yang diajak banyak, yang ikut mah ya anggota koperasi aja, jadi ya gitu masih ada yang pake kayu buat rebus kacang, dan kalau pasar itu ya udah tetap sih kita punya pasar sendiri, saya juga sampai ke tegal alur sampai ke daerah kota juga nawarin tempe, jadi itu urusan usaha sendiri, kalau Sudin lebih kepada pengembangan usaha dengan kemasan yang baik, tapi ya saya rasa kita ini tempe dibungkus daun atau plastik juga

laku.”(Sumber: Wawancara dengan Bapak Suheri, 2015 di Komplek KOPTI No. 11, RT/RW: 009/011, Semanan, Kalideres, Jakarta Barat) Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam tahap penguatan, Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat memberikan sarana dan akses kepada koperasi untuk memperoleh modal dalam mengembangkan usahanya, namun masalah permodalan dikelola oleh koperasi untuk menjalankan usahanya, sehingga produsen tempe dan tahu ini justru menggunakan modal sendiri untuk usahanya, selain menguatkan koperasi dan UMKM dengan mengatasi permasalahan permodalan, Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan juga memberikan pengetahuan dan pelatihan melalui diklat untuk pengembangan dan pemasaran produk, tetapi produsen tempe dan tahu kurang berminat terhadap penyelenggaraan program tersebut.

4.3.3 Perlindungan

Tahap ketiga dari adanya pemberdayaan yaitu perlindungan, dimana pemberdayaan harus diarahkan kepada penghapusan segala diskriminasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.Pada tahap perlindungan ini, Suku Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat memiliki peranan penting dalam memberikan perlindungan sesuai dengan salah satu tugas pokoknya yaitu melaksanakan perlindungan kepada koperasi dan UMKM. Tahap ini menitik beratkan kepada peran SUDIN UMKMP dalam memberikan akses keadilan, melindungi pengusaha kedelai selain

66

koperasi pada permasalahan impor, dan mengatasi harga kedelai yang fluktuatif, adapun wawancaranya yaitu sebagai berikut,

“Akses keadilan dalam upaya perlindungan kepada pengusaha kecil, menengah, dan besar ya agar bersaing salah satunya dengan pemberian modal kepada pengusaha kecil, mengikutsertakan mereka sebagai anggota koperasi dulu yah, karena setiap produsen ini kan seharusnya masuk dalam keanggotaan koperasi, supaya kita juga mudah mendatanya dan kemudian selanjutnya dibina untuk menjadi produsen yang besar, ada akses penambahan modal, dan sebagainya. Sebenarnya itu kan permasalahan kita ini adalah keikutsertaan mereka menjadi anggota koperasi ini justru menurun, kita ini kan berkoordinasinya dengan koperasi sebagai organisasi dari produsen tempe dan tahu itu kan, dan supaya mereka menjadi produsen yang besar, mereka masuk sebagai anggota koperasi, dan tugas kita membina koperasi serta anggota – anggotanya itu. Permasalahan – permasalahan produsen kan bisa ditampung di koperasi, kemudian koperasi berkomunikasi langsung dengan kita untuk mencari solusinya.”(Sumber: Wawancara dengan Bapak Muchtar, 2015 di Kantor SUDIN UMKMP Kota Administrasi Jakarta Barat)

Selain Akses keadilan kepada pengusaha kecil, menengah dan besar, Suku Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Kota Administrasi Jakarta Barat juga mempunyai tugas untuk melindungi pengusaha kedelai swasta dan koperasi dalam penyediaan bahan baku kedelai serta memonitoring dan mengevaluasi kegiatan perdagangan dalam negeri antara lain ketersediaan, distribusi, mutu, harga dan persediaan barang, seperti hasil wawancara peneliti dengan kepala bagian perdagangan dalam negeri yaitu,

“Permasalahan perlindungan terhadap pengusaha kedelai selain koperasi dalam penyediaan bahan kedelai yang sekarang ini kan di dunia perdagangan menganut pasar bebas, kita memberikan izin kepada perorangan untuk menjadi importir termasuk kedelai, tapi itupun dikendalikan dengan izin usaha, dan ini juga berhubungan dengan harga kedelai yang fluktuatif akibat import, tugas kita ini setiap hari mengecek harga bahan pokok seperti beras, gula, dan kedelai termasuk kedalamnya, mau kedelai lokal atau import kita cek harganya. Kemudian dijadikan laporan ke Dinas KUMKMP DKI

Jakarta lalu sampai kepada Gubernur. Nah laporan ini sebagai kontrol dari pemerintah untuk mengetahui harga bahan pokok di pasaran, kalau misalnya harga kedelai naik, seperti yang pernah terjadi ya sampai menembus harga 12.000 per kilogram, kita laporan supaya Bulog mengeluarkan kedelai dengan harga yang murah, nah ini kan secara otomatis menekan harga kedelai di pasaran.”(Sumber: Wawancara dengan Bapak Dirman, 2015 di SUDIN KUMKMP Kota Administrasi Jakarta Barat)

Pernyataan Bapak Dirman (I3.2) kemudian diperkuat dengan Bapak Suhari (I1.3) sebagai Produsen Tempe dan mantan pengurus Primkopti Swakerta yaitu,

“Kalau harga kedelai naik, biasanya ada subsidi dari pemerintah melalui koperasi, harga kedelai lebih murah di koperasi, produsen juga beli di koperasi, dan pengusaha kedelai lain biasanya ketika harga naik berhenti dagang kedelai, karena tidak bisa menyeimbangkan harga dari pemerintah, malah kadang kita jadi minjem modal sama mereka itu untuk beli kedelai di koperasi. Jadi fungsi mereka selain jadi pengusaha kedelai juga bisa dipinjamin uangnya. Kalau harga kedelai lagi stabil begini, rata – rata kita ini tetap beli di pengusaha kedelai bukan di koperasi, alasannya ya itu bisa ngambil dulu, padahal harga kedelai koperasi dan pengusaha itu sama, kualitas juga sama kan import juga, tapi kelebihannya kita bisa ambil dulu. Nah kalau ada subsidi dari pemerintah barulah kita beli di koperasi, jadi saya rasa kalau sekarang koperasi ini perannya berkurang sebagai penyuplay kedelai yah karena pengusaha sekarang maunya dimodalin dulu, kadang juga kan harga di koperasi ini tinggi misalnya harga kedelai sepuluh ribu per kilogram, harga di koperasi sebelas ribu per kilogram, soalnya seribu ini kan untuk misalnya iuran anggota atau lainnya, tapi buat produsen ya seribu itu lumayan buat beli ragi atau biaya produksi lain kan, jadi menurut saya, sekarang ini koperasi perannya menurun, tapi secara produsennya kita ini lebih mandiri, jadi kesannya kita tidak lagi butuh koperasi, padahal koperasi ini dulu yang membuat kita bisa punya komplek kopti ini, tapi sekarang justru koperasi seakan – akan usahanya menurun”(Sumber: Wawancara dengan Bapak Suhari, 2015 di Komp. KOPTI No. 11, RT/RW: 009/011, Semanan, Kalideres,

Dokumen terkait