• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Virus

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 58-72)

Diperoleh data hasil penelitian mengenai intensitas serangan virus (dalam %) sebagai berikut:

Tabel 4.4 Intensitas Penyakit Virus pada Tanaman Cabai (dalam %) Perla

kuan

Pengamatan

Total Rataan I II III IV V VI VII VIII IX X

P1K1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 23,3 2,3 P1K2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6,4 0,6 P1K3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17,7 1,7 P2K1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 2,5 P2K2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4,4 0,4 P2K3 10 0,2 1,5 13,5 0,5 10 0,2 1 4,5 56,2 67,7 6,8 P3K1 3,7 1 1 3 0,5 8 0,2 1 5 56,2 2,8 0,3 P3K2 5,2 1,5 1,5 3 0,7 13,7 0,2 1 3 49,5 11 1,1 P3K1 2,2 1,5 8,7 3 2,2 18 2 4 2,2 40,5 18,7 1,9 TP* 2,2 2,2 5 2,5 0,5 18 0,2 4 4 42 244,4 24,4 Keterangan: - P1 : Umbi Gadung - P2 : Daun Nimba - P3 : Daun Tembakau

- TP : Tanpa Perlakuan (Kontrol)

- K1 : Pengenceran 1:4 (10 ml / 40 ml air) - K2 : Pengenceran 1:8 (10 ml / 80 ml air) - K3 : Pengenceran 1:12 (10 ml / 120 ml air)

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh, intensitas serangan penyakit virus memiliki data yang tidak merata dan cenderung meningkat. Gejala serangan virus terlihat pada akhir minggu ke-5 dan kerusakan akibat serangan didata pada minggu ke-6 masa pengamatan. Tidak semua tanaman terserang virus. Jumlah tanaman yang terserang virus berbeda-beda antar tiap perlakuan. Jumlah tanaman terserang paling sedikit terjadi pada perlakuan P3K1 dengan rata-rata 1 tanaman terserang. Jumlah tanaman terserang paling banyak terjadi pada kontrol (TP) dengan rata-rata 9 tanaman terserang (Lihat lampiran I Bagian B)

Intensitas serangan virus pada perlakuan P1K1 di awal sebesar 10 % dan menurun menjadi 2,2 % di akhir pengamatan. Intensitas serangan virus pada perlakuan P1K2 di awal sebesar 0,2 % dan naik menjadi 2,2 % di akhir pengamatan. Intensitas serangan virus pada perlakuan P1K3 di awal sebesar 1,5 % dan naik menjadi 5 % di akhir pengamatan. Intensitas serangan virus pada perlakuan P2K1 di awal sebesar 13,5 % dan menurun menjadi 2,5 % di akhir pengamatan. Presentase serangan virus pada perlakuan P2K2 di awal sebesar 0,5 % dan di akhir pengamatan sebesar 0,5 %. Intensitas serangan virus pada perlakuan P2K3 di awal sebesar 10 % dan naik menjadi 18 % di akhir pengamatan. Intensitas serangan virus pada perlakuan P3K1 di awal sebesar 0,2 % dan di akhir pengamatan sebesar 0,2 %. Intensitas serangan virus pada perlakuan P3K2 di awal sebesar 1 % dan naik menjadi 4 % di akhir pengamatan. Intensitas serangan virus pada perlakuan P3K3 di awal sebesar 4,5 % dan turun menjadi 4 % di akhir pengamatan. Sedangkan pada kontrol

(TP) intensitas serangan virus di awal sebesar 56,2 % dan turun menjadi 42 % di akhir pengamatan.

Ditinjau berdasarkan rata-rata intensitas serangan virus, intensitas paling rendah terdapat pada P3K1 sebesar 0,3 % dan intensitas paling tinggi terdapat pada kontrol (TP) sebesar 24,4%. Hasil pengamatan yang diperoleh dapat dikategorikan berdasarkan intensitas serangan menurut Leatimia dan R.Y. Rumthe (2011) yang menggolongkan tingkat intensitas serangan menjadi 5 kategori yakni:

nilai skala 0 dengan intensitas serangan 0 % untuk kategori normal nilai skala 1 dengan intensitas serangan ≥ 0 - 25 % untuk kategori ringan nilai skala 2 dengan intensitas serangan ≥ 25 – 50 % untuk kategori sedang nilai skala 3 dengan intensitas serangan ≥ 50 – 75 % untuk kategori berat nilai skala 4 dengan intensitas serangan > 75 % untuk kategori sangat berat Maka intensitas serangan virus yang diperoleh dapat digolongkan berdasarkan kategori intensitas serangan dengan gambaran sebagai berikut:

Tabel 4.5 Intensitas penyakit Virus

Perlakuan Rata-rata Kategori

P1K1 2,3 Ringan P1K2 0,6 Ringan P1K3 1,8 Ringan P2K1 2,5 Ringan P2K2 0,4 Ringan P2K3 6,8 Ringan P3K1 0,3 Ringan P3K2 1,1 Ringan P3K3 1,9 Ringan TP 24,4 Ringan

Tabel 4.5 memberikan gambaran tingkat intensitas serangan penyakit virus < 25 %. Berdasarkan kategori intensitas serangan data diatas menunjukkan bahwa intensitas serangan virus berada pada kategori ringan.

1. Uji Anova Dua Faktor

Keseragaman variansi data setiap perlakuan diketahui dengan melakukan uji homogenitas menggunakan uji F-test two-sampel for varians. Hasil yang diperoleh seperti pada lampiran III bagian B, F hitung < F tabel, berarti data homogen. Selanjutnya untuk menguji adanya perbedaan pengaruh antar perlakuan digunakan uji Anova two factor within repication. Digunakan confident interval 0,95 atau α = 0,05. Bila probabilitas p lebih kecil dari α, maka significant. Perhitungan anova two factor with replication menggunakan program microsoft excel 2007 diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.6 Uji anova two factor with replication penyakit virus

SS df MS F P-value F crit

Bahan (P) 116,0087 2 58,00433 4,986744 0,00907 3,109311 Konsentrasi (K) 76,28067 2 38,14033 3,278998 0,042723 3,109311 Interaksi (PxK) 119,9427 4 29,98567 2,577926 0,043497 2,484441

Total 1254,4 89

Berdasarkan uji anova yang dilakukan, pada faktor pertama (P) nilai F hitung (4,98) > F Crit (3,109) berarti terdapat perbedaan pengaruh variasi bahan terhadap intensitas serangan virus pada tanaman cabai. Ho ditolak

dan Hi diterima yang menunjukkan bahwa ketiga bahan yang digunakan sebagai pestisida organik memberikan pengaruh yang berbeda terhadap intensitas serangan virus. Pada faktor kedua (K) nilai F hitung (3,27) > F crit (3,109) berarti terdapat perbedaan pengaruh variasi konsentrasi ekstrak yang diberikan pada tanaman. Ho ditolak dan Hi diterima yang menunjukkan bahwa tiga konsentrasi yang digunakan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap intensitas serangan virus. Sedangkan pada pengaruh interaksi antara kedua faktor yang diuji (P x K) nilai F hitung (2,57) > F crit (2, 484) berarti terdapat pengaruh pada perlakuan yang diberikan. Ho ditolak, Hi diterima yang berarti kedua faktor yang diberikan (P dan K) menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap itensitas serangan penyakit virus pada tanaman cabai.

Maka untuk mengetahui perlakuan mana yang sungguh berbeda secara signifikan, perhitungan dilanjutkan menggunakan multiple comparison procedures yaitu untuk mengetahui mean mana yang berbeda secara signifikan (Paul, 2011). Rumusan yang digunakan yaitu dengan critical differences (CD) dan diperoleh hasil CD = 2,58. Perhitungan dilanjutkan dengan membandingkan mean tiap perlakuan. Jika perbedaan 2 mean ≥ CD maka signifikan.

Tabel 4.7 Perbandingan mean tiap perlakuan P1K1 P1K2 P1K3 P2K1 P2K2 P2K3 P3K1 P3K2 P3K3 P1K1 0 -1,7 -0,5 0,2 -1,9 4,5 -2 -1,2 -0,4 P1K2 -1,7 0 1,2 1,9 -0,2 6,2 -0,3 0,5 1,3 P1K3 - 0,5 -1,2 0 1,7 -1,4 5 -1,5 -0,7 0,1 P2K1 0,2 -1,9 -1,7 0 -2,1 4,3 -2,2 -1,4 -0,6 P2K2 -1,9 0,2 1,4 2,1 0 6,4 -0,1 -0,7 -1,5 P2K3 4,5 -6,2 -5 -4,3 -6,4 0 -6,5 -5,7 -4,9 P3K1 -2 0,3 1,5 2,2 0,1 6,5 0 0,8 1,6 P3K2 -1,2 -0,5 0,7 -1,4 0,7 5,7 -0,8 0 0,8 P3K3 -0,4 -1,3 -0,1 0,6 1,5 4,9 -1,6 -0,8 0 Mean setiap perlakuan:

P1K1: 2,3 P2K1: 2,5 P3K1: 0,3 TP: 24,4 P1K2: 0,6 P2K2: 0,4 P3K2: 1,1

P1K3: 1,8 P2K3: 6,8 P3K3: 1,9

Perhitungan perbandingan mean yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat 8 mean > CD maka dikatakan terdapat perbedaan pengaruh antara tiap perlakuan yang diberikan terhadap intensitas serangan virus. Perbedaan ini terdapat pada perbandingan antara perlakuan P2K3 dengan tujuh perlakuan lainnya. Dari perbandingan yang dilakukan nilai perbandingan terdapat pada perbandingan antara perlakuan P2K3 dan P3K1 sebesar 6,5. Jika dilihat nilai mean kedua perlakuan, mean terkecil terdapat pada perlakuan P3K1. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan P3K1 memberikan perbedaan paling baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

Gambar 4.1. Gejala Penyakit Virus pada Tanaman Cabai

Penyakit virus yang menyerang tanaman cabai disebarkan oleh vektor yakni kutu putih. Hal ini didukung dengan apa yang dikemukakan oleh Agrios (1996) yang mengatakan bahwa salah satu cara penularan virus adalah melalui serangga vektor yakni kutu putih. Gejala penyakit yang ditemukan ditunjukkan dengan timbulnya bercak berwarna kuning pada daun muda tanaman cabai. Bercak kuning ini lama kelamaan menyebar ke seluruh permukaan daun dan daun yang terserang menggulung sehingga daun tanaman terlihat mengeriting (Sudiono, 2008).

Gejala penyakit seperti pada gambar 4.1 sama halnya seperti gejala yang diungkapkan Tuhumury dan Amanupunyo (2013) yang mendeskripsikan bahwa gejala virus kuning pada cabai ditandai dari daun mulai menguning dan mengeriting dimulai dari pucuk daun berkembang menjadi warna kuning, tulang daun menebal dan menggulung ke atas. Penyakit ini umumnya menyebabkan penurunan laju fotosintesis dengan mengurangi jumlah klorofil pada daun. Hal ini menyebabkan tanaman menjadi kerdil (Tjahjadi, 1993).

Berdasarkan data yang diperoleh intensitas serangan virus pada tanaman cabai dikategorikan ringan. Baik pemberian perlakuan pestisida organik maupun kontrol menunjukkan bahwa serangan virus tidak tergolong berat. Namun jika dibandingkan tingkat intensitasnya terdapat perbedaan yang cukup jauh antara tiap perlakuan dengan kontrol. Intensitas serangan virus paling rendah terdapat pada perlakuan ekstrak tembakau dengan konsentrasi 1:4 (P3K1) dengan intesitas serangan virus sebesar 0,3 % sedang pada kontrol (TP) intensitas serangan virus mencapai 24,4 %.

Rendahnya intensitas serangan virus ini dapat disebabkan oleh pengaruh kandungan ekstrak tanaman yang digunakan sebagai pestisida organik. Setiap tanaman pada umumnya memiliki kandungan metabolit sekunder yang bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan diri dari serangan hama dan penyakit tanaman. Ketiga jenis tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk membuat pestisida organik masing-masing menghasilkan kandungan metabolit sekunder yang berbeda-beda. Umbi gadung diketahui memiliki kandungan senyawa yang bersifat racun. Sifat racun tersebut disebabkan oleh kandungan dioskorin, diosgenin, dan dioscin yang dapat menyebabkan gangguan syaraf. Oleh karena senyawa metabolit sekunder yang terbentuk pada bagian tertentu tumbuhan terdistribusi ke seluruh bagian tumbuhan, maka diduga umbi gadung juga mengandung senyawa yang bersifat toksik (Rahayu, 2010). Daun nimba memiliki beberapa kandungan yang berperan sebagai insektisida, penolak hama, akarisida, penghambat pertumbuhan, neumatisida, fungisida dan anti virus.

Kandungan senyawa tersebut antara lain azadirachtin, salannin, meliantriol dan nimbin / nimbodin (Pitojo, 2003). Tanaman tembakau sangat dikenal dengan kandungan nikotinnya. Nikotin termasuk metabolit sekunder dari golongan alkaloid yang berperan mempengaruhi neurotransmisi dan

menghambat kerja enzim (dalam

http://id.wikipedia.org/wiki/Metabolit_sekunder).

Tanaman dapat tumbuh dengan baik dan terhindar dari berbagai serangan hama dan penyakit jika terjadi keseimbangan antara faktor internal dan faktor eksternal yang dibutuhkan oleh tanaman. Faktor lingkungan seperti kecukupan sinar matahari, suhu, curah hujan dan ketersediaan air berperan penting bagi kelangsungan hidup tumbuhan. Selain itu faktor internal seperti kemampuan tanaman menyerap air dan unsur hara, ketercukupan unsur hara, kemampuan melakukan fotosintesis juga berperan besar bagi tumbuhan. Jika terjadi keseimbangan maka tumbuhan tersebut akan tumbuh baik. Sebaliknya jika tidak terjadi keseimbangan antara kedua faktor tersebut maka akan ada masalah lain yang ditimbulkan salah satunya adalah mudahnya tanaman terserang hama dan penyakit.

Tanaman cabai yang ditanam pada penelitian ini dikondisikan agar kedua faktor (internal dan eksternal) yang mempengaruhi dapat terjaga dan terpenuhi. Tanaman ditanam pada polibag dengan media tanam yang mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman cabai (lihat Lampiran VI bagian A). Selain itu tanaman cabai juga diletakkan di tempat terbuka yang memungkinkan terjadi penetrasi cahaya matahari secara

langsung sehingga kebutuhan cahaya matahari yang dibutuhkan oleh tanaman cabai terpenuhi. Penyiraman juga dilakukan setiap sore hari untuk memenuhi ketersediaan air bagi tanaman cabai. Bibit cabai yang digunakan juga diseleksi agar mendapat bibit dengan kualitas yang baik. Bibit dengan kualitas yang baik memungkinkan tanaman memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik sehingga tidak mudah terserang hama dan penyakit tanaman. Kondisi ini diatur sedemikian rupa sehingga tanaman cabai yang ditanam dapat tumbuh sehat dan subur dan juga dapat terhindar dari berbagai macam serangan hama dan penyakit tanaman.

Pitojo (2003) mengemukakan bahwa kurang lebih terdapat enam jenis hama dan enam jenis penyakit yang sering menyerang tanaman cabai (lihat tabel 2.1). Serangan hama dan penyakit dapat meningkat jika kondisi lingkungan kurang mendukung terutama pada musim penghujan. Satu jenis hama dan satu jenis penyakit yang ditemukan pada penelitian ini membuktikan bahwa selain faktor internal dan eksternal, pemberikan pestisida organik yang dilakukan mampu menghambat dan mengurangi jumlah hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai.

2. Uji Anova satu faktor tiap perlakuan

Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tiap konsentrasi pada masing-masing perlakuan yang diberikan dengan kontrol. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

a. Umbi Gadung

Dari pengujian statistik menggunakan uji anova satu faktor diperoleh hasil F hitung (7,404) > F tabel (2,866) sehinggga dikatakan signifikan. Selanjutnya dilakukan uji CD untuk menentukan perbandingan konsentrasi mana yang memberikan hasil lebih baik. Diperoleh nilai CD sebesar 12,034. Berdasarkan perbandingan mean yang dilakukan (P1K1, P1K2, P1K3 dan TP) terdapat 3 perbandingan mean lebih besar dari CD. Ketiga perbedaan tersebut terdapat pada perbandingan masing-masing perlakuan dengan kontrol. Nilai perbandingan paling tinggi terdapat pada perbandingan TP (Kontrol) dan P1K2 (Ekstrak umbi Gadung pada konsentrasi 1:8). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan P1K2 memberikan pengaruh yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan P1K1 dan perlakuan P1K3 (Lihat lampiran III bagian E no.1).

b. Daun Nimba

Dari pengujian statistik menggunakan uji anova satu faktor diperoleh hasil F hitung (6,229) > F tabel (2,866) sehinggga dikatakan signifikan. Selanjutnya dilakukan uji CD untuk menentukan perbandingan konsentrasi mana yang memberikan hasil lebih baik. Diperoleh nilai CD sebesar 12,515. Berdasarkan perbandingan mean yang dilakukan (P2K1, P2K2, P2K3 dan TP) terdapat 3 perbandingan mean lebih besar dari CD. Ketiga perbedaan tersebut terdapat pada perbandingan masing-masing perlakuan dengan kontrol. Nilai perbandingan paling tinggi terdapat pada

perbandingan TP (Kontrol) dan P2K2 (Ekstrak daun Nimba pada konsentrasi 1:8). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan P2K2 memberikan pengaruh yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan P2K1 dan perlakuan P2K3 (Lihat lampiran III bagian E no.2).

c. Daun Tembakau

Dari pengujian statistik menggunakan uji anova satu faktor diperoleh hasil F hitung (7,861) > F tabel (2,866) sehinggga dikatakan signifikan. Selanjutnya dilakukan uji CD untuk menentukan perbandingan konsentrasi mana yang memberikan hasil lebih baik. Diperoleh nilai CD sebesar 11,929. Berdasarkan perbandingan mean yang dilakukan (P3K1, P3K2, P3K3 dan TP) terdapat 3 perbandingan mean lebih besar dari CD. Ketiga perbedaan tersebut terdapat pada perbandingan masing-masing perlakuan dengan kontrol. Nilai perbandingan paling tinggi terdapat pada perbandingan TP (Kontrol) dan P3K1 (Ekstrak daun Tembakau pada konsentrasi 1:8). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan P3K1 memberikan pengaruh yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan P3K2 dan perlakuan P3K3 (Lihat lampiran III bagian E no.3).

Berdasarkan uji anova satu faktor yang dilakkukan diketahui bahwa pada masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda dengan kontrol. Masing-masing perlakuan tersebut dapat mengurangi intensitas serangan virus pada tanaman cabai. Perbedaan perbandingan konsentrasi yang diberikan ternyata memberikan hasil yang berbeda juga. Pada perlakuan dengan bahan

umbi gadung dan daun nimba, perlakuan dengan konsentrasi 1:8 memberikan hasil paling baik dibandingkan dengan konsentrasi 1:4 dan 1:12. Sedangkan pada perlakuan dengan bahan daun tembakau, perlakuan dengan konsentrasi 1:4 memberikan hasil paling baik dibandingkan dengan konsentrasi 1:8 dan 1:12. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi 1:4 yang diduga dapat memberikan hasil paling baik tidak terbukti. Faktor yang kemungkinan mampengaruhi adalah tingkat penyerapan zat dari ekstrak yang disemprotkan berdasarkan sifat kepekatan masing-masing konsentrasi yang diberikan. Telah dikemukakan di atas bahwa bahan tanaman yang digunakan berupa bahan segar (umbi gadung dan daun nimba) dan bahan kering (daun tembakau). Ekstrak pada bahan segar diperoleh dengan cara diblender sedangkan pada bahan kering, diperoleh dengan cara merendam ke dalam air mendidih selama satu malam. Hasil blender bahan tanaman segar terdapat endapan dari partikel-partikel tumbuhan. Pada umbi gadung, endapan berupa partikel-partikel berwarna putih seperti endapan tepung dan pada daun tembakau endapat berupa partikel berwarna hijau berupa butiran-butiran halus. Sedangkan pada ekstrak tembakau tidak terdapat endapan. Endapan yang ada lebih banyak berada pada ekstrak dengan konsentrasi 1:4 dan paling sedikit ditemukan pada konsentrasi 1:12.

Pada aplikasi pestisida yang dilakukan, ekstrak yang telah dimasukan ke dalam sprayer dikocok sebelum digunakan sehingga endapan yang ada tercampur dan ikut keluar pada waktu disemprotkan pada tanaman. Telah diketahui bahwa tanaman dapat menyerap zat-zat berupa cairan melalui stomata pada bagian daun dan lentisel pada bagian batang. Penyerapan lebih

optimal terjadi jika partikel-partikel yang terdapat dalam ekstrak berukuran kecil. Sebaliknya penyerapan tidak optimal jika partikel-partikel yang terkandung berukuran besar ataupun dalam jumlah yang besar. Hal ini yang diduga mempengaruhi sehingga pada pemberian ekstrak dari umbi gadung dan daun nimba, konsentrasi 1:8 memberikan hasil lebih baik karena memiliki jumlah partikel dalam endapan ekstrak berjumlah sedikit dari konsentrasi 1:4 dan memiliki senyawa yang terkandung lebih banyak dari konsentrasi 1:12. Sedangkan pada ekstrak tembakau penyerapan dapat terjadi dengan optimal karena tidak terdapat endapan yang mempengaruhi tingkat penyerapan tumbuhan dan pada konsentrasi 1:4 jumlah senyawa terkandung lebih banyak dibandingkan dengan konsentrasi 1:8 dan 1:12 sehingga konsentrasi 1:4 memberikan hasil yang lebih baik.

Jika dibandingkan aroma serta rasa dari ketiga bahan tanaman yang digunakan, ekstrak tembakau memiliki rasa yang lebih pahit dan aroma yang lebih menyengat. Selain itu, bahan tembakau yang digunakan berupa bahan kering sehingga senyawa yang terkandung lebih banyak dibandingkan dengan bahan umbi gadung dan daun nimba yang diambil dari bahan segar. Maka dapat dikatakan bahwa pada bahan tembakau pada konsentrasi tinggi lebih memberikan hasil lebih baik. Sedangkan pada bahan umbi gadung dan daun nimba hasil paling baik diperoleh dari perbandingan konsentrasi lebih rendah.

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 58-72)

Dokumen terkait