• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyebab Kedatangan Orang Binongko ke Kelurahan Lemo

Proses migrasi timbul karena adanya tanggapan rasional dan reaksi spontan dari sebagian penduduk terhadap situasi dan kondisi yang kurang menguntungkan atau mengancam keselamatan jiwa penduduk pada daerah asal sebagai daya dorong seperti gangguan keamanan, bencana alam, atau faktor kesuburan tanah yang tidak menunjang. Demikian halnya terhadap daerah tujuan sebagai daya tarik yang biasanya dipandang jauh lebih kondusif dalam aspek keamanan, aman dari kemungkinan terjadinya bencana alam serta potensial dalam aspek geografis sebagai sumber kehidupan. Fenomena-fenomena tersebut tidak jarang terjadi secara beruntung dan kumulatif.

Pada pelaksanaan migrasi, penentuan tentang besar kecilnya daya dorong daerah asal ditentukan olah pribadi atau kelompok yang melakukanya dalam

menilai fenomena yang ada di sekitarnya. Hal ini muncul manakala para migrant merasa terancam atau tertindas, sehinga muncul angapan bahwa yang mendorong mereka meningalkan daerah karena adanya gangguan keamanan yang tidak memungkinkan hidup secara bebas dan damai. Kemudian bagi migran yang belum memiliki pekerjaan tetap dan kurang penghasilan berangapan bahwa yang mendorong mereka meningalkan daerah asal karena faktor ekonomi yang tidak lagi memungkinkan untuk hidup layak. Demikian halnya bagi mereka yang merasa tidak tenteram karena pengaru fenomena sosial budaya yang tidak sesuai dengan tatanan yang dianutnya, dapat menyebapkan mereka pindah mencari daerah baru yang lebih sesuai, aman, bebas, atau lebih baik dari daerah sebelumnya (Kartodirjo, 1975:115). Hal ini erat kaitannya dengan migrasi Orang Binongko ke Kelurahan Lemo yang turut didorong oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:

1. Faktor Kebetulan

Dilihat dari tujuan migrasi awal yang dilakukan oleh orang Binongko dari kampung asal menunju Surabaya, maka faktor pendorongnya adalah kebutuhan ekonomi. Akan tetapi kedatangan orang Binongko ke Kampung Lemo adalah tanpa disengaja atau terjadi secara kebetulan. Sebagaimana dijelaskan oleh Informan bernama La Isa Wadia bahwa: “Seandainya kapal yang kami tumpangi tidak mengalami kecelakaan di sekitar teluk Kolengsusu, mungkin kami tidak akan pernah singgah dan menetap di Kelurahan Lemo ini. Jadi kedatangan kami di kampung ini terjadi secara kebetulan bukan unsur kesengajaan, namun demikian

kami memilih tetap tinggal di sini karena di sini masih lebih baik jika dibandingkan kami tetap tinggal di kampung asal”.

Kedatangan orang Binongko ke Kampung Lemo adalah akibat dari rusaknya perahu dan habisnya perbekalan para pelayar sehingga memutuskan perantauan berakhir di Kampung Lemo. Orang Binongko tetap tinggal di Kampung Lemo karena kehidupan di Kampung Lemo masih lebih baik dibandingkan tinggal di Binongko. Sebagaimana dijelaskan oleh Informan bernama La Madhi, bahwa: “Kami singgah di kampung ini karena perahu kami sudah rusak, perbekalanpun habis terhempas ombak. Jadi kami memilih untuk tidak melanjutkan perjalanan, dan mengakhiri perjalanan di sini. Kemudian kami mengajak keluarga untuk tinggal di Lemo dan bahkan orang Binongko ikut pindah karena mendengar cerita tentang kehidupan kami di Lemo sudah lebih baik dibandingkan kehidupan orang di Binongko” (Wawancara, 20 November 2017).

Akhirnya para perantau dari Binongko yang hendak menuju Surabaya terpaksa singgah dan menetap di Kampung Lemo sejak tahun 1950-an dan menjadikan Kampung Lemo sebagai tujuan akhir perantauan. Jika tidak dikaitkan dengan tujuan awal perantauan, maka kedatangan orang Binongko di Kampung Lemo terjadi secara Kebetulan. Bila tujuan migrasi didasarkan pada tujuan awal maka faktor pendorong migrasi orang Binongko ke Kampung Lemo adalah faktor ekonomi.

2. Faktor Budaya

Jauh sebelum Indonesia merdeka masyarakat di Kepulauan Tukang Besi telah terintegrasi dalam zona perdagangan maritim Asia Tenggara. Kepulauan

tukang besi yang sekarang ini disebut Wakatobi merupakan salah satu mata rantai pelayaran Nusantara. Masyarakat Wakatobi pada masa itu telah berlayar sampai ke Singapura, Malaysia, Filipina, Australia, bahkan sampai ke Amerika (Ali Hadara, dkk., 2015: 157)

Lebih lanjut Ali Hadara menjelaskan bahwa sejak Abad ke 17 di Kepulauan Tukang Besi telah banyak dijumpai kapal-kapal layar (Bangka) buatan orang Binongko. Kapal-kapal ini digunakan untuk berlayar mengarungi samudra nusantara, memainkan perannya dalam kancah perdagangan dunia.

Berangkat dari uraian di atas, maka dapat dismpulkan bahwa budaya berlayar atau lazim disebut merantau bagi orang Wakatobi adalah budaya yang telah mengakar dan tertanam dalam jiwa para leluhur orang Binongko.

Berkaitan dengan migrasi orang Binongko di Kelurahan Lemo tidak terlepas dari budaya merantau orang Binongko. Para perantau Binongko yang hendak menuju Surabaya lalu karam di sekitar Teluk Kolengsusu, memaksa para awak kapal menyelamatkan diri dan menetap di Kampung Lemo. Dalam budaya merantau Binongko terpatri prinsip dalam jiwa mereka “pantang pulang sebelum berhasil”. Hal ini menjadi pemicu para awak kapal menetap di Kampung Lemo, sebagaimana dijelaskan oleh Informan bernama La Madhi, sebagai berikut:

“Dalam diri kami perantau, satu tekad dalam hati yakni pantang pulang sebelum berhasil. Kami malu kalau tidak membawa hasil, kasian telah meninggalkan anak, istri, dan orang tua, jika pada saat kembali tidak membawa apa-apa, jadi kalau belum berhasil kita menetap saja di kampung orang, kalau perlu kita ambil anak istri untuk tinggalkan kampung” (Wawancara, 20 November 2017).

Uraian di atas menggambarkan bahwa kedatangan orang Binongko di Kelurahan lemo disebabkan oleh faktor budaya merantau orang Binongko yang berprinsip bahwa: pantang pulang sebelum berhasil. Para perantau dari Binongko yang karam di teluk Kolengsusu tidak sampai di daerah tujuan (Surabaya) dan pelayaran mereka dianggap gagal, lalu kemudian memilih menetap di Kampung Lemo dari pada malu untuk kembali ke Binongko.

3. Faktor Ekonomi

Suatu daerah yang menjadi daerah tujuan migran harus memiliki prospek yang lebih baik dari pada di daerah asal, seperti tanah yang subur, memiliki sumber air yang cukup serta letak geografis yang strategis menurut ukuran mereka, sehingga dapat memperbaiki taraf kehidupannya. Potensi alam tersebut merupakan salah satu aspek pendorong bagi Orang Binongko untuk pindah ke kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara.

Bagi masyarakat Binongko, tinggal di daerah pemukiman baru yang tanahnya subur tentunya akan membawah kehidupan yang lebih baik, apalagi masyarakat Binongko sebagai masyarakat petani, tentu tidak mustahil kehidupan mereka akan lebih baik dari sebelumnya, sebagai mana dikemukakan seorang informan bahwa:”Dengan potensi alam yang dimiliki Kampung Lemo, masyarakat migran dari Binongko dapat memperoleh hasil yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahkan dari hasil pertanian mereka dapat menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat yang lebih tinggi, sekarang mereka tidak hanya memiliki tanaman kelapa tetapi juga memiliki kebun jambu mente” (La Ntia, Wawancara 15 Oktober 2016 ).

Hasil wawancara di atas menunjukan bahwa dampak positif yang ditimbulkan perpindahan Orang Binongko ke Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara adalah aspek kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik dari sebelumnya. Hal ini disebabkan karena potensi alam kelurahan Lemo yang tergolong subur serta cocok dengan berbagai komuditi pertanian seperti padi, jagung, pisang, dan ubi hal ini dibuktikan dari penuturan informan sebagai berikut: “Kami orang Binongko yang datang di Kelurahan Lemo ini sudah jauh lebih baik ketimbang pada waktu masih tinggal di Binongko, di sana lahannya kurang subur di sini subur bisa tanam ubi. Ini merupakan suatu takdir Allah SWT ketika kami terdampar di kampung ini, terus berkebun dan menetap.

(La Nuhu, Wawancara, 12 Desember 2016).

Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa migrasi dari Binongko menuju Kelurahan Lembo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara mengakibatkan perubahan kehidupan ekonomi secara signifikan. Kehidupan mereka lebih baik ketimbang masih berada di Binongko.

4. Faktor Geografis

Letak dan keadaan geografis suatu daerah turut menentukan tingkat kelayakan dan kesejateraan masyarakat, yang tentunya apabila aspek ini dapat dimanfaatkan dengan efektif oleh masyarakat itu sendiri. Demikian halnya dengan masalah migrasi, dimana letak dan keadaan geografis daerah baru yang akan dituju merupakan salah satu aspek kelayakan yang perlu diperhatikan, apakah lebih baik dari daerah sebelumnya atau tidak. Dengan demikian, masyarakat yang

akan bermukim di daerah baru tersebut tinggal mengoptimalkan potensi alam daerah itu demi pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Bila ditinjau dari segi geogerafis Kelurahan Lemo sebagai tempat bermukim migran dari Binongko tergolong sangat strategis. Jika dilihat dari letaknya wilayah ini berada di pesisir pantai yang luas dan rata. Di samping itu, wilayah ini belum terlalu ramai ketika itu, sehingga dapat dipastikan bahwa wilayah ini subur jika dijadikan sebagai lahan pertanian atau perkebunan menurut penuturan informan bahwa, mereka memilih pindah ke Kelurahan Lemo terutama karna melihat letak atau jarak antara pulau Binongko dengan pulau Buton tidak terlalu jauh, dan mereka berpikir bisa menyebrang dari pulau Binongko ke pulau Buton dengan mengunakan Kapal Layar. Di samping itu mereka juga mengingat kelangsungan hidup, makanya mereka memilih migrasi ke Kelurahan Lemo karena mereka melihat dari segi tanahnya yang subur dan memungkinkan untuk membuka lahan pertanian (La Salema, wawancara 16 Desember 2016).

Di sisi lain, wilayah Kelurahan Lemo tersedia sumber air yang cukup sebagai kebutuhan pokok masyarakat di samping itu digunakan sebagai sarana pertanian. Hal ini sejalan dengan penuturan seorang informan bahwa, setelah 6 tahun masyarakat Binongko bermukim di Kelurahan Lemo, nampak bawah hasil pertanian dan perkebunan masyarakat mengalami kemajuan yang positif, baik dilihat dari jenis komuditi pertanian yang dikembangkan maupun dari jumlah hasil diproduksi, seperti jagung dan ubi kayu. Demikian halnya dengan jenis tanaman jangka panjang seperti kelapa, jambu mente yang sudah mulai berbuah.

Dari kenyataan itu terlihat kepuasan masyarakat sehingga sekiranya mereka

ditawari untuk kembali kedaerah asalnya, mereka pasti menolak (La Nuhu, Wawancara, 20 Desember 2016).

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, salah satu daya tarik masyarakat Binongko sampai mereka ingin bermigrasai ke Kelurahan Lemo adalah faktor letak dan keadan geografis Kelurahan Lemo yang tergolong sangat mendukung dan potensial baik dilihat dari letaknya yang berada di pesisir pantai, maupun dari keadaan alamnya yang tergolong potensial untuk dijadikan sebagai lahan pertanian dan perkebunan dimana tanahnya yang subur dan tersedianya sumber air yang cukup untuk kebutuhan pokok masyarakat.

C. Kondisi Kehidupan Ekonomi Orang Binongko Setelah Berada di

Dokumen terkait