• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDATANGAN ORANG BINONGKO DI KELURAHAN LEMO KECAMATAN KULISUSU KABUPATEN BUTON UTARA ( )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEDATANGAN ORANG BINONGKO DI KELURAHAN LEMO KECAMATAN KULISUSU KABUPATEN BUTON UTARA ( )"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan/Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

ROHANI A1A2 11 028

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI 2017 SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan/Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

ROHANI A1A2 11 028

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI 2017 SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan/Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

ROHANI A1A2 11 028

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2017

(2)

ii

Kedatangan Orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara (1950 – 2016)”, adalah asli, merupakan hasil karya saya sendiri, tidak pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di perguruan tinggi manapun, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis oleh orang lain, kecuali secara tertulis dikutip dalam skripsi ini dan disebutkan sumber kutipan dan daftar pustakanya.

Apabila di kemudian hari ditemukan bahwa dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan adanya unsur-unsur plagiasi, saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh dibatalkan, serta diproses menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kendari, 21 April 2017 Yang Membuat Pernyataan,

ROHANI

NIM. A1A211028

(3)

iii Skripsi berjudul

Sejarah Kedatangan Orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara (1950 – 2016)

Oleh

ROHANI NIM. A1A211028

telah disetujui untuk diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Jurusan/Program Studi Pendidikan Sejarah

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo.

Kendari, 21 April 2017

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Ali Hadara, M.Hum. Drs. Hayari, M.Hum.

NIP. 19611108 198803 1 002 NIP. 19670108 199311 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Sejarah

Drs. Hayari, M.Hum.

NIP. 19670108 199311 1 001

(4)

iv

SEJARAH KEDATANGAN ORANG BINONGKO DI KELURAHAN LEMO KECAMATAN KULISUSU KABUPATEN BUTON UTARA

(1950 – 2016) Oleh ROHANI NIM. A1A211028

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi Jurusan/Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo pada hari Jumat tanggal 21 April 2017, berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo Nomor:

4967/UN29.5.1/PP/2017 tanggal 20 April 2017 dan telah dinyatakan Lulus.

PANITIA UJIAN

Ketua : Drs. H. La Ode Baenawai, M.Pd. (... ) Sekretaris : Drs. La Batia, M.Hum. (... ) Anggota : 1. Drs. Ali Hadara, M.Hum. (... ) 2. Drs. H. Abdul Rauf S, M.Hum. (... ) 3. Drs. Hayari, M.Hum. (... ) 4. Pendais Hak, S.Ag.,M.Pd. (... )

Kendari, 21 April 2017 Disahkan oleh

Dekan FKIP Universitas Halu Oleo,

Dr. H. Jamiludin, M.Hum.

NIP. 19641030 198902 1 001

(5)

v

Kelurahan Lemo Kecamatan Kusisusu Kabupate Buton Utara (1950-2016).

Dibimbing oleh: (1) Drs. Ali Hadara, M.Hum., (2) Drs. Hayari, M.Hum., masing- masing sebagai Pembimbing I dan Pembimbing II.

Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Sejak kapan kedatangan Orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara? (2) Apa yang menyebabkan orang Binongko datang dan menetap di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara? (3) Bagaimana kondisi kehidupan ekonomi orang Binongko setelah berada di Kelurahan Lemo Kabupaten Buton Utara? (4) Bagaimana tradisi atau kebiasaan merantau dalam orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara? Tujuan peneltian ini adalah: 1) Untuk menjelaskan awal mula kedatangan Orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara, (2) Untuk menggambarkan penyebab kedatangan orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara, (3) Untuk menjelaskan tradisi atau kebiasaan merantau dalam orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara, dan (4) Untuk memaparkan tradisi atau kebiasaan merantau dalam orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara.

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara pada bulan November –Desember 2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian sejarah yang bersifat deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural. Sumber data dalam penelitian ini, berasal dari: sumber tertulis, sumber lisan, dan sumber visiual.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Helius Sjamsudin, yaitu: 1) Pengumpulan sumber (heuristik), 2) Kritik sumber (eksternal dan internal, 3) Penulisan (historiografi).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Awal kedatangan Orang Binongko ke Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara terjadi sekitar tahun 1950-an ketika kapal yang berlayar menuju Surabaya karam di Pantai Lemo, sebagian penumpangnya memilih menetap di Kelurahan Lemo sampai sekarang, (2) Penyebab migrasi Orang Binongko ke Kelurahan Lemo adalah: (a) faktor kebetulan, (b) faktor budaya, (c) faktor ekonomi, dan (d) faktor geografis, (3) Kondisi kehidupan ekonomi orang Binongko di Kelurahan Lemo pada saat ini sudah baik, mereka bertani, menjadi tukang besi, dan berdagang. Hal ini terbukti dengan bangunan rumah yang layak huni, anak-anak yang sekolah pada jenjang tinggi, dan memiliki aset pertanian (lahan kebun), (4) Tradisi atau kebiasaan merantau bagi orang Binongko masih berlangsung sampai saat ini.

Dalam melaksanakan budaya merantau, para pemuda diberikan bekal materi maupun bekal mental, berupa petuah-petuah/falsafah tara, turu, toro.

(6)

vi

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

“Sejarah Kedatangan Orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan

Kusisusu Kabupate Buton Utara“.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Ali Hadara, M.Hum., selaku pembimbing I, dan Drs. Hayari, M.Hum., selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyusun Skripsi ini.

Berbagai pihak telah memberikan bantuan dan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Supriadi Rustad, M.Si., selaku Rektor Universitas Halu Oleo.

2. Dr. H. Jamiludin, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas Halu Oleo.

3. Drs. Hayari, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Halu Oleo.

4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bekal pengetahuan dan nasehat kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo.

5. Hj. Dahniar, SH., selaku Lurah Lemo yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di wilayah Kelurahan Lemo.

(7)

vii

7. Kepada teman-temanku angkatan 2011, Musrawan, Rilly, Sulvan, Hasmin Roy, Hariati dan masih banyak lagi yang tidak sempat saya tuliskan yang telah memberikan dukungan dan inspirasi selama perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik penyajian maupun teknik penulisan karena keterbatasan kapasitas penulis. Untuk itu koreksi dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata, semoga Skripsi ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada penulis juga kepada pembaca sekalian.

Kendari, 21 April 2017

Penulis

(8)

viii

HAMALAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Konsep Sejarah ... 8

B. Konsep Migrasi ... 11

C. Budaya Merantau Masyarakat Wakatobi ... 19

D. Faktor-Faktor Penyebab Migrasi ... 20

E. Penelitian Terdahulu ... BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

B. Jenis Penelitian ... 24

C. Sumber Data Penelitian ... 24

D. Metode Penelitian ... 25

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 28

A. Keadaan Geografis ... 28

B. Keadaan Demografis ... 29

C. Keadaan Sosial Budaya ... 33

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Awal Mula Kedatangan Orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara ... 36

B. Penyebab Kedatangan Orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara... 39

C. Kondisi Kehidupan Ekonomi Orang Binongko Setelah Berada di Kelurahan Lemo ... 46

(9)

ix

C. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran

Sejarah di Sekolah ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 60

DAFTAR INFORMAN ... 62

LAMPIRAN... 64

(10)

x

Golongan Umur dan Jenis kelamin... 31 Tabel 2. Komposisi Penduduk Kelurahan Lemo Berdasarkan Tingkat

Pendidikan... 32

(11)

xi

Lampiran 2 Peta Lokasi Penelitian ... 68 Lampiran 3 Surat Izin Penelitian ... 71 Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Penelitian ... 72

(12)

1

Dalam sejarah perkembangan kehidupan manusia baik masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang diwarnai oleh berbagai kegiatan perubahan yang berjalan terus menerus. Perubahan ini membutuhkan hadirnya bidang ilmu sejarah yang khusus mengkaji perubahan dan perkembangan yang dilakukan oleh manusia pada setiap kurun waktu.

Kehadiran ilmu sejarah sangat penting artinya sebab dengan mempelajari sejarah, berarti kita mengetahui lebih jauh dari perkembangan umat manusia di muka bumi ini beserta segala kejadiannya termasuk perkembangan seluruh aktifitasnya yang akan menuju kurun waktu yang berkesenambungan antara masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang.

Sebagai konsekuensi dari tiga dimensi sejarah tersebut adalah terjadi suatu perubahan ke arah perkembangan secara bertahap dalam aspek kehidupan manusia termasuk bidang budaya. Oleh karena itu dalam mengkaji berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia pada masa lampau dalam usaha untuk mempertahankan hidupnya dengan melakukan berbagai upaya yang lambat laun akan melahirkan suatu gaya hidup dan mata pencaharian masyarakat yang baru.

Sejak jaman purba sampai sekarang, perkembangan manusia selalu dipengaruhi oleh kegiatan migrasi. Pada masa kini, lebih banyak orang

(13)

bermigrasi dari pada jaman-jaman dahulu. Sekarang ada sekitar 192 juta orang yang tidak tinggal di negara lahir, yaitu kira-kira 3% populasi dunia.

Migrasi ini terjadi dalam bentuk dan skala yang bermacam-macam:

intercontinental antara benua yang berbeda, intracontinental di dalam satu benua, dan interregional di dalam satu kawasan atau negara.

Migrasi merupakan suatu hal yang penting untuk dikaji dalam penelaahan mengenai penduduk. Mengingat migrasi ini akan memberikan dampak baik terhadap daerah asal maupun daerah tujuan, juga proses migrasi tersebut disebabkan beberapa faktor seperti: daya dorong dari daerah asal dan daya tarik dari daerah tujuan.

Pada umumnya ada tiga kondisi yang menyebabkan perpindahan dari suatu wilayah untuk mengambil keputusan melakukan aktivitas di luar wilayahnya. Ketiga kondisi tersebut adalah kemiskinan, rendahnya kesempatan kerja dan rendahnya tingkat upah persatuan tenaga kerja. Kondisi ekonomi tersebut kemudian mendorong mereka untuk mengambil keputusan ekonomi rasional yang mungkin bisa membantu mereka.

Migrasi adalah sebuah fenomena yang banyak dijumpai dalam perjalanan sejarah bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu fenomena yang paling menonjol dalam sejarah kepindahan penduduk dari Kepulauan Wakatobi ke daerah-daerah lain di kepulauan Indonesia bahkan sampai ke luar negeri. Masyarakat Wakatobi yang melakukan migrasi tersebut mengembangkan pelayaran dan perdagangan, perikanan, pertanian dan pembukaan lahan perkebunan. Kemampuan menyesuaikan diri merupakan

(14)

modal terbesar yang memungkinkan orang Waktobi dapat bertahan di mana- mana selama berabad-abad. Menariknya, walau mereka terus menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarnya, orang Wakatobi tetap mampu mempertahankan identitas “kepulauan‟ mereka.

Wakatobi merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terdiri dari empat pulau yaitu pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.

Sebelum menjadi daerah otonom wilayah Wakatobi lebih dikenal sebagai Kepulauan Tukang Besi. Pada masa sebelum kemerdekaan Wakatobi berada di bawah kekuasaan Kesultanan Buton. Setelah Indonesia Merdeka dan Sulawesi Tenggara berdiri sendiri sebagai satu provinsi, wilayah Wakatobi hanya berstatus sebagai kecamatan dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Buton. Selanjutnya sejak tanggal 18 Desember 2003 Wakatobi resmi ditetapkan sebagai salah satu kabupaten pemekaran di Sulawesi Tenggara.

Saat pertama kali terbentuk Wakatobi terdiri dari lima kecamatan yaitu Kecamatan Wangi-Wangi, Kecamatan Wangi Selatan, Kecamatan Kaledupa, Kecamatan Tomia dan Kecamatan Binongko.

Latar belakang migrasi awal orang-orang Wakatobi ke daerah lain di Nusantara hingga ke Singapura dan Malaysia serta wilayah Asia Tenggara lainnya adalah adanya semangat untuk merantau. Orang-orang Wakatobi selalu berupaya mencari tempat yang dianggap layak bagi dirinya untuk tinggal, bekerja, bermasyarakat dan lain-lain. Selama hal tersebut belum dicapai, perantauan tidak akan pernah berakhir. Perantauan orang Wakatobi

(15)

ini juga dimotivasi budaya merantau yang menjadi pandangan hidup orang Wakatobi.

Masyarakat Wakatobi adalah kelompok etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Wakatobi. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Namun demikian, pendukung kebudayaan Wakatobi tersebar di beberapa tempat di Indonesia bahkan sampai ke Malaysia. Hal ini disebabkan oleh adanya dorongan pada diri mereka untuk merantau. Merantau sendiri disebabkan oleh dua hal yaitu: 1) Keinginan untuk mendapatkan kekayaan dari hasil jerih payah merantau 2) kondisi geografi wilayah wakatobi yang merupakan pulau karang yang tidak mendukung kehidupan masyarakat Wakatobi di negerinya sendiri.

Salah satu pulau di Kabupaten Wakatobi adalah pulau Binongko.

Pulau ini merupakan pulau yang paling ujung dari jejeran kepulauan Wakatobi. Masyarakat di Binongko memiliki kebudayaan merantau seperti masyarakat Wakatobi secara umum. Para perantau tersebut tersebar di berbagai pulau di Nusantara baik di Wilayah Sulawesi maupun di Kepulauan Maluku dan Papua. Sejak jaman dulu masyarakat Binongko suka bermigrasi ke daerah yang dianggap lebih memberikan kehidupan yang layak, dan umumnya mereka memilih menetap di daerah lain yang dituju.

Salah satu daerah yang dituju oleh para perantau dari Pulau Binongko adalah Wilayah Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara tepatnya di Kelurahan Lemo. Kepindahan mereka ke daerah itu sudah terjadi sejak

(16)

puluhan tahun yang lalu. Masyarakat Binongko yang bermigrasi ke Wilayah Kelurahan Lemo tetap menetap di tempat itu sampai kini dan telah menyatu dengan masyarakat asli Kecamatan Kulisusu. Bahkan banyak keturunan mereka sudah tidak mengetahui lagi kalau nenek moyangnya berasal dari Pulau Binongko.

Melihat cukup banyaknya jumlah masyarakat Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara yang merupakan penduduk pendatang dari pulau Binongko, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian terhadap sejarah kedatangan Orang Binongko Di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara

Melalui sebuah rangkaian observasi pendahuluan yang dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa sebab-sebab masyarakat Binongko datang ke Kelurahan Lemo tentu saja banyak didasarkan dari keinginan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di daerah tujuan. Mulai dari ingin mencari daerah yang lebih subur, kemudian bagian dari sebuah tradisi dalam budaya masyarakat Binongko yang mengupayakan agar setiap pemuda Binongko haruslah pergi merantau untuk menjalankan sebuah tradisi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah sejarah kedatangan Orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Untuk memperjelas inti permasalahan yang akan diteliti maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

(17)

1. Sejak kapan kedatangan Orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara?

2. Apa yang menyebabkan masyarakat Binongko datang dan menetap di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara?

3. Bagaimana kondisi kehidupan ekonomi orang Binongo setelah berada di Kelurahan Lemo Kabupaten Buton Utara?

4. Bagamiana tradisi atau kebiasaan merantau dalam masyarakat Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan awal mula kedatangan Orang Binongko Di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara.

2. Untuk menggambarkan penyebab kedatangan masyarakat Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara.

3. Untuk menjelaskan kondisi kehidupan ekonomi orang Binongo setelah berada di Kelurahan Lemo Kabupaten Buton Utara.

4. Untuk memaparkan tradisi atau kebiasaan merantau dalam masyarakat Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka kegunaan dari penelitian ini adalah:

(18)

1. Sebagai aplikasi ilmu pengetahuan yang diperoleh di peguruan tinggi yang berhubungan dengan ilmu sejarah.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi mahasiswa yang ingin meneliti tentang masalah sejarah kepindahan Penduduk.

3. Dapat memberikan pengetahuan serta wawasan khususnya dalam bidang sejarah yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat perantau atau migrasi yang hidup diwilayah lain.

(19)

8 A. Konsep Sejarah

Pengertian sejarah meliputi tiga segi yaitu sejarah sebagai peristiwa berkembang dengan konsep sejarah, yakni ruang, waktu, dan manusia.

Sedangkan konsep manusia akan menyangkut aspek kehidupan sosial, budaya, ekonomi, teknologi dan politik, terjalin dalam peristiwa sejarah. Kompleksnya kehidupan manusia, maka dalam cerita sejarah perlu adanya pembagian secara tematis untuk menunjukkan dan membuktikan kapan peristiwa sejarah manusia tersebut berlangsung perlu adanya periodisasi sesuai dengan konsep waktu.

Sedangkan mengenai dimana suatu kejadian sejarah manusia tersebut terjadi, maka diperlukan konsep ruang atau waktu.

Kartodirdjo (2002:89) membagi sejarah menjadi dua, yaitu sejarah dalam arti objektif yang merupakan kejadian dan peristiwa sejarah yang tidak dapat terulang dan sejarah dalam arti subjektif atau suatu kontruksi (bangunan) yang disusun oleh penulis sebagai suatu uraian cerita (kisah). Kisah tersebut merupakan suatu kesatuan rangkaian dan fakta-fakta yang saling berkaitan.

Sejarah sebagai ilmu yang berhubungan dengan prosedur pengumpulan sumber dan penarikan fakta dan sumber sejarah yang dilakukan oleh sejarawan atau dengan kata lain bahwa sejarah sebagai ilmu menyangkut teknik-teknik dalam menyusun dan merekonstruksi sejarawan terhadap sejarah sebagai peristiwa berdasarkan fakta-fakta sejarah yang dimilikinya.

(20)

Selanjutnya sebagai suatu disiplin ilmu, ilmu sejarah setara dengan ilmu- ilmu lain karena dalam penyusunannya telah menggunakan metode analisis yang kritis, walaupun ada proses-proses tertentu yang berbeda dengan proses ilmiah menurut criteria ilmu pengetahuan lainnya. Karena itu sebagai mana ilmu-ilmu lain, sejarah sebagai suatu ilmu pengetahuan juga mempunyai pengertian dan kajian tersendiri.

Pada dasarnya suatu ilmu tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling berkaitan antara satu sama lain. Ilmu sejarah misalnya untuk mengetahui perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain sangat membutuhkan ilmu sejarah, karena fungsi ilmu sejarah adalah upaya penelusuran jejak-jejak masa lampau sehingga yang ada sekarang menjadi jelas. Sejalan dengan itu, Kuntowijoyo (2008:210) mengemukakan bahwa sejarah adalah ilmu yang mandiri. Mandiri artinya mempunyai filsafat ilmu sendiri, permasalahan sendiri, dan penjelasan sendiri. Yang dimana sejarah manafsirkan, memahami dan mengerti. Dirnulai dengan menunjukan kekhasan sejarah sebagai ilmu. Setelah mengetahui jenis sejarah sebagai ilmu, maka perihal penjelasan sejarah, sehubungan dengan jenis ilmu.

Ada tiga hal yang harus kita pahami yaitu: (1) penjelasan sejarah adalah Hermeneutics dan Verstehen, menafsirkan dan mengerti, (2) penjelasan sejarah adalah penjelasan tentang waktu yang memanjang, (3) penjelasan sejarah adalah penjelasan tentang peristiwa tunggal.

Sejarah ialah ilmu tentang manusia, tentang waktu, sesuatu yang mempunyai makna sosial, dan sejarah ialah ilmu tentang sesuatu yang tertentu,

(21)

satu-satunya, dan terperinci (Kuntowijoyo, 2013: 10). Sejalan dengan itu, Sjamsuddin (2007: 275) mengemukakan bahwa sejarah adalah ilmu yang mempelajari sejarah dan apa yang telah dibuat, dipikirkan, diharapkan, bahkan kegagalan manusia melalui penelitian objek-objek yang dibentuk pengalaman dan imajinasi manusia.

Berdasarkan pendapat tersebut tampak bahwa sejarah masa lampau dipelajari dengan berpijak pada kenyataan dan situasi sekarang untuk mencanangkan pikiran serta harapan yang persektif ke masa depan. Dengan demikian gambaran sejarah merupakan integrasi kurun waktu yang tak terputus antara masa lampau, masa sekarang yang telah kita alami dan masa yang akan datang. Sebagai konsekuensi logis dan kesinambungan kurun waktu dalam dimensi sejarah adalah terjadinya hubungan kausalitas antara peristiwa atau kejadian yang menyertai dengan hukum-hukum yang menguasai masa lampau yang membawa masyarakat pada perubahan-perubahan kearah perkembangan secara bertahap segala aktifitas yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu ilmu sejarah sangat penting di dalam mempelajari kebudayaan dan suatu masyarakat, baik itu masyarakat dan suatu kelompok daerah maupun bangsa.

Sejarah merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan manusia, peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi, unik. dan penting. Peristiwa yang abadi adalah peristiwa sejarah yang tidak berubah-ubah dan tetap dikenang sepanjang masa. Peristiwa yang unik adalah peristiwa sejarah yang hanya terjadi satu kali dan tidak pernah

(22)

terulang persis sama untuk kedua kalinya. Sementara peristiwa yang penting adalah peristiwa sejarah yang mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang banyak.

B. Pengertian Migrasi

Migrasi mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia di wilayah maupun di muka bumi ini. Oleh karena itu migrasi juga merupakan usaha manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhannya, baik secara ekonomi, sosial budaya maupun politik. “Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui politik atau Negara ataupun batas administrative atau batas bagian dalam suatu Negara” (Munir, 1981:119).

“Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain, baik melewati batas administratif dari suatu Negara dengan tujuan menetap” (Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1980:37).

Definisi dalam arti luas tentang migrasi ialah penyebaran tempat tinggal secara permanen atau semi permanen. Tidak ada pembatasan, baik pada jarak perpindahan maupun sifatnya, yaitu apakah tindakan itu bersifat sukarela atau terpaksa serta tidak diadakan perbedaan antara migrasi dalam negeri dan migrasi ke luar negeri. Jadi pindah tempat dari satu apartemen ke apartemen lain hanya dengan melintasi lantai antara kedua ruangan itu dipandang sebagai migrasi, sama seperti perpindahan dari Bombay di India ke Cedar Rapids di Iowa, meskipun tentunya sebab-sebab dan akibat-akibat perpindahan itu sangat berbeda. Tetapi tidak semua macam perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dapat digolongkan ke dalam definisi ini. Yang tidak dapat digolongkan misalnya,

(23)

pengembaraan orang nomad dan pekerja-pekerja musiman yang tidak lama berdiam di suatu tempat, atau perpindahan sementara, seperti pergi ke daerah pegunungan untuk berlibur selama musim panas. Tanpa mempersoalkan dekat jauhnya perpindahan, mudah atau sulit, setiap migrasi mempunyai tempat asal, tempat tujuan, dan bermacam-macam rintangan yang menghambat. Dari beberapa penghalang antara itu, maka faktor jarak perpindahan merupakan faktor yang selalu ada (Lee, 1991:7-8).

Dari berbagai pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa migrasi yaitu perpindahan penduduk yang terjadi dari suatu tempat yang satu ke tempat yang lainnya, baik antar Negara maupun dalam suatu Negara dengan tujuan menetap.

1) Teori Migrasi

Volume migrasi di suatu wilayah berkembang sesuai keanekaragaman daerah di wilayah tersebut. Di daerah asal dan daerah tujuan ada faktor-faktor positif (+), negatif (-), ada pula faktor-faktor netral (0). Faktor-faktor tersebut adalah merupakan penentu volume migrasi (Lee, 1998:34) “. Faktor positif adalah faktor yang memberikan nilai keuntungan kalau bertempat tinggal di daerah itu, misalnya di daerah tersebut terdapat sekolah, kesempatan kerja, dan iklim yang baik. Faktor negatif adalah faktor yang memberikan nilai negatif pada daerah yang bersangkutan sehingga seseorang ingin pindah dari tempat tersebut karena kebutuhan tertentu tidak terpenuhi. Perbedaan nilai komulatif antara kedua tempat tersebut cenderung menimbulkan arus migrasi penduduk”.

(24)

1. Daerah Asal 4. Individu 3. Daerah Tujuan Gambar 1: Gambar Teori Migrasi Menurut Lee

Keterangan:

+ : Faktor di mana kebutuhan dapat terpenuhi - : Faktor di mana kebutuhan tidak terpenuhi 0 : Faktor netral

Selanjutnya, Lee menambahkan bahwa besar kecilnya arus migrasi juga dipengaruhi oleh rintangan antara, misalnya berupa ongkos pindah yang tinggi, topografi antara daerah asal dengan daerah tujuan berbukit-bukit, dan terbatasnya sarana transportasi atau pajak masuk ke daerah tujuan tinggi. Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah faktor individu karena migran tersebutlah yang menilai positif dan negatifnya suatu daerah ini atau tidak. Kalau pindah, daerah mana yang akan dituju.

Menurut Lee proses migrasi itu dipengaruhi oleh empat faktor:

a. Faktor individu

b. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal c. Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan

d. Rintangan antara di daerah asal dengan daerah tujuan

(25)

Selanjutnya Robert Norris (1972) dalam Yasin (1998:84) menyatakan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi seseorang mengambil keputusan untuk bermigrasi yaitu: (1) Faktor daerah asal (origin); (2) Faktor daerah tujuan (destination); (3) Faktor rintangan antara (barriers); (4) Kesempatan antara (intervening opportunities); (5) Migrasi terpaksa (forced migration); dan (6) Migrasi kembali (return migration)”.

Gambar 2. Migrasi sebagai interaksi wilayah Keterangan:

1) Faktor Daerah Asal (Origin)

Faktor mendasar dalam pendekatan perilaku bermigrasi adalah bentuk keputusan oleh migran potensial secara individu atau anggota keluarga, dalam hal ini pertimbangan di mana akan bermigrasi atau pertimbangan secara geografis antara satu daerah dengan daerah lainnya sebagai hal yang mendasar. Dalam pengambilan keputusan tersebut migran potensial mempertimbangkan antara manfaat yang diperoleh di daerah asal dengan daerah tujuan, mana yang lebih

(26)

tinggi manfaatnya. Bila nilai kefaedahan lebih tinggi di daerah asal, kemungkinan yang diputuskan adalah tidak jadi bermigrasi.

2) Faktor Daerah Tujuan (Destination)

Cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi tentang daerah tujuan adalah melalui media masa, migran terdahulu dan komunikasi dengan teman atau kerabat di daerah tujuan. Faktor pendorong di daerah asal dan penarik di daerah tujuan bekerja secara bersama sebagai pendorong keinginan migrasi potensial untuk bermigrasi.

3) Faktor Rintangan Antara (Barriers)

Faktor penghalang atau faktor negatif biasanya dirasakan sebagai faktor penghalang migran untuk bermigrasi, seperti faktor penghalang geografis yang terpenting adalah jarak dan topografi daerah.

4) Kesempatan Antara (Intervening Opportunities)

Konsep kesempatan antara digunakan dalam geografi ekonomi untuk menjelaskan tentang sifat komplemen (saling melengkapi) antara dua tempat. Jadi interaksi antara dua wilayah hanya terjadi dalam kesempatan antara.

5) Migrasi Terpaksa (Forced Migration)

Hanya sedikit orang yang ingin bermigrasi karena terpaksa, karena mereka tidak mempunyai keputusan untuk pindah atau tidak pindah, biasanya kondisi yang memaksa adalah kondisi fisik dan ekonomi.

6) Migrasi Kembali (Return Migration)

Arus utama dalam migrasi selalu adanya arus balik, bila seorang migran tidak diterima oleh lingkunga yang baru mereka mungkin kembali ke daerah asal.

(27)

Menurut Mitchell (1961) dalam Ida Bagus Mantra (2003:184); ada beberapa kekuatan (forces) yang menyebabkan orang-orang terikat pada daerah asal, dan ada juga kekuatan yang mendorong orang-orang untuk meninggalkan daerah asal. Kekuatan yang mengikat orang-orang untuk tinggal di daerah asal tersebut dengan kekuatan sentripetal (centripetal forces) dan sebaliknya kekuatan yang mendorong seseorang untuk meninggalkan daerah asal disebut dengan kekuatan sentrifugal (centrifugal forces). Apakah seseorang akan tetap di daerah asal ataukah pergi meninggalkan daerah asal untuk menetap di daerah lain tergantung pada keseimbangan antara dua kekuatan tersebut.

Gambar 3. Gambar Teori Migrasi Menurut Mitchell Keterangan :

a) Kekuatan Sentripetal

Kekuatan yang meningkat orang untuk tinggal di daerah asal, antara lain:

terikat tanah warisan, menjaga orang tua yang sudah lanjut, kegotong-royongan yang dudah baik, daerah asal merupakan tanah kelahiran nenek moyang mereka.

b) Kekuatan Sentrifugal

Kekuatan yang mendorong seseorang meninggalkan daerah asal, misalnya: terbatasnya lapangan kerja, terbatasnya fasilitas pendidikan.

c) (+) Faktor di mana kebutuhan dapat terpenuhi d) (-) Faktor di mana kebutuhan tidak terpenuhi

(28)

2. Jenis-Jenis Migrasi

Migrasi selalu berkaitan dengan tempat atau wilayah, waktu terjadinya migrasi baik itu saat masuk maupun keluar dari sebuah wilayah. Dari sisi tempat atau wilayah mulai dari lingkup desa maupun dalam lingkup yang lebih luas yaitu antara wilayah Negara. Dari sisi waktu, mulai dari satu hari sampai waktu yang cukup lama. Sehubungan dengan tempat dan waktu, migrasi dapat dibedakan menjadi:

1) Migrasi masuk (In Migration)

Masuknya penduduk ke suatu daerah tempat tujuan (Area of destination).

2) Migrasi Keluar (Out Migration)

Perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal (Area of origin).

3) Migrasi Neto (Net Migration)

Merupakan selisih antara jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar.

Apabila migrasi yang masuk lebih besar dari pada migrasi keluar maka disebut migrasi neto positif sedangkan jika migrasi keluar lebih besar dari pada migrasi masuk disebut migrasi neto negatif.

4) Migrasi Bruto (Gross Migration) Jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar 5) Migrasi Total (Total Migration)

Migrasi total adalah seluruh kejadian migrasi mencakup migrasi semasa hidup (Life Time Migration) dan Migrasi pulang (Return migration). Migrasi total adalah semua orang yang pernah pindah.

(29)

6) Migrasi Internasional (Internasional Migration)

Migrasi Internasional merupakan perpindahan penduduk dari sebuah Negara ke Negara lain. Masuknya penduduk ke sebuah Negara disebut Imigrasi (Imigration), sedangkan sebaliknya jika terjadi perpindahan penduduk yang keluar dari sebuah Negara disebut Emigrasi (Emigration).

7) Migrasi Semasa/Seumur Hidup (Life Time Migration)

Migrasi semasa hidup adalah mereka yang pada waktu pencacahan sensus bertempat tinggal di daerah yang berbeda dengan daerah tempat kelahirannya tanpa melihat kapan pindahnya.

8) Migrasi Parsial (Parsial Migration) Migrasi yang terjadi antara dua daerah saja.

9) Urbanisasi (Urbanization)

Bertambahnya proporsi penduduk yang berdiam di daerah kota yang disebabkan oleh proses perpindahan penduduk ke kota dan/atau akibat dari perluasan daerah kota dan pertumbuhan alami penduduk kota.

Definisi urban berbeda-beda antara satu Negara dengan Negara lainnya tetapi biasanya pengertiannya berhubungan dengan kota-kota atau daerah-daerah pemukiman lain yang padat. Klasifikasi yang dipergunakan untuk menentukan daerah kota biasanya dipengaruhi oleh indikator mengenai penduduk, indikator mengenai kegiatan ekonomi, indikator jumlah fasilitas urban atau status adrninistrasi suatu pemusatan penduduk.

(30)

C. Budaya Merantau Masyarakat Wakatobi

Dalam suku Wakatobi terdapat budaya/tradisi “merantau” yang dilakukan oleh anak laki-laki, yaitu tradisi perginya anak laki-laki keluar daerah asalnya.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Anwar (1999:19) bahwa: “Penyebaran suku Wakatobi jauh dari daerah asalnya disebabkan karena adanya dorongan dan tradisi untuk merantau, keinginan untuk merantau itu umumnya didorong oleh keinginan untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

Adapun definisi merantau yang diungkapkan oleh Naim (1979:6), diantaranya yaitu:

a) Merantau sebagai mobilitas regional

Pengertian merantau sejajar dengan pengertian yang dipakai oleh A. L.

Mabogunje dalam studinya tentang migrasi, yaitu gerak perpindahan penduduk melintasi batas jarak yang cukup jauh dengan ukuran besar dengan maksud meninggalkan tempat tinggal semula menuju tempat tinggal yang baru yang kira- kira permanen.

b) Merantau sebagai mobilitas ekonomi dan sosial

Sebagaimana dengan migrasi pada umumnya terdapat motifasi ekonomi yang intensif yang melekat pada pengertian merantau. Biasanya kecenderungan untuk berpindah menjadi lebih terasa bila keadaan ekonomi di kampung tidak lagi sanggup menahan mereka.

Seperti migrasi pada umumnya, merantau bukanlah tingkah laku yang acak sifatnya yang hanya dimiliki oleh individu tertentu atau strata sosial tertentu

(31)

saja, merantau merupakan bentuk tingkah laku sosial yang sifatnya kolektif dan berulang yang dapat diramalkan dan melembaga.

c) Merantau sebagai “Agent Of Cultural Transmission”

Selain suplai-suplai materi yang lebih nyata, nilai-nilai budaya juga ditrasmisit, tetapi trasmisi budaya tetap bekerja secara dua arah, melalui perbuatan merantau maka budaya tempat asal disuplai diperkuat dan ditantang oleh budaya baru dan melalui merantau setiap perantau.

Orang Wakatobi mendorong kaum muda mereka untuk merantau, namun ketika mereka kembali ke daerah asal mereka harus membawa sesuatu, harta atau pengetahuan sebagai simbol dari keberhasilan mereka. Migrasi suku Wakatobi ke berbagai daerah ternyata bukan hanya untuk memperkaya diri dengan materi tetapi juga dengan ilmu pengetahuan.

D. Faktor-Faktor Penyebab Migrasi

Sebab atau faktor-faktor yang menjadi sebab dari migrasi ini sendiri cukup berfariatif atau tidak sama antara orang satu dengan yang lain. Dalam keputusan bermigrasi selalu terkandung keinginan untuk memperbaiki salah satu aspek kehidupan, sehingga keputusan seseorang melakukan migrasi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Ada empat faktor yang perlu diperhatikan dalam studi migrasi penduduk, yaitu :

1) Faktor-faktor yang terdapat didaerah asal 2) Faktor-faktor yang terdapat pada daerah tujuan 3) Penghalang antara

4) Faktor-faktor individual atau pribadi (Lee, 1991:8)

(32)

Selain itu ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan penduduk bermigrasi yang dibedakan dalam dua bagian yaitu “faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor)” (Bintarto, 1977:19). Selanjutnya yang termasuk ke dalam faktor pendorong untuk melakukan migrasi adalah sebagai berikut:

1) Pertambahan alami,

2) Kekurangan sumber alami, 3) Fluktuasi iklim

4) Kegelisahan sosial. (Bintarto, 1977:19).

Berdasarkan pendapat di atas, faktor yang mendorong orang meninggalkan tempat asalnya antara lain disebabkan adanya pertambahan alami seperti adanya pertambahan penduduk. Pertambahan penduduk di suatu daerah akan menambah jumlah tenaga kerja. Semakin banyak jumlah tenaga kerja yang ada menimbulkan sedikitnya atau semakin berkurangnya peluang untuk memperoleh pekerjaan.

Sedangkan faktor-faktor penarik dalam migrasi antara lain : 1) Penemuan daerah baru yang mempunyai tanah subur

2) Penemuan industri-industri baru 3) Iklim yang cocok

4) Kebijaksanaan pemerintah, 5) Faktor pribadi

6) Pemindahan lokasi pasar (Bintarto, 1977:19).

(33)

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa faktor pendorong penduduk bermigrasi secara ekonomis disebabkan oleh luas tanah garapan di daerah asal untuk tiap-tiap keluarga makin lama makin sempit, ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang cepat yang tidak dapat diimbangi dengan perluasan tanah garapan yang kemudian akan memberikan kehidupan yang lebih baik. (Saidiharjo,1982:39)

Pendapat lain tentang daya dorong antara lain yaitu:

1. Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya masih susah diperoleh.

2. Menyempitnya Lapangan pekerjaan di tempat asal.

3. Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku di daerah asal.

4. Tidak cocok lagi dengan adat / budaya / kepercayaan di daerah asal.

5. Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa mengembangkan karir pribadi.

6. Bencana alam baik banjir, kebakaraan dan sebagainya. (Munir, 1981:119) Selain ada faktor pendorong yang menyebabkan penduduk bermigrasi dari daerah asal, maka ada faktor penarik yang mendorong penduduk untuk pindah dan menetap di daerah tujuannya yaitu faktor yang menarik penduduk untuk bermigrasi yaitu adanya perbedaan dan fasilitas untuk memperoleh pekerjaan yang lebih dekat dan menjamin kehidupan keluarganya, perbedaan untuk memperoleh fasilitas perumahan yang lebih layak, perbedaan kesuburan tanah dan kandungan mineral (Suhardi, 1977:48).

Selanjutnya sebuah pendapat menjelaskan bahwa: Faktor-faktor penarik orang bermigrasi antara lain: kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan

(34)

yang cocok, kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih baik, kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan misalnya perumahan, tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat pelindung (Munir, 1981:120).

Selain adanya faktor yang menarik penduduk untuk pindah dan menetap di daerah tujuan, maka penduduk yang pindah itu mempunyai tujuan yaitu: “untuk mempertinggi kemakmuran dan kesejahteraan penduduk dengan cara berpindah dari suatu daerah ke daerah lain yang tujuannya kearah pembangunan ekonomi di segala bidang”(Keyfit dan Widjoyonitisasmitro,1964:115). Berdasarkan uraian- uraian tersebut di atas, maka tujuan penduduk bermigrasi atau berpindah adalah untuk memenuhi hidup keluarganya terutama di bidang ekonomi.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh: (1) Penelitian Saimuddin (1997) dengan judul: Migrasi Orang Bugis di Kecamatan Kabaena Timur Kabupaten Buton. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab migrasi Orang Bugis ke Kecamatan Poleang adalah: faktor keamanan, faktor ekonomi, faktor geografis, dan faktor adat istiadat. (2) Penelitian Sulvan (2016) dengan judul: Migrasi Orang Kulisusu Ke Desa Roko-Roko Kecamatan Wawonii Tenggara Kabupaten Konawe Kepulauan (1956-2015). Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) penyebab migrasi Orang Kulisusu ke Desa Roko-Roko karena: faktor ekonomi, faktor geografis, dan faktor keamanan. Kondisi ekonomi Orang Kulisusu di Desa Roko-Roko pada saat ini sudah baik.

(35)

24 A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Penelitian ini dilakukan pada Bulan September – Desember 2016.

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian sejarah yang bersifat deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan mengambarkan sejarah kedatangan orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural. Pendekatan struktural adalah penelitian sejarah bukan saja berdasarkan fakta sejarah berupa benda tetapi termasuk dinamika kehidupan manusia yang terstruktur.

C. Sumber Data Peneitian

Untuk memperoleh sumber data dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga kategori sumber sejarah yaitu:

1. Sumber tertulis, yaitu data yang diperoleh melalui telaah buku-buku sejarah di lokasi penelitian khususnya skripsi, dan laporan hasil penelitian yang mendukung perolehan data dalam peneitian ini.

2. Sumber lisan, yaitu data yang diperoleh melalui keterangan lisan atau hasil wawancara dengan informan yang dianggap mengetahui tentang sejarah

(36)

kedatangan masyarakat Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Informan penelitian ini terdiri atas 9 orang yang masyarakat Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara.

3. Sumber visual, yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung terhadap benda-benda atau alat-alat yang berkaitan dengan sejarah kedatangan orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara.

D. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Sjamsuddin (2009: 85-158) yaitu bahwa tata kerja dalam metode sejarah diri dan beberapa tahap, yaitu: 1) Pengumpulan sumber (heuristik), 2) Kritik sumber (eksternal dan internal), 3) Penulisan (historiografi).

1. Heuristik (Teknik Pengumpulan Data)

Pada tahap ini penulis mencari dan mengumpulkan data sebanyak- banyaknya dengan menggunakan teknik sebagai benikut:

a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan melalui sumber-sumber tertulis berupa buku-buku literatur/skripsi serta hasil penelitian yang relevan.

b. Penelitian lapangan (field research), yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dengan cara peninjauan langsung ke lokasi penelitian dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

(37)

1) Observasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melalui pengamatan secara sistematis tentang fenomena yang diteliti (budaya yang dibawa oleh masyarakat Binongko di Kelurahan Lemo). Dalam penelitian ini inspirasi awal yang dilakukan dalam bentuk pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti, yaitu penulis mengadakan pengamatan tentang kesamaan adat istiadat masyarakat Binongko di Kelurahan Lemo dan masyarakat Binongko di Kabupaten Wakatobi.

2) Studi lisan, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan yang mengetahui permasalahan yang diteliti.

3) Studi dokumen yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengkaji dokumen yang ada hubungannya dengan sejarah kedatangan orang Binongko di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara.

2. Kritik Sumber (Teknik Analisis Data)

Pada tahapan ini peneliti mengadakan penilaian terhadap data yang sudah terkumpul, khususnya bagi data yang masih diragukan kebenarannya sehingga bisa didapatkan data yang benar-benar akurat, sehingga dapat dipakai dalam penulisan skripsi ini.

Untuk mengkaji keaslian dan kebenaran data tersebut dengan menempuh cara sebagai berikut:

a. Kritik ekstern yaitu untuk mengevaluasi apakah sumber atau dokumen itu asli atau tidak dan informan itu jujur atau tidak, untuk itu dalam

(38)

mengevaluasi sumber atau data dan segi otentitas atau keasliannya dilakukan kritik dengan cara menyelidiki bentuk dan penampilan informan atau dokumen yang ada.

b. Kritik intern yaitu untuk mengevaluasi kredibilitas atau keabsahan serta relevansi isi sumber data lainnya seperti hasil pengamatan dengan hasil wawancara atau dokumen yang inelewati kritik eksterm dan selanjutnya dilakukan pemilihan berdasarkan relevansi dan permasalahan.

3. Historiografi (Penulisan Sejarah)

Menurut Sjamsuddin (2007:155) tahap-tahap penulisan sejarah mencakup sebagai berikut:

a. Penafsiran (Interpretasi), yakni menganalisis dan menyusun sumber- sumber data yang diperoleh dan menggolongkan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya sesuai dengan kenyataan yang ada untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.

b. Penjelasan (Eksplanasi), yakni menjeaskan sumber-sumber yang telah diperoleh, baik itu berupa sumber internal maupun sumber eksternal.

c. Penyajian (Ekspose), yakni dengan melakukan penyajian hasil penelitian tentang aspek yang diteliti.

(39)

28 A. Keadaan Geografis

Keadaan geografis meliputi tanah dan kekayaan, bagian tanah dan lautan, gunung, tumbuh-tumbuhan dan binatang, semua bergerak kosmos seperti gerak sinar dan sebagainya termaksud iklim, musim, atau proses geofisik banjir, gempa bumi, taufan dengan kata lain bukan sebagai suatu pengaruh manusia.

Menyimak pendapat di atas, maka keadaan geografis dalam penyusunan atau penulisan sejarah sangatlah penting, karena menyangkut tempat dan ruang atau panggung tempat orang melakukan lakon. Oleh karena itu, pentingnya peranan geografis dalam penulisan atau penyusunan kisah sejarah sehingga East mengatakan bahwa “geografi tanpa sejarah bagaikan jerangkong tanpa gerak, sedangkan sejarah tanpa geografis bagaikan kelana tanpa tempat tinggal”

(Sudirman, 2000:22).

Kelurahan Lemo merupakan salah satu Kelurahan yang ada di Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Untuk mencapai daerah tersebut, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua, roda empat maupun sejenisnya. Jarak dari Kantor Kelurahan ke Ibu Kota Kecamatan Kulisusu adalah

± 7 KM sedangkan jarak dari Kantor Desa ke Ibu Kota Kabupaten adalah ± 70 KM. Dimana dimiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lemo Ea

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Bone Lipu

(40)

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Rombo 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Kulisusu

Luas wilayah Kelurahan Lemo memiliki 1,98 KM2terbagi atas dua dusun yaitu dusun I dan dusun II. Selain itu juga Kelurahan Lemo yang terletak di daratan Pulau Buton mempunyai iklim tropis, mengenal dua musim yaitu musim hujan dan musim panas. Musim hujan biasanya terjadi pada bulan Desember sampai dengan Maret, bersamaan dengan bertiupnya angin barat. Sedangkan musim panas biasanya terjadi pada bulan Mei sampai Oktober, bersamaan dengan bertiupnya angin timur. Di saat pergantian antara musim hujan dan musim panas selalu diselingi musim pancaroba yang terjadi pada bulan April dan November.

B. Keadaan Demografis

Keadaan demografis atau kependudukan adalah suatu hal yang harus diperhitungkan dalam pembangunan Nasional maupun penbangunan Daerah, khususnya Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Suatu kenyataan demografis bahwa penduduk Indonesia bersifat heterogenitas, dan karena sifat ilmiah penduduk sebagaimana adanya dapat dikelompokan menurut penggolongan umur dan jenis kelamin. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Polak (1978:25) bahwa demografis menggambarkan jumlah penyebaran kepadatan penduduk bumi secara statistik termaksud soal kelahiran, kematian, dan penggolongan menurut umur gerak berupa migrasi. Mengingat banyaknya hal yang diungkap dalam demografi, maka penulis hanya menitikberatkan pada satu komponen yakni berdasarkan pada penggolongan umur dan jenis kelamin.

(41)

a. Jumlah Penduduk

Penduduk adalah semua orang yang menetap di suatu daerah tertentu dalam waktu tertentu. Jumlah penduduk adalah jumlah yang menempati suatu wilayah pada waktu tertentu. Untuk mengetahui jumlah penduduk suatu daerah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:sensus penduduk, survei penduduk, dan registrasi penduduk. Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Kantor Kelurahan, jumlah keseluruhan penduduk Kelurahan Lemo pada tahun 2016 adalah 822 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 416 jiwa dan perempuan sebanyak 407 jiwa dengan jumlah 231 KK. Dilihat dari suku bangsa yang mendiami Kelurahan Lemo mayoritas adalah suku Buton Kulisusu 67% dan suku Buton Wakatobi (Binongko) sebanyak 31% sedangan sisanya adalah Bugis dan Jawa sebanyak 2%.

b. Komposisi Penduduk

1) Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk adalah penyusunan atau pengelompokan penduduk berdasarkan kriteria tertentu. Adapun kriteria yang digunakan antara lain kriteria usia dan jenis kelamin, angkatan kerja, dan rasio ketergantungan. Sesuai data statistik yang penulis peroleh dari Kantor Kelurahan Lemo tentang komposisi penduduk laki-laki dan penduduk perempuan ternyata jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari jumlah penduduk perempuan. Dilihat berdasarkan usia menunjukan bahwa penduduk yang berusia muda lebih banyak dari pada penduduk yang berusia tua. Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan penduduk

(42)

berdasarkan usia dan jenis kelamin di Kelurahan Lemo dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Komposisi Penduduk Kelurahan Lemo Berdasarkan Golongan Umur dan Jenis kelamin

NO Kelompok

Umur

Jenis Kelamin Jumlah

(Jiwa)

Persentase (%) Laki-laki Perempuan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

0-1 tahun 1-5 tahun 5-7 tahun 7-15 tahun 15-56 tahun

>56 tahun

36 54 46 78 15 52

34 53 43 75 150

48

70 107

89 153 303 100

8,52 13,02 10,83 18,61 36,86 12,17

Jumlah 419 403 822 100

Sumber Data: Kantor Kelurahan Lemo

Dari tabel di atas menunjukan bahwa penduduk kelurahan Lemo yang berada dalam kelompok usia (15-56 tahun) merupakan jumlah penduduk terbesar, yakni 26,86% jiwa dan kemudian penduduk dalam kelompok umur (7-15 tahun) merupakan jumlah terbesar kedua yakni 18,61% jiwa sedangkan jumlah penduduk terkecil adalah usia (0-1 tahun) 8,52% jiwa.

2) Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan atau sering disebut dengan jenjang pendidkan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Tingkat pendidikan penduduk pada suatu wilayah dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai kualitas sumber daya manusia yang tersedia di wilayah tersebut dimana dengan semakin banyaknya penduduk yang berpendidikan tinggi maka dapat diduga bahwa kualitas sumber daya manusia di wilayah tersebut tergolong baik, demikian juga sebaliknya jika jumlah penduduk yang berpendidikan rendah

(43)

adalah tergolong besar maka kualitas sumber daya manusianya diduga akan rendah.

Kelurahan Lemo merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Kulisusu yang memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan tergolong menengah ke bawah, dan kondisi tersebut sekaligus menggambarkan bahwa kualitas sumber daya manusia yang dimiliki Kelurahan Lemo adalah tergolong kurang baik. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah penduduk Kelurahan Lemo yang berpendidikan menengah kebawah (SLTA, SLTP sederajat, SD). Untuk mengetahui lebih jelas mengenai keadaan pendidikan penduduk Kelurahan Lemo, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Komposisi Penduduk Kelurahan Lemo Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidkan Jumlah

(Jiwa)

Persentase (%) 1

2 3 4 5 6 7 8

Belum sekolah Tidak tamat SD Tamat SD SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat Diploma (D1, D2, D3) S1

S2

96 121 182 176 166 41 34 6

11,68 14,72 22,14 21,41 20,19 4,99 4,14 0,73

Jumlah 822 100

Sumber: Data Kantor Kelurahan Lemo, 2016

Tabel di atas menunjukan bahwa penduduk Kelurahan Lemo yang memiliki tingkat pendidikan tamat SLTP merupakan jumlah terbesar, yakni 182 jiwa atau 22,14% dari keseluruhan jumlah penduduk Kelurahan Lemo. Sedangkan yang berpendidkan SLTP merupakan persentase terbesar kedua, yakni 21,41%.

Adapun penduduk yang berpendidikan S2 merupakan jumlah terkecil yakni 6 jiwa

(44)

atau 0,73%. Kondisi tersebut menunjukan bahwa tingkat pendidikan Kelurahan Lemo masih tergolong rendah.

C. Keadaan Sosial Budaya

Pembangunan di bidang agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa diarahkan untuk menciptakan keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dengan manusia serta hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya.

Kondisi Kelurahan Lemo ditinjau dari aspek keagamaan dapat dikatakan homogen, dengan kata lain bahwa penduduk yang berdomisili di Kelurahan Lemo hanya menganut satu kepercayaan agama yaitu Islam, walaupun secara formal Kelurahan Lemo beragama islam, namun masih ada sebagian masyarakat yang menganut sistem kepercayaan animisme, misalnya mempercayai bahwa ada tempat-tempat tertentu yang memiliki kekuatan gaib yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Mereka beranggapan orang-orang yang telah meninggal tidak lepas dari masyarakat (orang-orang yang masih hidup) dan mereka itu memperhatikan orang-orang yang masih hidup. Atas kepercayaan ini, maka mereka selalu mengadakan pemujaan terhadap nenek moyang. Wujud perwujudan tersebut dilakukan melalui upacara-upacara tradisional, misalnya pada waktu membuka hutan untuk berkebun atau pada waktu melalui musim tanam. Hal ini masih terdapat pada masyarakat Kelurahan Lemo sampai sekarang.

Secara umum masyarakat Kelurahan Lemo dalam kehidupannya sehari- hari masih menggunakan bahasa Ereke. Sedangkan penggunaan bahasa Indonesia

(45)

digunakan pada pertemuan-pertemuan formal yang menyangkut kegiatan umum pemerintah dan berkomunikasi dengan masyarakat luar yang dantang di desa ini.

Jenis kesenian yang digunakan di Kelurahan Lemo seni Tari tradisional berupa Lulo, Silat yang biasa digunakan pada pesta-pesta adat, misalnya pada pelaksanaan peserta adat pernikahan dan penyambutan pemerintah kabupaten yang datang berkunjung.

Dalam segi pengetahuan masyarakat Kelurahan Lemo menganut dua pola sistem pengetahuan dalam pola tradisional non formal dan sistem pengetahuan pola moderen formal. Sistem pengetahuan dalam pola tradisional non formal yang berlaku adalah sistem tertutup dan individual, hal ini terlihat pada tata cara transfer pengetahuan khususnya di bidang ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan yang berkaitan dengan budaya dan adat-istiadat yang dilakukan secara individual dan tidak memerlukan fasilitas tertentu seperti halnya pendidikan formal. Sedangkan untuk sistem pengetahuan moderen yang ada seperti sekolah, pada prinsipnya di desa ini telah berkembang dengan baik.

Masalah keamanan dan ketertiban mayarakat di Kelurahan Lemo adalah merupakan tanggung jawab masyarakat juga, dalam hal ini dapat dicapai dengan tingginya kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan, baik ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam lingkungan itu sendiri.

Pelaksanaan sistem keamanan dan ketertiban di Kelurahan Lemo dilaksanakan secara terpadu oleh semua komponen yang ada. Hal ini terklaksana

(46)

dan terkordinasi dengan dilengkapi beberapa perangkat/petugas keamanan seperti Babinsa dan Pertahanan Sipil (hansip).

Meskipun demikian keamanan dan ketertiban di Kelurahan Lemo telah tercipta dengan baik akan tetapi tidak disangkali masih sering terjadi hal-hal yang perlu mendapat perhatian dan kerjasama antara semua pihak seperti pencuri.

Berdasarkan keadaan alam Kelurahan Lemo maka sektor pertanian merupakan potensi terbesar andalan perekonomian masyarakat. Pada umumnya para petani mempunyai lahan yang cukup luas dan jumlah hasil panen yang cukup. Mata pencaharian utama adalah bertani, kehidupan bercocok tanam sebagai faktor dominan dalam setiap masyarakat petani. Pada umumnya menanam tanaman jagung, kacang tanah, dan tanaman tahunan/bahan perdagangan ekspor seperti jambu mete dan kelapa.

Penduduk Kelurahan Lemo juga mempunyai mata pencaharian tambahan yang diperoleh dari hasil nelayan, namun tata cara penagkapan ikan dengan cara memasang pukat dan memancing masih secara tradisional sehingga hanya merupakan penghasilan tambahan untuk menambah penghasilan pokok.

(47)

36

A. Awal Mula Kedatangan Orang Binongko di Kelurahan Lemo

Ada dua pola migrasi atau diaspora orang Buton di daerah perantauan yang menjadi karakter keberhasilannya. Pola timur, migrasi atau diaspora orang Buton ke Ambon dan wilayah sekitarnya. Pola kedua adalah Pola Barat, migrasi ini menuju Kalimantan, Jawa, Sumatra, sampai Singapore dan Malaysia. Diaspora orang Buton di perantauan ditunjukkan secara nyata oleh orang-orang kepulauan yang sekarang dikenal dengan akronim Wakatobi (Wanci, Kaledupa, Tomea, dan Binongko). Karakter kemaritiman yang sesungguhnya dari Buton adalah berasal dari kepulauan ini.

Kedatangan orang Binongko ke Kelurahan Lemo, tidak terlepas dari Pola Migrasi orang kepulauan menuju Barat. Kedatangan pertama orang Binongko ke Kelurahan Lemo adalah kedatangan yang tidak disengaja. Menurut cerita salah satu Informan bernama La Renda menyatakan bahwa:“Awal mula kedatangan orang Binongko di Kelurahan Lemo adalah ketika sekelompok perantau dari Binongko hendak berlayar menuju Surabaya, mungkin sekitar tahun 1950-an.

Akan tetapi ketika kapal mereka hendak melewati tajung goram cuaca berubah menjadi buruk, kapal mereka menjadi oleng karena terjangan ombak disertai angin kencang, dan hujan yang deras, kapal bocor, sehingga diarahkan menuju teluk Kolengsusu, dan terdamparlah di Pantai Lemo”. Para penumpang kapal

(48)

menyelamatkan diri ke darat dan tinggallah di sekitar Pantai Lemo.” (Wawancara;

November 2016)

Pernyataan informan di atas mengambarkan bahwa awal mula kedatangan orang Binongko di Kelurahan Lemo adalah tahun 1950-an. Kedatangan mereka tidak disengaja, tujuan sebenarnya para perantau dari Binongko tersebut adalah hendak berlayar menuju Surabaya. Akan tetapi ketika kapal mereka bocor diterjang badai sehingga diarahkan menuju teluk Kolengsusu, dan terdampar di Pantai Lemo. Para penumpang kapal menyelamatkan diri ke darat dan tinggallah di sekitar Pantai Lemo.

Para perantau ini, mencari pemukiman penduduk sekitar, hingga akhirnya sampailah mereka ke Kampung Lemo. Kedatangan para perantau ini diterima baik oleh masyarakat sekitar. Mereka diberikan bantuan makanan seadanya untuk hidup beberapa hari. Keramahan penduduk sekitar, membuat para perantau ini tertarik, terlebih lagi wilayah Kampung Lemo baik untuk bercocok tanam dibandingkan dengan daerah asal. Untuk menghidupkan kegiatan ekonomi, para perantau ini meminta izin kepada masyarakat dan Kepala Kampung Lemo untuk membuka lahan. Masyarakat dan pemerintah setempat memberikan izin untuk untuk tinggal dan membuka lahan. Setelah beberapa bulan, para perantau ini kembali ke kampungnya Binongko dan mengajak anggota kelurganya tinggal di Lemo yang sekarang ini berubah menjadi Kelurahan Lemo. Hal ini dijelaskan oleh Informan bernama La Isa Wadia (72 Tahun) yang menyatakan bahwa:“Awal kedatangan kami orang Binongko di Kelurahan Lemo adalah ketika kapal kami yang hendak berlayar menuju Surabaya, pecah diterjang ombak, sehingga kapal

(49)

kami arahkan menuju teluk Kolengsusu, dan terdamparlah di Pantai Lemo. Kami mencari pemukiman penduduk di Kampung Lemo, trus diterima dengan baik oleh masyarakat sini, diberikan bantuan makanan seadanya. Selama beberapa hari tinggal, kami tertarik dengan Kampong Lemo yang baik untuk bercocok tanam.

Kami meminta izin kepada Kepala Kampung untuk membuka lahan. Setelah itu kami memanggil anggota keluarga di kampung dan tinggal disini, Kelurahan Lemo sekarang” (Wawancara, 17 November 2016)

Hasil wawancara di atas menggambarkan bahwa kedatangan Orang Binongko di Kelurahan Lemo terjadi secara bertahap. Kedatangan pertama, bukan karena unsur kesengajaan dan kedatangan kedua adalah kedatangan anggota keluarga dari para perantau yang datang dengan tidak sengaja di Kelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu pada tahun 1950-an.

Proses perpindahan penduduk dalam sejarah dikenal dengan berbagai macam latar belakangnya atau berbagai faktor penyebabnya sehingga seseorang atau sekelompoknya orang melakukan migrasi dari suatu tempat ke tempat yang lain, mereka rela meninggalkan kampung halaman dan harta bendanya hanya untuk mencari tempat yang aman dan untuk memperbaiki taraf kehidupannya.

Migrasi orang Binongko ke Kelurahan Lemo tentunya melalui proses panjang yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor tertentu sebagaimana penyebab terjadinya perpindahan suku-suku bangsa lainya di dunia ini, dan setiap suku bangsa yang melakukan migrasi dari daerah asal ke daerah tujuan masing- masing memiliki latar belakang serta pendorong dan penarik yang berbeda-beda.

Hal ini sejalan dengan pendapat Naim (1989:4) bahwa “migrasi adalah bentuk

(50)

realisai dari kehidupan manusia yang selalu diarahkan pada suatu tujuan yaitu memenuhi kebutuhan kehidupanya”.

Migrasi Orang Binongko ke Kelurahan Lemo dilakukan dengan maksud mencari pemukiman baru untuk memperbaiki kondisi hidupnya di daerah tujuan.

Namun demikian, setelah proses migrasi tersebut berlansung pada tahun 1950-an, mereka kembali ke Binongko untuk mengajak keluarganya pindah ke Kelurahan Lemo. Sebagaimana penuturan La Salema (Wawancara, November 2016) bahwa, pada dasarnya orang Binongko yang pindah ke Kelurahan Lemo terjadi secara berangsur-angsur, mereka masih memiliki rumah, lahan kebun, istri dan anak di Binongko. Kemudian rumah dan kebun tersebut dijual atau ditinggalkan kepada keluarga yang masih menetap di Binongko.

B. Penyebab Kedatangan Orang Binongko ke Kelurahan Lemo

Proses migrasi timbul karena adanya tanggapan rasional dan reaksi spontan dari sebagian penduduk terhadap situasi dan kondisi yang kurang menguntungkan atau mengancam keselamatan jiwa penduduk pada daerah asal sebagai daya dorong seperti gangguan keamanan, bencana alam, atau faktor kesuburan tanah yang tidak menunjang. Demikian halnya terhadap daerah tujuan sebagai daya tarik yang biasanya dipandang jauh lebih kondusif dalam aspek keamanan, aman dari kemungkinan terjadinya bencana alam serta potensial dalam aspek geografis sebagai sumber kehidupan. Fenomena-fenomena tersebut tidak jarang terjadi secara beruntung dan kumulatif.

Pada pelaksanaan migrasi, penentuan tentang besar kecilnya daya dorong daerah asal ditentukan olah pribadi atau kelompok yang melakukanya dalam

(51)

menilai fenomena yang ada di sekitarnya. Hal ini muncul manakala para migrant merasa terancam atau tertindas, sehinga muncul angapan bahwa yang mendorong mereka meningalkan daerah karena adanya gangguan keamanan yang tidak memungkinkan hidup secara bebas dan damai. Kemudian bagi migran yang belum memiliki pekerjaan tetap dan kurang penghasilan berangapan bahwa yang mendorong mereka meningalkan daerah asal karena faktor ekonomi yang tidak lagi memungkinkan untuk hidup layak. Demikian halnya bagi mereka yang merasa tidak tenteram karena pengaru fenomena sosial budaya yang tidak sesuai dengan tatanan yang dianutnya, dapat menyebapkan mereka pindah mencari daerah baru yang lebih sesuai, aman, bebas, atau lebih baik dari daerah sebelumnya (Kartodirjo, 1975:115). Hal ini erat kaitannya dengan migrasi Orang Binongko ke Kelurahan Lemo yang turut didorong oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:

1. Faktor Kebetulan

Dilihat dari tujuan migrasi awal yang dilakukan oleh orang Binongko dari kampung asal menunju Surabaya, maka faktor pendorongnya adalah kebutuhan ekonomi. Akan tetapi kedatangan orang Binongko ke Kampung Lemo adalah tanpa disengaja atau terjadi secara kebetulan. Sebagaimana dijelaskan oleh Informan bernama La Isa Wadia bahwa: “Seandainya kapal yang kami tumpangi tidak mengalami kecelakaan di sekitar teluk Kolengsusu, mungkin kami tidak akan pernah singgah dan menetap di Kelurahan Lemo ini. Jadi kedatangan kami di kampung ini terjadi secara kebetulan bukan unsur kesengajaan, namun demikian

(52)

kami memilih tetap tinggal di sini karena di sini masih lebih baik jika dibandingkan kami tetap tinggal di kampung asal”.

Kedatangan orang Binongko ke Kampung Lemo adalah akibat dari rusaknya perahu dan habisnya perbekalan para pelayar sehingga memutuskan perantauan berakhir di Kampung Lemo. Orang Binongko tetap tinggal di Kampung Lemo karena kehidupan di Kampung Lemo masih lebih baik dibandingkan tinggal di Binongko. Sebagaimana dijelaskan oleh Informan bernama La Madhi, bahwa: “Kami singgah di kampung ini karena perahu kami sudah rusak, perbekalanpun habis terhempas ombak. Jadi kami memilih untuk tidak melanjutkan perjalanan, dan mengakhiri perjalanan di sini. Kemudian kami mengajak keluarga untuk tinggal di Lemo dan bahkan orang Binongko ikut pindah karena mendengar cerita tentang kehidupan kami di Lemo sudah lebih baik dibandingkan kehidupan orang di Binongko” (Wawancara, 20 November 2017).

Akhirnya para perantau dari Binongko yang hendak menuju Surabaya terpaksa singgah dan menetap di Kampung Lemo sejak tahun 1950-an dan menjadikan Kampung Lemo sebagai tujuan akhir perantauan. Jika tidak dikaitkan dengan tujuan awal perantauan, maka kedatangan orang Binongko di Kampung Lemo terjadi secara Kebetulan. Bila tujuan migrasi didasarkan pada tujuan awal maka faktor pendorong migrasi orang Binongko ke Kampung Lemo adalah faktor ekonomi.

2. Faktor Budaya

Jauh sebelum Indonesia merdeka masyarakat di Kepulauan Tukang Besi telah terintegrasi dalam zona perdagangan maritim Asia Tenggara. Kepulauan

Gambar

Gambar 2. Migrasi sebagai interaksi wilayah Keterangan:
Gambar 3. Gambar Teori Migrasi Menurut Mitchell Keterangan :
Tabel 1. Komposisi Penduduk Kelurahan Lemo Berdasarkan Golongan Umur dan Jenis kelamin
Tabel 2. Komposisi Penduduk Kelurahan Lemo Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah yaitu: 1) Bagaimana proses upacara Pomaloana mate bagi orang Buton khususnya di

Pemandian Air Panas Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahan. Situmeang Habinsaran Kecamatan Sipoholon Kabupaten

Hingga saat ini sistem jaringan persampahan di Kabupaten Buton Tengah masih berupa sistem penampungan awal individu pada setiap lingkungan kelurahan dan desa di seluruh

Sampel teripang (Holothuroidea) yang diperoleh di Zona Intertidal Perairan Laut Kelurahan Gu Timur Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah dideskripsikan berdasarkan

PENGUATAN EKONOMI KREATIF BERBASIS POTENSI LOKAL DENGAN MENINGKATKAN JIWA WIRAUSAHA DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DI KELURAHAN MASIRI KECAMATAN BATAUGA KABUPATEN BUTON SELATAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa praktik hibah orang tua kepada anak yang terjadi di Kelurahan Syahmad kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli

Pembangunan fisik desa di Desa Konde Kecamatan Kambowa Kabupaten Buton Utara sejak masa kepemerintahan kepala desa yang saat ini sedang memerintah yaitu: (a)

Hasil penelitian tentang peran orang tua dalam meningkatkan hasil belajar siswa di SD Negeri 1 Mata Kabupaten Buton Utara adalah Adapun Peranan orang tua dalam meningkatkan hasil